Demi mengembangkan bisnis saya, saya membuka cabang baru di Yogyakarta, sebuah kota yang menurut analisis pasar memiliki potensi yang menjanjikan. Jenis usaha saya belum banyak ditemukan di sana, berbeda dengan di Jakarta, tempat bisnis saya sudah berjalan dengan sangat baik dan relatif mandiri. Operasional di Jakarta sudah cukup stabil, sehingga saya bisa mencurahkan lebih banyak waktu dan energi untuk cabang baru di Yogyakarta. Keluarga saya di Jakarta baik-baik saja; anak-anak saya sudah kuliah dan istri saya memiliki bisnis salonnya sendiri.
Setelah enam bulan beroperasi, bisnis di Yogyakarta mulai berjalan lancar, meskipun belum sepenuhnya otomatisasi. Potensi pasar yang besar sangat memotivasi saya. Di sela-sela kesibukan mengembangkan bisnis, saya juga melihat peluang investasi properti di Yogyakarta. Saya berhasil membeli sebidang tanah di lokasi yang strategis dan membangun 30 unit ruko. Menariknya, semua unit terjual habis sebelum pembangunan selesai, hanya bermodalkan gambar desain saja. Dari 30 unit tersebut, tiga ruko saya sisihkan. Dua bersebelahan dan satu di seberang, untuk rencana pribadi.
Salah satu ruko yang saya sisihkan, saya ubah menjadi tempat tinggal selama berada di Yogyakarta. Bangunan tiga lantai ini saya desain seperti penthouse, dengan kamar tidur saya di lantai atas, dan lantai dua untuk ruang makan, ruang tamu, dan kamar pembantu. Mencari pembantu rumah tangga yang sesuai harapan saya ternyata tidak mudah. Saya memutuskan untuk memasang iklan lowongan kerja dengan kriteria tertentu.
sia 25 – 35 tahun tinggal di dalam, gaji sesuai dengan UMP (Upah Minimum Provinsi),
Aku pasang di koran lokal selama seminggu. Ternyata peminatnya banyak sekali, aku tidak mengira, begitu banyak orang ingin jadi pembantu, padahal yang melamar sebagian besar bukan tampang-tampang pembantu, malah ada yang S-1.
Mulanya aku bingung memilih, karena semuanya mantap-mantap. Akhirnya aku menemukan kriteria yakni berwajah khas Indonesia, badannya sekel, wajahnya kenikmatans, kelihatan jujur, berbadan sehat, single, agak genit, susunya besar, bokongnya besar, pokoknya njawani banget.
Dengan kriteria itu masih ada 4 orang yang memenuhi syarat. Ini makin membingungkan. Akhirnya satu persatu aku interview lagi dengan cara ngobrol. Alhasil terpilih satu orang. Dia bukan yang paling ayu, tetapi aku rasa sesuai dengan keinginanku.
Namanya Suniarti, janda tanpa anak sudah 3 tahun, karena ditinggal suaminya, hidup bersama orang tuanya di luar Jogyakarta. Umurnya 26 tahun lulus SMA tidak lama kemudian kawin. Suaminya dulu bekerja sebagai supir bus malam. Kelihatannya orangnya ramah, cekatan dan mau bekerja berat untuk menghidupi orang tuanya.
“Mbak Sun sampeyan saya terima dan besok mulai bekerja, bawa semua pakaian dan perlengkapan langsung ke alamat rumah saya jam 5 sore, “ begitu perintah saya kepadanya. Dia kelihatan sangat senang langsung menyalami tangan saya dan menciumnya.
Jangan senang dahulu, saya coba dulu 3 bulan, kalau cocok bisa terus, tetapi kalau nggak cocok ya terpaksa tidak bisa lanjut, kata saya. Dia lalu berjanji akan bekerja sungguh-sungguh.
Keesokan harinya HP saya berdering, saya lihat no nya Mbak Suniarti. Saya bergegas turun ke bawah dan membuka rolling door dan mempersilakan dia masuk. Dia membawa sebuah tas pakaian yang tidak terlalu besar dan sebuah tas tangan.
Saya menunjukkan kamarnya tempat dia tinggal, sebuah kamar berukuran 2,5 x 3 m lengkap dengan spring bed dan AC serta sebuah lemari dan meja yang bisa digunakan untuk merias atau menulis.
Selanjutnya aku mengajak keliling rumahku untuk menunjukkan semua fasilitas yang ada. Dia manggut-manggut saja mendengar penjelasanku.
Pekerjaan pertama adalah membereskan rumah ku yang agak berantakan. Sambil dia bekerja aku mengajaknya ngobrol, mengenai latar belakang kehidupannya.
Sampai 1 bulan bekerja kami sudah akrab. Dia bahkan sudah terbiasa memijat badanku manakala pulang dari kantor. Sebetulnya itu bukan permintaanku, tetapi maunya dia sendiri yang menawari mau memijat.
Awalnya ya memijat di ruang bawah sambil aku duduk dan menonton televisi. Sambil ngobrol, dia memijat pundakku. Pijatannya lumayan enak juga.
Lama kelamaan dia menawarkan untuk memijatku seluruh badan. Aku mulanya telungkup di sofa. Tetapi karena memijatnya kurang leluasa akhirnya pindah ke tempat tidurku. Suasana di kamar terasa berbeda, otak mesumku meradang jadinya.
Aku meski sudah mendekati usia 50 tahun, tetapi nafsu sexku masih tinggi. Dalam keadaan telungkup dengan hanya mengenakan celana dalam dan sarung dan bagian atas tidak mengenakan apa-apa, senjataku tidakmau diatur.
Dia tegak dengan kemauannya sendiri. Pada posisi telungkup aku bisa menyembunyikannya, meskipun sarungku sudan dilorot.
Mbak Sun agak nakal juga dia, tangannya sengaja menyenggol-nyenggol kantong menyan, sehingga makin membuat senjataku keras sempurna.
Ketika berbalik, aku tidak bisa lagi menyembunyikan ketegangan itu, Malah kepalanya agak mencuat keluar sedikit dari balik karet kolor celana, sehingga setengah kepalanya jadi seperti mengintip.
Aku tidak mungkin menutupi kemaluanku dengan tangan, karena akan kelihatan norak, jadi aku pasrah saja membiarkan apa adanya. “Wah pak adiknya marah ya, itu mau keluar dari celana,” kata Mbak Sun.
“Ah marah kenapa, yang mana,” kataku pura-pura tidak mengerti. “ Ini ,” katanya sambil menyubit pelan. Aku terjingkat juga ketika tangannya menyentuh ujung rudalku. “Geli ya,” katanya. “Bukan geli, tapi enak” kataku.
“Ih bapak genit,” katanya.
“Mbak rasanya sakit kesingset sama celana, boleh nggak dibuka saja,” kataku.
“Sapa takut,” katanya genit sambil menarik kebawah celanaku.
Aku jadi bugil dengan senjata kaliber 15 cm mengeras sempurna sehingga posisinya 45 derajat ke arah perut.
“Mantap juga pak kelihatannya,” kata Mbak Sun sambil menggenggam tangannya ke batang rudalku. Pikiranku sudah terbang kemana-mana. Sentuhan tangannya membuat aku makin terangsang, apalagi dia mulai mengocoknya perlahan-lahan. Aku sudah kehilangan akal sehatku dan hanya rangsangan birahi yang memenuhi kalbuku.
Aku mendesis nikmat. Mbak Sun malah menambahkan cream body lotion untuk memperlicin gerakan mengocok tangannya. Cukup lama dia mengocok batang rudalku. Aku memang sulit mencapai ejakulasi melalui kocokan, rasanya malah ngilu di sekitar kepala rudal. Topi baja rudalku memang melebar jadi kalau dikocok pakai tangan jadi agak ngilu mengurangi rangsangan.
“Bapak kok nggak keluar-keluar ya sampai tangan saya pegal,” katanya.
“Iya memang agak susah keluar kalau dikocok,” kataku.
Tiba tiba dikulumnya batang rudalku dan Mbak Sun berusaha menghisap sekuat-kuatnya, mungkin dia ingin menarik spermaku agar cepat keluar. Dia mengulum dan hampir semua batang rudalku masuk kemulutnya. Kulumannya nikmat tetapi aku masih bisa bertahan tidak muncrat hanya dengan kuluman.
Aku pasif saja dipelakukan begitu, tidak berusaha merambah ke tubuhnya. Aku memejamkan mata.bahkan aku menutup mataku dengan handuk sehingga aku tidak melihat bagaimana dia melakukannya.
Cukup lama Mbak Sun mengoral rudalku, “Pak mulutku pegel pak lama-lama, “ katanya mnyudai aksi oralnya. Aku diam saja seperti orang tidur dan tetap menutup mataku. Aku hanya mendengar suara seperti dia sedang membuka baju. Aku tetap pasif dan mematung membujur.
Dari gerakan kasur, aku merasa dia berdiri di kasur dan terasa dia mengangkangi tubuhku. Tidak lama kemudian tangannya meraih batang rudalku dan diarahkan ke lubang surganya.
Lalu dia menekan perlahan-lahan sampai akhirnya rudalku masuk penuh ke dalam liang serambi lempitnya. Mbak Sun melakukan gerakan maju munur, sepertinya dia berusaha menggesekkan clitorisnya ke batang rudalku.
Gerakannya makin lama makin cepat dan dia sendiri pun mengerang sendiri. Mungkin hanya 2 menit dia sudah ambruk menimpa tubuhku dan terasa liang serambi lempitnya berkontraksi memijat rudalku.
“Pak maaf ya saya nggak kuat, jadi saya masukkan saja bapak punya ke punya saya, habis kepala saya lama-lama jadi mumet nahan nafsu,” katanya.
“Sekarang gimana,” tanya saya.
“Wah plong banget rasanya pak, anu e bapak enak banget, keras, jadi rasanya turuk saya penuh banget,” kata Mbak Sun.
Posisi aku dibawah memang membuat aku mampu bertahan agar tidak ejakulasi. Sehingga Mbak Sun akhir mendahului mencapai orgasme.
Aku membalikkan posisi dan aku berada di atas sambil mengarahkan batangku memasuki liang surgawinya. Perlahan-lahan aku tekan, Mbak Sun kelihatan meringis. Aku tanya kenapa meringis, dia kata ngrasai enaknya batangku masuk ke lubangnya.
Mungkin karena lebar topi bajanya sehingga ketika aku menarik batangku membuat serambi lempitnya seperti divakum. Ini membuat serambi lempitnya terasa mencekat meskipun sudah dibanjiri cairan orgasme dan pelicin. Aku melakukannya dengan ritme pelan, sambil membayangkan letak G Spot si Mbak Sun agar kesundul topi baja ku.
Mungkin G Spotnya berkali-kali tergerus oleh topi bajaku, sehingga dia merintih-rintih tak terkendali, jika aku percepat, ritme rintihannya juga menjadi ikut cepat, lama-lama rintihannya seperti dia akan mendapat orgasme, mendengar reaksi itu rangsanganku jadi makin memuncak dan aku merasa sebentar lai aku akan melekedak, akhirnya aku mempercepat gerakanku dan mengabaikan rintihannya.
Menjelang aku orgasme dia sudah menjerit mencapai O-nya dan berusaha merangkulkan kakinya ke pinggangku agar tubuhku merapat, terutama kemaluan ku menekan kemaluannya.
Kuhunjam dalam-dalam-dalam batang rudalku dan terasa kedutan yang sangat mencekat membuat aku tak mampu lagi bertahan dan tumpahlah semua spermaku ke dalam liang serambi lempitnya. Kelamin kami saling beradu kontraksi sampai akhirnya kami berdua lemas.
“Uedan pak, enak banget rasa ne sampai aku lemes banget, Pak maaf ya pak aku nggak kuat berdiri, mataku ngantuk banget, aku numpang tidur sebentar ya, badanku lemes banget pak,” katanya sesaat selesai orgasmenya.
Mungkin dia mendapat orgasme G Spot yang mengakibatkan badannya lemas dan memebuat ngantuk.
Aku bangkit dan memperhatikan tubuh telanjangnya. Teteknya cukup besar, akhirnya aku tahu BH nya ukuran 38 C, berpinggang dan bagian pinggulnya melebar, pahanya tebal dan bulu jembutnya tidak terlalu lebat, tetapi bentuknya menggunung.
Orang setempat menyebutnya menthul. Warna kulitnya kuning langsat, bagian dalam yang sering tertutup pakaian lebih terang daripada bagian luarnya.
Kutaksir tinggi Mbak Sun sekitar 160 cm, cukup tinggi bagi rata-rata perempuan Jawa. Rambutnya lurus sebahu dan lumayan lebat, bibirnya agak tebal, hidungnya normal tidak termasuk pesek. Meski pahanya tebal, tetapi tumitnya kecil dan dekok (sorry susah menerjemahkan).
Aku kekamar mandi membersihkan senjataku dan membawa handuk lembab untuk membersihkan sisa kenikmatanku yang berada dan meleleh di sela-sela vaginya. Beberapa tetes sempat membasahi sprei, tetapi tidak terlalu banyak. Setelah itu kami tidur berselimut dan telanjang ei bawah selimut.
Aku jatuh tertidur mungkin sekitar 3 jam. Karena kulihat jam di dinding menunjukkan jam 1 malam ketika aku terbangun. Kantong kemiku terasa penuh sehingga aku bangkit menuju kamar mandi sambil tetap telanjang dan melepaskan hasrat kecilku.
Tidak lama kemudian Mbak Sun nyusul dan dia langsung duduk dan berdesir suara tekanan kencingnya. Mak Sun juga telanjang bulat ke kamar mandi. Aku membersihkan senjataku, tetapi kemudian diraih oleh Mbak Sun dan disabuninya senjataku lalu diguyur shower dengan air hangat. Dia pun lalu menyabuni serambi lempitnya sendiri sambil jongkok.
Setelah mengeringkan diri dia menyeretku kembali masuk ke bawah selimut. “Bapak main e pinter banget sampai aku semaput,” katanya. Di tidur bagaikan kami suami istri.
Tanpa rasa sungkan lagi dia memelukku sambil meremas-remas batangku di bawah selimut. Mendapat perlakuan begitu, perlahan-lahan senjataku jadi mengeras, meskipun tidak sampai 100%.
Tanganku juga ikut meremas dan memelintir putingnya, Putingnya masih termasuk kecil, karena dia belum pernah hamil. Pada kesempatan itu kutanyakan dia apakan sekarang dia sedang masa subur.
Dia menjawab, bahwa dia tidak bisa punya anak. Menurut dokter, indung telurnya tidak sempurna memproduksi telur.
Teteknya yang tebal terasa mantap di telapak tanganku, Aku bangkit lalu menghisap kedua putingnya, sampai kedua nya makin keras. Melalui jilatan di kedua putingnya saja Mbak sun sudah mereintih nikmat.
Tanganku meraba belahan serambi lempitnya terasa berlendir. Menandakan dia sudah terangsang dan siap di tusuk kembali. Aku tidak mau terburu-buru, Aku menciumi perutnya dan menjilat di sekitar pusarnya. Mbak Sun menggeliat kegelian .
Kurengangkan kedua kakinya dan mulutku turun terus menciumi gundukan atas serambi lempitnya yang ditumbuhi bulu agak jarang. Mbak Sun sungkan dan berusaha menarik kepalaku.
Pak jangan diciumi anuku pak aku, sungkan pak, jijik pak. Aku tidak peduli dengan rintihannya lidahku mulai menyapu belahan serambi lempitnya. Kubuka belahan serambi lempitnya dengan kedua tanganku terlihat bentuk serambi lempitnya sempurna.
Clitorisnya merah mengkilat menonjol di atas, sehinggan mudah menemukannya, bibir dalamnya tidak bergelambir, meski berwarna ungu tua, di dalamnya berwarna merah muda dan basah.
Mbak Sun berkali-kali berusaha menarik kepalaku ke atas, karena katanya dia malu dilihatin begitu. Tetapi tidak kupedulikan malah aku mulai menjilati clitorisnya. Bagian clitoris yang menonjol menjadi mudah bagiku mencucupnya dan menjilaitnya.
Mbak Sun sudah kelojotan gak karuan, sehingga aku terpaksa menekan kedua lenganku menahan pahanya agar memudahkanku menjilati clitorisnya.
Dia menjerit-jerit nikmat sambil menekan-nekan kepalaku sampai akhirnya menjerit panjang manakala orgasmenya sampai. Terasa seluruh permukaan serambi lempitnya berkedut dan celah serambi lempitnya membanjir cairan kental.
Aku bertahan beberapa saat sampai dia menuntaskan orgasmenya baru mulutku kuangkat dari serambi lempitunya. Aku lalu duduk bersimpuh dan perlahan-lahan meencolokkan jari kenikmatans dan jari tengah ke dalam lubang serambi lempitnya sampai ambles semua.
Perlahan-lahan aku kocok. Mulanya tidak ada reaksi dari tubuhnya, t3etapi lama-lama mulutnya merintih nikmat lagi. Makin lama makin keras dan akhirnya aku menandai bahwa dia segera mancapai orgasmenya.
Menjelang orgasmenya cepat-cepat aku tarik jariku dari lubang serambi lempit dan membuka lebar belahan serambi lempitnya sampai terlihat lubang kencingnya. Tak lama berselang muncrat cairan kental berkali-kali sehingga mengenai mukaku.
“Pak maaf ya pak aku nggak bisa nahan ngompol, sampai kena muka bapak ya,” ‘ katanya sambil mengelap muka ku yang belepotan cairan ejakulasinya.
“Pak sumpah, saya seumur hidup belum pernah ngrasai sampai gini enaknya, kalau sampai saya ketagihan nanti jangan salah in saya Pak,” sambil matanya sayu. Dia mengaku lemas sekali. Tetapi senjataku yang sudah mengacung keras memerlukan penuntasan.
Aku langsung menerjang dan menggenjotnya. Cukup lama juga karena ronde kedua ku biasanya biasanya lama sekali. Sudah setengah jam aku genjot dia sudah berkali-kali mendapat orgasme sampai katanya badannya kayak tidak ada tulangnya.
Dia sudah mohon-mohon untuk menyudahi permainan karena badannya sudah tidak kuat berkali-kali orgasme. Aku tidak perduli dan terus berkosentrasi untuk mendapatkan orgasmeku.
Ketika aku sampai di puncak, Mbak Sun juga menyertai. Aku merasakan kontraksi bersamaan dan Mbak Sun kemudian terdiam dan tak lama keudian dia sudah mendengkur. Aku pun langsung tertidur.
* * *
Sejak saat itu kami hampir setiap hari selalu berhubungan kelamin. Kadang-kadang ketika aku sedang nonton TV, Mbah Sun memelorotkan celanaku lalu duduk dipangkuanku dan menancapkan senjataku ke serambi lempitnya.
Kami duduk berhadapan, aku diam saja, dia yang aktif memainkan peran sampai akhirnya mencapai orgasme. Sering aku tidak sampai orgasme dia sudah lelah, sehingga aku membiarkan pertandingan usai meski aku belum game.
Permainan disambung lagi di tempat tidur sampai tuntas. Mbak Sun ternyata nafsunya besar sekali. Lebih sering dia yang meminta dari pada aku yang memulai. Dia selalu menggoda untuk menjurus pada hubungan sex.
Oleh karena itu selama dirumah kami jarang mengenakan baju. Kami telanjang saja sambil makan, sambil nonton TV, atau kadang-kadang aku bekerja di komputer, barangku di bawah dikulum dan diisap-isap. Jadi kami di rumah ini sudah menerapkan kehidupan nudist.
Aku memang tidak selamanya berada di Jogya, karena beberapa hari aku berada di Jakarta untuk mengawasi jalannya perusahaan di sasana dan berada di rumah . Jika aku tidak di Jogya, Mbak Sun pulang ke rumah orang tuanya, begitu selalu.
Tidak terasa sudah 6 bulan aku hidup bersama Mbak Sun, gajinya sudah kunaikkan menjadi dua kali lipat. Dia senang sekali karena selain gajinya utuh, dia juga sering mendapat uang tips dari aku.
Saudaranya ini anak sebatang kara karena sudah tidak punya orang tua yang meninggal karena kecelakaan. Dia seorang anak perempuan berumur sekitar 12 tahun, sekolah baru mau naik kelas 6 SD.
Sebetulnya aku agak keberatan, karena dengan hadirnya orang ketiga, kegiatan sex kami bisa terganggu. Itu aku kemukakan ke Mbak Sun.
Dia pun katanya sudah mempertimbangkan itu, tetapi dia berjanji berusaha mengatur agar kehadiran anak itu tidak mengganggu. “ Kasihan Pak anaknya pintar dan kenikmatans, tapi miskin tidak punya orang tua, dia selama ini tinggal sama orang tua saya.” katanya.
Aku pikir kasihan juga Mbak Sun jika aku tinggal ke Jakarta, yang kadang-kadang cukup lama, dia harus mondar mandir ke kampung. Akhirnya aku setujui dengan syarat Mbak Sun yang mengatur anak itu.
Ketika aku kembali ke Jogya, Mbak Sun sudah ditekenikmatan oleh keponakannya. Anaknya sopan, kenikmatans dan menyalami sambil mencium tangan. Di sebut namanya Rachmawati. Kulitnya lebih gelap sedikit dibanding Mbak Sun.
Sejak ada Rahma, kegiatan sex kami memang berkurang. Kami tidak leluasa lagi bermain. Jika hasrat sudah memuncak, kami melampiaskannya tengah malam setelah anak itu pulas di kamar mbak sun dan kami main di kamarku.
Jika kami main, sebetulnya aku was-was juga, karena kamarku diatas tidak berpintu, Khawatirnya anak itu tiba-tiba muncul karena tengah malam terbangun, melihat Mbak Sun tidak ada disebelahnya bisa saja dia mencari ke atas.
Kekhawatiranku akhirnya terbukti juga. Mungkin juga karena kami lengah, karena setelah 3 bulan kami main kucing-kucingan akhirnya jadi kurang waspada. “Bude” katanya lirih ketika Mbak Sun masih telanjang berada di atas tubuhku.
Kami berdua kaget dan tidak sempat bersembunyi lagi karena jarak antara Rahma berdiri dengan bed hanya sekitar 3 m dan penerangan meski remang-remang tetapi masih cukup terang.
Ada apa kata Mbak Sun dalam bahasa Jawa dan masih dalam posisi bugil di atas tubuhku. “Aku takut dibawah sendirian,” katanya.
Kami tidak bisa menyembunyikan diri dan mengubah posisi untuk berlindung dari pandangan Rahma. Mbak Sun yang sudah tinggi nampaknya merasa tanggung, maka dia meneruskan permainan dan mengabaikan saja kehadiran si Rahma.
Lalu Mbak Sun menyuruh anak itu duduk ditepi ranjang sehingga dia bisa jelas melihat kami berdua dalam keadaan bugil. Mulanya dia buang muka, mungkin merasa malu melihat kami berdua telanjang.
Tetapi lama-lama karena kami melanjutkan adegang yang tertunda dan Mbak Sun tidak bisa menahan rintihannya, maka anak itu terpancing juga melihat, budenya main kuda-kudaan.
“Bude ngapain sih sama bapak,” katanya dalam bahasa Jawa setelah sekian lama membuang muka akhirnya melihat permainan kami berdua. Dalam bahasa Jawa Mbak Sun mengatakan bahwa kami sedang bersenang-senang.
Dasar anak ini masih polos dia bertanya, bersenang-senang kok telanjang dan saling menindih. Kedengarannya malah budenya seperti merintih kesakitan. Budenya menjawab sejujurnya bahwa dia bukan kesakitan tetapi saking enaknya.
“Apa ne sih bude sing enak,” katanya.
Dia menjadi penasaran dimana enaknya bertindih-tindihan seperti itu. Kosentrasiku jadi terganggu sehingga ejakulasiku jadi makin jauh meski batang ini masih mengeras, tetapi bagi Mbak Sun kelihatannya tidak, karena rintihannya makin seru meski pun disambil berkomunikasi dengan keponakannya. Dia akhirnya mencapai puncaknya juga dan rubuh ke tubuhku. Nafasnya mendengus seperti habis lari marathon.
Setelah itu Mbak Sun bangkit dan menggandeng anak itu masuk ke kamar mandiku. Aku tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.
Mbak Sun kembali dan meraih bajunya lalu sambil tetap nudist dia berjalan menggandeng Rahma turun. Terdengar mereka masuk kamar. Tidak terdengar suara apa-apa lagi, mungkin mereka sudah tertidur. Aku bangkit dan mencuci senjataku yang tadi belum tuntas.
Tapi karena sudah terbiasa begitu akhirnya aku cuci senjata dalan langsung masuk selimut tidur. Aku tidak bisa langsung tidur, Pikiranku melayang membayangkan apa yang dilakukan Mbak Sun kepada Rahma yang memergoki kami sedang bersebadan.
Akhirnya aku tertidur juga dan jam 6 pagi aku bangun, seperti biasa turun kebawah minum teh dan sarapan roti. Sambil menonton berita di TV. Selepas sarapan aku naik keatas bersiap mandi dikamar mandiku.
Kamar mandiku di dalamnya ada bak jakuzi berbentuk seperempat bundaran. Nikmat sekali rasanya berendam air hangat sambil melamun, senjataku pelan-pelan bangun karena terendam air panas.
Aku dikejutkan oleh kemunculan Mbak Sun dan Rahma di kamar mandiku. Mulanya Mbak Sun menelanjangi dirinya, lalu meneyuruh Rahma juga telanjang. Rahma agak ragu dan malu menelanjangi dirinya, tetapi karena diperintah budenya dan katanya ini sebagai hukuman memergoki kami telanjang.
Akhirnya Rahma bugil juga. Mereka buang air kecil bergantian di toilet lalu menyiram dirinya dengan shower baru Mbak Sun membimbing Rahma masuk bergabung dengan ku.
Rahma agak takut dan kaku melangkah masuk ke dalam bak. Kami duduk bertiga berhadap-hadapan dalam bak. Tangan Mbak Sun langsung menggenggam rudalku yang setengah penuh.
Dia lalu meraih tangan Rahma dan memerintahkan tangannya menggenggam rudalku. Rahma menunduk menahan rasa malu dan tangannya agak kaku sehingga dipaksa Mbak Sun sampai akhirnya tangan kecil itu benar-benar menggenggam batangku.
Terasa tangannya gemetar dan diam tidak bergerak. Tangannya baru bergerak mengocok setelah tangan Mbak Sun mengarahkan gerakan itu.
Tidak lama kemudian Mbak Sun berdiri dan menarik Rahma dan aku berdiri juga. Dia meraih sabun cair dan meminta Rahma menyabuni tubuhku, dan aku menyabuni tubuh Mbak Sun. Rahma kaku membelai tangan yang penuh sabun ke tubuhku.
Kuperhatikan tubuhnya mulai tumbuh. Teteknya meski sudah berkembang tetapi masih sebesar perkedel, pinggulnya sudah mulai mekar, serambi lempitnya masih gundul dengan belahan rapat di bawahnya. Pentil di teteknya masih kecil seperti pentil tetekku.
Dia ragu-ragu ketika menyabuni bagian kelaminku tetapi dia lakukan juga sambil tangannya gemetar. Setelah tuntas ganti aku menjamahi tubuhnya dengan sabun dan mencoba menekan teteknya yang mengkal, lalu menyabuni serambi lempitnya dan mencari itilnya.
Dia sempat berjingkat ketika itilnya tersenggol. Dia kupeluk dari belakang sehingga batangku yang agak keras menempel di punggungnya sambil aku meremasi teteknya dan menyabuni serambi lempitnya. Dia menggeliat-geliat.
Setelah peristiwa itu, kami jadi lebih terbuka dan lebih bebas. Mbak Sun yang memang nafsunya besar makin cuek bermain di sofa di depan keponakannya. Si Rahma jadi terbiasa menyaksikan kami bermain, bahkan dia sering ikut tidur bertiga di kamarku.
Sebulan kami terbuka dengan Rahma, sampai akhirnya dia memperhatikan kedua kelamin kami yang sedang beradu. Semua dia tanya proses bersetubuh itu, dan dia tanyakan apakah proses itu menyakitkan . Dia pun tahu bahwa kemaluan laki-laki akan menegang jika terangsang. Rahma setelah sebulan mulai berani ikut menciumi kemaluanku diajari oleh Mbak Sun.
Aku sekarang sering dioral oleh Mbak Sun dan Rahma. Kami pun sudah biasa bertelanjang di seputar rumah . Kelihatannya Rahma penasaran ingin merasai di oral pula sehingga suatu hari dia berujar, kepingin merasai dioral serambi lempitnya.
Aku memulai dengan mencium kedua bibirnya. Reaksinya Rahma agak kaku dan diam saja, tetapi lama-lama ikut bergerak dan nafasnya makin cepat. Bersamaan dengan itu aku merabai tetek kecilnya tanpa aku remas. Karena tetek yang baru tumbuh akan merasa sangat sakit jika diremas.
Aku kemudian memintanya duduk di sofa dan membentangkan kedua kakinya sehingga serambi lempit gundulnya terbuka dan terlihat lipatan bibir dalamnya yang ujungnya berlipat menonjol. Aku mulai menjilati kedua putingnya. Dia kegelian. Aku rasa itu wajar, ketika seorang wanita apa lagi yang masih dibawah umur belum begitu terangsang, maka rasa geli akan menerpanya.
Aku menjilat dan sesekali menghisapnya. Lama-lama rasa gelinya mulai berkurang dan dia mulai mendengus-dengus. Kuraba belahan serambi lempitnya mulai terasa basah dengan lendir.
Dia sempat terkejut ketika tanganku menggapai belahan serambi lempitnya. Setelah dia makin terangsang aku berpindah menjilatai belahan serambi lempitnya. Rahma bergelinjang-gelinjang, geli katanya.
Aku harus bersabar sambil terus menjilati belahan serambi lempitnya, gundukannya. Sampai dia mulai terbiasa merasa jilatan di bagian serambi lempitnya. Aku tidak langsung menjilat itilnya, karena pasti dia tidak tahan dengan rasa geli yang amat sangat.
serambi lempitnya makin berlendir, nafasnya makin memburu sampai dia mulai merintih nikmat. Saat itulah baru aku berani lidahku menjelajahi itilnya. Rahma sempat berjingkat ketika lidahku menyentuh bagian pinggir itilnya.
Lidahku mulai merasa itilnya mengeras. Clitoris anak di bawah umur masih belum menonjol, dia berada di bawah lipatan ujung bibir dalam kemaluan. Lidahku mengeksplor lipatan itu sampai menemukan tonjolan kecil yang keras.
Rahma kembali berjingkat, agak ngilu tapi mulai ada rasa nikmat. Aku sapu perlahan-lahan itil yang tersembunyi itu sampai Rahma mengerang tanpa dia sadari. Pinggulnya terlonjak-lonjak seirama dengan jilatanku, sampai akhirnya dia mencapai orgasmenya.
Mungkin ini adalah orgasmenya yang pertama seumur hidupnya. serambi lempitnya berkedut-kedut lama sekali dan badannya ikut berjingkat seirama dengan gelombang orgasmenya.
Sehabis itu dia mengaku badannya lemas dan pikirannya plong. Dia pun akhirnya mengakui rasanya enak banget. Rahma memeluk diriku dan dia mencium bibirku erat sekali. “Pak aku sayang bapak” katanya.
Itulah pengalaman pertamanya di oral, seterusnya dia sering minta dioral, dan dia sudah mampu mengatasi rasa gelinya sehingga aku tidak perlu berlama-lama merangsang dirinya sampai dia siap dijilat itilnya.
Mungkin 3 bulan dia terbiasa dengan jilatanku, bahkan jika aku menolak menjilatinya dia mulai berani ngambek. Kalau ngambek dia duduk dipangkuanku sambil bugil dan menggoyang-goyangkan pantatnya di atas rudalku yang masih lemas. Sampai akhirnya rudalku jadi terangsang.
Setiap kali aku berhubungan dengan Mbak Sun dia memperhatikan dan berkali-kali tanya gimana sih enaknya, apa beda enaknya di jilat sama serambi lempit dijejali rudal.
Mbak Sun berusaha meyakinkan dia bahwa dia belum bisa di entot, karena lubang serambi lempitnya masih kecil. Awalnya dia percaya, tapi mungkin rasa ingin dan penasaran mendorong dia juga ingin merasakan disumpel serambi lempitnya sama rudal.
Dia bahkan berkali-kali merengek ingin mencoba serambi lempitnya diadu dengan rudalku. Selama ini aku berusaha menolak, karena khawatir akan mencederainya.
Namun rengekannya tidak berhenti, sehingga akhirnya aku menyiapkan pelicin K-Jelly. Aku cuma ingin menempelkan kepala rudalku di depan lubang serambi lempitnya dan menggeser-gesernya tanpa berusaha memasukinya. Dengan begitupun kata Rahma dia sudah merasa nikmat.
Tapi namanya permainan yang tidak tuntas, tentu saja dia ingin mencoba menjejalkan kepala rudalku ke lubang serambi lempitnya. Aku akhirnya menyerah dan pasrah mengikuti kemauannya.
Aku tidur telentang dan melumasi ujung rudalku banyak dengan jelly dan juga di belahan serambi lempitnya terutama di sekitar lubang masuknya.
Dia ku suruh mengarahkan sendiri memasukkan rudal ke dalam serambi lempitnya. Sehingga jika dia merasa sakit dia akan berhenti. Dia seuju dan mulai melakukan aksi mengarahkan kepala rudalku ke gerbang serambi lempitnya.
Karena licin kepala rudalku bisa mengarah ke lubang yang dituju, apalagi diarahkan oleh tangan Rahma. Terlihat lubang serambi lempitnya terkuak mengikuti besarnya kepala kelaminku.
Dia meringis, agak sakit katanya, namun karena penasaran dia memaksa merendahkan badannya sehingga kepala rudalku masuk sekitar dua centimeter. Terasa tidak muat dan dia juga merasa sakit akhirnya dia berhenti mencoba.
Seminggu dia tidak merengek memintaku mencoba memasukkan rudalku ke serambi lempitnya. Tapi itu hanya seminggu karena setelah itu dia penasaran ingin mencoba lagi. Kali ini percobaannya bisa melesatkan kepala rudalku memenuhi rongga. Dia tidak berani menekan-nekan lebih jauh karena katanya perih.
Tiga hari kemudian dia ingin mencoba lagi dan berhenti sampai kepala rudalku terbenam. Berkali kali di coba di hari hari berikutnya ya mentoknya di situ-situ juga.
Aku tahu bahwa batas itu adalah batas dimana selaput daranya berada. Proses membenamkan kepala rudal sudah dapat berjalan lancar, tetapi lebih dari itu dia tidak bisa meneruskan karena rasa sakitnya.
Meski pun begitu dia tetap penasaran, karena jejalan kepala rudalku ke dalam serambi lempitnya dia rasakan cukup nikmat. Hanya saja lebih dari itu dia tidak tahan rasa pedihnya.
Akhirnya yang biasa dia selalu berada di posisi diatas kini akulah yang menindihnya dan aku minta dia mengarahkan kepala rudalku yang sudah licin karena lumuran jelly demikian juga lubang serambi lempitnya.
Pada posisi itu kepala rudalku sudah terbenam di dalam serambi lempitnya dan berhenti di selaput daranya. Ketika kutekan dia memundurkan pantatnya karena sakit.
Kupeluk dia lalu aku cium bibirnya sampai dia sangat bernafsu, bersamaan dengan itu aku menegangkan rudalku sambil sedikit menekan, badannya terhentak, tetapi aku tetap mempertahankan posisiku yang kurasa agak masuk, gerakan yang sama kuulangi lagi sampai terasa didalam “krek”.
Rahma meringis tanda kesakitan tetapi aku tetap mempertahankan posisi sampai dia terbiasa lubangnya menerima kehadiran batang rudalku. Setelah terlihat dia tidak merasa sakit aku tekan perlahan-lahan dan terasa bisa melaju meskipun jepitannya terasa ketat sekali.
Aku sulit menduga sudah sejauh apa rudalku masuk, sehingga aku meraba sisa batang rudalku, ternyata sudah semua batangku tenggelam di serambi lempitnya.
Aku agak kurang percaya dan berusaha menekan lagi, ternyata memang sudah tidak bisa karena sudah mentok. Rahma mengernyit setiap aku melakukan gerakan, karena lubang serambi lempitnya seperti dipaksa memuai oleh batang rudalku.
Aku mencoba menarik pelan. Dia meringis, aku tekan lagi , dua tiga kali maju mundur rasanya sudah mulai licin, meskipun masih mencekam. rudalku mulai agak lancar maju mundur.
Akibat ketatnya lubang serambi lempit itu, aku pun tidak mampu bertahan lama, karena gelombang orgasme rasanya makin besar melanda sampai akhirnya aku tembakkan didasar serambi lempit Rahma. “Anget pak, Bapak pipis di dalam serambi lempit Rahma ya,” katanya.
Mbak Sun yang dari tadi memperhatikan proses pemerawanan itu langsung mengatakan bahwa itu yang terasa anget adalah pejuh atau sperma.
Aku biarkan batang rudalku agak lama di dalam lubang serambi lempit Rahma sampai agak menciut baru aku keluarkan. Ada bercak merah seperti darah bercampur lelehan air kenikmatanku. Namun darahnya tidak terlalu banyak.
Rahma mengeluh serambi lempitnya terasa perih. Mbak Sun lalu me lap lelehan kenikmatan di serambi lempit keponakannya sampai bersih dan membimbing Rahma ke kamar mandi untuk membersihkan bagian dalamnya. Rahma berjalan tertatih-tatih. “Pak rasanya masih ada yang ngganjel di dalam serambi lempitku,” katanya.
Seminggu dia tidak berani minta dientot, tapi ya cuma seminggu setelah itu dia minta mencoba lagi. Meski pakai jelly pada awalnya masih perih, tetapi kocokan berikutnya sudah kurang perihnya.
Rahma berusaha menikmati entotan di sela-sela rasa sakit yang masih ada. Sampai persetubuhan ke empat setelah diperawani, Rahma baru mampu mencapai orgasme melalui hubungan kelamin.
Dia akhirnya mengatakan bahwa menyetubuhi memang enak, meski pada awalnya perih banget. Setelah itu Rahma selalu minta bagian jika aku bermain dengan budenya.
Meski masih 12 tahun, tetapi serambi lempit yang sudah berkali-kali diterobos rudal akhirnya tidak terlalu ketat juga rasanya. Setelah lebih dari 10 kali aku menggauli Rahma, rasanya serambi lempitnya hampir sama saja dengan serambi lempit budenya. Bedanya budenya servicenya lebih lihai, sementara Rahma masih cenderung pasif.
Berkat mentor budenya Rahma ketika menginjak usia 13 tahun dimana dia mulai haid, dia sudah piawai bermain sex. Teteknya juga sudah makin menggembung, lemak di pantatnya juga semakin besar dan di pepeknya mulai tumbuh bulu-bulu halus, terutama diujung atas belahan serambi lempitnya.
Di usia 14 tahun Rahma sudah tumbuh menjadi gadis yang ayu dengan gelembung susunya yang makin besar dan pantatnya makin nyembul. Permainannya juga sudah memabokkan diriku.
Untuk mencegah kehamilan dia terpaksa minum pil KB. Aku pun hati-hati melepas sperma di dalam serambi lempitnya. Tidak kuduga, nafsu Rahma tinggi juga seimbang sama budenya.
Jika aku dua hari berada di Jakarta, setelah kembali ke Jogya aku seperti diperkosa kedua wanita itu siang malam, mereka menuntut dipuaskan keinginan sex nya.
TAMAT
Untuk keberlangsungan situs Ngocoks mimin berharap mengeklik salah satu iklannya ya gaes, terima kasih sudah setia membaca novel di situs ngocoks, salam kenikmatans dari mimin