Rumah saya terletak tak jauh dari hamparan perkebunan teh yang menawan. Di sana, saya mengelola warung kecil yang menyajikan sarapan dan makan malam. Warung saya cukup populer, menarik para tamu hotel—dari mereka yang sederhana hingga yang lebih berada—yang ingin menikmati cita rasa masakan rumahan khas daerah ini. Saya memiliki tiga orang anak, dan telah dikaruniai beberapa cucu. Dua dari anak pertama saya, dan satu dari anak kedua. Anak ketiga saya telah berumah tangga. Salah satu cucu saya, Lukman, seorang pemuda berusia dua puluh satu tahun, tinggal bersama saya untuk membantu mengelola rumah tangga setelah menyelesaikan pendidikan menengah atasnya. Dia anak yang rajin, membantu dengan senang hati dan tak pernah mengeluh. Tingginya menjulang, mewarisi postur ayahnya yang tegap. Rumah kami berada di ketinggian sekitar dua kilometer dari warung, tempat yang tenang dan sejuk.
Setiap hari, setelah warung tutup sekitar pukul sembilan malam, kami pulang ke rumah kecil kami yang nyaman. Sejak Lukman tinggal bersama, saya merasakan suatu ketertarikan yang tak biasa kepadanya. Bukan sekadar ikatan nenek dan cucu, perasaan ini terasa jauh lebih dalam. Memang, ia memiliki tubuh yang atletis, dan terkadang bayangan-bayangan tertentu muncul dalam pikiran saya. Namun, saya selalu mencoba menepisnya; dia adalah cucu dari kakak saya, dan juga cucu saya sendiri. Meskipun begitu, perasaan ini semakin kuat, terutama setelah beberapa bulan terakhir ini. Meskipun sudah hampir setahun saya tidak mengalami menstruasi, saya merasa ada semacam gairah yang baru terbangun. Awalnya, saya ragu-ragu, mengingat usia dan bentuk tubuh saya yang mungkin tak lagi ideal dengan berat badan mencapai delapan puluh delapan kilogram. Namun, rasa ingin tahu dan keinginan itu terus membuncah. Suatu sore, saat saya membungkuk mengambil bumbu di dapur, saya menangkap Lukman melirik dada saya dari balik daster yang saya kenakan. Saat itu, saya tidak mengenakan bra. Sebuah kesempatan, mungkin? Namun, bagaimana caranya saya bisa...
ke warung, selama ini aku tidak sadar, baru aku sadar setelah aku melihat tanda-tanda mencium aroma kretek.
Aku rupanya diintip oleh Lukam ketika akui mandi. Jadi LUkman suka mengintipku selama ini. Aroma kretek yang menyengat itu,
membuatku sangat yakin aku diintip. Begitu keluar dari kamar mandi, aku mendapatkan puntung orkok kretek di sebuah sudut dan aku melihat tapak sendal Lukman pada lantai semen yang basah.
Dan setelah kuteliti, aku melihat sebuah lubang kecil. Aku tersenyum. Pagi sekali saat mau jualan sarapan ke warung aku mandi dulu, dan aku yakini lagi Lukman mengintipku pula. Sejak sat itu setiap kali di rumah, aku mulai memancingnya.
Aku memakai daster longar tanpa bra dan tanpa celana dalam. Aku ingin Lukman benar-benar bernafsu, hingga dia mau memperkosaku.
Aku sengaja duduk sembarangan hinga pahaku yang besar, walau berkerut membuatnya keblinger. Benar saja, matanya mulai jelalatan.
Aku mulai memancingnya, walau sebenarnya aku sangat berat memulainya. “Kamu suka ya melihat sesuatu dari tubuhku?” kataku lembut dengan suara gemetar, karena perasaan tak menentu. LUkman tersipu.
“Nenek tau, kalau selama ini kamu mengintip nenek waktu mandi,” kataku lebih lembut lagi dan semakin berani. Secara perlahan rasa grogiku mulai hilang.
“Jadi nenek tau?” katanya agak kemalu-maluan.
“Ya, nenek tau…” kataku lagi. Lukman diam tak mengeluarkan kata-kata apapun juga dan kami sama-sama mempersiapkan bumbu makanan untuk jualan malam hari dan biasanya pukul 17.00 kami sudah berada di warung dan siap- siap.
“Kamu sudah pernah begituan sama perempuan?” tanyaku seperti aku bertanya kepada anak kecil saja.
“Belum” jawabnya singkat. “Lho…”
“Kenapa Nek?”
“Sebagai laki-laki kamu harus tau,”
kataku lagi. Kami agak bebas berbicara, karean rumah kami paling di atas dibandingkan dengan rumah pebnduduk lain dan tetangga kami berkisar antara 50 sampai 70 meter dari tempat kami.
Jika ada yang datang ke rumah kami, kami pasti melihatnya karena kami berada di atas mereka. Lukan tertunduk.
Apakah dai malu atau apa akui sendiri tidak mengetahuinya. Kuraih tengkuknya dan kurangkul. Inilah kesempatan itu atau tidak sama sekali, bathinku.
Bersambung… Eh… aku bahagia sekali. Saat kupeluk tubuhnya, LUkman malah memelukku dan merapatkan wajahnya ke tetekku dan sebelah tangannya menggenggam tetekku.
Aku tahu sebelah tangannya tak mungkin bisa menggenggam tetekku yang besar.
“Kamu mau?” bisikky ke telinganya.
Akutak menunggu jawabannya.
Untuk apa aku menunggu jawabannya, karena sebenarnya aku yang mau. Kukeluarkan tetekku dari belahan lehen dasterku setelah mempreteli kancingnya.
KUnyonyotkan pentil tetekku yang besar ke mulutnya. Cepat Lukmat mempermainkan pentil tetekku. “Huh… ternyata cucu nenek ini nakal juga kataku mencubit sayang pipinya.
Lukman terus mengisap- isap dan mebnggigity kecil pentil tetekku membuat aku benar-benar semakin bernafsu. Kok bisa, tanyaku dalam hati.
Sudah 11 tahun aku tidak pernah melakukan ini, bahkan selama ini aku merasakan aku sudah mati rasa, kok tiba-tiba aku demikian bernafsu? “Kita ke kamar saja Nek..” ajaknya dan dia bangkit lalu menarik tanganku agar aku bangkit.
Setelah aku bangkit, Lukman cepat menutup pintu dan menguncinya sedang aku menuju kamar tidur. Setelah kamar tidur ditutup dan dikunci, Lukman langsung menelanjangi dirinya.
Duh… betapa bernafsunya aku melihat rudalnya yang besar dan panjang. Wajar rudalnya panjang, karena Lukman memang orangnya tinggi. “rudalmu besar sekali sayang” bisikku setelah memeluknya.
Perutku yang gendut menempel pada tubuhnya. Lumman menunduk dan merapatkan bibirnya ke mulutku, lalu dia melumat bibirku dan aku merasakan betapa kerasnya rudalnya di perutku.
Perlahan dia membimbingku ke tempat tidur dan merebahkan tubuhku di tempat tidur. Aku tau Lukman sudah sangat bernafsu dan ingin menusuk rudalnya ke serambi lempitku.
Tapi pahaku berlaga dan aku menguakkan kedua kakiku selebar- lebarnya, namun lubang serambi lempitku juga tak kelihatan. Aku menungging di atas tempat tidur dan Lukman berdiri di lantai.
Kutuntun rudalnya untuk menusuk lubang serambi lempitku yang sudah basah kuyup dengan lendir dan beraroma mesum.
Oh… baru ujung rudal lukman saja menenmpel di lubang serambi lempitku, aku merasa sudah melambung di awang-awang yang maha tinggi.
Saat rudalnya ditusuk, ambooooiiiii… aku merasa nikmat luar biasa. Aku merasakan betapa panjangnya perjalanan rudal lukman di dalam rahimku. Aku merasa rudalnya demikian hangat di dalam rahimku.
Aku tak mampu berbuat apa-apa lagfi selain merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Lukman terus mengocoknya maju mundur.
Sedang pahaku dan perutku amasih berlaga dan tusukannya itu membuat dadaku yang tergantung ikut terayun-ayun.
Aku sudah tak mampu membendung rasa nikmatku sampai aku mendesah- desah dalam jerit kecilku dan aku sudah membuncahkan lendirku yang banyak sekali keluar dari serambi lempitku. Lelehan lendir itu terasa pada pahaku sampai ke dengkulku.
Aku sudah keluar dan orgasme dua kali. Tak pernah rasanya aku merasakan orgasme demikian cepat. “Lama lagi sayang… Nenek sudah tak tahan menikmatinya. Ayo keluarkan spermamu yang banyak…” kataku dengan njerit kecilku.
Lukman menekan rudalnya jauh ke dalam lubang serambi lempitku yang terdalam sampai aku merasakan ujung rudalnya menempel pada bagian tubuhku di dalam serambi lempitku yang terdalam.
Dan aku juga tak pernah merasakan itu selama ini dari suamiku. Croooootttttt. Semprotan panjang berkali-kali tarasa demikian hangat dan aku terangkat-angkat dalam nikmatku.
Begitu rudal Lukman mengecil dan keluar dengan sendrinya dari serambi lempitku, aku langsung terkulai dan terhempas di tempat tidur. Aku mengatur nafasku. Ngocoks.com
Rasanya nafasku yang tersengal hampir putus, karena gemuknya aku, sesekali aku merasa susah bernafas. “Terima kasih sayang. Aku tak pernah merasakan hal seperti ini selama hidupku,” aku mengakuinya terus terang. Lukman tersenyum.
“Apakah kakek tidak hebat?” dia bertanya. Aku harus jujur. “Kamu jauh seribu kali lebih hebat dari kakekmu,” kataku jujur, walau di hatiku terselip juga rasa berdosa, kenapa aku harus membuka aib suamiku yang sudah almarhum. “Kapan lagi Nek?” Lukman bertanya.
“Nanti malam setelah kita selesai jualan ya Nek,” katanya, sembari memakai kain sarungnya dan tertidur di sisiku. Aku menyanggupinya. Lima belas menit dia terlentang di sisiku, aku mendengar suara dengkurnya.
Aku yakin dia terlalu menikmati kenikmatan bersetubuh, hingga tertidur pulas. Biarlah dia tertidur pulas agar tenaga pulih kembali.
Bersambung… Aku lihat Lukman demikian cepat memberisihkan sesuatu dan menyimpannya dengan rapi dan mencuci yang kotor, seperti piring gelas dan semuanya. Setelah dia susuan di sebuah peti di dalam warung, dia cepat membersihaknnya. Aku tersenyum.
Aku yakin dia sudah sangat bernafsu dan ingin bersetyubuh lagi.
Sama saja denganku, sebenarnya aku juga ingin mengulangi seperti apa yang kami lakukan tadi.
Kenapa tidak? Sebelas tahun lebih aku tidak mendapatkannya dean kini aku bis amendapatkannya, kenapa harus aku sia-siakan. “Kamu sudah tak sabar ya,” aku mulai menggodanya.
Aku sudah semakin berani. Dia tersenyum dan mengangguk kecil. Aku pun tersenyum dan membantunya menyiapkan segala sesuatunya dan apa yang harus dibawa pulangh sudah kusiapkan di luar warung.
Begitu siap pintu warung terkunci, kami langsung naik Suzuki Pick Up ke atas rumah kami. LUman membawanya dengan kecepatan tingi. Aku mengerti atas ketidak sabarannya, namun akhirnya dia bisa kuyakinkan.
“Kamu jangan buru-buru. serambi lempit nenek yang kamu inginkan tidak lari kemana-mana,” kataku semakin menggudanya. Lukman tersenyum dengan ucapan kotorku itu. Dan kami pu8n tiba di rumah.
Setelah mobil oick up terparkir di sisi rumah yang hanya ditutupi oleh atap seadanya tanpa dinding, kami cepat memasuki rumah. Terlebih angin berhembus kencang membuat udara sangat dingin, ditambah lagi gerimis mulai turun.
Pintu ditutup, semua jendela juga ditutup. Tetangga juga melakukan hal yang sama dan susana demikian sepi. Hanya terdengar suara desau teh yang melaga-laga dedaunan teh.
Aku membuat teh panas untuk sekedar menghangatkan tubuh. Saat aku membuat teh, Lukmat mulai bekerja di belakang tubuhku. Dia melepas stagen kain batikku dan melepas pakaianku satu persatu sampai aku telanjang bulat, sembari menyedu teh.
Kamu sudah tak sabar sayang? katanya. Pakaianku berserrakan di lantai, termasuk braku yuang besar dan celana dalamku. Lukman dia saja dan dia juga melepas semua pakaiannya sampai kami sama- sama telanjang bulat.
Dia menempelkan tubuhnya di belakang tubuhku dan aku merasakan betapa kerasnya rudal yang sedari tadi aku inginkan. Ngocoks.com
Lukman meminta aku agar membawa dua gelqas teh itu ke kamar tidur. Sambil bertelanjang bulat kami menuju kamar tidur. Di luar hujan mulai turun renyai-renyai.
Setelah meletakkan teh di meja, kami berciuman. Lama lidah kami saling bertautan di dalam rongga mulut kami. Perlahan, rasa dingin berubah menjadi rasa hangat dan aku merasakan betapa rakusnya Lukman mempermainkan lidahnya dan lidahku.
Kami berdua sudah berdua sudah berada di atas tempat tidur. Kami saling berpelukan dan aku mulai pula mengelus-elus tubuhnya.
Lukman meminta agar aku mengulum rudalnya. Aku terkejut atas permintaannya itu. Aku mengulum dan menjilati rudalnya? Apa permintaan ini tidak salah.
Aku belum pernah melakukannya selama ini. Aku bingung. Saat itu, Lukman mengangkangkan kedua kakiku dan memaksakan kepala berada di sela kedua pahaku. Dan..
oh… apa ini? Ternyata lidah Lukman sudah menjilati bibir serambi lempitku. Aku terkejut. Aku juga belum pernah melakukan ini selama hidupku. Setelah aku tak mampu menolak kepala Lukman akhirnya kau mampu menikmati jilatannya.
Lendirku keluar seperti dipompakan dari dalam tubuhku dan aku sendiri dapat mencium aromanya yang mesum itu.
Bersambung… Lukman meminta kau kembali menungging, agar dia menyodokku dari belakang seperti siang tadi.
Suatu hal yang sangat aku tunggu-tunggu. Sat itu lukman langsung menyodok serambi lempitku dari belakang dan aku merasakan kenikmatan yang sangat indah. Baru sepuluh kali aku disodoknya aku sudah mengeluarkan lendir nikmatku dengabn buncahan yang luar biasa.
Sat itu Lukman menarik rudalnya. Akau merasa sangat kecewa sekali Hanya hitungan detik aku merasakan ujung rudal lukman sudah berada di pintu duburku. Ada apalagi ini pikirku. Aku diam saja.
Ada saja kejutan yang diberikan
Lukman padaku. Pasti ada hal lain lagi, bathinku. Perlahan lahan
Lukman menusuknya, kemb\udian menariknya. Tusuk tarik-tusuk tarik terus begitu. Aku tak mengerti kenapa demikiabn. Dan sekali ini
Lukman menusuk kuat rudalnya ke dalam lubang anusku dan aku merasa sedikit sakit. “Aduuuhhhh…” desisku.
“Sabar Nek. Sebentar juga enak,”
katanya.
Aku mengikuti petunuknya. Dan aku merasakan secara perlahan-lahan rudalnya terus menyeruak ke dalam duburku dan aku sedikit merasa sakit. Lukman menghentikan tusukannya.
Aku merasa seperti ketrika aku mau buang hajat ada yang menganjal di duburku. Kemudian perlahan Lukan menusuknya lebih dalam lagi dan lagi, kemudian menariknya secara perlahan-lahan. Duh… nikmatnya.
Setelah kurasakan rudalnya hampir habis keluar, Lukman menusuk kembali perlahan-lahan, kemudian menusuknya kembali perlahan-lahan. Begitu seterusnya secara teratur.
Saat tusuk tarik itu, sebelah tangannya mengelus-elus klentitku dan sebelah lagi meremas-remas tetekku dan memelintior pentilnya. Ah… aku menikmatinya. Kembali lagi lendir dari dalam tubuhku meleleh sampai ke dengkulku.
Lukman menamnpungnya dengan tangannya dan mengeluskannya ke rudalnya. Kemudian tusuk-tariknya pada duburku, semakin lama semakin cepat. Ngocoks.com
Aku sudah kehilangan rasa sakit dan kini sudah berganti dengan rasa nikmat luar biasa. Aku kembali terpekik-pekik kecil yang mana suaraku habis ditelan oleh derasnya hujan di atas seng rumah mungil kami. Puasi nenek sayang, desahku.
Walau sebanarnya dari tadi aku sudah dua kali orgasme, tapi rasanya aku tak puas-puas juga.
Apa aku sudah gila atau memang ada kelainan dalam diriku? ENtahlah. Lukman terus saja menghajarku dari belakang dengan kebuasannya yang luar biasa dan sampai akhirnya dia melepaskan spermanya di dalam tubuhku dari duburku. Setidaknya, sekali lagi setidaknya,
kami melakukannya tiga kali dalam seminggu. Aku mjulai tak cangghung lagi menguluim dan menjilati rudalnya yanbg snagat luar biasanya. Itu.
Seperti dia juga menjilati lubang duburku, aku juga melakukannya terhadap diri cucuku yang pintar ini, padahal dia belum pernah menikah.
Cerita Sex Pemuas Istri Boss
Setelah empat tahun kami melaksanakannya, Lukman pun menikah dengan tetangga kami yang juga janda. Lantas bagaimana dengan kami? Tetap saja, kami selalu melakukannya dengan curi- curi. ISterinmya dan tetangga sedikitpun tidka pernah curigha,
karena aku mendengar bisik-biskk dari dulu, kalau kegendutanku, pasti membuat orang tidak seleras bersetyubuh dengan ku.
Aku senyum saja. Padahal, kalau suami mereka merasakan cengkraman serambi lempitku, pasti mereka akan ketagihan. Aku tidak mau merusak rumah tangga mereka, karena aku tau, banyak suami di antara mereka yang selalu bersikap gatal padaku.