Bunda Maya

Folder Bunda - Blog Cerita Dewasa Ngentot Yang Selalu Update Cerita Ngentot Terbaru Setiap Hari..

Kepolosan Istri

Kepolosan Istri

Pasutri Eka dan Nur lagi mesra-mesraan di ranjang. Anaknya udah tidur pulas. Ngobrol-ngobrol santai, Nur, yang guru SMA, cerita tentang muridnya, Laela, cewek pinter tapi nggak bisa kuliah karena orang tuanya nggak mampu dan maksa dia nikah aja. Padahal Laela berpotensi dapat beasiswa.

Eka, dosen, kasihan denger cerita Nur. Suasana jadi hening. Tiba-tiba Nur nempel banget ke Eka, terus nanya, "Sayang, mau nggak nikah lagi?" Eka kaget setengah mati!

Nur lanjut, "Bayangin aja, kita kan pernah ngebayangin bertiga di ranjang. Nah, kalo punya istri dua, sah dong! Uang kita juga cukup kok. Aku mau milihin istri kedua buat kamu, dan aku rela dimadu, asal kamu suka sama pilihan aku." Eka makin bingung, "Terus siapa yang kamu mau?" Nur ngasih kode, dia udah punya pilihan. Eka masih syok berat, nggak nyangka istrinya ngajak poligami.

tanya Eka.

“Siti, Mas. Siswi yang kuceritakan tadi,” tatap Nur dengan mata yang menatap wajah suaminya. Nur amat berharap ini.

“Nur..,” belum sempat melanjutkan, Nur telah berucap kembali, “Siti anak yang baik mas, Nur rasa pantas untuk Mas. Mas juga suami yang baik, Nur rasa juga pantas untuk Siti Mas. Soal harta kita cukup. Aku ingin dia bisa kuliah juga mas.”

“Kalau ia ingin kuliah, kita bisa bantu dana dan kebutuhannya. Tak hingga sampai menikahinya Nur. Itu bisa,” jawab Eka.

“Mas, Siti seperti ‘beban’ dikeluarganya Mas, makanya orangtuanya ingin segera menikahkan Siti segera. Kita ga tahu Mas, Siti akan mendapatkan suami seperti apa nantinya, belum tentu sebaik kamu Mas. Kamu juga bisa mengontrol kuliahnya. Kalau kita hanya membiayainya saja, bisa saja orangtuanya menyuruhnya berhenti. Kasihan dia Mas.”

Eka terdiam, memang dilema. Ada benarnya pula istrinya berucap seperti itu. “Apa tidak terlalu muda ia menikah Nur? Kamu gurunya, bukankah tak dianjurkan usianya menikah?” Ngocoks.com

“Iya, Mas, tapi ini demi kebaikannya. Nur rasa ia juga sudah siap walau Juli besok ia baru berumur 17 Mas. Yakinlah Mas. Nur merestui. Nur siap dimadu. Nur siap membantu pernikahan ini Mas,” pelukan Nur makin erat.

Eka menarik napas panjang. Ia sangat sayang dengan istrinya. Tak ingin hatinya dibagi dengan orang lain. Tapi ini permintaan istrinya untuk berbagi hati. Nur pun menyatakan siap berbagi. Keputusan yang amat berat.

Walau pun begitu, sebenarnya Eka terlintas pikiran bagaimana rasanya punya istri yang amat muda. Mungkin saja ia belum tahu tentang banyak hal terutama soal hubungan suami istri. Semangatnya sebagai anak muda tentu berapi-api, ia tak ingin mematikan api itu. Tetapi permintaan macam apa ini?

“Baiklah, tawaranmu aku terima. Tapi Nur, ada syarat yang harus kamu penuhi, bicaralah dengan orang tuanya dulu sebagai istriku bukan sebagai gurunya Siti. Temuilah tanpa Siti. Biarkanlah orangtuanya yang menawarkan kepada Siti. Bila, ia telah siap, temuilah Siti, temuilah sebagai istriku, bukan gurunya.”

Malam semakin sunyi, sebuah putusan hebat tercipta dalam pelukan di usia pernikahan mereka yang memasuki tahun keenam. Eka tak menyangka ini terjadi. Tapi apalah buat? Ini permintaan istri tersayangnya.

Bersambung… Ujian akhir sekolah akan sebulan lagi. Siti tengah bersiap untuk ujian itu, tak di rumah, tak di sekolah tetap sibuk belajar. Walau ia sadar prestasi akademiknya mungkin tak akan membawanya kebangku kuliah.

Sementara itu, Nur, izin pulang lebih awal dari sekolah, alasannya ada keperluan mendesak keluarga. Alasan itu tak salah, sebab hari itulah Nur memenuhi permintaan suaminya untuk menemui orangtua Siti.

Siti telah janjian dengan ibunya Siti. Maksudnya yang ia beri tahu ialah membahas masa depan Siti. Sesampainya di rumah Siti, Nur bertemu dengan kedua orangtua Siti. Rumahnya amat sederhana dan bisa dibilang ekonomi yang cukup pada umumnya.

Nur disambut baik oleh kedua orangtua Siti. Di ruang tamu yang sederhana, tiga cangkir teh terhidang dengan biskuit. Obrolan pun dibuka dengan tentang Siti. Nur menanyakan kebenaran ketidakmungkinan Siti melanjutkan kuliah.

“Benar Bu Nur, kami bukannya ingin memutus mimpi Siti tapi kami takut sesuatu terjadi kepadanya, entah soal keuangan bahkan pergaulan, Bu,” ucap Ibunya Siti.

“Ya, benar itu. Jadi, kalau bisa Siti segera menikah saja. Nanti kalau sudah menikah, terserah mereka apakah Siti akan kuliah atau bagaimana. Itu urusan mereka,” tambah sang ayah Siti.

Nur sebagai wali kelas Siti amat sakit mendengar ini. Memang pembukaan obrolan hubungan antara guru dengan siswanya. Hingga…

“Begini Pak, Bu, maksud saya bertamu bukan hanya mendengar cerita dari Bapak dan Ibu. Namun, saya berniat menjadikan Siti istri kedua suami saya. Saya berani menjamin kehidupan Siti. Apa yang diharapkan Bapak Ibu juga bisa segera terwujud, Siti menikah. Kami tentu juga berharap Siti bisa tetap kuliah walau sudah menikah,” ucap Nur dengan tertunduk.

“Oh, bagus itu. Ibu gurunya tahu juga tentang Siti. Saya rela melepaskannya,” ucap sang Ayah. Sementara Ibu Siti hanya tertunduk tak menduga bila anaknya akan segera dipinang. Tak meduga pula akan menjadi istri kedua.

“Saya mengikuti keinginan Bapak saja Bu Nur, semoga hal baik selalu menyertai Siti, Bu,” ucap sang Ibu.

“Baiklah, saya harap pertama jangan beri tahu Siti hingga ujian akhirnya usai. Setelah ujian berakhir walau ijazah kelulusan belum keluar, apakah kita bisa saling mengenalkan Siti dan suami saya?”

“Saya silakan saja, datanglah kembali bersama suami sekaligus bakal calon anak kesayangan saya, Siti,” ucap sang Ibu yang memegang tangan sang suami erat. Ngocoks.com

Sang Bapak hanya mengangguk.

Nur merasa ini amat mulus sekali untuk meminta Siti dari orangtuanya. Tak ada penolakan. Rasanya memang Siti dianggap “beban” di sini.

Saat sore, Siti pulang kerumah. Rumahnya amat damai. Tenang. Bapak Ibunya tersenyum lebar melihat Siti. Siti merasa aneh dan bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Tapi tak ada jawaban pasti. Hanya makanan kesukaannya tersaji. Perlakuan orangtuanya pun sangat-sangat baik, tak seperti biasanya yang agak mencuekkannya.

Malam pun tiba. Obrolan di ranjang antara Eka dan Nur pun seperti biasanya. Kali ini topiknya ialah pertemuan Nur dengan kedua orangtua Siti.

“Benar Mas, Siti memang diharapkan segera menikah dengan orangtuanya. Dan kamu telah mendapatkan lampu hijau dari orangtuanya untuk mengenal Siti. Nanti ya Mas, setelah Siti selesai ujian.”

Eka hanya diam, memeluk istrinya. Hatinya seperti tertekan sebab istri tersayangnya benar-benar melakukan dan menginkan pernikahan suaminya dengan anak didiknya.

“Mas, Siti anak yang baik Mas. Bawalah ia menjadi lebih baik. Ajari ia yang baik. Aku juga siap membantumu mengajarinya menjadi istri yang baik untukmu Mas,” ucap Nur.

Bersambung… Ujian akhir SMA telah usai di bulan Mei. Siti dan siswa lainnya hanya tinggal menunggu hasil kelulusannya. Ada yang telah mendapatkan tempat untuk kuliah. ada yang mulai melamar kerja. Namun, Siti berfirasat tak ingin mendaftar kerja. Ia hanya ingin kuliah kini tapi jalur apa pun selalu kekeh ditolak ayahnya.

Pertengahan Juni, Eka dan Nur telah janjian dengan keluarga Siti. Malam sebelum pertemuan itu, Ibu Siti mengetuk dan masuk ke kamar Siti. Siti tengah membaca novel di atas kasurnya. Ibunya menatap erat dan amat emosional melihat anak gadisnya itu.

“Ada apa Bu?” tanya Siti. “Anak Siti ku, kamu telah selesai SMA. Kamu sudah besar, sudah baliq. Ibu punya kabar yang mungkin akan mengejutkanmu,” ujar sang Ibu.

Siti menduga-duga apa kabar itu, apakah ia dibolehkan kuliah atau kah …

“Beberapa minggu lalu seorang lelaki datang kerumah ini, ia seorang yang baik akhlak dan budinya,” belum tuntas tapi Siti tlah tahu maksud Ibunya, ya, soal jodohnya.

“Kamu mungkin tahu seorang yang sangat dekat dengan laki-laki itu. Bapak dan Ibu sudah merestuinya untuk menjadi suamimu, tinggal kamu yang menerimanya. Ia seorang dosen, masa depanmu dengannya Ibu rasa akan sangat baik.”

Siti tak menduga, kenalan Ibu Bapaknya dari mana ini? Seorang dosen? Aku kenal orang dekatnya? Siti menahan air matanya, tak menyangka secepat ini dirinya akan dipersunting.

“Bu…, memangnya siapa dia Bu?” tanya Siti. “Nak, Ibu rasa kamu berhak tahu bila kamu akan dipersunting untuk menjadi istri kedua Anak,” Ibunya peralahan merangkul anaknya itu. Siti menatap erat Ibunya.

“Ia ialah suami dari gurumu, Bu Nur. Mereka akan datang besok. Kamu besok akan dilamar Nak,” Siti tak mampu menahan air matanya dan menyenderkan kepalanya kepundak Ibunya.

“Bu, Ibu Bapak Siti rasa tahu apa yang terbaik untuk Siti. Siti semoga bisa menerima takdir ini. Bu Nur orang yang baik. Siti rasa suaminya juga baik,” pelukan Ibunya makin hangat malam itu. Waktu bagi Siti malam itu seakan terhenti.

“Malam ini Ibu tidur bersamamu ya Nak. Kalau kamu ingin bertanya atau bercerita malam ini Ibu akan dengarkan,” tawaran sang ibu hanya dijawab anggukan oleh Siti. Sang Ibu sebenarnya tahu tanpa Siti bercerita bagaimana isi hati dan pikiran anaknya itu.

Keesokan harinya, Siti telah berbesih diri. Wajahnya tampak murung. Ini sungguh sangat membuatnya syok. Ibunya selalu berada disampingnya. Kabarnya Eka dan Nur akan datang siang hari. Pagi itu rumah Siti telah amat bersih dan rapi, itu dilakukan ayah Siti untuk anaknya.

Menjelang siang, Siti di dalam kamar bersama Ibunya. “Nak, sudah siap bertemu calon suamimu? Siap ya Siti, yang kuat,” ucap sang Ibu, Siti hanya mengangguk. Pakaian gamis terbagusnya telah tergeletak di kasurnya siap dikenakan.

Ibunya pun membantu Siti memakai pakaian terbaik itu. Selembar jilbab pun dibantu terpasang dengan rapi di kepala Siti. Ibunya pun membantu Siti berias diri. Tak terlalu menor, tapi menambah aura untuk usianya.

“Bu…” Siti memeluk ibunya tanpa kata lanjutan. Siti pun tanpa menjelaskan Ibunya tahu apa isi hati anaknya itu.

Ucapan salam terdengar di ambang pintu. Siapa lagi kalau bukan Eka dan Nur. Merekaa disambut oleh Bapak Siti dengan ramah. Mereka telah duduk dan mengobrol 15 menit. Siti dan Ibunya masih di dalam kamar.

Sang Ibu keluar dan meninggalkan Siti di dalam kamar. Ia menyambut tamunya. Obrolan mereka berlanjut ke hal yang serius.

“Seperti yang pernah kami sampaikan, kedatangan kali ini, Saya, Eka, ingin mengenal putri Bapak Ibu, Siti. Bila pun berlanjut, mungkin pula akan langsung saya pinang anak Bapak Ibu,” ucap Eka yang ditekenikmatan Nur. Nur hanya tertunduk mendengar suaminya. Ia telah siap mendengar ini dan siap menerima dimadu karena ini ialah keinginannya sendiri.

“Tentu saja kami menerima kedatangan Saudara Eka untuk berkenalan dengan anak kami, Siti untuk hubungan yang serius,” ucap sang Ayah Siti.

Siti mendengar itu. Ia masih tak menyangka bila benar-benar Suami Bu Nur yang datang untuk meminangnya. Bu Nur pun menekenikmatan suaminya untuk mempersunting Siti. Tarikan dan hembusan napas Siti ditarik dan dihembuskan perlahan berkali-kali perlahan.

Pukul dua siang, pintu kamar Siti diketuk Ibunya. Pintu terbuka, Sang Ibu menghampiri Siti yang tengah duduk meneneangkan diri.

“Nak, saatnya kamu keluar dan bertemu dengan calon suamimu. Temuilah ia dengan senyum dan ramah ya,” ibunya memeluk anaknya itu.

Mereka keluar, tangan Siti merangkul tangan sang Ibu. Sampainya di ruang tamu, Siti bersalaman dengan gurunya, Bu Nur. Lalu Siti duduk disamping Ibunya.

“Inilah Saudara Eka, Siti, anak kami. Ia tinggal menunggu pengumuman kelulusan SMA. Ia anak yang baik,” ucap sang Ayah.

Eka tertunduk.

“Wah… Siti, cantik ya hari ini. Kamu tampak sehat,” ucap Nur untuk mencairkan suasana. Benar saja obrolan berlanjut walau Siti tak ikut tertawa kecil.

Hingga sore obrolan amat seru. Eka pun meminta izin keluar dari ruang tamu. Nur tahu jika itu kode Eka ingin mengobrol dengan Siti. Kode pun terlempar kepada Siti melalui anggukan Eka.

Usai Eka duduk di teras rumah yang dipikir Eka bila ngobrol berdua orang yang ada di ruang tamu tak terdengar. Bunga di teras rumah Siti tengah mekar dengan indah, melati putih memberi keharuman, anggrek memberikan keelokan, mawar menambah ketentraman.

Tak perlu lama, Siti menatap ibunya tanpa kata dan berbalas anggukan sang ibu. Siti pun berjalan keluar menghampiri Eka. Mereka pun duduk berdua.

Hening. Mereka menatap bunga yang sama di teras rumah itu.

Hingga Siti berucap, “Pak,” dan berbalas “Ya Siti.” “Bapak mengapa ingin menikahi saya Pak? Apakah Bu Nur tidak apa-apa?” tanya Siti. Siti tak tahu apakah pertanyaan ini pantas ditanyakan. Ia takut menyinggung. Tapi ini tentang dirinya kedepan, akan kah gelap?

“Siti, ini permintaan Bu Nur. Saya menyetujui karena untuk masa depanmu juga. Bu Nur telah berceirta tentang kamu. Aku melihatmu seorang yang baik. Ngocoks.com

Kami ingin yang terbaik untukmu. Tentu pernikahan bagimu amat dini. Tapi bila kamu menerimanya aku siap membimbingmu tentang banyak hal, termasuk akademikmu, tentunya soal hubungan kita juga,” ucap Eka.

Siti hanya terdiam. Eka pun melajutkan, “Bila kamu yakin, terimalah saya. Saya rasa Siti telah mengenal baik Bu Nur. Saya akan berusaha adil terhadap kalian bila nanti kamu telah menjadi istriku.”

Obrolan mereka pun berlanjut hingga 30 menit. Hari makin sore. Mereka pun memutuskan kembali ke ruang tamu. Eka kembali duduk disamping istrinya. Siti pun duduk disamping Ibunya.

“Pak, Bu, dan Siti, mungkin telah dengar sayup-sayup obrolan perkenalan kami di depan. Saya pun makin yakin untuk menikahi putri Bapak Ibu. Izinkan saya melamar Siti,” ucap Eka. Siti dengan tertunduk mencuri pandang ke Nur. Nur pun tertunduk dan sedikit mengangguk. Ia paham suaminya dan perasaan Siti.

“Ya, putusan akhir kami serahkan kepada Siti,” ucap sang ayah. “Bagaimana Nak?” tanya sang ibu sambil menggenggam erat tangan anaknya itu.

“Bapak Ibu, Pak Eka dan Bu Nur, Siti rasa juga yakin Pak Eka ialah suami Siti walau umur berjarak 10 tahun. Siti menerima, semoga ini membawa kebaikan kita semua,” ucap Siti dengan tertuduk.

Syukur pun terucap. Tanggal pernikahan pun direncanakan. Mereka akan menikah di bulan September. Tentu karena usia Siti yang baru 17 tahun akan melewati persidangan sebelum bisa mendaftar ke KUA.

Bersambung… Sejak pinangan itu, Syarat-syarat pernikahan Eka dan Siti mulai diurus. Karena Siti masih berusia 17 tahun, maka perlu surat dispensasi pernikahan dari Pengadilan Agama. Ini tentu lebih penting dari pakaian pengantin.

Agustus kala itu, sidang pun terlaksana. Eka tentu bersama Nur. Siti tentu saja didampingi oleh kedua orangtuanya. Nur tentu melihat Siti langsung memeluknya. Menenangkan siswinya yang akan menjadi istri suaminya.

Di dalam persidangan…

“Saya yakin dinikahi oleh Saudara Eka. Saya akan menikah tanpa ada paksaan, yang mulia,” ucap Siti.

Dewan hakim pun memutuskan jika Siti memang sudah yakin dan menerima untuk menikah. Dari Eka pun hakim memandang benar apa yang diakui Siti. Dispensasi nikah pun diberikan.

“Alhamdulillah,” ucap sang ayah Siti. Nur, Ibu Siti pun memeluk Siti. Mereka perempuan yang tak menyangka Siti yang muda akan segera menikah.

Mereka pun berlanjut ke rumah Eka. Segera Nur membeli hidangan untuk santapan. Anak perempuan Nur dan Eka pun pertama kali bertemu Siti di sini. Anak itu bernama Laela yang masih berusia 4 tahun. Ia amat lugu seperti anak-anak seusianya. Ia tak tahu dan belum paham bila perempuan muda yang berusia 13 tahun lebih tua darinya akan menjadi ibu tirinya.

Saat inilah tanggal pernikahan, tempat, dan konsep dibicarakan.

“Siti, ingin pernikahan seperti apa? Ini semoga menjadi pernikahan kita yang paling indah untuk pertama dan terakhir untuk selamanya,” tanya Eka.

“Aku hanya ingin pernikahanku didatangi teman-teman dekatku. Itu saja. Pakaian penganting yang sederhana tetapi membuatku begitu anggun,” ucap Siti.

“Baiklah, bisa diusahakan,” ucap Eka.

“Siti, panggil Mas Eka dong,” goda ibunya. “Baik Bu,” ucap Siti.

“Siti, mau warna apa di pernikahan kita?”

“Siti pengen warna putih mas. Kebaya putih, bunga mawar putih, tapi sederhana saja… Mas tapi elegan,” ucap Siti, baginya merasa aneh menyapa Mas kepada Eka karena ia ialah suami gurunya.

“Kalau begitu Siti dan Mas Eka besok cari baju pengantin dan keperluan lainnya ya,” ucap sang Ibu.

Tanggal pernikahan pun telah terpilih, di hari Jumat sore di bulan September.

Keesokan hari berkas pernikahan pun telah diajukan ke KUA dan diterima. Siti benar-benar masih tak menduga jika ia akan menikah.

“Bu, Siti ga lama lagi akan menikah. Siti ga nyangka,” ucap Siti. “ajari aku jadi istri Bu,” pinta Siti. “Layanilah suamimu nanti Siti, suami istri bukan hanya memasak untuknya. Butuh batiniah yang nanti kamu akan mengerti,” ucap Ibu.

“Maksud Ibu?” tanya Siti. “Berbaringlah, akan Ibu tunjukkan maksudnya dan mengecek sesuatu. Jangan menolak,” ucap Ibunya. Ibunya hanya ingin memastikan area kewanitaan anaknya benar-benar baik.

Ibunya meminta rileks. Tenang. Siti pun berusaha tenang, menarik napas panjang, dan menghembuskan perlahan.

Perlahan Ibunya menaikkan daster yang dikenakan anaknya itu hingga di atas dadanya. “Bu, kalau begini dilepas saja ya,” ucap Siti dan inisiatif melepas pakaiannya. Siti hanya pakai BH dan CD kini. Tubuhnya cukup berisi, payudaranya tampak tak begitu kecil tak begitu besar juga. Maklum umurnya masih segitu.

Sang Ibu pun membuka BH sang anak gadisnya. Disentuhnya payudara anaknya. “Nak, ibu pijat ya payudaramu,” ucapnya. Siti tanpa penolakan menerimanya.

Payudara Siti dipegang oleh ibunya, dengan kedua telapak tangan menggerakkan berlawanan, yang kiri ke atas, yang kanan kebawah. Diulangnya hingga 15 kali, dibuatnya melingkar pula disekitar puting anaknya itu. Payudara kiri dan kanan bergantian. Siti keenakan bukan main.

Dirasa sudah cukup, sang ibu meminta izin kembali, “Siti, izin ibu lepas ya CD kamu.” Mulut serambi lempit Siti pun terpampang di hadapan ibunya. Sekitarnya berbulu tipis. Ada hasrat untuk mencukurnya. Tapi terbesit bagi ibunya membiarkannya agar suaminya nantilah yang memutuskan.

serambi lempitnya pun dibersihkan dengan air hangat dengan kain yang lembut oleh Ibunya. “Siti, ibu sudah lama ga membersihkan area intimmu sejak kamu kelas 2 SD, sejak kamu bisa mandi dan cawik sendiri. Besok mungkin yang akan melihat area mu ini suamimu, pastikan bersih ya sayang, buat suamimu nyaman,” ucap Ibunya

Siti sebenarnya bingung mengapa serambi lempitnya berhubungan dengan kenyamanan suaminya nanti. Tapi siti merasakan hal yang belum pernah dirasakan saat serambi lempitnya dibersihkan ibunya.

“Bu, Siti, ingin pipis,” dan air mengucur dari kelaminnya karena tak tertahan. “Wah, benar-benar kamu sudah siap menikah Siti, suami mu pasti nanti akan puas. Ibu bersihkan lagi ya. Atau kamu mau pipis lagi?” tanya ibunya.

Sang ibu tahu jika yang barusan ialah orgasme anaknya yang pertama. Sayang sekali baginya orgasmenya bukan di hadapan suaminya tetapi ia sebagai ibunya. Ngocoks.com

“Siti, besok sebelum salat, mandi junub dulu ya,” ucap sang ibu. Siti hanya mengangguk karena tubuhnya lemas usai dipijat dan serambi lempitnya dibersihkan oleh ibunya. Siti tak paham mengapa harus mandi junub besok pagi.

Eka dan Nur pun menikmati waktu bersama mereka sebelum Nur dimadu. Eka dan Nur sadar jika besok setelah Siti sah menjadi istri Eka, merka tak bisa memadu kasih setiap waktu. Eka harus membagi jatah manusiawinya kepada dua istrinya besok. Tak bisa tiap malam memadu kasih.

“Nur, sebentar lagi aku akan menikah kedua kalinya. Dengan seorang perempuan yang kamu pilih. Kamar ini, di kasur ini akan bergantian yang tidur bersamaku,” ucap Eka dengan menatap Siti. Wajah Eka pun mendekat dengan Siti, tubuh merka pun makin erat berpeluk.

Mulut mereka pun bertaut melumat. Sama-sama meraba dan mengelus punggung. Gairah suami istri malam ini pun naik bagai malam pengantin baru lagi.

“Mas, Nur telanjang ya, nikmati tubuh Nur dengan bebas Mas…” pinta Nur.

Tak sempat Nur menanggalkan sendiri, Eka dengan inisiatif membuka satu persatu pakaian Nur hingga benar-benar tak ada sehelai benang di tubuh istrinya. Tubuh yang mulus nan anggung.

Eka pun meremas dan menjilat payudara istrinya. Tubuh Nur pun diciumnya di berbagai titik-titik rentan seorang wanita. Hingga selangkangan Nur pun tak luput, Eka meminta Nur mengangkang dan menampilkan daerah keintimannya.

Bibir Eka mendekat ke bibir serambi lempit Nur. Nur tiba-tiba merinding. Eka menjilatnya dan membuat basah serambi lempit istrinya itu. Jari pun mengelus-ngelus klistoris istrinya. Eka tak ingin dirinya puas duluan, ia menanti orgasme istrinya yang pertama malam ini.

“Hm… Mas… sh…,” dan air orgasme Nur pun keluar. Nur lemas. Kecupan dikening pun mendarat. “Sayang, aku masukkan ya, aku keluarkan di dalam,” bisik Eka.

Dengan serambi lempit yang basah, rudal Eka amat terlumaskan masuk ke milik Nur. Mereka sama-sama menikmati, Nur amat keenakan, hingga mendesah. Tak hanya rudalnya yang menggenjot serambi lempit, tangan Eka meremas payudara istrinya pun diremas.

10 menit berlalu, dan air kenikmatan pun muncrat di dalam serambi lempit istrinya yang akan dimadunya. Mereka pun puas dan terlelap di atas ranjang mereka dan hanya berelimut tanpa pakaian.

Bersambung… 9 September, hari pernikahan Siti dan Eka. Siti tampak anggun dengan kebaya putih. Kepalanya pun tertutup jilbab dengan hiasan di atas kepalanya. Melati pun menjuntai. Eka pun tampak gagah di pernikahan keduanya dengan beskap putihnya. Akad nikah dan resepsi dilangsunkan di tempat yang sama, di sebuah hall hotel.

“Saya terima nikahnya Siti dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” qobul menjawab ijab yang dikatakan ayah Siti. Kini tanggung jawab Siti telah berpindah ke Eka, bukan lagi ayahnya.

Sungkeman pun dilakukan Eka dan Siti mulanya bersungkem kepada kedua orangtua Siti. Tangis haru pecah. Apa lagi Ibunya Siti, air matanya amat deras mengalir tanda tak menyangka anak gadis yang belianya menikah secepat ini. Pesan dan harapan terbisikkan ketilingan Siti dan Eka.

Sungkeman pun berlanjut kepada Nur, istri pertama Eka. Benar, kini Eka telah punya dua istri. Mereka berangkul, anak Eka dan Nur, Laela pun turut di sini. Laela tak paham apa yang terjadi. Tetapi suami istri itu berangkulan.

“Sayang-sayangku, Nur dan Siti, kini aku telah menjadi suami kalian. Semoga hal baik selalu menyertai kita, harmonis dalam rumah tangga kita, janganlah saling menyakiti ya, kita akan berjalan lebih jauh, kita bisa berencana dan bisa kita upayakan,” tangis Nur pun pecah.

Siti pun makin menangis haru, ia masih tak menyangka di umurnya yang 17 tahun telah menjadi istri. Bukan sekadar istri tetapi istri kedua dari guru SMA nya. Bukan hanya istri kedua tetapi juga ibu tiri bagi anak kandung Nur.

Resepsi pun terlaksana lancar, sahabat Siti berdatangan. Mereka juga tak tahu jika Siti ialah istri kedua. Tak tahu pula bila suaminya ialah suami Guru SMA mereka, Bu Nur.

Saat resepsi selesai, Nur dan Laela langsung pulang kerumah. Sementara, Eka dan Siti mengantar orangtua Siti pulang dulu sekaligus mengambil beberapa barang Siti. Saat tiba di rumah Siti, Siti berpeluk erat dengan ibunya.

“Selamat ya Siti, kamu sudah jadi istri Mas Eka. Jadilah yang sholehah, hormatilah Mas Eka. Sayangilah keluargaamu, termasuk Bu Nur dan Laela. Kamu telah menjadi bagiannya,” ucap Ibunya dan lagi-lagi air mata mengalir.

Seusai Asar pun Siti kini benar-benar diboyong sebagai istri untuk ikut suaminya.

“Siti, kini aku suamimu, kamu kin jadi tanggungjaawabku. Apa pun kebutuhanmu, apa pun kegelisahanmu, katakanlah kepadaku sayang,” ucap Eka.

“Iya, Pak Eka,” balas Siti.

“Kok Pak sih sayang?”

“Maaf Mas, belum kebiasa.”

“Ga apa, nanti dibiasakan ya.”

“Hm… Mas, mulai hari ini Siti juga siap menjalankan kewajiban istri kepada Pak, eh Mas Eka, Siti siap Mas.” Kalimat ini terucap karena Siti teringat pesan ibunya saat memijat payudaranya dan membersihkan serambi lempitnya.

Sesampainya di rumah keluarga Eka, Eka dan Siti disambut oleh Nur. Nur menyalami tangan suaminya amat lama. Seakan tanda taatnya kepada suaminya. Rumah itu berlantai dua. Di lantai 2 terdapat tiga kamar dan lantai 1 tiga pula.

Kamar utama tentu di lantai 2. Ketiga kamar itu bersebelahan hanya dibatasin oleh kamar mandi. Kamar terbesar ialah kamar Eka dan Nur tidur tiap malamnya. Namun, kini tiap istri ditempatkan di masing-masing kamar.

Nantinya ketika jatahnya, barulah tidur di kamar utama yang besar. Kamar ini dengan kasur King. Sementara, di kamar kedua istri masing masing kasur Queen. Eka mengantar ke kamar istri keduanya itu, membantu barang yang dibawanya. Memang sebelumnya beberapa sempat dikirim jadi benar-benar Siti tak perlu banyak berberes.

“Siti Sayang, ke sebelah yuk, aku tunjukkan kamar utama, di mana aku tidur,” diajaknya Siti ke kamar utama yang besar. Siti terdiam.

“Siti, ini kamar kita, kalian akan bergantian tidur bersamaku di sini. Nanti malam kamu akan tidur di sini. Nur bilang, dua minggu kita dikasih jatah bersama di kamar ini,” dikecup pula kening Gadis 17 tahun itu.

Eka pun mempersilakan Siti jika ingin berisitirahat dulu di kamar utama yang besar dan amat nyaman ini. Eka meninggalkannya menemui Nur yang sedang bermain bersama Laela.

“Nur, kini sudah ada Siti. Terimakasih ya telah mempercayaiku menikah lagi. Aku harap amanah dan kita tetap harmonis ya,” kecup ke kening Nur.

Menjelang malam, Nur dan Siti duduk di meja makan. Siti ingin bantu menyiapkan makan malam. Tapi karena kecapeaan menjadi ratu sehari ia terlena rebahan di kamar.

“Siti”

“Ya, Bu Nur,” Siti bingung memanggil Nur apa. Karena ia gurunya di SMA tapi kini status mereka sama, istri Eka.

“Panggil aku Mbak Nur saja, aku rasa itu lebih terasa dekat.” “iya, juga Mba. Aku ga menyangka menjadi istri kedua dari Mas Eka. Suami Bu, e.. Mba Nur juga.” “Wajar Siti, aku juga akan menyesuaikan dengan kehadiranmu.”

Siti melamun sambil mengaduk teh. Laela pun menghampiri Ibunya. Ia masih malu-malu dengan kahadiran Siti.

“Siti, Laela panggil kamu bunda boleh ya? Nanti anak-anak kamu panggil bunda juga, panggil aku Ibu,” ucap Nur. Siti hanya menjawab, “Boleh, Mba.” Siti sebenarnya penyayang dan telaten dengan anak-anak. Tapi kali ini ia capek dan masih beradaptasi di rumah keluarganya yang baru ini.

Seusai makan malam, Eka tengah di ruang tamu membuka laptop mengecek foto-foto pernikahan keduanya. Siti pun juga namun di kamar. Eka sebenarnya mengkode agar Nur mengobrol lebih intim dengan Siti.

Nur menangkap kode itu. Nur paham, agar istri kedua itu diberi tahu bagaimana kegiatan malam di kamar. Nur pun memasuki kamar utama, mengetuk pintunya. Siti dari rebahan mendadak duduk di tepi kasur. Tampak Siti membalasi ucapan selamat dari teman-temannya di ponselnya.

“Ada apa Bu, hm… Mba?” “Ya, ingin mengobrol saja denganmu sebagai pengantin baru, ehm,” Nur agak menggodanya, membuatnya santai. Nur takut Siti tegang dan kaku sebagai istri, apa lagi ia sebagai istri kedua.

“Siti, sudah siap malam ini tidur dengan Mas Eka?” lirik Nur dengan genit. “Hm…” Siti tertunduk dan tampak bingung mau menjawab bagaimana. “Tenang saja Siti, aku juga begitu ketika awal pernikahan. Bingung, kaku.

Aku rasa Mas Eka nanti juga kaku saat bersamamu.” “M… Mb… Mba… jadi Siti harus bagaimana Mba?” “Bawa dirimu rileks, tenang, cairkan suasana, bahas saja acara resepsi tadi, atau obrolkan yang ringan-ringan.” Nur tersenyum kepada Siti. Siti pun malu-malu sebagai pengantin baru.

Nur berdiri dan membayangkan saat malam-malam sebelum ada Siti di kamar ini yang kini harus berbagi. Melihat sekelilingnya. Hingga Nur melihat Siti dan bertanya, “Kamu beneran akan tidur dengan pakaian seperti ini?” “i… iya… Mba” Pertanyaan ini terlontar karena Siti pakai piayama, bercelana, dan mengenakan jilbab kaos.

Nur paham mengapa Siti berpakaian seperti ini. Apa lagi kalau menilai suaminya masih orang asing. Ia bukanlah orang yang mudah membuka auratnya di hadapan orang baru yang bukan keluarganya. Tapi Nur paham, perlahan Siti akan berpakaian yang menggairahkan Mas Eka.

“Selamat menikmati malam pertama ya,” ucap Siti dan memeluknya.

“Mas, Siti sudah siap malam pertama itu,” goda Nur kepada Eka yang masih asyik menatap laptop. “Oh, ya? Kamu apain dia?” “Ya ngobrol saja sih.” “Apa itu?” “Ada deh..”

Eka pun langsung bergegas ke kamarnya. Pintu diketuk. Siti berdebar-debar mendengar suara itu. Pintu terbuka. Eka pun masuk ke kamarnya. Siti duduk di atas kasur dan melempar senyum malu kepada suaminya.

Eka pun mendekati Siti. “Kamu pakai krudung kalau tidur?” “i. i.. ii.. iya Mas,” ucap Siti. Eka paham, ini malam pertamanya dengan istri keduanya, seorang gadis 17 tahun yang baru saja lulus SMA. Wajar saja iya masih polos sebagai orang yang dewasa. Dibelainya kepala Siti. Siti pun merasa nyaman, perlahan kepalanya pun bersandar di pundak Eka.

Naluri laki-laki Eka dan fantasi pun menyala. Diliriknya dada yang sedikit timbul dibalik piyamanya dan selangkangan Siti yang tertutup celana. Tangannya pun mengelus punggung istri keduanya itu. Ngocoks.com

Terasa tali BH terkunci. “Siti, kamu tidur pakai BH? Dilepas saja ya, ga baik pakai BH saat tidur.” Ini memang banyak yang bilang begini. Ini untuk kebaikannya tapi pikir nakal biar bisa lihat puting yang timbul walau pun tertutup piyama.

Siti berpikir ingin menolak tapi mengapa? Eka kan suaminya. “M… Mas… harus ya?” hanya anggukan yang meyakinkan jawaban dari suaminya. “Siti ke kamar mandi dulu ya Mas.” BH pun dilepas Siti di kamar mandi kamar mereka. Kegelisahan sebenarnya sebab ia malu dibajunya terjiplak payudaranya.

Eka tlah merebahkan diri. Siti pun duduk di sisi kanan kasur membelakangi suaminya. “Tidurlah sini Siti, ga usah ragu. Kita sudah suami istri. Aku tahu ini malam pertama kita, tenanglah. Perlahan kita saling mengenal lebih jauh lagi.”

Siti pun merebahkan diri. Eka menatap istri keduanya itu, tangannya pun mencoba menggenggam tangan Siti dan satunya mengelus kepala istrinya itu. Siti berdebar dan amat dirasakan oleh Eka.

Siti tak ada bayangan untuk hubungan bercintaual, ia seorang yang polos dan tak ternodai hal-hal berbau bercinta. Benar, peristiwa yang menggairahkan saja karena ibunya membersihkan serambi lempitnya dan ia belum menyadari kalau itu orgasme. Dia belum tahu orgasme. Belum tahu bagaimana senggama.

Eka menatap lama istri barunya itu hingga 11 malam. Sementara Siti mungkin karena saking kecapeaan telah tidur lebih dulu tanpa disadari sejak setengah 10. Mata Eka amat memperhatikan tubuh perempuan 17 tahun itu.

Malama pertama ini baginya untuk pendekatan dulu, membiarkan Siti terbiasa tidur bersamanya mungkin hingga malam kedua atau ketiga. Ia menahan hasrat untuk bersetubuh dengan wanita yang baru saja lulus SMA ini. Sebenarnya ingin segera. Tapi biarlah Siti nyaman dulu.

Bersambung… Sabtu dan Minggu jadi hari keluarga. Keluarga saling mengenal lebih akrab lagi. Termasuk membangun kedekatan Siti dengan anak tirinya, Laela. Saat malam minggu dan malam senin Siti tidur bersama suaminya. Di malam senin ia sudah sedikit luwes terhadap suaminya. Tapi ia masih pakai jilbab saat tidur. Namun, BH juga sudah ditanggalkannya saat akan tidur. Baginya aneh tapi nyaman-nyaman saja.

Senin menjadi hari ia akan di rumah tanpa Eka dan Nur. Mereka akan berangkat mengajar. Siti akan berdua dengan Laela, sudah berhasil pendekatan mereka dan akrab. Pagi Senin menjadi hal yang riweh di rumah Eka.

Menyiapkan sarapan dan mengurus Laela menjadi hal besar di rumah ini. Pagi itu usai subuh, Nur dan Siti telah sibuk di dapur. Hingga Laela bangun. Makin ramai. Laela merengek karena popoknya sudah tak nyaman.

“Bu, eh, Mba, Laela kenapa? Apa aku bisa membantunya?” Nur mendengar itu melirik ke anaknya, ya benar popoknya telah penuh. Walau belum mandi, Laela saat telah bangun biasanya langsung digantikan popok. “Oh, ya bisa, bisa. Boleh. Itu gantikan saja popoknya Laela. Hanya pipis saja itu isinya. Terimakasih ya Siti. Popoknya ada di kamarnya.”

Siti pun merayu anak tirinya itu untuk mengganti popok. Memang umur Laela sudah mau lima tahun tapi kalau malam, sedang riweh di rumah, atau berpegian lebih aman dipakaikan popok. Hasil hubungan Eka dan Nur pun terbujuk dan mau digantikan popoknya oleh Siti. Sebenarnya Siti belum pernah menggantikan popok anak-anak apa lagi bayi. Ia hanya pernah melihatnya langsung.

Saat di dalam kamar Laela, Siti memintanya untuk tiduran. Tisu basah dan popok pengganti pun ia cari dan siapkan. Betapa terkejudnya ia di lemari popok. Bukan hanya popok untuk Laela, melainkan ada popok dewasa pula. Menariknya bila popok untuk Laela hanya celana, mengapa popok dewasa ada celana dan perekat? Cukup banyak pula.

“Ah, nanti tanya Bu Nur deh,” gumam Siti.

Ia pun telah menaruh popok dan tisu basah di atas kasur, tepat di samping laela yang masih kuecel. Pakaian Laela seperti dres, jadi tak perlu mebuka celana. Pikir Siti ini agar mudah menggantinya bila tengah malam popoknya penuh. Siti pun merobek bagian samping popok Laela.

Sebelum benar-benar disingkirkan. Selangkangan Laela dibersihkannya. Diusapnya dari depan ke belakang area kewanitaan bocah perempuan itu. Tenang sekali anak itu. Dipastikan bersih, barulah ia membersihkan bokongnya. Barulah ia memakaikan popok baru. Laela pun langsung berlari keluar kamar menghampiri ibunya kembali.

Siti membereskan popok kotornya. “berat juga popok anak sekecil itu kalau sudah penuh. Kalau popok dewasa dan seusia ku pipis di popok seberat apa ya? Nyaman ga ya?”

Usai berberes dengan membawa penasaran popok, Siti kembali ke meja makan membantu Nur kembali menghidangkan makanan.

Usai sarapan, Laela bermain sejenak dengan bapaknya. Sementara Nur dan Siti mencuci piring. Saat mencuci piring pertanyaan popok dewasa muncul di pikiran Siti.

“M… Mba, mau tanya dong.”

“Tanya apa Siti?”

“Tadi pas mau ambil popok untuk Laela, kok di lemari popok ada popok dewasa?”

“Oh, kamu mau tahu sekarang? Clue-nya kalau kamu mau pakai boleh”

“Hah? Maksudnya?”

“Iya, terkadang Aku, Mas Eka juga pakai.”

“Jangan-jangan pas Bu Nur mengawas ujian aku pernah pakai popok?”

“Yups, benar, ahahaha,” jawab Nur tebakan siswi yang jadi istri kedua suaminya itu dengan tertawa tipis.

“Aku boleh pakai?” “Iya, boleh. Ya kali Cuma Laela yang boleh pakai. Setiap kamar di rumah ini ada popoknya kok.”

“Sebentar, jangan-jangan Mas Eka juga pakai popok pas resepsi nikah?”

“Hm… kasih tahu ga ya…?” goda istri pertama Eka. “Soalnya antara pahanya gede banget Bu”

“Ups, ada yang penasaran nih. Berarti belum dibuka nih.” Siti makin menggodanya.

Dan akhirnya Eka dan Nur berangkat mengajar. Laela pun dimandikan usai telah beres urusan bersih-bersih soalnya Laela suka pipis kalau pagi. Siti pun mulai dipercayai memandikan Laela. Ya, kali ini memandikannya dengan main air. Maklum, Siti masih 17 tahun, masih suka bermain-main juga.

Hingga memakaikan popok baru dan pakaian bersih. Sebenarnya Laela tak apa tidak pakai popok tapi kata Nur karena sama Siti lebih baik dipakaikan saja, soalnya belum tentu mereka saling memahami tanda-tanda Laela ingin pipis.

Kini giliran Siti mandi. Sengaja, karena ia sendiri yang tak perlu segera bekerja di luar rumah. Sebenarnya Eka mengizinkannya bila ia ingin bekerja. Namun, ia ingin menikmati masa lulus SMA dan status istrinya dulu. Usai mandi Siti terpikirkan mengecek lemari di kamarnya apa benar kata Nur “setiap kamar ada popoknya” dan benar saja itu nyata adanya.

Diambilnya satu. Dibungkusnya tertulis Popok Dewasa dengan ukuran L. “Pas sepertinya aku pakai.” Tanpa disadari, ia telah menanggalkan CD nya dan memakai popok. “Wah lembut. Enak nih, bisa tiduran bareng Laela,” gumamnya. Benar saja ia berniat pakai popok seharian sebelum Eka pulang.

Hari itu ia sengaja banyak minum hingga rasanya ingin pipis. Pukul 10.00 rasa ingin mengeluarkan air seni pun muncul. Ia lari ke toilet. Saat hendak membuka ia ingat kalau pakai popok. Akhirnya ia mencoba pipis di popok sambil berdiri.

Dan sr… sr… ser…. pipisnya dikeluarkan sedikit sedikit karena ia belum terbiasa. Ia mengintip popoknya. Terkejud, airnya beneran terserap dan tentu popoknya menggembung. Di dalam popoknya tampak warga agak kekuningan seperti kencingnya di toilet.

Seharian ia hanya mengasuh Laela, bermain, belajar, menyuapi, dan menina bobokan anak tirinya itu.

Saat Laela tertidur, Siti pun ikut tertidur. Ia terbawa mimpi. Mimpi ketika ibunya membersihkan serambi lempitnya sebelum menikah. Mimpi ini muncul karena bayangannya tadi membersihkan serambi lempit Laela. Ia sepintas membayangkan Laela adalah dirinya. Saat mimpi itu, psh…. air kencingnya mengalir begitu saja dan menggembungkan popok yang ia kenakan.

Menjelang 3 sore ia terbangun. Ia merasa aneh, selangkangannya tak bisa rapat. Rasa lembap juga terasa di selangkangannya. Ia mengelus area wanitanya. Terkejud ia ketika ternyata popoknya benar-benar penuh.

Ia langsung menuju ke kamar mandi. Rasanya aneh rasanya jalan dengan popok penuh. Ia pun mandi dan lagi-lagi pakai popok. Sore itu ia sendirian mengurus rumah, memandikan Laela hingga memasak.

Pukul setengah lima Eka dan Nur telah tiba di rumah. Siti memastikan tak menimbulkan curiga sebab ia masih pakai popok. Laela langsung diurus oleh ibunya usai Nur selesai mandi. Eka duduk santai diteras dengan secangkir teh yang dibuatnya sendiri.

Siti iseng mendekatinya, ikut duduk di sampingnya. Maklum, Siti punya angan-angan romantis juga dalam pernikahan yang baginya tak direncanakan ini. Sore itu obrolan mereka amat mendekatkan, Siti bercerita tentang masa-masa sekolahnya. Namanya juga baru lulus, masih kangen-kangennya masa sekolah.

Malam pun tiba. Nur curiga kepada Siti yang tampak aneh jalannya. “Siti, kamu pakai popok ya?” Siti pun kaget, tahu dari mana Mba Nur. Malu bercampur panik. “ng ng ngggak kok Mba..” “Sudah ga usah bohong, kamu jalannya aneh, aku pegang ya bokongmu,” tanpa jawaban iya Nur memegang dan benar terasa popok melekat di tubuh Siti. “Diam saja ya Mba, Mas Eka jangan sampai tahu.” “aman…”

Malam ini malam keempat pasangan pengantin baru. Siti telah tak berBH sejak usai salat isya. Eka kebetulan capek dan ingin merebahkan tubuh. Pukul 8 malam sudah di kamar. Saat itu pula Siti sudah di kamar bermain ponselnya. Malam ini pun mereka mengobrol tentang masa depan Siti.

“Siti ingin deh kuliah Mas. Tapi nanti deh satu dua tahun lagi. Siti mau mengenal Mas dulu,” ucap Siti. “Ya, ga apa kalau itu keinginan Siti. Kapan pun Siti siap kuliah akan Mas bantu kok.” Siti pun mendengarkan tentang dunia kampus. Eka yang dosen bercerita tentang bagaimana kehidupan mahasiswa dari zamannya hingga yang biasa ia lihat hari ini.

Mereka sambil tiduran dan berhadapan. Tangan Eka memeluk Siti dan menyentuh bokongnya. “Hah, kok kaya pakai popok si Siti? Apa iya sih?” gumam Eka sambil mendengrkan cerita istri mudanya itu. Mereka sempat tertawa terbahak-bahak. Hingga terdengar sr… . Siti diam membeku tetapi tidak dengan uretanya yang mengeluarkan pipis.

“Siti, kamu ngompol?” makin membekulah Siti ditanyai Eka begitu. Lupa ia melepas popok saat akan tidur dan terlanjur Mas Eka masuk ke kamar. Siti hanya diam.

Selimut pun disingkapkan dari tubuh mereka. Tampak bagian selangkangan Siti menggebung walau tertutup celana. “Sudah tenang saja, ga apa, pas kita nikah kemarin aku juga pakai popok. Aku gantikan ya popokmu, sudah penuh nih Siti,” ucap Eka sambil menepuk area vital yang terbalut popok yang membuat Siti makin membeku, ia pasrah.

Sebuah popok dan tisu basah sudah diambil suaminya. Eka meminta izin membuka celananya. Tentu Siti di umur segini merasa aneh akan menampakkan area intimnya kepada orang lain, apa lagi seorang laki-laki. Walau suaminya ia merasa takut, berbeda ketika ibunya memintanya telanjang sebelum menikah dihadapannya.

Dalam batin Eka ini pertama kalinya akan melihat area kewanitaan dan menyentuh milik istri keduanya jika berhasil menggantikan popoknya. Siti sebenarnya ingin menolaknya tetapi rasa takut lebih besar apa lagi ia ketahuan pakai popok. Ngocoks.com

Tangan Eka pun sudah dipinggang Siti dan memegang celananya. Perlahan celana sudah tertanggal. Siti tampak ketakutan sementara Eka fokus di area intim istrinya itu tanpa melihat wajah Siti. Tangannya pun seperti diikat, tak berani bergerak. Karena rasa takut, sh…, air kencingnya keluar lagi.

“Sudah belum pipisnya sayang?” Siti hanya mengangguk. Popok pun dirobek di sisi kiri dan kananya. Ini pertama kali serambi lempit Siti dilihat suaminya. Ia benar benar tak mebayangkan akan disetubuhi tapi rasa malu itu ada.

Ia teringat pipis saat dibersihkan oleh ibunya. Ia takut terulang. Eka amat biasa membersihkan serambi lempit istrinya. Walau rasa ingin segera menyetubuhi Siti ada, kali ini baginya belum saatnya.

Tapi ini kesempatannya mengelus-ngelus serambi lempit Siti dan sengaja dilama-lamain. Siti kegelian tapi ditahan, ia seakan ditodong pistol. Diam tanpa bergerak. serambi lempitnya berkedut, Eka merasa senang dan dirasa cukup mengelusnya. Ia sudah sadar Eka tak nyaman.

Eka meminta Siti mengangkat bokongnya. Kali ini bukan  digantikan popok celana apa lagi CD, melainkan popok perekat. Sayangnya Siti tak dipakaikan celana lagi.

Siti langsung dikeloni suaminya yang memberikan kehangatan dan rasa nyaman bagi Siti pun muncul. Siti merasa aman. Mungkin saja besok area serambi lempitnya dilihat lagi oleh suaminya. Pikiran Siti pun kemana-mana hingga membayangkan melihat kelamin suaminya.

Bersambung… Kamis sore seperti biasa Eka menjeput Nur di sekolahnya. Sepanjang jalan mereka mengobrol. Nur sebagai istri pertama yang memilihkan suaminya dan memberikan istri kedua penasaran dengan hubungan dalam kamar suaminya dan Siti.

Di luar kamar memang tampak romantis dan rasanya membuat Nur cemburu. Tapi bagaimana lagi, mereka pengantin baru dan masih jatah Siti.

“Mas, bagaimana Siti Mas?” tanya Nur. Nur khawatir Eka belum mengarahkan menjadi perempuan seutuhnya untuk Siti. Jilbab di rumah saja selalu dipakai di rumah. Saat masuk ke kamar, Siti saja selalu berjilbab padahal laki-laki di rumah hanya Eka, itu pun suaminya.

“Ya, baik-baik saja Nur. Kamu cemburu aku sering bemesra dengannya?”

“Nur penasaran saja kok ga pernah menanggalkan jilbabnya di rumah Mas”

“Oh, pelan-pelan saja, masih awal. Baru besok seminggu pernikahan bukan?”

“Iya sih Mas.” Mereka henin sejenak. Nur teringat pernikahan Suaminya dengan siswi Nur itu besok sudah masuk minggu kedua.

Benar, malam ini adalah malam Jumat. Nur terbayang apa yang biasa dilakukan suaminya ketika malam jumat. Ya, menggoda istrinya, membuat terangsang secara bercintaual, dan tentu saja bersenggama.

“Mas, nanti malam jumat Mas. Tapi ini masih jatah Siti. Aku sudah merindukan kita seranjang Mas.”

“Wah, iya juga. Aku paham sayang. Sabar ya. Nanti ketika giliranmu kita GAS” ucap Eka dengan sedikit menggoda.

“Hm… Maaf Mas, Mas sudah pernah berhubungan sama Siti?”

Eka mendengar pertanyaan itu mendadak berdebar-debar. Ia hanya baru sampai menceboki istri dan menggantikan popok Siti. Belum sempat menjamahnya hingga membangkitkan hasrat bercintaualnya dan istri mudanya itu.

“Belum ya Mas? Kok diam aja? Nanti malam disikat saja Mas! Mesti enak banget itu. Hm… apa lagi masih perawan, masih ting-ting, cantik, muda, dan… sepertinya dia belum tahu banyak soal hubungan di ranjang.”

Ucapan Nur itu amat mengggoda. Pikiran untuk menyutubuhi Siti muncul. Memang sudah satu minggu juga ia menahan untuk berhubungan badan dengan Siti. Tapi rasanya mereka sudah dekat dan saling nyaman.

“Kalau nanti malam di kamar berisik, jangan cemburu ya sayang.” Ucap Eka agak sedikit menggoda.

“Cie… uhuy ada yang mau unboxing istrinya nih.”

Sesampai di rumah, Siti sudah membersihkan dan hidangan malam sudah di atas meja. Tiggal disantap. Siti yang tengah mengobrol dengan Eka di depan Tv, diajak Nur ke kamar. Ya, kamar yang nanti malam mungkin akan jadi tempat terindahnya dengaan suami.

Eka paham dan mengizinkan. Suami beristri dua ini menduga istri mudanya akan dipesan bagaimana perihal bercinta. Maklum Siti amat tampak polos.

Mereka di kamar. Siti duduk di tepi ranjang. Sementara Nur berdiri dan memandang kamar yang biasanya tempat menikmati malam-malam bersama Eka sebelum harus berbagi dengan Siti

“Siti, malam ini malam Jumat. Kamar ini amat emosional bagiku dan Mas Eka. Mungkin seperti malam-malam akhir-akhir ini. Mesti kamu bermesra dengan Mas Eka. Sebagai manusia dewasa dan sudah menikah rasanya amat bebas ketika berdua. Bercumbu.”

Ucapan Nur ini membuat Siti menunduk mendengarkan guru semasa SMA nya ini seakan menceramahinya. Bukan lagi untuk menjadi anak baik tetapi Siti bingung apa yang diucapkan istri pertama Mas Eka itu.

Nur pun menatap Siti. “Siti bersiaplah menjadi perempuan seutuhnya.”

Mendengar ucapan Nur itu Siti teringat pelajaran masa SMA dulu, jika perempuan kodrat seutuhnya hanya menstruasi, hamil, dan menyusui. Siti terbayang apakah dirinya akan segera hamil apa lagi ia telah bersuami.

“Ma mm maksud Bu Nur apakah aku segera hamil?” tanyanya dengan gugup.

“Mungkin saja itu tergantung kamu dan Mas Eka, semoga segera ya. Sini ikut aku biar aku kasih pakaian tidur.” Goda Nur dengan Siti. Ia memang ingin menggoda suaminya ketika istri kecil nya ini tak culun banget.

Ia sebagai gurunya tahu jika siswi nya satu ini selama sekolah pikirannya terlalu bersih. ingin rasanya Siti segera ternodoai bercinta agar Eka segera mengajaknya threesome.

Ajakan Nur kali ini ke dalam kamarnya. Di dalam kamar diberikannya baju-baju dres dan daster yang amat menggoda untuk tidur bersama suami. Baju ini baru. Bukannya tak ingin Nur pakai tapi Nur nyaman dan Eka sudah nyaman dan biasa pakai pakaian yang lama.

“Tidur pakai ini? Ga dingin Mba?” tanya Siti yang polos. “Ya, nggak dong, kan pakai selimut, apa lagi disamping Mas Eka, hangatnya mesti pas,” ucapnya dengan agak sedikit nakal. Siti pun berterimakasih. Ia pun menerima ketika tidur mungkin akan mencoba tanpa jilbab.

Siti yang tengah berganti pakaian semula usai mencoba baju pemberian istri pertama Eka dicegah oleh Nur. Bukan tanpa alasan, Nur ingin memijat tubuhnya yang sudah beberapa hari ini mengurus rumah. Ngocoks.com

Itu niat yang terucap kepada Siti, niat aslinya mengecek area vital Siti. Ia ingin melihat apakah Mas Eka sudah menjamahnya. Siti pun menyetujuinya dan bertelanjang bulat. Ia berani telanjang karena sesama perempuan. Toh juga sudah satu keluarga.

Siti bercerita saat sebelum menikah ia sempat dipijat oleh ibunya. Amat spesifik dipijatnya payudaranya hingga membersihkan area intimnya. Cerita ini membangkitkan keinginan Nur menjamah area privat wanita Siti.

“Enak ga pas dipijat bagian itu sama Ibu?” tanya Nur yang membuka peluangnya menjamah bagian intim Siti.

“Enak banget Mba. Rasanya rileks” ia menjawab ketika Nur memijat lengannya.

“Mau aku pijat dibagian situ juga ga? Pasti kamu juga butuh.”

“Hm.. ah… boleh Mba…” ucapnya dengan pijatan Nur.

Lampu hijau telah diberikan. Nur pun langsung menjamah dada Siti. Nur mempraktikan apa yang diajarkan bidan untuk membantu melancarkan ASI. Dipijitnya payudara Siti, diputar ke kanan, kekiri, di remas dengan lembut bergantian. Siti makin keenakan. Elungan kenikmatan sesekali keluar dari mulutnya.

Tisu basah diambil Nur, diusapkan kepada puting Siti. Sedikit dipelintir. “Sh… Ah.. pelan-pelan mba…” Siti sedikit kesakitan. Kedua payudara dirasa sudah cukup. Kini bagian perut dipijitnya. Diurutnya kebawah. Sesekali pula Siti mengentut.

Hingga akhirnya sekitar mulut serambi lempit dipijat. “Siti, ngangkang dong.” Pinta Nur dan tanpa menolak Siti mengangkang. Diusap-usapnya area intim siswinya itu. Sedikit dibukanya mulut. Nur pun bergumam, “ternyata suami ku belum membobol kewanitaan ini. Semoga malam ini dibobolnya.”

Usapan itu membuat elungan-elangan panjang Siti.

“Mba… Aku mau pipis…” ucap Siti usai hampir 10 menit diusap-usap. Nur tahu ini akan mencapai orgasmenya. Tapi dihentikannya dan dimintanya mandi air hangat saja membersihkan dari minyak urutnya.

Bersambung… Malam telah hampir sunyi. Eka sedang mengecek tugasnya di laptop di meja makan. Nur yang tahu suaminya sedang sendiri itu menghampirinya. Duduk disampingnya dan menikmati secangkir air mineral.

“Mas, malam jumat Mas. Istrimu mungkin sudah menunggumu Mas.” Goda Nur.

“Kan bukan jatahmu malam ini, Kok sudah minta sih Nur?”

“Ya… siapa yang minta Mas? Mas masak ga mau malam jumat pertama sama istri yang masih ting-ting Mas?”

“Oh… kamu ga sabar suara desahannya ya? Dengarkan saja nanti”

“Buat dia mencapai kenikmatan Mas. Jangan bayangin kamu menyetubuhi aku. Dia juga istri Mas. Bangun fantasi dengannya juga Mas”

“Siap… Laksanakan Istrikuh yang ngasih siswinya.” Eka langsung menutup laptop dan menuju kamarnya. Godaan istri pertamanya untuk segera menyetubuhi gadis 17 tahun itu amat membangun gairahnya segera menidurinya.

Di dalam kamar, Siti telah memakai salah satu pakaian pemberiaan Nur. Malam ini pakai daster berwarna pink berbahan yang licin. Dingin sekali rasanya. Dadanya amat nyeplak. Pahanya hanya tertutup setengah. Siti merasa aneh jika tak pakai jilbab di depan suaminya jadi walau berpakaian terbuka seperti ini ia tetap memakai jilbab kaosnya.

Suara pintu diketuk pun terdengar. Siti tersontak dan mendadak duduk tegak di atas kasur. Eka pun masuk ke dalam kamar. Mereka saling menatap. Tak ada kata. Mereka berdua mematung hingga lima menit. Perlahan Eka mendekati istri mudanya ini.

“Kenapa kamu pakai baju kaya gini sayang?”

“Dikasih Mba Nur. Katanya lebih nyaman tidur pakai baju kaya gini. Tapi kok Siti kedinginan ya Mas…” ucap Siti dengan polosnya. Ia belum menyadari jika baju ini amat menggoda suaminya.

Di dalam hati Eka berkata, “Terimakasih Nur. Kamu benar-benar mengajari gadis ini menjadi istri yang baik. Ya walau masih pakai jilbab dia sudah berani nakal pakai baju seperti ini. Kamu ingin mendengar desahannya kan Nur? Aku pastikan malam ini terdengar Nur.”

“Oh…, sini Mas peluk.” Eka memeluknya di atas ranjang. Perlahan Eka mencium kepalanya. Wangi rambutnya menembus jilbabnya. Kehangatan pun benar tercipta bagi dua sejoli ini. Siti pun merasa amat nyaman.

Perlahan Siti pun direbahkan. Dalam pelukan, Eka tak lepas mentap istrinya yang belum genak 20 tahun itu. Perempuan ini hanya mengulat mengepaskan posisi nyamannya.

Perlahan Eka mendekatkan mulutnya ke mulut Siti. Sentuhan pertama mulut mereka pun terjadi. Lumayan Eka amat membuat terkujut Siti hingga matanya melotot. Siti hanya terdiam dalam pelukan. Mulutnya pun kaku sebab ini pertama kalinya berciuman.

“Siti, balaslah ciumanku!” ucaapan Eka ini perlahan membuat Siti juga menggeraakkan bibirnya. Entah mengapa Siti ingin mengikutinya. Ia bingung.

Ciuman pun berakhir. Eka tersenyum lebar. Tapi bibir berhenti bercium, payudara Kiri Siti sudah diremas oleh Eka. Lagi-lagi terkejut Siti. Tanpa aba-aba seperti ketika akan dipijat. Tapi ini langsung diremas oleh suaminya itu.

“Hm… Mas…” eluh Siti yang tampak sedikit kesakitan.

“sakit sayang?” Eka pun mengelus dan meremasnya dengan lebih lembut.

Siti benar-benar tak paham apa yang terjadi di malam jumat ini. Mengapa suaminya seperti ini. Sedikit sakit baginya tapi rasa nikmat lebih menguasai Siti.

“Sh.. Siti, bajunya Mas buka ya” Siti hanya mengangguk dan langsung saja daster Siti dilepas. Tubuh lencir dan mulus dengan payudara yang cukup berisi untuk seusianya terpampang. Namun, Siti langsung sadar dan berusaha menutup payudaranya, “Mas, Siti malu.”

“Siti, tenanglah. Nikmatilah malam ini. Percayalah sayang, ini rasa nikmat yang belum pernah engkau rasakan” ucap Eka.

Siti sedikit meneteskan air mata. Ini membuat Eka memeluk erat istri keduanya itu. Kehangatan pun menyelimuti Siti. Rasa tenang pun datang.

Eka heran sebenarnya, usia segini mengapa ia amat nurut untuk dirangsang seperti ini. Apa ia benar-benar belum terjamah bercinta? Sikap Siti ini makin membangkitkan gairahnya.

Mata Siti tampak sayup. Eka makin terangsang melihat kondisi istri yang belum pernah dibobol serambi lempitnya ini. Keinginan itu pun makin terdorong, ia akan mengupayakannya malam ini.

Siti dibiarkannya dulu istirahat sejenak usai bercumbu dan dari remaasan payudaranya. Di hadapan Siti yang terbaring, Eka pun perlahan membuka baju hingga celananya meninggalkan CD yang menutup rudal yang sudah menegang.

“Mas. Kok telanjang juga?”

“Yakan kita ingin menikmati malam ini. Ini caranya. Sebentar lagi puncaknya sayang.”

“Mas, kok di selangkangan Mas menonjol banget?” tanya Siti yang polos.

“Kamu mau membukakannya sayang?” tangan Siti pun diraih Eka dan diarahkan ke CD nya. Siti hanya meraba sekitarnya, sesekali mengenai buah zakarnya yang membuat rudal Eka berkedut.

“Ayuh, turunin saja sayang” perlahan CD Eka diturunkan. rudal Eka pun menyebul dan mengenai hidung Siti yang terlalu dekat saat membukanya. Siti terbelalak, mulutnya membuka sedikit, matanya tak lepas dari rudal Eka, tangannya masih memegang paha Eka.

Laki yang seorang dosen ini pun membiarkan Siti menatap kelaminnya cukup lama. Saat itulah tangan Siti menyentuh kemaluan Eka. Hanya menyentuh. Dibiarkannya mengeksplor sendiri.

“Mas kalau pipis keluar dari sini?” Eka hanya mengangguk. Polos sekali anak ini.

“Besar ya mas. Ini sudah disunat ya Mas? Besar ya Mas. Soalnya aku Cuma pernah liat punya anak-anak, kecil, lancip. Sepertinya itu belum disunat.” Ucap Siti.

Kepolosan ini membawa Eka untuk membimbingnya memainkan kelaminnya itu. “Siti, genggam terus coba maju mundurkan pelan-pelan” kali ini Eka duduk di tepi kasur dan Siti bersimpuh di hadapannya.

Siti pun mengikuti arahan suaminya itu. Pelan sekali rudalnya dimaju mundurkan. Rasa nikmat pun muncul. Ia tak ingin air kenikmatannya muncrat di luar, ia ingin di dalam serambi lempit istri mudanya. Jadi ia mengontrol kocokan istrinya yang lugu ini.

“Sayang cukup. Sekarang giliran kamu,” pinta Eka yang langsung menggendong istrinya yang hanya mengenakan Jilbab dan CD ke atas ranjang. Diposisikannya yang nyaman istrinya itu. Siti tak tahu apa yang akan diperbuat Eka.

Eka lagi-lagi mencium mulut Siti. Kini siti sudah bisa sedikit mengontrol ciumannya. Ciuman itu perlahan menyusuri leher Siti yang membuat bergetar tubuhnya. Geli-geli terangsang. Turun hingga ke gunung kembar. Diremasnya kembali dengan lembut dan “hamp” payudaara Siti dihisap Eka. Siti kaget tapi perlahan kenikmatan muncul dari hisapan itu.

Siti tak hentinya mengelinyang dan mengeluarkan suara desahan.

“Aku lepas ya CD kamu sayang” Siti teringat, ini kedua kalinya Eka akan melihat area kewanitaannya. Untungnya tadi sore ia mandi, jadi pikirnya ini maksud ibunya sebelum menikah untuk memastikan selalu bersih.

CD Siti tlah tertanggal. Siti masih merapatkan selangkangannya. Eka paham, istrinya masih malu. Ia pun menenangkan istrinya, mengelus-ngelus paha mulus istrinya. Siti sedikit tampak teransang, dan melemaskan kakinya. Eka pun amat mudah membuka serambi lempit perempuan yang mungkin sebentar lagi dimasukin rudal suaminya.

Siti yang tiduran, menopang badannya dengan tangan agar matanya bisa melihat apa yang akan terjadi dengan kewanitaannya. Melihat ini, Eka langsung memberikan bantal di belakang punggung agar Siti bisa bersandar nyaman dan melihat kelaminnya diperlakukan.

serambi lempit Siti akhirnya diusap oleh Eka. Lembut sekali. Siti tampak menahan napas, bibirnya tertutup rapat. “Santai saja Siti, ini bakalan enak,” ucap Eka.

Eka menyingkap labia mayora Siti. Tampaklah bagian luar kelamin Siti. Tangan kiri membuka serambi lempit, tangan kanan pun memainkan klistoris Siti. Dielus-elus “hm… sh… sh… ah…” Desah Siti.

Melihat ini, Eka mengambil popok perekat sebagai alas agar ketika ada cairan keluar tak membasahi kasur mereka. Bisa pula langsug membungkus kelamin Siti dan memudahkan Siti untuk segera istirahat tanpa ke kamar mandi untuk pipis.

Popok itu pun sudah diletakkan dibawah bokong Siti. Eka makin mengobok area kewanitaan istri mudanya itu. Siti hanya melihat servis suaminya itu. Ia tak paham mengapa ia diginikan, hanyalah rasa nikmat yang diterima.

Tiba-tiba, Eka mendekatkan mulutnya dengan mulut serambi lempit. Dihisapnya mulut bawah istrinya itu bagai bercumbu dengan mulut atasnya. “MAS JOROK MAS!” ucap Siti tapi Eka tak peduli. Kenikmatan pun tetap menggairahkan Eka.

Di luar kamar, tak sengaja Nur lewat kamar pengantin baru. Nur yang lewat terhenti mendengar suara desahan perempuan lain di rumah ini. Ia berhenti sekitar 3 menit memastikan benar itu suara itu ialah hasil cumbuan Eka dan Siti. Mendengar suara itu, Nur tertunduk dan ingin meneteskan air mata haru. Suara bisiknya pun terucap, “Selamat Mas Eka. Selamat Siti, kamu telah benar-benar menjadi istri”

Persetubuhan masih berlanjut. serambi lempit Siti makin diobok. Siti kembali merasakan hal yang pernah ada saat ibunya membersihkan serambi lempitnya hingga pipis.

“Mas.. sh… Akuh.. mau pipish…”

Eka tak peduli, ia tahu istrinya akan orgasme. Makin lah dioboknya serambi lempit itu.

“Mash…”, “lepaskan saja sayang,” ucap Eka. Dan muncratlah air kenikmatan Siti.

“maaf ya mas Siti pipisin mas.”

“Ga apa sayang. Ini bukan pipis tapi air orgasme mu, air tanda kenikmatan”

“Iya, mas, enak sekali mas”

Merka pun istirahat sejenak. Walau pun begitu tangan Siti dibimbing Eka mengelus rudal Eka. Makin tak sabar Eka memasukkannya ke lubang beranak Siti itu.

“Siti, milikku yang sedang kamu elus ini izinkanlah masuk ke tubuhmu. Mudahkanlah Siti, yakinlah kenikmatan akan kita dapatkan saat milikku ini masuk ketubuhmu,” ucap Eka dan Siti hanya diam membingung. Masuk kemana kelamin laki-laki ini?

Eka pun menghentikan elusan Siti kepada rudal yang menegang ini. “Siti kamu siap?” Ya, terjawab sudah rudal sudah menodong serambi lempit Siti. Kebingungan Siti akan kemasuk mana barang suaminya itu ketubuhnya sudah terjawab. Lagi-lagi ia menahan napas. Tapi Eka pun membantunya menenangkan dengan menarik napas dan menghembuskan dengan perlahan.

Siti telah rileks. Dimintanya pun menarik napas panjang. Dan rudal Eka didorong masuk ke mulut serambi lempit Siti. Siti merem seperti kesakitan. Siti tak tahan, “Mas…” Eka paham jika ini menyakitkan.

Tarikan napas pun dilakukan Siti, dan rudal kini lebih ditekan hingga setengah rudal Eka berhasil masuk ke dalam serambi lempit. Napas pun dihembuskan Siti. Eka memeluk istrinya. Menenangkannya.

Amat sempit serambi lempitnya. Maklum ini pertama kalinya dimasukkan. Siti tak menyangka lubang serambi lempitnya yang baginya kecil muat dimasukin rudal suaminya. Ngocoks.com

Perlahan Eka pun menggenjot istrinya. Pelan-pelan. Eka tak berani dengan tempo yang cepat. Siti pun kembali kenikmatan, mendesah. serambi lempit yang basah membantu rudal makin masuk lebih dalam.

Kenikmatan Siti kembali bangkit… “Sh… mas… enak banget mas… Mas…. sh…”. Tak diduga Siti kembali orgasme. Sementara Eka belum mencapai puncaknya.

Genjotan berlanjut walau Siti telah terkulai lemas.

“Mas, Siti capek. Tapi kalau mas belum lanjutkan Mas. Siti sudha cukup menikmati. Nikmati saja Mas,” ucap Siti. Sebenarnya ia tak begitu paham ini kegiatan apa yang begitu nikmat. Tapi sungguh enak. Tak perlu jelas baginya nama kegiatan ini.

Tak lama dari itu, Eka pun menembakkan spermanya ke rahim Siti. Crt crt crt. Kedutan rudal dan kehangatan akan adanya cairan di dalam rahim Siti membuatnya terkejut. “Mas?” “Iya Siti, sudah”

Siti tak tahu bila yang keluar itu ialah sperma. Sel dari laki-laki yang bisa membuatnya hamil jika bertemu sel telur di dalam rahimnya. rudal Eka tak segera dikeluarkan, dibenamkannya sekitar satu menit di dalam serambi lempit istri mudanya itu.

Saat dikeluarkan, cairan sperma itu keluar sedikit dari mulut serambi lempit Siti. Sedikit darah pun keluar dari sana. Eka pun mengelap rudalnya di popok yang menjadi alas mereka bersenggama. Dipastikannya tak ada kenikmatan yang tersisa di ujung rudalnya. Eka pun pipis sedikit di popok itu. Popok itu pun dikenakan pada sang istri. Menutup area kewanitaannya.

Usai berhubungan badan, Eka memposisikan istrinya tidur dengan nyaman. Dipeluknya. Mereka tetap telanjang dan hanya berselimut saja. Di dalam selimut mereka berpeluk.

“Shr….” Suara air mengalir terdengar. Tak lain tak bukan Siti ngompol. Maklum memang naluri alami baik setelah berhubungan ialah pipis agar kotoran tak bersarang.

Bersambung… Jumat pagi pun tiba. Pukul empat dini hari. Di kamar Eka sudah bangun, disampingnya Siti masih tertidur pulas. Ia ingin segera mandi besar untuk menunaikan salat. Tapi ia tak tega Siti juga meninggalkan salat.

Eka menatap Siti, ia kasihan padanya. Pasti capek dan tentu ada rasa perih di kemaluannya usai disetubuhinya. Tapi bagaimana lagi, Siti istrinya, ia ingin jatahnya. Walau berusia 17 tahun Siti masih tak begitu mengerti soal hubungan bercinta menurutnya semalam. Tapi bagi Eka bersyukur Siti tak memberontak, malah amat menikmati.

Selimutnya pun disingkapkannya. Tubuh Siti pun terbuka. Hanya popok yang menjadi saksi rudalnya memuncratkan sperma ke dalam serambi lempit. Sr…. . Eka terkejut, ternyata istrinya mengompol. Entah mengapa. Mungkin Siti masih terbayang kenikmatan. Ataukah sebenarnya ia telah bangun dan tak kuat untuk ke kamar mandi.

“Siti, bangun yuk.” Ucap Eka sambil meraba popok yang melekat di tubuh Siti. Perlahan dibukanya popok itu, ia ingin melihat kondisi serambi lempit istri mudanya seusai digempurnya semalam.

Terpampanglah kondisinya. Popoknya basah dengan pipisnya, bercak darah pun tampak terserap popok perekat itu. Sementara area kewanitaan Siti tampak bercak darah yang tampak lengket di mulut serambi lempitnya itu. Tak ada luka di luar, hanya sedikit lecet. “Oh, paling ini karena bulu-bulu area kelamin” gumam Eka.

Siti pun melek karena merasa kedininan. “Mas…” Siti berucap dan suaranya tampak terdengar lemas. “Mandi junub yuk sayang. Bareng saja. Terus salat, habis itu kamu istrihat lagi ga apa”

“i.. iya Mas…” Siti pun dibantu duduk oleh Eka. Tak langsung berdiri. Mereka berdua masih telanjang bulat dari semalam. Eka berdiri di samping dan membantu Siti berdiri dan merangkulnya. Tak sengaja Siti melirik ke arah kelamin suaminya. Pagi ini kelamin itu tegang.

Eka membopong istri mudanya itu ke dalam kamar mandi di dalam kamarnya. Didudukkannya di kloset duduk. Tepat dihadapan Siti, rudal Eka menegang. Siti terbayang nikmatnya semalam. Walau capek, Siti mengelus kepunyaan suaminya itu. Eka membiarkannya. Eka sebenarnya ingin mencebokkan kelamin Siti, tapi kadung Siti mengelus kelaminnya dulu. Dibiarkannyalah bermain dengan kejantanannya itu. Tak lama, crt crt, air kenikmatan menyembur dari kelamin Eka.

“Mas, kok pipisnya kental? Dikit lagi? Tanya Siti dengan polosnya. Tangannya merasa lengket karena cairan itu.

“Sayang, cairaan seperti itulah yang membuat semalam kita nikmat. Cairan seperti itulah yang membawa spermaku bertemu sel telurmu di rahimmu. Tenanglah, aman Siti, kita sudah menikah. Aku tak akan menelantarkannmu.”

Siti tampak bingung. Memang ia pernah mendengar sperma saat pelajaran IPA bab repodruksi. Dan baru kali ini ia melihatnya langsung.

Tangan Eka pun masuk kearea selangkangan Siti, bidet pun menyemburkan air dan membasahi selangkangannya. Eka mengusap dan sedikit menggosoknya.

“Mas… perih” keluh Siti. “Mas cebokin dulu sayang ya, biar bersih. Mas mau tanggung jawab atas keperihan di sini Siti.” Mereka pun mandi di bawah sower. Saling mengusapkan sabun pula. Kesempatan Eka meraba dan meremas tubuh Siti terjadi. Eka sebenarnya ingin menyetubuhinya lagi. Tapi tak tega.

Eka pun membantu mengeringkan tubuh Siti. Siti pun digendongnya dan ditaruh di atas ranjang. “Siti, kamu pakai popok lagi saja ya. Kamu masih capek kan? Istirahat dulu saja hari ini. Nanti aku bilang ke Nur agar Laela tak banyak merepotkanmu hari ini.”

Eka pun memakaikan popok perekat ke Siti. Diangkatnya pinggul istrinya itu. Namun, sebelum ditutup Eka menyibakkan mulut serambi lempit, benar, ada sedikit lecet.

“Sayang, nanti malam kita cukur ya bulu kemaluan kita” Siti tak paham mengapa suaminya ingin mencukur bulu kemaluannya. Ia hanya diam. Dipakaikan pulalah Siti gamis yang pas untuk di rumah.

Usai salat, Siti kembali tidur. Eka pun keluar kamar dan menemui istri pertamanya.

“Mas, mana Siti? Tumben dia belum bangun” tanya Eka. Ia tahu sebenarnya semalam di kamar Eka telah menggempurnya, Siti tentu tahu bagi seorang wanita yang pertama kali berhubungan bercinta bakal terasa sangat capek dan sedikit sakit.

“Sudah bangun kok. Tapi katanya lagi pengen tiduran dulu,” jawab Eka.

“Siti sakit Mas?”

“Ng ng nggak kok”

“O… semalam ada yang membobol keperawanan istrinya nih. Nikmat banget mesti tu,ehm… jadi pengen deh,” ucap Nur.

“St… sabar Nur. Tapi memang nikmat sekali dia. Amat polos, ia benar-benar tak tahu soal peranjangan Nur. Oh ya, Laela jangan merepotkan Siti ya hari ini.”

“Siap Mas… demi kebaikan Siti dan Mas, Nur rela. Juga rela dipertontonkan saat mas ngebercinta dengannya”

“Ih, nakal kamu. Sabar, nanti ada waktunya” Eka pun mengecup kening istrinya.

“Yaudah, ini mas, sepiring porsi sarapan untuknya. Ucapkan terimakasih telah melayani suamiku di malam jumat ya Mas” goda Nur sambil memberikan piring dan gelas untuk sarapan Siti. Nur menyuruhnya agar Siti disuapi di kamar oleh Eka.

Di dalam kamar Siti hanya tiduran. Dirinya melamun merenungkan kenikmatan yang terjadi semalam. Terdengar pintu dibuka. Mas Eka masuk ke dalam kamar.

“Sayang, apa yang dirasakan?”

“Sedikit perih mas, ini juga aku jadi sering pipis dikit-dikit. Untung pakai popok jadi ga bolak balik kamar mandi Mas.”

“Semoga cepat pulih ya sayang. Biar kita bisa menikmati lagi” mendengar ucapan Eka ini Siti mengangguk. Ia belum begitu paham soal ranjang tapi ia rasa ingin kembali merasakannya.

Siti pun diposisikan duduk menyender. Ia masih tampak lemas, suapan sarapan pun masuk dan dikunyahnya perlahan.

“Mas, Mba Nur sendirian di bawah?” ia merasa ga enak tidak membantu istri pertama Eka itu.

“Iya, ga apa sayang. Ga usah khawatir. Aku tadi bilang kamu lagi ga enak badan. Ia paham kok sayang.”

Kecupan seusai makan pun mendarat dikening. Usapan di atas kepala Siti pun membuat hati Siti mleyot. Ia tak ingin ditinggal suaminya. Ia ingin berdua. Tapi suaminya harus berangkat mengajar.

Tok tok, pintu kamar Siti yang tengah sendirian di dalam terketuk. Pintu pun terbuka. Nur lah yang mengetuk itu. Nur khawatir dengan siswi yang menjadi istri kedua suaminya itu usai disetubuhi. Tapi Nur menahan pertanyaan bagaimana rasa disetubuhi.

“Siti sakit ya?”

“Iya, mba, ga enak badan.”

“Oh… yang dirasakan bagaimana?”

“Sakit mba di serambi lempit. Pegal-pegal juga. Rasanya pengen dipijat sama Mba.”

“Nanti sore gimana? Atau nanti siang deh Mba pulang lebih awal.” Ucap Nur. Nur tak ingin membebani Siti hari ini lagi pula Jumat kegiatan sekolah selesai lebih awal. Siti hanya mengangguk.

Nur melihat wanita yang telah disetubuhi suaminya semalam ini kasihan. Sebenarnya ingin melihat kondisi kelaminnya usai digempur. Tapi rasanya ga etis karena Siti tampak kelelahan. Namun, …

“Mba, tapi aku boleh minta tolong dulu ga sebelum Mba berangkat?”

“Ada apa Siti?”

“Gantikan popok Siti Mba. Sepertinya sudah penuh.”

Kebetulan sekali ini. Kesempatan menilik hasil suami mereka semalam. Nur pun membuka popok Siti. Terpampanglah serambi lempit yang semalam dimasuki rudal lelaki. Tampak sedikit lecet. “Wah, sangar sekali suamiku menggempurnya,” gumam Nur.

“Di sini ya yang sakit?” tanya Nur saat membersihkan serambi lempit Siti dengan tisu basah. Siti hanya mengangguk. Nur berpikir ingin membuat istri tandingannya itu orgasme di hadapannya. Dan sengaja ia mengelap dengan perlahan dan menyentuh klistoris yang tampak menegang.

“Hm… mba… enak mba” racau Siti. Nur pun meneruskannya. Tampak berkedut area serambi lempit Siti, dan tak lama cr… air orgasme Siti mengucur.

“Maaf ya Mba, Siti pipis di hadapan Mba.”

“Ga apa Siti, Mba yang salah, kelamaan membersihkannya” tak lama langsung dibersihkannya kembali dan Siti pun dipakaikan popok kembali.

Saat siang hari, Siti menekenikmatan Laela bermain di ruang keluarga. Siti duduk dan masih merasa sakit diselangkangannya. Ini mendorongnya mencari tahu di Google. Ia mengetik “Mengapa serambi lempit sakit setelah dimasukin kelamin laki-laki.”

Ia terkejut, judul teratas yang munucl ialah “Penyebab sakit saat berhubungan intim.” Ia buka artikel itu. Ia baca. Dan benar, apa yang dilakukannya semaalam dengan suaminya ialah hubungan bercinta. Apa yang ia rasakan semalam dijabarkan di artikel itu.

Ia tak menyangka kenikmatan itu ialah hubungan bercinta. Ia benar-benar baru tahu. Air matanya perlahan menetes. Ketidak tahuan ini membuatnya remuk. Bagaimana tidak diusia 17 tahun ia lebih dulu melakukannya ketimbang mengetahui ilmunya. Tak ada yang memberikan pelajarannya. Tapi semalam ia melakukan dengan suaminya yang menurutnya sudah tahu hal ini.

Saat itulah, Nur tiba di rumah.

“Lho, Siti? Kenapa menangis?”

Siti langsung memeluk guru saat ia sekolah itu. Nur mengintip ponsel Siti. Dan membuatnya pelukan makin erat.

“mm mba…, rasa sakit yang dirasakan Siti ternyata karena Mas Eka melakukan bercinta kepada Siti Mba… Siti takut” ucap siti dengan sedikit tersedu sedu Ngocoks.com

“Tak apa Siti, Mba juga dulu merasakan sakit ketika berhubungan badan. Perlahan Siti, nanti kamu akan terbiasa. Yakinlah, yang kedua dan seterusnya tidak akan sesakit yang pertama”

“Siti juga semalam berdarah, sepertinya sudah tidak perawan”

“Ga apa Siti, tandanya kamu telah menjadi istri seutuhnya bagi Mas Eka. Lagi pula yang memerawanin kita Mas Eka, suami kita sendiri Siti. Mas Eka tentu akan perhatian dengan Kita. Tenanglah. Mba siap kok menjawab pertanyaan Siti seputar hubungan suami istri, apa lagi suami kita sama.

Ya, mungkin ada perlakuan berbeda Mas Eka kepada kita. Tapi tentu ada kesamaan. Inilah kondrat kita Siti, punya hasrat bercintaual. Aku dan Mas Eka punya Laela setelah kami berhubungan badan selama satu tahun. Kegiatan intim suami istri ini wajar sayang, ini yang akan mengantarkan kita menjadi seorang perempuan hamil dan memberikan momongan.”

Siti hanya bisa bersandar di pundak Nur dalam pelukan. Nur terus menenangkannya. Ia paham tak ada pelajaran di sekolah soal hubungan bercinta secara praktik, hanya reproduksi. Nur akan mengajarinya dan menjadikannya rujukan Siti bertanya.

“Selamat ya Siti, kamu telah menjadi wanita yang baik bagi suami. Semoga makin harmonis ya..” Air mata Nur pun ikut menetes.

Sore hari, Eka telah pulang. Nur menyalami suaminya. Ia menceritakan tangisan Siti tadi siang. Eka merasa sedikit bersalah. Nur lah yang menenangkan pula.

“Sudahlah Mas, ga usah disesali. Lagi pula sudah kodrat kami sebagai istri mas menerima hubungan intim dengan Mas. Jaga dan tuntun kami ke hal yang makin baik ya Mas.” Ucap Nur

Di dalam kamar, Siti sudah lebih segar walau rasa perih di kelaminnya masih terasa. Eka pun masuk begitu saja.

“Siti, masih sakit?”

“Masih Mas. Jangan dulu ya Mas malam ini.” Pinta Siti yang ketakutan jika malam ini akan disetubuhi suaminya lagi.

Eka pun kebingungan. Ia mencernanya hingga 10 detik.

“Oh…, tenanglah aku tak akan melakukannya malam ini. Nanti saja ketika kamu sudah siap lagi.”

Eka pun mengeluarkan krim penghilang bulu dari tasnya.

“Siti, tapi izinkan aku melihat serambi lempitmu ya. Izinkan pula aku mencukur bulu di kemaluanmu agar mempercepat penyembuhan.”

Siti pun mengangguk dan langsung mengangkang. Siti masih pakai popok perekat sore ini. Begitu terpampang bulu jembut istrinya itu langsung saja dioleskan krim penghilang bulu. Siti merasa geli.

“Siti, kamu mau mengoleskannya juga di milikku?” tawar Eka agar Siti juga melakukan yang sama. Siti pun tak menolak tawaran itu. Eka pun segera menanggalkan celananya dan bagian bawahnya pun sudah telanjang. rudal miliknya terpampang di hadapan Siti.

Siti pun perlahan mengoleskan dan meratakan krim itu. Mereka sama-sama telanjang di bagian bawah sekitar sepuluh menit. Usai itu, mereka pun saling membilas kelamin mereka. Hasilnya kelamin Siti tampak lebih mulus dan menggoda bagai punya Laela. Dan miliki Eka makin tampak panjang dan tegar.

Bersambung… Seusai salat subuh, Siti menyalimi suaminya. Namun, Eka jahil kali ini. Ia tak melepas genggaman tangan Siti. Matanya menatap Siti dan tersenyum. Siti menjadi salting.

“Mas, lepasin Mas.”

“O… tidak bisa sayang.”

“Mas…” rengek Siti yang masih mengenakan mukenah.

Eka tahu jika istri mudanya di balik mukenah ini hanya mengenakan laging, tanpa bra. Eka pagi ini bergairah, ingin segera mencoba ngebercinta dengan Siti di pagi hari mumpung ini tanggal merah. Ia membayangkan Nur yang tiba-tiba masuk dan melihat Siti yang tengah dinikmati.

“Siti, aku ingin kita ngebercinta lagi sayang”

“m… m… maksud Mas? Mas mau kita menikmati seperti malam lalu itu Mas?”

“Iya, Mas lagi pengen duhai istri sayangku”

“Tapi Mas, ini masih pagi, nanti malam saja. Aku ga enak sama Mba Nur, aku harus membantu urusan rumah Mas.”

“sudahlah, tak apa, Nur akan paham sayang. Tenanglah, tak usah risaukan dia. Jatah kita berduaan bulan ini akan berakhir. Kamu mesti akan merindukan ini sayang ketika kamar ini menjadi jatah Nur”

Eka pun mulai menarik tangan istrinya itu. Siti pun mau tak mau jatuh dipangkuan Eka. Kepalanya tepat berbantal di atas paha kirinya dan sedikit menyenggol rudalnya. Siti tampak risau. Ini kali keduanya akan berhubungan intim jika Eka berhasil.

Tangan Eka langsung menjamah payudara yang terhidang di depannya. Diremasnya walau masih tertutup mukenah. Terasa puting Siti telah menegang di tangannya. Dicubitnya. Siti hanya bisa memohon ampun tapi alam bawah sadarnya berkata tak apa dan akan nikmat.

Makin lama, makin dijamah tubuh Siti. Eka pun mengambil bantal dan menaruh kepala Siti di atas bantal. Tubuh Siti tergeletak beralaskan sajadah tempatnya sujud.

Kini pusat perhatian Eka bergeser ke bawah, ke area kewanitaan Siti. Eka memasukkan kepalanya ke dalam rok mukenah Siti yang berbahan lemas dan berat. Siti hanya bisa melihat jika roknya mengembang karena tubuh suaminya di antara kakinya.

Di dalam sana, Eka terkejut. Siti pagi ini tak memakai CD.

“Siti, kamu nakal ya, ga pakai CD”

“Maaf Mas,” Siti memang sengaja melepas CD nya saat pipis sebelum salat tadi. Pasalnya ia tadi sangat kebelet dan pipisnya sudah sedikit membasahi CD nya. Karena pipis adalah najis, dan ia rasa tanggung bila ambil CD baru kalau belum mandi, jadinya ia nekat tak pakai CD.

“Besok-besok selama kamu di kamar kalau bisa gini saja ya!”

Siti hanya diam dengan matanya merem melek. Area serambi lempitnya sudah dimainkan oleh suaminya tanpa babibu. Rasa geli menguasainya.

“Mas… hm.. sudah Mas…, Siti ga kuat” mohon Siti yang amat kegelian.

Tapi Eka tak mengindahkannya. Kini mulut Eka bercumbu dengan mulut serambi lempit Siti.

“ah…” erangan Siti cukup kuat ketika lidah Eka menjilat klistorisnya. “ah…” jeritan kedua Siti saat Eka menyedot klistoris.

Siti tak melihat bagaimana kondisi di selangkangannya. Pasalnya tertutup rok. Tangannya sebenarnya bisa saja menarik rok itu. Tapi nafsu mulai mengusai dirinya, tangannya telah menyibakkan mukenahnya dan meremas payudaranya. Jeritan dan desahan Siti pun terus menerus meracau.

Eka pun tiada hentinya menjilat dan menghisap serambi lempit yang telah tak berbulu usai beberapa hari lalu mereka cukur. 10 menit berlalu. Siti makin terangsang. Cr… air orgasme Siti pun muncrat tepat saat mulut Eka mangap sedikit. Terteguklah satu kali air itu ketubuh Eka.

“sayang, kamu nakal, asin tahu airmu”

“mmm hmmm mm maaf Mas, Siti ga tahan.”

Eka pun keluar dari rok mukenah. Ia melihat Siti yang sudah terangsang. Ia pun menyibakkan rok istrinya. Kini Siti sedikit melirk ke area intimnya itu. Benar, perasaan Siti sesuai fakta, serambi lempitnya sudah basah dan siap melicinkan peluncuran rudal ke dalam leher serambi lempitnya.

“Oke, sebagai hukuman, tanpa aba-aba rasakan ini sayangkuh…” ucap Eka sambil tergesa-gesa membuka sarung dan CD nya. rudalnya telah menegang. Langsung saja, rudalnya ditempelkan ke mulut serambi lempit Siti, dan bles… dipaksanya masuk ke jalur melahirkan milik Siti itu.

“Ah… perih Mas…” Jerit Siti. Maklum ini kedua kalinya Siti disenggamai. serambi lempitnya masih terasa rapat bagi rudal Eka yang cukup gagah.​​​​​​​ Ngocoks.com

Sementara itu, Nur tengah menyiapkan sarapan sendirian. Saat sarapan telah tersaji dan anaknya, Laela telah diurusnya, ia heran, mengapa suaminya dan istri kedua suaminya belum keluar kamar.

Tak seperti biasanya Siti telah membantunya di dapur. Nur pun berjalan ke kamar suaminya, desahan Siti tak terdengar dari luar. Nur pun mengetuk pintu dan langsung membukanya tanpa menunggu izin.

Eka terkejut ketika pintu terbuka. rudalnya masih tertanam di serambi lempit Siti. Siti tampak merem melek sambil meremas-remas payudaranya. Perempuan yang tengah disetubuhi ini tak sadar bila istri pertama suaminya tengah menatap mereka berhubungan.

“Nur?”

Walau disapa, Nur hanya diam mematung di mulut pintu melihat siswinya itu tengah digarap suaminya.

“Masuklah Nur, lihatlah betapa nikmatnya perempuan yang engkau rekomendasikan untukku Nur”

Ucapan Eka itu pun membuat Nur menutup pintu. Matanya tak lepas dari area selangkangan siti. Bagaimana tidak? rudal yang telah lebih dulu masuk di serambi lempitnya, kini tertanam di serambi lempit wanita lain. Siti pun duduk di atas ranjang.

“sh.., sh…” desah Siti tak henti-hentinya. Ia belum menyadari jika di kamar ini ada guru semasa SMA nya yang melihatnya tengah digarap.

“Nur, lihat ini” pinggul Eka maju mundur yang membuat rudalnya menyodok serambi lempit Siti.

“hm… hm…, mas…” desah Siti saat sodokan rudal itu mulai kembali.

Nur terdiam. Tubuh Eka pun membungkuk, tangannya kini turut meremas payudara Siti, mulutnya pun kini bercumbu dengan Siti. Bukan main, Siti kini telah bisa menerima perlakuan suaminya ini.

“Sayang, istriku, nikmatilah. Inilah yang Nur mau” bisiknya kepada Siti. Ucapan Eka ini terdengar oleh Nur.

Nur pun turun dari duduknya mendekati area pertempuran.

Saat itulah, bertepatan dengan air kenikmatan Eka muncrat di dalam serambi lempit Siti.

“Ah… Mas… hangat Mas…” ucap Siti mengungkapkan yang dirasakannya.

Nur terkejut mendengarnya. Ia tak berani menyentuh suami dan siswinya itu. Ia tak ingin mengganggu. Eka pun sengaja membiarkan Nur yang tampak sudah merindukan adegan yang tengah dilakukannya dengan istri keduanya ini.

rudal Eka pun dikeluarkan dari serambi lempit. rudalnya hanya tampak basah.

“Nur, kamu rindu ini bukan?” godanya kepada istri pertamanya. Mata Nur langsung menatapnya. Nur mendekati barang kejantanan itu.

“eits… kini jatah Siti. Jadi kamu belum bisa menikmatinya lagi.” Ucap Eka. Nur sebel diperlakukan seperti itu. Ia hanya bisa mengelus pahanya.

Pikiran Eka pun iseng. Ia membayangkan serambi lempit istri mudanya dioral oleh istri pertamanya saat masih ada air kenikmatan yang tampak keluar dari lubang peranakan itu.

“Nur, sini kepalamu.” Nur tampak senang, diarahkan kepala Nur mendekati ujung rudal.

“eits, siapa yang mau ngasih ini ke kamu? Ga bisa, ini jatah Siti.

Kepala Nur pun kini diarahkan ke mulut serambi lempit Siti. Nur yang tak tahan dengan birahinya pun paham jika ini kesempatannya merasakan kenikmatan suaminya walau dari lubang serambi lempit perempuan lain. Ia pun langsung menghisap serambi lempit Siti. Rasa geli bagi Siti pun kembali mengusai.

Eka yang merasa puas melihat ini pun tersenyum. Karena belum benar-benar lemas, diraihnya tangan kanan Siti yang meremas payudaranya. Di arahkannya ke rudal Eka. Siti tanpa aba-aba pun mengocok perlahan rudal itu.

Hampir 20 menit ini berlangsung. Dan cur… Siti memipisi Nur. Benar-benar pipis usai bersenggama, bukan orgasme. Siti sudah tak tahan tapi rasa geli mengusainya.

Siti pun mulai sadar. Ia melirik menyusuri tangan kanannya yang tengah menggenggam sesuatu. Matanya langsung melotot, tak menyangka jika itu adalah milik suaminya.

“Jadi, siapa yang bermain di bawah sana?” tanya dalam batin Siti. Kepalanya pun sedikit terangkat dan melihat Nur tengah menjilati serambi lempitnya.

Cerita bercinta Tragedi Incest Family

“MBA NUR?”

Nur pun mendadak berhenti mendengar suara respon kaget Siti.

“Maaf Siti, aku ga tahan melihat kelamin mas Eka masuk ke dalam milikmu.”

Eka tersenyum melihat istrinya yang saling menerima kenyataan.