Di sebuah desa terpencil, kedatangan enam mahasiswi cantik dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) menyita perhatian. Asty, Bella, Clara, Lia, Alya, dan Fanny, dengan kecantikan dan penampilan mereka yang menawan, tampak berbeda dari penduduk desa yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Keanggunan dan kerapian berpakaian mereka, mencerminkan latar belakang mereka yang berbeda dan mungkin lebih makmur. Memang, tampak jelas ada perbedaan yang cukup signifikan antara gaya hidup mereka dengan keseharian warga desa.
Sepuluh hari berlalu, dan adaptasi terhadap lingkungan desa yang sederhana ternyata tidak semudah yang mereka bayangkan. Kehidupan yang tenang dan jauh dari hiruk-pikuk kota besar menimbulkan berbagai tantangan. Dari keterbatasan fasilitas seperti makanan, air bersih, dan sanitasi yang kurang memadai, hingga adat istiadat setempat yang membatasi interaksi antara pria dan wanita, semuanya menjadi kendala. Mereka yang terbiasa dengan gaya hidup yang lebih modern, merasakan perbedaan yang cukup signifikan dan beberapa hal mungkin terasa kurang nyaman. Kehidupan yang terisolir dan terbatas di desa yang mereka anggap berbeda dengan lingkungan biasanya, menimbulkan perasaan rindu akan kehidupan kota. Untuk mengatasi kerinduan itu, beberapa mahasiswi sesekali berupaya untuk menghubungi orang-orang yang dekat dengan mereka melalui berbagai cara.
Pagi itu, Asty terlihat sangat rapi dan menawan dengan riasan wajah yang sempurna. Kecantikan alami Asty semakin terpancar dengan penampilannya yang anggun. Postur tubuhnya yang tinggi semampai (170 cm), dipadukan dengan bentuk tubuh yang ideal, membuat dirinya terlihat sangat menarik. Rambutnya yang panjang, hitam, dan berkilau, biasanya diikat, kini dibiarkan terurai indah, hanya dihiasi bando putih yang sederhana. Celana jeans ketat yang dikenakannya pun semakin menonjolkan lekuk tubuhnya yang indah. Seorang teman pun menyapa, "Kamu hari ini berdandan sangat rapi, ya?"
yang sedang duduk di ruangan tengah ketika melihat Asty. “Ada janjian sama Alex ya..?” celetuknya.
“Elo mau tahu aja..” Asty nyengir memamerkan sederet gigi yang rapi dan putih. “Udah gak tahan nih.. masa gak bisa ngapa-ngapain di sini, bosan, kan…?”
Temannya hanya mencibir dangan mimik lucu.
“Entar bilang aja Gue ada janji sama Alex..” kata Asty ambil lalu. Temannya hanya sempat mendengar kata terakhirnya karena Asty sudah keburu pergi dengan gerakan cepat.
Asty bergegas menuju ke tempat dimana Alex menginap. Beberapa orang penduduk desa yang lewat menyapanya kalem, meskipun terlihat jelas beberapa pria memelototi wajah dan tubuhnya yang seksi. Asty hanya menjawabnya sekilas tanpa memedulikan tatapan mereka. Bersama Alex pacarnya, Asty pergi berduaan dengan sedapat mungkin menghindari bertemu penduduk desa. Mereka berjalan menuju ke hutan di pinggiran desa. Sebuah hutan kecil tapi cukup lebat dan sunyi.
“Udah Lex.. jangan jauh-jauh, entar kita kesasar..” kata Asty setelah masuk agak ke dalam. “Lagian ngapain sih elo ngajakin gue ke tempat ini?”
Asty memandang ke sekeliling. Mereka berada di tepi sebuah sungai kecil yang berair jernih. Sekelilingnya ditumbuhi rumput dan ilalang tinggi menciptakan sebuah tanah lapang berwarna hijau, memisahkan deretan pohon dan sungai yang berkelok.
“Di sini nih..” kata Alex sambil tersenyum aneh menatap Asty.
“Di sini apaan..?” Asty bergumam tanpa memandang Alex.
“Tempat yang pas buat pacaran..” Alex tertawa kecil. Dia lalu berjalan mendekati Asty yang masih memunggunginya lalu perlahan memeluknya dari belakang.
“Uhmm…” Asty mendesah saat Alex mendaratkan ciuman kecil ke tengkuknya. Udara yang masih dingin membuat kuduk Asty meremang.
“Gimana Sayang..? Tempat ini ideal kan..?” Alex kembali menciumi tengkuk Asty, lalu menyusuri leher dan pundaknya dengan sentuhan bibirnya.
“Ohhh..” Asty mendesah. “Elo kalau urusan kayak gini paham banget..” Asty menggeliat kecil sambil memegangi pinggang Alex. Alex dengan sigap membalikkan tubuh Asty sehingga mereka berdekapan satu sama lain. Tanpa menunggu ijin dari Asty, Alex langsung melumat bibir Asty yang merah segar dengan gerakan ganas. Asty membalasnya dengan ciuman mesra. Selama hampir satu menit bibir mereka saling beradu seolah dilekatkan oleh lem yang begitu lengket.
“Oh.. mmh.. gak sabaran amat sih Sayang..” Ujar Asty sambil mendesah di tengah pergulatan bibir yang seru itu. Dia mencengkeram rambut Alex dan menekankan wajahnya ke wajahnya sendiri.
“Sudah sepuluh hari nih.. Gue udah ngebet tahu..’ Alex membalas perlakuan Asty dengan cara yang sama. Pergulatan bibir it uterus berlanjut sampai keduanya menjatuhkan diri di rerumputan dan bergulingan sambil tubuh dan bibir masih melekat satu sama lain. Saking serunya bergumul, mereka tidak menyadari kalau aksi mereka sedang diintip oleh tiga pasang mata yang melotot sambil panas dingin menahan gejolak menggebu.
Pergulatan Alex dan Asty makin seru. Mereka bahkan mulai melucuti pakaiannya masing-masing hingga nyaris telanjang. Ketiga pasang mata yang mengintip itu langsung melotot ketika melihat Asty yang sekarang hanya tinggal memakai Bra dan celana dalam saja. Tubuhnya terlihat begitu mulus dan putih. Payudaranya yang tidak begitu besar terlihat padat di balik Bra tipisnya sehingga terlihat jelas puting susunya. Pinggangnya yang kecil berakhir pada pinggul yang bulat terlihat begitu menggairahkan sementara selangkangannya yang masih tertutup celana dalam berenda warna putih membayang jelas pada belahan serambi lempitnya.
Alex yang sudah dikuasai nafsu tanpa menunggu langsung mendekap dan menindih tubuh putih mulus Asty yang setengah telanjang sambil terus melumat bibir Asty dengan gerakan lembut.
“Wah.. wah.. Wah.. lihat siapa ini..?” terdengar suara bernada mengejek dari atas mereka.
Bak disambar geledek keduanya langsung melompat dan saling menjauh dengan sekujur tubuh gemetar sebagai campuran reaksi antara kaget, marah, malu dan takut sekaligus. Betapa terkejutnya mereka, tahu-tahu tiga orang lelaki bertampang kasar sudah berdiri di dekat mereka. Asty dan Alex mengenal ketiganya. Ketiganya adalah mantri hutan setempat, yang satu bernama Pak Arman, pria kekar dan bercambang lebat yang merupakan Mantri kepala, yang satu lagi bertampang mirip pemadat, kurus kering dengan wajah pucat menyeringai menyebalkan, sering disapa dengans sebutan Pak Man, dan yang terakhir bertubuh hitam gemuk agak tua dengan rambut beruban di banyak tempat, dia Pak Johan. Secara refleks Asty mendekap bagian dadanya yang hanya berbalut Bra tipis. Sementara bagian bawahnya yang hanya tertutup celana dalam bebas dipelototi oleh ketiga mantri hutan itu.
“hehehehe.. orang kota suka seenaknya saja..” kata Pak Arman sambil melirik ke bagian bawah tubuh Asty yang nyaris telanjang. Asty beringsut dan mencoba menutupi tubuhnya dengan tangan dengan usaha yang nyaris sia-sia karena tangannya terlalu kecil untuk menutupi tubuhnya.
“Ma.. maaf Pak.. kami khilaf..” Alex berujar terbata-bata karena takut dan malu.
“Iya Pak.. maafkan kami..” Asty memohon dengan suara memelas. Wajahnya yang semula putih sekarang berubah kemerahan karena malu dan takut.
“Heheheh.. soal minta maaf itu mudah, tapi karena kalian sudah melanggar aturan adat maka kalian harus dihukum,” Pak Arman berujar lantang dan datar mencoba menyembunyikan kondisi dirinya yang menahan gejolak melihat tubuh Asty yang putih mulus nyaris telanjang itu.
“Jangan Pak.. jangan hukum kami..” Asty kali ini nyaris menangis saking putus asanya.
“Iya Pak.. jangan hukum kami, kami akan bayar berapapun..” Alex menambahi dan berharap kata-kata terakhirnya merupakan senjata ampuh untuk menghindari hukuman. Tapi harapannya langsung menguap saat Pak Arman menanggapi dingin.
“Dasar orang kaya, kalian pikir semua bisa diselesaikan pakai uang begitu..?” Pak Arman membentak, membuat tubuh Asty seolah menciut ke ukuran botol.
“Sekarang ayo ikut kami!” kembali Pak Arman membentak.
Dengan ketakutan kedua orang itu menurut. Asty mencoba memungut bajunya yang bertebaran, Pak Arman yang melihatnya langsung melotot.
“Siapa yang suruh kamu pakai baju? Kalian tidak boleh pakai baju!” bentaknya. Asty kaget bukan kepalang. Matanya mulai berkaca-kaca karena ketakutan. Dilemparkannya kembali bajunya ke atas rerumputan. Lalu dengan keadaan nyaris bugil, Anie dan Alex digiring masuk lebih jauh ke dalam hutan. Mereka sengaja diajak berjalan berputar-putar supaya bingung kalau mencoba melarikan diri.
Rasanya sudah berjam-jam mereka masuk ke dalam hutan. Rasa takut, ditambah haus dan lapar membuat Asty dan Alex makin tersiksa, apalagi di sepanjang perjalanan berkali-kali tangan usil para mantri hutan itu juga sibuk meraba dan mencubiti bagian-bagian tubuh Anie yang terbuka. Pantat Asty yang mulus dan sekal menjadi bagian yang paling favorit bagi tangan para mantri hutan itu. Diperlakukan demikian Asty hanya bisa menahan tangis dan rasa ngerinya.
Mereka kemudian sampai di sebuah pondok kayu kecil, tapi kokoh karena terbuat dari kayu-kayu gelondongan. Anehnya mereka tidak mambawa Asty dan Alex masuk ke dalam pondok kayu itu. Mereka justru mengikat Alex pada sebuah pohon. Alex berusaha meronta tapi menghadapi tiga pria yang jauh lebih kuat darinya perlawanannya hanyalah usaha yang sia-sia.
“Nah.. Nona yang cantik.. sekarang waktunya kalian harus menerima hukuman dari kami..” ujar Pak Arman sambil matanya menyapu ke sekujur tubuh putih mulus Asty yang berdiri hanya mengenakan Bra dan celana dalam.
Asty diam saja seolah menunngu vonis yang akan dijatuhkan.
“Hmm.. hukumannya apa ya..” Pak Arman bergumam tidak jelas seolah bertanya pada dirinya sendiri.
“Ah iya… Nona Asty, hukuman buat Nona yang pertama adalah menari buat kami.. tapi dengan catatan, sambil menari, Nona harus buka kutang sama celana dalam Nona…” kata Pak Arman datar, nyaris tanpa emosi. Asty tersentak, seketika tubuhnya gemetar..
Asty terkesiap, dia tidak mengira akan dipaksa melakukan tarian telanjang. Tubuhnya gemetar karena shock, dia hanya menggelengkan kepalanya sambil menahan tangis yang setiap saat siap meledak.
“Jangan!” Bukan Asty yang berteriak tapi Alex yang masih terikat di pohon. “Asty cepat lari! Cepat lari!”
“Diam tolol!” Pak Johan yang berdiri di dekat Alex langsung meninju perut Alex. Pak Johan lalu menyumbat mulut Alex dengan secarik kain kotor.
“Heheheh.. Kamu juga boleh melihat kok pacar kamu menari bugil, kamu pasti senang deh..” Pak Johan menyeringai licik.
“Hehehehe.. “ Pak Arman menyeringai. “Kalau mau lari juga tidak apa-apa, paling-paling Nona hanya akan bertemu macan di sekitar sini. Lagipula tidak ada yang tahu tempat ini selain kami.”
Asty gemetar ketakutan, bendungan air matanya yang sedari tadi bertahan akhirnya jebol, sebutir kristal bening mulai mengaliri pipinya yang mulus. Asty tahu dia tidak punya pilihan lain, dia memang tidak tahu jalan pulang, ditambah kemungkinan benar ucapan Pak Arman tentang harimau yang masih berkeliaran. Asty menggelengkan kepalanya kuat-kuat mencoba pasrah.
“Bagaimana Non..?” Pak Arman bertanya datar. Asty diam sesaat sebelum akhirnya mengangguk. Tawa ketiga mantri hutan itu langsung meledak penuh kemenangan.
“Horee.. Asiik.. hari ini kita bakal dapat tontonan bagus, jarang lho ada cewek kota secantik Non mau menari bugil buat kami,” kata Pak Man – yang dari tadi diam saja – dengan nada dibuat-buat.
Asty menunduk sambil menggigit bibirnya menahan malu dan takutnya yang makin memuncak.
“Tunggu dulu, pakai musik dong..” kata Pak Arman, dia lalu masuk ke pondokan dan keluar lagi membawa sebuah tape recorder kecil bertenaga batere. Ketika disetel, alunan musik dangdut mulai bergema di sekitar tempat itu.
“Nah.. ayo dong Non.. mulai goyangnya..” kata Pak Arman mengimbangi suara musik yang lumayan keras.
Asty mencoba tersenyum. Dia lantas mulai menggoyangkan tubuhnya yang setengah bugil itu dengan gerakan gerakan erotis. Tangannya diangkat ke atas lalu pinggulnya digoyang-goyangkan membuat seluruh tubuhnya berguncang. Seketika mereka bertiga bersuit-suit melihat goyangan pinggul dan pantat Asty.
“Buka kutangnya! Buka! Kami mau lihat pentilnya,” teriak mereka sambil terus memelototi Tubuh Asty yang bergoyang erotis. Asty lalu perlahan mulai melepas Bra yang menutup payudaranya lalu melemparkannya ke tanah. Payudara Asty sekarang tergantung telanjang begitu putih mulus dan kencang. Payudara itu berguncang seirama gerakan Asty. Melihat payudara yang begitu mulus itu telanjang, Ketiga mantri hutan itu makin liar dan berteriak meminta Asty membuka celana.
Asty dengan sesenggukan mulai memelorotkan celana dalamnyanya dan melemparkannya ke tanah, Sekarang Asty sudah sempurna telanjang bulat di hadapan ketiga mantri hutan yang memelototinya dengan penuh nafsu, Asty meneruskan tariannya dengan berbagai gaya yang diingatnya. Ketiga mantri hutan itu paling suka saat Asty melakukan goyang ngebor ala Inul dan goyang patah-patah. Pantatnya yang montok dan mulus bergoyang-goyang secara erotis. Sesekali Asty juga berpura-pura melakukan onani dengan meremas payudaranya sendiri sambil merintih-rintih dan mendesah-desah seperti orang yang terangsang nafsu seksualnya.
Selama hampir satu jam Asty menghibur ketiga mantri hutan itu dengan tarian bugilnya, tubuhnya sampai basah karena keringat membuat tubuh yang putih mulus itu terlihat berkilat-kilat. Acara itu baru selesai setelah Pak Arman menyuruhnya berhenti.
“Hehehehe… Ternyata Nona pintar juga narinya.. kami jadi terangsang lho..” kata Pak Arman sambil tersenyum keji.
“Sudah cukup Pak, saya sudah menuruti permintaan Bapak, sekarang lepasin kami..” pinta Asty sengan memelas sambil setengah mati berusaha menutupi payudara dan serambi lempitnya yang telanjang.
“Cukup..?” Pak Arman tertawa. “Hukuman kalian belum lagi dimulai.”
Asty merasa mual mendengar ucapan itu, kalau yang tadi belum apa-apa, Asty ngeri membayangkan apa yang akan mereka minta berikutnya.
“Hukuman selanjutnya, sekarang Non berdiri sambil ngangkang, lalu angkat tangan Non ke belakang kepala!” Pak Arman memerintah dengan jelas.
Asty tersedu sesaat, lalu dia mulai membuka kakinya lebar-lebar membuat bagian selangkangannya terkuak, tangannya diangkat dan jari-jarinya ditumpukan di belakang kepalanya membuat payudaranya yang putih dan kenyal sedikit terangkat. pose tersebut membuat bagian selangkangannya terbuka lebar sehingga memperlihatkan serambi lempitnya dengan jelas. serambi lempit Asty terlihat terawat dengan baik, ditumbuhi rambut-rambut halus dan rapi, Asty selalu merawat bagian genitalnya dengan sangat cermat. Sementara dengan tangan di belakang kepala membuat payudaranya makin membusung dan mencuat menggemaskan.
“Nah, sekarang boleh nggak kami meraba tubuhnya Neng?” tanya Pak Arman..
Asty tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti permintaan itu.
“I.. iya Pak, boleh..” Asty meneguk ludah.
“Sekarang kita mulai ya..” kata Pak Arman, Asty hanya mengangguk, dia merasakan sentuhan tangan Pak Arman bergerilya di wajahnya.
“Uhh.. wajahmu mulus sekali Non..” Pak Arman lalu mencium pipi Asty, antara geli dan jijik Asty memajamkan mata. Lalu Pak Arman mulai menelusuri bibir Asty yang merah dan mulai melumatnya dengan gerakan lembut. Pak Arman terus berusaha mendesakkan bibirnya mengulum bibir Asty, lidahnya mencoba menerobos masuk ke mulut Asty, sementara tangannya juga bergerilya meraba-raba dan meremas payudara Asty. Asty menggelinjang mendapat perlakuan itu. Sambil bibirnya terus mengulum bibir Asty, tangan Pak Arman juga memelintir-melintir puting payudara Asty dengan gerakan kasar. Asty meringis kesakitan tapi perlahan perlakuan Pak Arman justru menimbulkan sensasi aneh dalam dirinya, tubuh Asty menegang saat sensasi itu melandanya, tanpa sadar Asty mulai mendesah.
“Ayo, kalian juga boleh ikut..?” Pak Arman memanggil kawan-kawannya. Asty makin menderita mendengar ucapan itu, kali ini tiga orang yang mengerubutinya, mereka meraba-raba ke sekujur tubuhnya. Pak Man yang berangasan bahkan meremas-remas payudara kiri Asty dengan kasar, sementara sebelah tangannya meraba dan meremas pantat Asty yang sekal.
“Uohh.., Pentilnya dahsyat, pantatnya juga nih.. kayaknya enak nih kalo ditidurin,” kata Pak Man. Sementara Pak Johan sedang asyik berkutat dengan payudara Asty sebelah kanan. Dia menjilati dan menyentil puting payudara Asty dengan lidahnya.
“Ohh.. baru tahu ?” Pak Arman tertawa di tengah usahanya menjilati payudara Asty. Asty hanya bisa merintih pasrah. Apalagi saat Pak Arman mulai menggerayangi serambi lempitnya.
“Ohh.. tempiknya bagus banget nih Pak Man..” Pak Arman menggesek-gesekkan jarinya di bibir serambi lempit Asty, sementara Pak Man dan Pak Johan kali ini sibuk menciumi dan menjilati payudara Asty sementara tangannya membelai-belai perut Asty yang licin.
“Ohh..” Asty menjerit kecil saat saat Pak Arman mencoba memasukkan jari-jarinya ke serambi lempit Asty.
“Jangan Tuan..” Asty merintih, tapi rintihan Asty ibarat perangsang bagi Pak Arman dan kawan-kawannya, dia makin liar menggesekkan jarinya ke selangkangan Asty bahkan dia juga meremas-remas gundukan serambi lempit Asty. Asty merintih. Tubuhnya mengejang mendapat perlakuan itu.
“Hei Pak Arman.. kayaknya Nona ini sudah mulai terangsang nih..tuh lihat dia mulai merintih, keenakan kali ye..?” ujar Pak Johan diiringi tawa, Asty makin sakit hati dilecehkan seperti itu, tapi memang dia tidak bisa mungkir kalau dirinya mulai terangsang oleh perlakuan mereka.
“Janganhh..ohh…” Asty mulai meracau tidak karuan saat Pak Arman mulai menjilati serambi lempitnya. Asty menjerit saat lidah Pak Arman bermain di klitorisnya. Lidah Pak Arman mencoba mendesak ke bagian dalam serambi lempit Asty sambil sesekali jari-jarinya juga ikut mengocok serambi lempit itu.
“Ahkkhh.. ohh.. janganhh..” Asty menggeliat. Semantara Pak Man dan Pak Johan kali ini berdiri di belakang Asty sambil mendekap tubuhnya dan meremas-remas kedua payudara Asty dengan gerakan liar. Sesekali puting payudara Asty dipilin-pilin dengan ujung jarinya seperti orang sedang mencari gelombang radio. Asty mengejang, sebuah sensasi aneh secara dahsyat mengusir akal sehatnya. Dia mendesah-desah dengan gerakan liar, hal ini membuat kedua penjahat itu terlihat makin bernafsu.
Alex tidak bisa berbuat apa-apa melihat kekasihnya diperlakukan dengan biadab seperti itu, bahkan diam-diam dia juga terangsang melihat adegan gadis secantik Asty dikeroyok tiga orang pria kasar. Dalam batinnya diapun sebenarnya ingin ambil bagian dalam adegan pengeroyokan itu.
“Ayo terus..sebentar lagi dia nyampe..” Pak Man berteriak-teriak kegirangan seperti anak kecil sambil terus menerus meremas payudara Asty sementara Pak Arman masih menelusupkan wajahnya ke selangkangan Asty. Lidahnya terus menyapu bibir serambi lempit Asty dan sesekali menyentil klitorisnya. Asty menjerit kecil setiap kali lidah Pak Arman menyentuh klitorisnya, semantara tangannya juga bermain meremasi pantat Asty.
Tubuh Asty sudah basah oleh keringat, sekuat tenaga dia menahan desakan sensasi liar di dalam tubuhnya yang makin lama makin kuat sampai membuat wajahnya merah padam. Tapi Asty akhirnya menyerah, tubuhnya mengejang dahsyat dan tanpa sadar dia mendorongkan serambi lempitnya sendiri ke wajah Pak Arman dan menggerakkannya maju mundur dan bergerak liar menyentak-nyentak. Asty tidak dapat menahan diri lagi. Tubuhnya menggeliat dan menegang.
“OOHHHKKHHHH…. AHHHH…” Asty mengerang kuat-kuat seperti mengejan. Dan seketika itu pula “Crt… crt… crt…” cairan serambi lempitnya muncrat keluar. Tanpa sadar Asty mengalami orgasme untuk pertama kali, dan kemudian tubuhnya melemas lalu terpuruk, Pak Man dan Pak Johan menahan tubuh Asty supaya tidak jatuh. Pak Arman tertawa senang melihat bagaimana Asty mengalami orgasme dengan begitu dahsyat.
“Hehehehe…” Pak Arman tertawa seperti orang sinting. “Enak ya Non..? galak juga kalau lagi orgasme..” sindirnya. Asty hanya diam saja, tubuhnya masih lemas setelah mengalami orgasme yang begitu hebat, sekujur syaraf seksualnya seolah digetarkan dengan begitu kuat seperti dihimpit oleh truk raksasa membuat dorongan seksualnya entah bagaimana menggelegak hebat membuatnya serasa ingin disetubuhi.
“Nah.. sekarang hukuman ketiganya..” Pak Arman memberi isyarat pada Pak Johan. Pak Johan segera bergegas masuk ke dalam pondok dan keluar dengan mengusung sebuah kasur busa usang yang berbau lembab lalu menghamparkannya di tanah begitu saja.
“Nah.. Nona sekarang tiduran di situ ya.. “ Pak Arman menunjuk ke arah kasur bau itu. Asty hanya mengangguk, didorong oleh gejolak seksualnya yang menggelora dia merebahkan dirinya terlentang di atas kasur, kemudian membuka kaki lebar-lebar, sehingga posisi Asty telentang di atas karpet dengan kaki mengangkang lebar. Ketiga mantri hutan itu terkagum-kagum melihat Asty yang sangat cantik siap untuk disetubuhi. Sementara Alex yang terikat hanya bisa pasrah melihat kekasihnya sebentar lagi akan diperkosa.
Pak Arman kemudian membuka seluruh bajunya dan langsung menindih tubuh Asty sambil mengarahkan rudalnya yang besar itu ke serambi lempit Asty.
“Sudah siap kan Neng..?” Pak Arman berkata lirih. Dia lalu mendorongkan rudalnya ke dalam serambi lempit Asty.
“Aagghh…, ” Asty merintih ketika rudal besar Pak Arman mulai memasuki serambi lempitnya. Pak Arman dengan kasar langsung memasukkan rudalnya sampai mentok ke dalam serambi lempit Asty yang sudah basah itu. Karena besarnya diameter rudal Pak Arman, serambi lempit Asty terlihat tertarik dan penuh dan menjadi berbentuk bulat melingkar ketat di rudal Pak Arman. Meskipun Asty sudah tidak perawan lagi, tapi baru kali ini serambi lempitnya dimasuki rudal sebesar rudal Pak Arman. Asty meringis menahan sakit sambil mengigit bibirnya.
Pak Arman mulai memompa rudalnya dengan cepat keluar masuk serambi lempit Asty. Asty yang belum pernah serambi lempitnya dipompa oleh rudal sebesar rudal Pak Arman hanya bisa mengerang-erang dengan mata tertutup dan mulut sedikit terbuka.
“AAAHHH… .UUUUHHHH… … OOOHHHH” teriak Asty sambil menggelinjang-gelinjang dan kedua tangganya meremas-remas kasur yang cukup tebal itu.
Pak Arman semakin cepat memompa serambi lempit Asty dengan rudalnya. Kaki Asty terangkat ke atas memberikan kesempatan kepada Pak Arman untuk terus memompa serambi lempitnya dengan lebih cepat lagi.
“Aaahh… enak… terus… ooh… .” Asty mulai meracau dengan mata tertutup dan tanggannya semakin keras meremas-remas kasur.
Setelah 20 menit disetubuhi Pak Arman, tiba-tiba badan Asty mengejang, kedua kakinya dirapatkan menjepit pinggang Pak Arman, tangannya memeluk erat leher Pak Arman.
“AAAAGGHHH… … .” erang Asty mencapai orgasme yang sangat tinggi.
Kemudian badan Asty melemah, pelukan tangannya lepas dari leher Pak Arman, kakinya yang tadinya memeluk pinggang Pak Arman jatuh ke kasur, serambi lempit Asty yang tersumpal rapat oleh rudal Pak Arman terlihat mengeluarkan cairan sampai membasahi karpet. Setelah beberapa lama persetubuhan itu berlangsung. akhirnya si mantri hutan kasar itu pun menyemprotkan spermanya dengan sodokan yang keras ke dalam kemaluan Asty.
Spermanya keluar sangat banyak hingga tak tertampung oleh serambi lempit Asty. Rembesannya keluar membasahi kasur itu. Di saat yang bersamaan, rupanya Asty pun kembali mengalami orgasme. Kali ini tubuhnya menggelinjang hebat tak terkendali. Sementara Pak Arman yang mengetahuinya, segera mendekap tubuh wanita itu seerat-eratnya. Pinggulnya terus mendorong-dorong kemaluannya seakan ingin mendekam dan bersarang di kemaluan Asty. Lalu diciuminya seluruh wajah Asty. dikulumnya dalam-dalam bibir wanita itu. Asty yang sudah kecapaian tak kuasa menolaknya. Dia mambiarkan bibirnya dilumat oleah Pak Arman dengan kasar.
Setalah menuntaskan segala kepuasannya, Pak Arman berdiri meninggalkan tubuh Asty yang lemas telanjang di atas kasur. Tubuh putih itu sekarang berkilau basah oleh keringat, pada serambi lempitnya terlihat mengalir cairan sperma kental berwarna putih susu.
“Ohhhh..” Pak Arman mengejang penuh kepuasan. Baru kali ini dia merasakan nikmatnya menyetubuhi seorang gadis kota yang sangat cantik. Berbeda sekali dengan pelacur-pelacur yang pernah dipakainya selama ini.
Asty hanya bisa menangis meratapi nasibnya diperkosa oleh Pak Arman, tapi dalam hatinya sebetulnya dia menikmati saat dirinya disetubuhi oleh Pak Arman. Rasa yang sangat berbeda dari yang pernah didapatnya dari Alex, bahkan Asty merasa Alex tidak ada apa-apanya dibandingkan Pak Arman. Karena itu ketika Pak Man mendekatinya dia hanya diam saja, menunggu persetubuhannya yang kedua.
“Nah.. sekarang giliran Gue..” kata Pak Man tenang sambil melepas pakaiannya satu-persatu, dia menyeringai kegirangan mirip anak kecil yang diberi permen. “kita ganti gaya ya Neng” kata Pak Man kalem. Mungkin karena saking terangsangnya, Asty menurut saja apa yang dimintanya, Pak Man membalikkan tubuh Anie dengan pantat agak ditunggingkan, tangan dan lutut Asty bertumpu di kasur dengan gaya nungging. Pak Man membelai pantat Asty yang mulus telanjang itu sambil sesekali menamparnya ringan dan mencubitinya.
“Buseet.. pantatnya, guede, putih, mulus lagi…” kata Pak Man kegirangan. Lalu rudal Pak Man mulai memasuki serambi lempit Asty dari belakang.
“Oohh.. gile..” Pak Man mengejang ketika rudalnya amblas sepenuhnya di dalam serambi lempit Asty. “Tempiknya Neng masih seret aja..” Pak Man berujar. Asty hanya diam saja sambil memejamkan mata kaerna kesakitan sekaligus merasakan nikmat pada dinding serambi lempitnya sebelah dalam.Dalam posisi demikian, Pak Man memaju-mundurkan pinggulnya sambil berpegangan pada pantat Asty. Asty serasa melayang, sekonyong-konyong dia tidak merasa diperkosa karena turut menikmatinya. Pak Man lalu menjambak rambut Asty dan ditariknya hingga wajahnya terangkat memperlihatkan ekspresi kesakitan tapi penuh kenikmatan setiap kali Pak Man menggenjotkan rudalnya.
“Ahhh… ahhhh…. oohhhhh… oohhhh…” Asty mengerang setiap kali Pak Man menyodokkan rudalnya, di lain pihak, Pak Arman dan Pak Johan ikut memberi semangat setiap kali Pak Man menyodok serambi lempit Asty.
“Ayoo.. terusss.. teruss Nona … yeahh… oohhh… baguss..” Pak Johan memberi semangat pada Asty. Asty yang sudah dikuasai nafsu birahi mengerang-erang kuat setiap kali sentakan rudal Pak Man menyodok bagian dalam serambi lempitnya.
Menit demi menit berlalu, Pak Man masih bersemangat menggenjot Asty. Sementara Asty sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah Pak Man. Kemudian Pak Man mengganti gaya lagi, kali ini ditelentangkannya lagi tubuh Asty, lalu diangkatnya kedua paha Asty dan disampirkannya ke pundaknya, lalu kedua tangannya mencengkeram pergelangan tangan Asty, dan menariknya kuat-kuat, kemudian Pak Man kembali mendesakkan rudalnya ke serambi lempit Asty dan menggenjotnya.
Asty menggeliat antara sakit bercampur nikmat, Di ambang klimaks, tanpa sadar saat Pak Man melepaskan pegangannya dan kembali menindih tubuhnya, Asty memeluk Pak Man dan memberikan ciuman di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Asty mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram erat-erat lengan Pak Man. Tapi Pak Man belum terpuaskan, maka setelah jeda beberapa menit dia kembali menggerakkan rudalnya maju mundur di dalam serambi lempit Asty.
“Uugghh…oohh !” desah Asty dengan mencengkeram kasur dengan kuat saat rudal itu kembali melesak ke dalam serambi lempitnya, cairan yang sudah membanjir dari serambi lempit Asty menimbulkan bunyi berdecak setiap kali rudal itu menghujam. Suara desahan Asty membuat Pak Man semakin bernafsu sehingga meraih payudara Asty dan meremasnya dengan gemas seolah ingin melumatkan tubuh mulus itu.
Limabelas menit lamanya Pak Man menyetubuhinya sampai akhirnya Pak Man menggeram dan merasakan sesuatu akan meledak dalam dirinya.
“Crtt…crt…crt….,” sperma Pak Man menyembur membasahi rahim Asty dengan sangat deras. Pak Man merasakan sekujur syaraf seksualnya meledak saat itu, bagai seekor binatang ganas yang keluar mengoyak tubuhnya dari dalam. Tubuh Pak Man menegang selama beberapa detik merasakan kenikmatan yang diperolehnya sebelum akhirnya melemas kembali dan tergolek mendekap tubuh mulus Asty. Lalu setelah puas dia segera bangkit. Dibiarkannya Asty terkapar di ranjang itu, wajahnya tampak sedih dan basah oleh keringat, cairan sperma yang sangat banyak mengalir keluar dari serambi lempitnya.
Pak Johan yang mendapat giliran terakhir maju sambil bersungut-sungut, dia yang sedari tadi sudah telanjang hanya bisa mengocok rudalnya sendiri sambil memelototi adegan persetubuhan kedua temannya dengan gadis yang sangat cantik dan seksi itu.
“Jangan tiduran saja di situ Nona cantik..” Pak Johan lalu menarik tangan Asty dengan kasar membuat Asty tersentak ke depan. Diangkatnya wajah Asty yang tertunduk, ditatapnya sejenak dan disekanya air mata yang mengalir sebelum dengan tiba-tiba melumat bibir mungil itu dengan ganas.
Mata gadis itu membelalak menerima serangan kilat itu, dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mendorong dada Pak Johan, namun sia-sia karena Pak Johan memeluknya begitu kuat dengan tangan satunya memegangi kepalanya. Ciuman Pak Johan makin merambat turun ke leher jenjangnya lalu dia membungkukkan badan agar bisa menciumi payudaranya.
Dari leher mulut Pak Johan turun lagi ke dadanya, dia membungkuk agar bisa menyusu dari payudara berukuran 32B yang montok itu. Dijilatinya dengan liar hingga permukaan payudara itu basah oleh ludahnya, terkadang dia juga menggigiti putingnya memberikan sensasi tersendiri bagi Asty. Tangan satunya turun meraba-raba kemaluannya dan memainkan jarinya disitu menyebabkan daerah itu makin berlendir.
“Pak…Pak……oohh…. aaah !” desahnya antara menolak dan menerima. Pak Johan diam saja, lalu kembali dilumatnya bibir Asty, lalu pelan-pelan Pak Johan merebahkan tubuh Asty kembali ke kasur dan menekan rudalnya ke liang serambi lempit Asty.
“Sshhh…sakit, aawhhh…!!” rintih Asty ketika rudal Pak Johan yang besar itu menerobos serambi lempitnya. Sementara Pak Johan terus berusaha memasukkan rudalnya sambil melenguh-lenguh.
“Ough…..aduhhhh… Pakkkkk !!!! pelannnn…..!!!!!! ahhh……… auggghhhh….” jerit Asty sambil mendorong tubuh Pak Johan menjauh. Namun Pak Johan tetap tidak peduli. Iapun terus mendorong rudalnya masuk perlahan. Gesekan yang ditimbulkan batang rudal dan dinding rahim Asty membuat Asty merasakan kesakitan di selangkangannya. Apalagi ia harus menahan bobot tubuh Pak Johan yang terbilang agak berat itu. Mengetahui kondisi dan tidak ingin terlalu membuat Asty tersiksa Pak Johanpun mendorongnya dengan kekuatan penuh. Hingga akhirnya amblas semuanya. Kedua tangannya memegang pinggul Asty dan agar tidak terlepas dari liang itu.
Pak Johan pun menarik rudalnya yang masih tertancap di serambi lempit yang sempit itu. Gerakan maju mundurnya membuat Asty mengigit bibir bawahnya seolah rasa perih mulai hilang diganti rasa nikmat karena gesekan kulit daerah organ vital mereka berdua. Goyangan maju mundur Pak Johan terus menerus seolah ingin menancapkan rudalnya sedalam mungkin Cukup lama ia melakukan gerakan menekan dan memutar liang itu. Beberapa menit berlalu sebuah erangan panjang keluar dari mulut Asty.
“Ooooughhhhhhh….. ough…. ooooohhhhhhhhh….. Paaak……“ Tubuhnya mengejang, kakinyapun menekan pinggul Pak Johan. Cengkeraman kukunya di lengan Pak Johan menandakan ia telah orgasme untuk kesekian kalinya, setelah dua kali diperkosa, tiada lagi daya dalam diri Asty untuk mengimbangi Pak Johan. Melihat kejadian itu Pak Johanpun lalu mempercepat gerakannya, Pak Johan meningkatkan tempo goyangannya, rudal yang besar dan berurat itu menggesek dan menekan klitoris Asty ke dalam setiap kali menghujam. Kedua payudaranya yang membusung tegak itu ikut berguncang hebat seirama guncangan badannya.
Pak Johan meraih yang sebelah kanan dan meremasnya dengan gemas. Gairah Asty mulai bangkit lagi, dia merasakan kenikmatan yang berbeda dari biasanya, yang tidak didapatnya saat bercinta dengan Alex, tanpa disadari dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Pak Johan. Tapi Belum lagi sempat Asty menarik napas, Pak Johan dengan kasar mengangkat dan membalikan tubuh Asty, Pak Johan membuat Asty sekarang dalam posisi menungging. Pantat Asty terangkat tinggi, sedangkan kepalanya tertunduk ke kasur dan badannya bertumpu pada kedua lutut dan tangannya. Tiba-tiba Pak Johan dengan kasar dan dalam tempo yang cepat mulai kembali memompa serambi lempit Asty.
“Aaaaghh… egghhhh… ..sakiiit… .” teriak Asty mendapat perlakuan kasar dari Pak Johan.
Mendengar itu Pak Johan malah semakin bersemangat dan semakin keras menghajar serambi lempit Asty dengan rudalnya dari belakang. Tangan Pak Johan memegang pinggang Asty dan mulai menarik maju mundur badan Asty, sehingga pompaan rudalnya dalam serambi lempit Asty semakin keras dan cepat. Mendapat perlakuan demikian, Asty hanya bisa mengerang-erang keras, tangannya kembali meremas-remas kasur. Badan Asty maju mundur mengikuti pompaan keras rudal Pak Johan. Setiap kali Pak Johan memasukkan rudalnya sampai mentok ke serambi lempit Asty, terdengar teriakan Asty.
“AAHGHH… ..AAGHHHH… .AGHHH… ” teriak Asty berulang-ulang. Semakin cepat lagi Pak Johan memompa rudalnya semakin keras erangan Asty. Kemudian Pak Johan merubah posisinya yang tadinya berlutut menjadi berjongkok di belakang Asty. Posisi itu membuat Pak Johan dapat makin cepat lagi memompa serambi lempit Asty dari belakang dan membuat rudalnya dapat makin keras menekan serambi lempit Asty, meskipun sebenarnya rudal yang besar itu sudah mentok di dalam serambi lempit Asty. Pak Johan tidak mengurangi kecepatan pompaan rudalnya dan tetap menjambak rambut Asty.
“Aaaaahh… uuuuhh… … ..aaaaahhhh… .eeeeehhhgggh….” teriak Asty makin keras menggema di tengah hutan itu. rudal Pak Johan yang besar terlihat makin cepat keluar masuk serambi lempit Asty yang masih sempit itu. Tangan kanan Pak Johan makin keras menjambak rambut Asty.
Asty dalam posisi demikian tidak dapat berbuat apa-apa selain mengikuti irama permainan Pak Johan. Mengikuti apa maunya Pak Johan, beberapa menit bermain cepat, kemudian melambat dan menjadi cepat lagi. Ngocoks.com
Wajah Asty yang terdongak karena jambakan Pak Johan pada rambutnya menunjukkan betapa Asty sebenarnya menikmati perlakuan kasar Pak Johan. Mata Asty merem melek dan mulutnya terbuka lebar menikmati serbuan rudal Pak Johan dari belakang. Tangan Asty makin keras meremas-remas kasur, payudaranya yang padat bergantung dan bergoyang keras ke depan dan ke belakang, serambi lempitnya sudah sangat basah, cairan serambi lempitnya yang bercampur sperma bukan saja meleleh banyak di kedua paha bagian dalamnya tapi sedikit-sedikit mulai menetes ke kasur yang dijadikan alas.
Setengah jam lamanya Pak Johan menyetubuhi Asty. Dan diperlakukan demikian, sudah tidak terhitung berapa kali Asty mencapai orgasme. Cairan kewanitaannya semakin deras membasahi kedua paha dalamnya, kakinya sudah mulai bergetar karena terlalu letih dan orgasme yang berulang-ulang. Sementara Pak Johan masih saja terus menggenjotkan rudalnya seolah tidak akan berhenti, sampai akhirnya ketika Asty orgasme lagi, Pak Johan mengejang kuat-kuat. Sambil menyentakkan rudalnya ke dalam serambi lempit Asty kuat-kuat, Pak Johan melenguh keras.
“AAAAHHHHKKKHHHH…!” Pak Johan merasakan kenikmatan yang luar biasa menghantam sekujur tubuhnya, dan seketika itu pula spermanya menyembur dengan sangat deras di dalam rahim Asty. Seketika didorongnya tubuh Asty sehingga tertelungkup di kasur, sementara dia sendiri terkapar terengah-engah merasakan kenikmatan yang luar biasa menyetubuhi gadis yang begitu cantik dan seksi seperti Asty.
Dan selama sehari semalam, ketiga orang mantri hutan itu memperlakukan Asty tidak lebih dari budak nafsu yang harus siap melayani nafsu seksual mereka bertiga. Selama sehari semalam mereka tidak mengijinkan Asty untuk berpakaian barang selembarpun. Mereka juga memaksa Asty untuk menjadi pelayan di pondokan mereka, tentunya dengan tetap telanjang bulat.
Dan semalaman, mereka bertiga memaksa Asty untuk melakukan hubungan seksual dengan berbagai gaya dan cara yang bisa mereka praktekkan pada tubuh Asty. Mereka baru menyudahi pesta seksual tersebut sekitar jam 4 pagi setalah Asty benar-benar tidak kuasa lagi bergerak. Mereka berempat kemudian tertidur di lantai beralas karpet usang tanpa busana. Pak Johan tidur sambil menggenggam payudara Asty, Pak Arman dan Pak Man tidur di sebelahnya. Sementara Alex dibiarkan saja masih terikat di luar ruangan, hanya mengenakan selembar celana dalam, menahan dingin, lapar dan haus.
Bersambung… Bella, mahasisiwi fakultas kedokteran adalah mahasiswi yang paling cerdas diantara keenam orang mahasiswi itu. Wajahnya bulat dan cantik dengan rambut dipotong pendek. Kacamata kecil menghiasi wajahnya membuatnya terlihat makin berwibawa. Dia juga yang terlihat paling dewasa diantara kawan-kawannya.
Sebagai mahasiswi kedokteran, Bella bertugas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Dia juga sering bertugas di puskesmas sebagai tenaga medis karena di desa itu tidak ada dokter yang bertugas. Satu-satunya petugas kesehatan yang ada hanyalah mantri kesehatan yang kemampuannya jelas kurang memadai.
Suatu ketika saat Bella sedang bertugas di puskesmas, tiba-tiba datang seorang pria setengah baya yang terburu-buru menemuinya. Bella mengenalnya, pria itu adalah Pak Hasan, salah satu kerabat dekat kepala desa. Pak Hasan walaupun sudah tua, limapuluh tahun tapi terlihat masih kuat dan kekar. Dulunya Pak Hasan adalah jawara desa yang sangat ditakuti. Tampangnya seram, rambutnya yang penuh uban tumbuh tidak teratur seolah tidak pernah tersentuh air, senada dengan kumis dan janggut kambingnya yang juga tidak terawat, tampangnya semakin sangar dengan sebuah bekas luka yang menoreh pipi kirinya, separti luka bekas bacokan senjata tajam
“Pak Hasan… ada apa Pak?” Tany Bella dengan tergopoh-gopoh. Pak Hasan yang terengah-engah tidak segera menjawab. Dia masih terbungkuk mencoba mengatur nafasnya, sepertinya dia baru saja berlari mengelilingi desa.
“Eh.. tolong Neng Dokter.. ibunya.. anu.. maksud saya.. istri saya..” Pak Hasan berujar terputus-putus di tengah nafasnya yang tidak teratur.
“Istri Bapak kenapa..?”
“Tidak tahu Neng Dokter.. tahu-tahu panasnya tinggi dan muntah-muntah.”
“Di mana sekarang istri Bapak?” Bella bertanya bingung. “Kenapa tidak dibawa ke sini..?”
“Di rumah Neng.. boro-boro dibawa ke sini, jalan saja susah, kalau bisa Neng Dokter yang ke sana,” Pak Hasan menunjuk ke arah luar, maksudnya mungkin menunjuk ke arah rumahnya.
“Iya Pak.. sebentar saya ambil tas dulu.” Bella segera menyambar tas peralatannya, dan tanpa menunggu persetujuan, Pak Hasan menarik tangan Bella, Bella mengikuti dengan langkah terseret.
“Aduh.. tunggu Pak.. jangan cepat-cepat,” Bella mengeluh, dia memakai sepatu hak tinggi, tentu saja susah kalau diajak jalan cepat.
“Kalau tidak cepat nanti keburu hujan Neng,” Pak Hasan menunjuk ke atas. Bella ikut menengok, langit terlihat suram karena tertutup mendung tebal. Mereka segera mempercepat jalannya. Tapi perkiraan Pak Hasan tepat, baru setengah perjalanan hujan sudah mulai turun dan makin lama makin deras, membuat keduanya basah kuyup. Bella merasakan tetes air sebesar kelereng seperti hempasan peluru yang menghajar tubuhnya. Tubuhnya menggigil kedinginan sementara tidak ada tempat untuk berteduh. Akhirnya mereka terpaksa berjalan di tengah badai.
Sampai di rumah Pak Hasan hujan belum reda sedikitpun, bahkan makin deras. Bella merasa lega akhirnya bisa berteduh, baju yang dipakainya sudah basah kuyup oleh air hujan menciptakan genangan kecil tiap kali dia berhenti. Di teras rumah Pak Hasan ada dua orang pria yang sepertinya juga sedang berteduh menghindari hujan yang kian menggila.
“Lho.. Parjo.. Somad.. kalian di sini..?” Pak Hasan mengenali mereka, mereka adalah petugas Hansip desa yang sering ronda kalau malam hari.
“Eh iya Pak.. tadi barusan dari desa sebelah, baru sampai di tengah prjalanan kehujanan,” ujar Parjo, pria bertubuh gemuk dengan rambut botak di bagian depannya, menyeringai. Di sebelahnya, Somad yang bertubuh pendek tapi gempal dengan rambut dipangkas pendek bak tentara, juga menyeringai.
“Kok sama Neng Dokter ini Pak..?” Parjo bertanya dengan nada tertahan seolah tidak ingin mencampuri urusan pribadi Pak Hasan. Sesekali matanya melirik ke arah Bella. Tatapannya bagaikan srigala lapar yang siap menerkam mangsanya. Bella mendadak merasa risih ditatap oleh Parjo dan Somad, seolah kedua orang itu mampu melihat menembus pakaiannya.
“Istri saya sedang sakit.” Pak Hasan menjawab kalem. Parjo dan Somad hanya menjawab dengan O panjang. Pak Hasan lalu menyuruh mereka masuk.
“Neng Dokter bajunya basah kan.. nanti pakai saja baju punya anak saya.” Kata Pak Hasan. Dia masuk ke salah satu kamar dan tak lama kemudian keluar lagi dengan membawa beberapa lembar pakaian.
“Eh.. “ Bella menatap Pak Hasan. “Boleh saya numpang ganti baju Pak?”
“Oh ya.. di situ saja..” Pak Hasan menunjuk ke arah kamar belakang yang sebagian dindingnya terbuat dari kayu triplek tipis.
Bella yang sudah kedinginan bergegas masuk ke dalam kamar itu dan segera mengunci pintunya. Kamar itu tidak seberapa luas, hanya berukuran dua kali tiga meter dan terkesan kosong, ada sebuah ranjang kayu usang di dekat dinding sebelah kiri pintu dan sebuah lemari kayu yang juga usang. Beberapa poster artis India tertempel di dinding secara acak dan tidak teratur.
Bella untuk sesaat hanya berdiri seperti bengong. Dia kemudian meletakkan baju pemberian Pak Hasan di atas ranjang. Kemudian dengan gerakan perlahan dia mulai membuka satu persatu pakaiannya. Mula-mula kausnya yang basah kuyup sehingga tubuh bagian atasnya sekarang hanya berbalut Bra berwarna pink berenda. Tubuhnya jelas sekali terawat dengan baik. Putih dan mulus. Payudaranya terlihat padat dan ketat di balik mangkuk Branya.
Lalu Bella mulai menurunkan celana panjangnya, sepasang kaki yang jenjang dan mulus terlihat begitu elok dipandang, pahanya yang padat dengan pinggul membulat berakhir pada pinggang yang ramping. Sebuah celana dalam yang juga berwarna pink berenda melekat di bagian segitiga selangkangannya. Pantatnya terlihat begitu padat, dan meskipun masih berada di balik celana dalam, tidak dapat dipungkiri pantat itu sangat bagus, padat dan mulus, semulus bagian tubuh Bella yang lain.
Bella kemudian menyeka seluruh tubuhnya dengan selembar handuk dengan gerakan tenang seolah di rumah sendiri, bahkan Bella terdengar bersenandung kecil. Tanpa disadarinya, ada sesuatu yang bergerak liar di luar mengikuti setiap gerakannya dengan tatapan mata yang liar. Rupanya di luar kamar, Parjo sedang berkasak-kusuk di dekat tembok kamar tempat Bella berganti baju. Rupanya sejak dari awal Parjo bertemu Bella di rumah Pak Hasan, Parjo mempunyai niat jahat pada Bella. Dia hafal seluk beluk rumah Pak Hasan karena sering sekali menginap di situ. Dia tahu di dinding kamar itu ada celah kecil yang tersembunyi jika diilihat dari dalam, letaknya agak di bawah dekat dengan lemari. Parjo dengan nekat mencoba melebarkan celah itu dengan menggunakan pisau hansip yang saat itu dibawanya. Celah itu membuka cukup lebar untuk Parjo bisa mengintip ke dalam. Dan Parjo dengan jelas bisa melihat apa yang terjadi di dalam, dan dengan jelas pula dia bisa melihat kemulusan tubuh Bella yang hanya berbalut celana dalam dan Bra.
Parjo meneguk ludahnya menyaksikan kemulusan dan kemolekan tubuh Bella. Tubuhnya panas dingin dan gemetar menahan dorongan seksualnya yang tiba-tiba bangkit saat menyaksikan tubuh yang nyaris telanjang itu.
“Apa yang..” Pak Hasan dan Somad yang tahu-tahu sudah ada di dekat Parjo melongo tertegun menatap ulah Parjo. Parjo terkejut sesaat dan beringsut mundur. “Ngapain kamu..?” Pak Hasan bertanya, tapi dengan suara lirih. Parjo menunjuk ke arah celah yang dibuatnya. Pak Hasan lalu ikut mengintip ke dalam. Seperti Parjo, diapun meneguk ludah menyaksikan tubuh Bella yang mulus itu. Gairah kelelakiannya bangkit seketika, nafasnya terengah-engah menahan gejolak liar dari dalam tubuhnya.
“Mulus banget Pak…” Parjo berbisik. Pak Hasan hanya mengangguk tanpa menggeser tubuhnya dari tempat mengintip itu. Dilihatnya Bella sedang menimbang-nimbang apakah perlu melepaskan Bra dan celana dalamnya juga.
“Buka… ayo buka..” Pak Hasan bergumam lirih pada dirinya sendiri. Tapi dia kecewa karena Bella memutuskan untuk tetap memakai pakaian dalamnya dalam keadaan basah. Pak Hasan makin kecewa saat Bella memakai baju pemberiannya, seolah menyesali keputusannya memberikan baju itu pada Bella.
Ketika Bella keluar kamar, Pak Hasan dan Parjo bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, meskipun begitu Parjo tidak dapat menahan diri untuk terus menatap tubuh Bella, terutama pada bagian payudara, selangkangan dan pantatnya. Bella sendiri tidak tahu kalau beberapa saat yang lalu tubuhnya dijadikan obyek wisata. Dia segera bergegas memeriksa keadaan istri Pak Hasan yang sedang sakit, yang terbaring lemah di ranjang. Bella kemudian memriksa kadaan istri Pak Hasan. Tanpa disadari oleh Bella, Pak Hasan dan Parjo sedang berkasak-kusuk merencanakan sesuatu.
Bella lalu berdiri sambil menatap ke arah Pak Hasan.
“Dia nggak apa-apa, cuma terserang flu berat, sekarang sudah tidur.” Kata Bella lembut. “Dia cuma perlu istirahat.”
“Terima kasih Neng Dokter,” Pak Hasan mengucapkan terima kasihnya sambil menyilakan Bella duduk di ruang tengah. Ada secangkir minuman di tangan Pak Hasan.
“Silakan diminum dulu Neng,” Pak Hasan menyodorkan cangkir di tangannya sambil tersenyum aneh. Bella menerimanya dengan canggung sambil mengucapkan terima kasih. Bella perlahan meneguknya sedikit, bukan teh, bukan pula kopi, cairan hangat yang mengalir di dalam tenggorokannya terasa aneh, segar dan membangkitkan sesuatu dari dalam dirinya, seperti kehangatan yang sulit dilukiskan.
“Minuman apa ini Pak..?” tanya Bella sambil menatap penuh tanda tanya.
“Oh.. itu minuman tradisional desa ini Neng, dibuat dari daun teh liar dari hutan sini..” Pak Hasan menjawab ringan. “Habiskan Neng.”
Bella agak ragu untuk meneguknya lagi, tapi dia merasakan tubuhnya yang tadi kedinginan mendadak menjadi hangat, maka Bella sedikit demi sedikit meneguk minuman itu sampai habis.
Sesaat Bella merasakan tubuhnya hangat dengan kehangatan yang tidak lazim. Seperti ada yang menyalakan api kecil di dalam tubuhnya, kepalanya perlahan seperti berputar dan pandangannya mengabur membuat keadaan di sekelilingnya menjadi berwarna abu-abu. Bella juga merasakan dorongan aneh di dalam tubuhnya, seperti seekor kuda liar yang berusaha mendesak keluar. Mendadak badannya menjadi terasa gelisah, keringat mulai menetes dari tubuh Bella. Desakan asing dari dalam tubuhnya membuat Bella seolah ingin secepatnya melepaskan seluruh pakaiannya dan membuatnya seperti kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dalam keadaan seperti itu Bella merasa tubuhnya seperti diangkat dan dipindahkan dari ruangan tengah dan direbahkan ke sebuah tempat yang lembut dan lebar. Setelah beberapa saat Bella kemudian benar-benar hilang kesadaran.
Beberapa saat kemudian Bella terbangun dari tidurnya. Untuk beberapa saat Bella merasakan keanehan yang terjadi pada dirinya, Dia sekarang berada di sebuah kamar sempit dan terbaring di atas sebuah ranjang lebar berbau melati. Samar-samar dilihatnya ada tiga orang yang berdiri di dekatnya mengelilingi tubuhnya.
“Pak Hasan..” Bella mengejapkan matanya untuk melihat lebih jelas, perlahan bayangan samar yang dilihatnya mulai menampakkan bentuk aslinya, Pak Hasan, Parjo dan Somad berdiri mengelilinginya di pinggir ranjang. Ketiganya hanya memakai celana kolor.
Bella berusaha bangun, tapi tubuhnya lemas sekali, pengaruh minunam yang diminumnya membuat sekujur badannya lemas.
“Sudah bangun Neng..” Pak Hasan berujar sambil tersenyum dengan tatapan matanya memelototi Bella. Parjo dan Somad bahkan menatap Bella tanpa berkedip sedikitpun sambil sesekali menguk ludahnya. Bella merasa ada yang salah dengan tubuhnya melihat ketiga orang itu menatapnya. Dan beberapa detik kemudian Bella baru sadar kalau dirinya terbaring di atas ranjang dalam keadaan telanjang bulat, tanpa selembar benangpun menutupi tubuhnya.
“Apa yang kalian lakukan pada saya..?” Bella menjerit, tapi suaranya terdengar terlalu lemah, dia berusaha mundur dan bangkit, tapi tubuhnya tidak bertenaga, dia hanya mampu menutupi payudaranya yang telanjang sambil berusaha merapatkan kakinya.
“Hehehehe..” Pak Hasan tertawa pelan. “Belum ada sih Neng, soalnya kami baru saja selesai menelanjangi Neng Dokter.”
“Jangan Pak.. jangan.. jangan sakiti saya..” Bella mulai menangis sambil berusaha berontak, meskipun dia terlalu lemah untuk itu, yang dilakukannya hanya mengejang-ngejang di atas ranjang yang justru membuat gerakan erotis karena dirinya dalam keadaan bugil.
“Oh.. tentu tidak Neng, Bapak hanya ingin senang-senang sedikit saja,” kata Pak Hasan sambil menoleh ke arah Parjo dan Somad yang menyeringai liar.
“Tidak apa-apa Neng.. Bapak hanya minta Neng melayani Bapak sebentar saja, Bapak sudah lama tidak mendapat jatah dari istri Bapak.” Kata Pak Hasan
“Jangan Pak.. jangan.. saya tidak mau..” Bella menangis sesenggukan sambil menggeleng ketakutan.
“Jangan nangis Neng, Bapak janji bakal muasin Neng Dokter juga, malah mungkin Non yang ntar ketagihan” katanya setengah berbisik, hembusan nafasnya terasa di telinganya. Bella merinding mendengar usapan itu, sama sekali tidak disangkanya Pak Hasan tega melakukan hal ini padanya, Bella memang sudah tidak perawan, tapi dia tidak mau dijadikan pelampiasan nasu seorang tua bangka seperti Pak Hasan.
“Neng Dokter cantik sekali..” Pak Hasan menyeka air mata yang membasahi pipi Bella lalu mengalihkan wajah cantik itu berhadapan dengan wajah buruknya, dilumatnya bibirnya yang mungil itu dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaranya. Bella memejamkan mata dan meronta berusaha melepaskan diri, namun tenaganya terlalu lemah untuk melawan Pak Hasan, malah rontaan itu membuat Pak Hasan makin bernafsu mengerjainya.
Ketika tangan Pak Hasan mulai merogoh bagian kewanitaannya, dia tersentak dan mulutnya sedikit membuka, saat itulah lidah Pak Hasan menerobos masuk ke mulutnya dan melumatnya habis-habisan, lidah Pak Hasan menyapu telak rongga mulutnya. Bella merapatkan pahanya untuk mencegah tangan Pak Hasan masuk lebih jauh, namun dengan begitu Pak Hasan malah senang bisa sekalian membelai paha mulusnya sambil tangannya makin menuju ke selangkangan. Sekali lagi tubuhnya tersentak seperti kesetrum karena jari Pak Hasan telah berhasil mengelus belahan serambi lempitnya. Desahan tertahan terdengar dari mulutnya. Tangan Pak Hasan menyusup menyentuh permukaan kemaluan Bella yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
Bella mengejang sesaat ketika tangan itu menyentuh kemaluannya, campuran antara sensasi yang ditimbulkan sentuhan tangan itu dan pengaruh minuman yang tadi diminumnya membuat tubuhnya menegang sesaat. Bella mulai merasakan getaran-getaran yang mengenai syaraf seksualnya, tanpa sadar Bella mendesah.
“Ahhhhhh… ehsssss…. ohhhkkkhhhh…’ Bella merintih dan bergerak liar merespon sentuhan Pak Hasan. Pak Hasan melihat reaksi itu semakin bersemangat. Pak Hasan lalu berusaha membuka kedua belah paha Bella lebar-lebar sambil terus menerus menciumi bibir Bella. Nafas gadis itu semakin memburu dan wajahnya yang putih merona merah karena rangsangan-rangsangan gencar Pak Hasan. Tangan Pak Hasan akhirnya berhasil membuka paha Bella membuat serambi lempit Bella sekarang terbuka lebar, serambi lempit itu terlihat bagus dengan ditumbuhi rambut halus dan rapi.
Parjo dan Somad yang melihat aksi Pak Hasan mengerjai Bella hanya bisa meneguk ludah sambil mengocok rudal mereka sendiri.
“Ohh.. jangan lama-lama Pak.. kami juga kebelet..” Parjo mengerang pelan sambil meneguk ludah.
“Hehehe.. giliran kalian nanti ya..” Kata Pak Hasan. Kemudian Pak Hasan mulai memainkan jari-jarinya di serambi lempit Bella sambil terus menciumi dan mengulum bibir Bella Lidah Bella yang berusaha menolak lidahnya justru semakin membuatnya bernafsu mencumbunya. Beberapa saat lamanya Pak Hasan terus menciumi bibirnya dan mengelus-elus bibir serambi lempitnya.
Jari-jari Pak Hasan yang ditusuk-tusukkan ke serambi lempitnya sadar atau tidak telah membangkitkan libidonya. Menyadari perlawanan korbannya melemah, Pak Hasan menyerang daerah lainnya, payudara Bella yang telanjang perlahan mulai diremas oleh Pak Hasan. Bella berusaha menepis tangan Pak Hasan dan menutupi dadanya dengan menyilangkan tangan, namun Pak Hasan mencengkeram kedua pergelangan tangannya dan melebarkannya ke samping badan. Dia memejamkan mata dan menangis, seorang bertampang buruk dan seusia ayahnya meremas, menjilati dan mengenyot payudaranya.
Gadis itu menggeliat-geliat dengan suara-suara memelas minta dilepaskan yang hanya ibarat menambah minyak dalam api birahi pemerkosanya. Cukup lama Pak Hasan menyedoti payudara Bella sehingga meninggalkan bekas cupangan memerah pada kulit putihnya dan jejak basah karena ludah. Jilatannya menurun ke perutnya yang rata sambil tangannya terus memainkan payudara Bella.
‘Tidak…jangan Pak, jangan !” ucap Bella memelas sambil merapatkan kedua belah paha ketika Pak Hasan mau menjilati serambi lempitnya.
Pak Hasan hanya menyeringai lalu membuka paha Bella dengan setengah paksa lalu membenamkan wajahnya pada serambi lempit gadis itu. Tubuh Bella menggelinjang begitu lidah Bella yang panas dan kasar itu menyapu bibir kemaluannya, bagi Bella lidah itu adalah lidah pertama yang pernah menyentuh daerah itu, tubuhnya menggelinjang dan darahnya berdesir merasakan sensasinya. Pak Hasan berlutut di ranjang dan menaikkan kedua paha Bella ke bahu kanan dan kirinya sehingga badan gadis itu setengah terangkat dari ranjang, dengan begitu dia melumat serambi lempitnya seperti sedang makan semangka.
“Sudahhh Pak…ahh…aahh !” desah Bella memelas saat lidah Pak Hasan masuk mengaduk-aduk bagian dalam serambi lempitnya.
Sekalipun hatinya menolak, tubuhnya tidak bisa menolak rangsangan yang datangnya bertubi-tubi itu. Harga diri dan perasaan ngerinya bercampur baur dengan birahi dan naluri seksual.
Sekitar seperempat jam Pak Hasan menikmati serambi lempit Bella demikian rupa, dengan lihainya dia menyedot dan menjilati klitoris gadis itu menghanyutkannya dalam permainan liar ini.
“Eenngghh…aaahh !” Bella pun akhirnya mendesah panjang dengan tubuh mengejang. dia menyedoti bibir serambi lempit Bella sehingga tubuhnya makin menggelinjang. Orgasme pertama begitu dahsyat baginya sehingga membuatnya takluk pada pria itu. Parjo dan Somad yang melihat Bella orgasme tertawa senang.
“Hehehehe.. ternyata konak juga, tadi nolak-nolak tuh.. dasar pelacur, dimana-mana sama saja..” Parjo berujar datar.
“Iya nih… tadi berlagak nggak mau, ternyata nyampe juga..” timpal Somad yang juga masih mengocok-ngocok rudalnya sendiri.
“Nah.. kalau begitu Neng dokter sudah siap ya..” kata Pak Hasan. Bella tahu maksud ‘siap’ yang dilontarkan Pak Hasan. Dirinya memang terangsang hebat oleh perlakuan Pak Hasan, meskipun pikirannya menolak, tapi tubuhnya tidak bisa berbohong. Bella yang sudah mulai kehilangan akal sehatnya hanya terdiam.
Diamnya Bella itu bagi Pak Hasan dan kawan-kawannya dianggap sebagai lampu hijau dari Bella untuk menidurinya. Perlahan Pak Hasan mulai menarik kedua belah kaki jenjang Bella ke arah luar sehingga terpentang lebar membuat serambi lempitnya terkuak. Lalu perlahan Pak Hasan mulai menindih tubuh mulus Bella yang telanjang bulat. Pak Hasan merasakan kenyalnya payudara Bella menekan dadanya dengan lembut.
Perlahan-lahan, Pak Hasan lalu menaikkan kedua kaki Bella yang masih mengangkang sehingga melingkari pinggulnya yang kekar. kedua pahanya kini melingkari bagian perut Pak Hasan. Kemudian Pak Hasan menggosok-gosokkan batang rudalnya ke kemaluan Bella.membuatnya kegelian merasakan kemaluan Pak Hasan yang menyentuh kemaluannya.
Setelah rudal Pak Hasan mengeras sepenuhnya dan siap dipakai, dia lalu mengarahkan kemaluannya yang panjang dan hitam legam itu ke arah bibir kemaluan Bella. Siap untuk dibenamkan ke dalamnya. Merasa batang rudalnya telah siap lalu Pak Hasan mendorong pinggangnya maju mendesak pinggul Bella membuat rudalnya masuk ke dalam serambi lempit Bella. Saat rudal Pak Hasan melesak ke dalam kemaluan Bella, spontan Bellapun mengejang. Jeritan tertahan di tenggorokannya. Sebentar kemudian, ia pun meringis…. kedua matanya terpejam menahan nyeri dan sakit pada rahimnya. Tak terasa air matanya pun menetes…
“Aduuuh…….. Paak…!! Ampuuun…” jeritnya halus mengiba. Pak Hasan masih mendorong rudalnya untuk masuk terus hingga dasar kemaluan Bella. Bella pun terus menangis dan air matanya menetes membasahi pipinya yang putih saat itu. Tubuhnya pun terguncang-guncang di bawah tubuh kekar Pak Hasan.
Mengetahui tangisan Bella saat menerima rudalnya masuk, Pak Hasan lalu memeluk Bella dengan ketat dengan posisi tetap di atas tubuh putih Bella. Ia peluk Bella dan diciuminya bibir Bella seakan tidak ingin terpisahkan. Pak Hasan ingin bibir mereka juga menyatu sama seperti tubuh mereka yang telah menyatu saat itu.
Bella meronta mencoba mendorong tubuh Pak Hasan yang menindihnya tapi dirinya terlalu lemah, rontaan Bella bukannya membuat Pak Hasan bergeser justru membuatnya semakin bernafsu, sensasi yang didapatnya saat serambi lempit Bella mencengkeram rudalnya benar-benar membuatnya merasa nikmat. Pak Hasan tetap mendiamkan rudalnya yang panjang dan besar itu di dalam kemaluan Bella. Ia ingin mereguk kehangatan tubuh gadis cantik itu dengan sempurna. Khususnya kehangatan yang berasal dari cengkeraman serambi lempitnya.
Apalagi dinding-dinding kemaluan Bella terasa berdenyut-denyut. meremas rudal Pak Hasan yang keras. Ia pun menikmati semua itu sambil terus mengulum bibir Bella dan menjilati bagian belakang telinganya yang basah oleh keringat. Dari tengkuk Bella jilatannya terus berpindah kearah bahu yang putih bersih hingga menampakkan aliran merah darah dari urat-urat Bella.
Nafsu Pak Hasan terus terpacu karena wangi tubuh Bella yang juga masih tercium aroma minyak wangi mahal yang telah bercampur dengan keringatnya saat itu. Setelah puas di bahu, lalu ia turun ke arah payudara Bella yang bernomer 34B itu. Mulut Pak Hasan terus bermain-main dengan puting dan belahan Payudara Bella. Jejak cupangan merah mulai banyak menghiasi kedua payudara yang putih dan mulus itu.
Diperlakukan sebegitu rupa, pelan-pelan bertahanan Bella jebol, tubuhnya sudah tidak mematuhi perintah otaknya yang menolak cumbuan Pak Hasan, desakan luar biasa sebagai akibat pengaruh minuman yang diberikan Pak Hasan benar-benar bagaikan kuda binal yang menghentak-hentak di setiap ujung syaraf kenikmatan seksual Bella. Cengkeraman Bella pada bahu Pak Hasan makin mengers dan tubuh Bella akhirnya mengejang keras seperti dialiri listrik yang membuatnya terhentak. Wajah Bella merah padam seperti menahan sesuatu yang inginn dilepaskan. Akhirnya diiringi desahan lirih, Bella mencapai orgasme untuk yang kedua kalinya.
Pak Hasan menyadari Bella kembali dilanda orgasme, karena serambi lempit Bella dirasakan mencengkeram rudalnye dengan kuat seperti cengkeraman tangan baja. Pak Hsan kemudian mulai mengerakkan pantatnya maju mundur untuk menggenjot kemaluannya ke dalam liang serambi lempit Bella. Sedang kedua tangannya memegangi pinggang Bella agar tetap di tempatnya. Bella perlahan-lahan menikmati genjotan Pak Hasan yang kasar itu. sementara kedua tangannya tergeletak ke samping sambil meremas-remas seprei yang sudah tak jelas warnanya itu. itu yang terdengar hanya dengus nafas dan erangan kedua orang yang sedang bersetubuh itu.
Selama setengah jam lamanya Pak Hasan menyetubuhi Bella, ditonton oleh Parjo dan Somad yang sudah blingsatan setengah mati menahan gejolak yang menggebu. Sungguh sebuah ketahanan yang luar biasa, terutama mengingat umur Pak Hsan yang sdah tua, Sementara Bella semakin lama makin menikmati persetubuhan itu. Tanpa sadar dia mulai mengimbangi gerakan Pak Hasan, bahkan saat Pak Hasan berhenti menggenjot serambi lempitnya, Bella spontan menggerakkan pantatnya sendiri maju mundur. Respon yang diberikan Bella membuat Pak Hasan makin bersemangat.
Kemudian Pak Hasan membuat gerakan memutar-mutarkan pantatnya sehingga rudalnya seperti mengaduk serambi lempit Bella. Bella merasakan batang rudalnya menyentuh seluruh rongga serambi lempitnya, terasa berputar putar, terasa sangat penuh, sampai akhirnya Bella merasakan rudal Pak Hasan berdenyut denyut di dalam rongga serambi lempitnya dan Bella sendiri sudah akan mencapai orgasme yang ketiga kalinya. Tubuh Bella kembali mengejang, tanpa sadar Bella memeluk badan Pak Hasan dan mencakari punggungnya dengan garukan keras.
“AHHHHHKKKKHHHHHHHHH………………….” Bella mengerang kuat, seluruh enersinya tumpah keluar saat orgasme untuk ketiga kalinya, pada saat itulah Pak Hasan mencapai puncaknya.
“AAAARRRRGGGGHHHHHH …..” Pak Hasan berteriak kuat-kuat sambil menjambak rambut Bella, badannya melengkung ke atas sambil wajahnya menunjukkan ekspresi puas luar biasa dan kemudian spermanya menyembur bagitu banyak di dalam rongga rahim Bella.
Akhirnya tubuh kedua insan yang baru saja melakukan persenggamaan itu melemas kembali. Pak Hasan selama beberapa menit membiarkan tubuhnya menindih tubuh putih mulus Bella, mencoba merasakan sebanyak mungkin kenikmatan dari tubuh gadis cantik dan terpelajar itu sepuas-puasnya sambil sesekali mulutnya mencium dan mengulum bibir Bella. Bella kembali meneteskan air matanya, tapi dia tidak dapat memungkiri kalau dirinya baru saja menerima pengalaman seksual yang sangat luar biasa sehingga di dalam hatinya dia ingin lagi dan lagi disetubuhi oleh mereka.
Pak Hasan akhirnya melepaskan rudalnya dari jepitan serambi lempit Bella. Dia sendiri kemudian terkapar lemas di samping Bella sambil mengelus rambut Bella.
“Sekarang giliran saya Pak..” suara Parjo yang bergetar membuat Pak Hasan tersadar. Dia lalu berdiri dan menjauh.
“Nah.. giliranmu sekarang Jo..” kata Pak Hasan. Parjo hanya tersenyum liar sambil memandangi tubuh Bella yang basah oleh keringat. Parjo tipe orang yang tidak sabaran, apalagi dia memang sudah sejak tadi terangsang hebat melihat adegan persetubuhan Bella dengan Pak Hasan, Parjo segera menarik tubuh bugil Bella yang tergolek lemas di atas ranjang lalu dibalikkannya tubuh Bella sampai menelungkup.
“Saya mau nyoba gaya anjing boleh ya Neng..” Parjo berlagak sopan. Lalu dengan kasar ditariknya pantat Bella sampai menungging membuat Bella sekarang dalam posisi pantat lebih tinggi dari kepalanya. Parjo kemudian berlutut tepat di belakang Bella sambil segera melepaskan celananya, dan sebatang rudal sepanjang 20 cm dengan diameter sekitar 4 cm segera mengacung keras. Parjo mengarahkan rudalnya ke bibir serambi lempit Bella yang sudah basah oleh cairan lendir dan sperma Pak Hasan kemudian Parjo segera menekankan rudalnya ke dalam serambi lempit Bella, Bella menjerit kecil sambil mendongak, meskipun rudal itu masuk tanpa perlawanan akibat serambi lempitnya yang sudah licin, tapi karena ukurannya yang besar membuat Bella merasa kesakitan.
“Oookkkhhh….” Bella meringis menahan sakit pada serambi lempitnya. Air matanya sampai meleleh kembali di pipinya yang mulus. Sementara Parjo memejamkan matanya merasakan sensasi jepitan serambi lempit Bella pada rudalnya. Kemudian Parjo pelan-pelan mulai menggoyangkan pantatnya membuat rudalnya mendesak lebih dalam di dalam serambi lempit Bella. Sentakan itu membuat Bella mengejang sambil merintih.
“Akkhh… sakiit Paak.. aduuuhhh.. sakiit..” Bella merintih sambil menghiba.
“Sakit ya? Tenang saja Neng, sebentar lagi juga enak, tadi kan Neng dokter seneng banget waktu digenjot sama Pak Hasan..” Parjo mengejek. Sambil memegangi pantat Bella, Parjo mulai memaju-mundurkan pinggulnya dengan frekuensi genjotan makin naik. Setiap pria itu menyentakkan pinggulnya, Bella mendesah keras sampai suaranya terdengar keluar, dia merasa perihpada serambi lempitnya, namun juga ada rasa nikmat bercampur di dalamnya, rudal yang menyesaki liang kemaluan itu menggesek-gesek klitorisnya yang tentu saja merangsang gairahnya. Parjo melenguh-lenguh menikmati rudalnya menggesek-gesek dinding serambi lempit Bella yang masih ketat.
Bella sendiri mulai bangkit kembali gairah seksualnya. Dia lama-lama bisa mengimbangi gerakan kasar Parjo. Pinggul Bella kini malah ikut bergoyang mengimbangi sentakan-sentakan Parjo. Lama-lama Bella pun tidak tahan lagi, tubuhnya menggelinjang karena klimaks.
“Ooohhhhhh……….” desahan panjang terdengar dari mulutnya, dia merasakan mengeluarkan cairan dari serambi lempitnya meleleh keluar dari selangkangannya. Selama klimaksnya, Parjo tidak sedikitpun berhenti maupun memperlambat genjotannya, sebaliknya dia semakin bersemangat melihat gadis cantik itu telah takluk.
Setelah selama sekitar limabelas menit menggagahi Bella dengan gaya anjing, rupanya Parjo kurang puas, dengan gerakan kasar dia mendorong tubuh Bella membuat rudalnya yang masih menancap di serambi lempit Bella terlepas dari jepitan serambi lempit itu. Lalu Dipaksanya Bella duduk berhadap-hadapan dengannya. Ditatapnya wajah Bella yang cantik itu, wajah itu terlihat sangat memelaskan tapi tidak membuat Parjo merasa iba, dia justru merasa kenikmatannya bertambah.
“Sekarang Neng dokter yang goyang ya..” kata Parjo. Bella hanya bisa mengangguk, lalu mulai menggerakkan pantatnya maju mundur sambil melingkarkan kaki mulusnya ke pinggang Parjo. Parjo mengimbanginya dengan mencengkeram pantat Bella dan mendorong pantatnya maju mundur. Sementara bibirnya sibuk menyusu pada payudara Bella sambil sesekali mengulum dan menjilati puting payudara Bella. Selama beberapa menit berikutnya yang terdengan hanyalah gesekan rudal Parjo di dalam serambi lempit Bella diiringi dengan desahan erotis dari bibr Bella yang mungil, sementara Parjo tanpa henti terus mengaduk-aduk serambi lempit Bella membuat Bella makin merasa nikmat, pelan-pelan birahi Bella kembali meninggi dan akhirnya Bella bersedia mengimbangi setiap gerakan Parjo, membuat mereka bisa berpadu dengan serasi dalam mencapai puncak kenikmatan seksual.
Selang beberapa menit, Parjo perlahan merebahkan kembali tubuh mulus Bella yang sekarang kembali basah oleh keringat membuat posisinya kembali tertindih tubuh Parjo, tapi dengan kedua kaki masih melingkari pinggul Parjo. Parjo tanpa berhenti terus menggenjotkan rudalnya di dalam serambi lempit Bella, hal itu membuat Bella makin terhanyut, desahannya makin menjadi-jadi, tubuhnya makin lama makin menegang, tangannya mencngkeram kasur dengan sangat erat dan beberapa menit kemudian Bella akhirnya tidak tahan lagi, orgasmenya meledak.
“OOOOHHHHH……………………..” Bella mengerang kuat-kuat sambil badannnya melengkung membuat payudaranya mencuat menekan dada Parjo dengan lembut. Parjo merasakan serambi lempit Bella berdenyut-denyut, seolah menyempit dan meremas rudalnya dengan kekuatan cengkeraman tangan, sensasi itu membuat Parjo megap-megap, dia tidak tahan lagi, sensasi dahsyat menghantam sekujur tubuhnya seolah cakar harimau yang merobek tubuhnya dari dalam.
“AHHHHHKKHHHH…………….” Parjo tidak tahan lagi, dengan erangan keras dia menyentakkan rudalnya dengan keras ke dalam serambi lempit Bella, lalu saat itu juga spermanya menyembur dengan deras membanjiri rahim Bella. Tubuh Parjo menegang sesaat sebelum melemas lagi. Parjo ambruk setelah mendapat orgasme yang luar biasa. Belum pernah Parjo melakukan hubungan seks senikmat ini, kenikmatan yang diperolehnya daripara pelacur yang pernah digaulinya jelas tidak ada seujung kuku jika dibandingkan dengan kenikmatan yang didapatkannya saat menggauli tubuh gadis secantik Bella.
“Ohhh… gila, enak banget serambi lempitnya Neng dokter..” kata Parjo lirih di telinga Bella. Bella hanya diam saja meskipun air matanya meleleh membasahi pipinya. Tapi meskipun sedih, Bella juga merasakan kenikmatan yang tiada taranya saat digauli oleh Parjo. Pacarnya sekalipun belum pernah memberikan kenikmatan begitu dahsyat seperti yang baru saja dialaminya bersama Parjo dan Pak Hasan. Karena itu Bella diam saja ketika dilihatnya Somad naik ke ranjang menggantikan posisi Parjo.
“Sekarang giliran saya Neng..” ujar Somad sambil cengar-cengir. Bella hanya menatapnya dengan tatapan sayu. Somad untuk beberapa saat hanya mengagumi tubuh telanjang Bella yang terlentang di hadapannya.
“Astaganaga, gila bodinya Neng dokter mantap banget nih, wah beruntung banget nih kita, ” kata Somad, ” Lalu tanpa ba bi bu lagi tubuh Bella langsung diterkamnya.
“Hmmphhh ungghhh pak… hmmph,” Bella merasa sangat sesak sekali, karena selain tubuh Somad yang gempal itu, nafas dan bau badannya sangat mengganggu, tapi Somad tidak mempedulikannya, Mulut Bella langsung dijilatnya tanpa menghiraukan rintihan Bella, lidahnya mulai berhasil menembus mulut Bella, dan selama beberapa saat keduanya saling bergulat bibir dengan ganas.
Tiba–tiba tanpa peringatan Somad langsung menjambak rambut Bella membuat Bella kesakitan.
“AAhhh sakit pak.” Bella merintih, Somad justru menyeringai.
‘Keluarin lidahnya Neng dokter…” Somad memberi perintah, dan dalam keadaan seperti itu Bella hanya pasrah, dijulurkannya lidahnya yang berwarna pink. Somad tanpa pikir panjang langsung mengulum lidah Bella tanpa merasa jijik sedikitpun.
Lidah Bella bahkan di permainkan di mulutnya Kemudian Somad mulai meremas remas payudara Bella, ia mainkan puting susu Bella seperti orang ingin mencari gelombang radio, Somad juga menjilat-jilati puting susu Bella dan dimainkan terus sehingga puting susu Bella mengeras dan mengacung dengan indahnya, Bella kembali menegang, birahinya seperti dibakar kembali, dan tanpa sadar Bella kembali hanyut dalam permainan yang kali ini dilakukan oleh Somad. Bella hanya mampu mengerang menahan gejolaknya yang kembali menggebu.
Melihat Bella yang sudah kembali terangsang, Somad segera melepaskan celana kolornya, dan rudalnya yang hitam legampun mengegang keras siap untuk dihujamkan ke dalam serambi lempit Bella. Somad kemudian mengatur posisi kaki Bella supaya mengangkang lebar membuat serambi lempitnya yang sudah basah itu membuka lalu Maan mngatur posisi tubuhnya tepat di depan celah kemaluan itu.
Kemudian dengan gerakan pelan Somad menggesek-gesekkan ujung kemaluannya di bibir serambi lempit Bella, hal itu membuat Bella mengerang lirih. Somad kemudian mendorong pantatnya maju dengan gerakan pelan, membuat rudalnya sdikit demi sedikit mendesak masuk ke dalam liang serambi lempit Bella. Bella merasakan serambi lempitnya seperti melebar ketika menerima rudal Somad yang lebih besar dari rudal Parjo, membuatnya meringis kesakitan.
“Ahhh… sakiiitt.. sakit Pak…” Bella merintih lirih. Air matanya kembali meleleh, dia berusaha melebarkan kakinya agar serambi lempitnya bisa menanpung rudal Somad.
“Sakit ya Neng..? Bentar lagi juga enak.. tahan ya Neng..” Somad berujar santai sambil menindih tubuh mulus Bella lalu mendekapnya dengan kedua tangannya yang kekar. Kemudian dengan gerakan pelan Somad menarik rudalnya, membuat Bella sedikit bisa bernafas lega. Tapi sedetik kemudian Somad kembali menusukkan rudalnya ke dalam serambi lempit Bella, kali ini dengan sentakan kasar.
“Ahhhkk….!!” Bella merintih sambil menggeliat, membuat tubuhnya melengkung dan tulang rusuknya seperti menjiplak di kulitnya. Tanpa sadar Bella mencengkeram punggung Somad dengan kuat membuat goresan kecil dengan kuku-kukunya.
Tapi Somad tidak merasakan goresan kecil itu, konsentrasinya sepenuhnya berpusat pada kemaluannya yang sudah bersatu dengan kemaluan Bella. Sensasi luar biasa mengalir ke dalam setiap pembuluh darahnya membuat darahnya seperti menggelegak. Somad lalu mengulangi aksinya, meanirk rudalnya pelan dan menghunjamkannya ke dalam serambi lempit Bella dengan kasar.
Kembali Bella menjerit lirih menerima perlakuan itu. Somad lalu mengulanginya lagi, membuat Bella kembali menjerit. Dan selama sepuluh menit kemudian yang terdengar di kamar itu adalah jeritan-jeritan lirih Bela ketika serambi lempitnya digenjot oleh Somad dengan kasar. Rupanya jeritan Bella yang sensual itu menjadi sensasi tersendiri yang menambah kenikmatan Somad dalam melakukan persenggamaan dengan Bella.
Bella sendiri meskipun merasa tersiksa, tapi mulai bisa menikmati sensasi yang dihasilkan dari persetubuhannya dengan Somad. Pelan-pelan rintihannya berubah dari rintihan kesakitan menjadi rintihan kenikmatan. Bella perlahan juga mulai mengimbangi gerakan-gerakan Somad yang kasar dengan gerakan pinggulnya. Sensasi yang dibuat oleh Somad pada diri Bella membuat Bella tak berkutik lagi, lenguhan dari bibirnya yang mungil makin menjadi-jadi seolah meracau. Karena itu Bella tidak menolak ketika Somad memintanya berganti posisi.
Somad yang masih mendekap tubuh Bella yang mulus berguling sehingga sekarang posisinya terbalik, tubuh mulus Bella yang telanjang sekarang berada di atas Somad. Somad lalu meminta Bella untuk menggerakkan pantat sehingga rudal Somad yang masih mendekam di dalam serambi lempit Bella kembali terkocok oleh jepitan serambi lempitnya. Bella melakukannya sambil terengah-engah, Somad meresponnya dengan melumat bibir Bella yang megap-megap dengan rakus seolah berusaha menelan bibir itu mentah-mentah. Selama sepuluh menit keduanya berada dalam posisi berdekapan dan saling berpagutan bibir.
Masih tidak puas dengan gaya itu, Somad lalu bangkit dalam posisi duduk tanpa melepaskan pelukannya dari tubuh Bella sehingga sekarang keduanya saling menempel dalam posisi duduk di ranjang. Kaki Bella sekarang melingkari pinggul Somad, lalu keduanya bergantian menggerakkan pinggulnya membuat kemaluan mereka yang bersatu kembali terbenam dalam sensasi seksual yang menggebu. Bella mendesah penuh kenikmatan diperlakukan sedemikian rupa. Dan Somad membalas aksi Bella dengan memagut bibirnya kemudian menelusuri leher dan belahan payudara Bella dengan ciuman-ciuman, meninggalkan bekas kemerahan di bagian yang diciuminya.
Setelah bebarapa menit Somad kembali kepada posisinya semula, direbahkannya tubuh Bella dan ditindihnya kembali tubuh mulus itu. Somad kemudian menggenjotkan rudalnya lagi, kali ini gerakannya teratur, membuat Bella serasa melayang ke angkasa oleh sensasi yang dihasilkan genjotan Somad. Ngocoks.com
Menit demi menit berlalu, Somad masih bersemangat menggenjot Bella. Sementara Bella sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah Somad. Bella merasakan ingin selamanya disetubuhi seperti ini, Bella tanpa sadar memeluk Somad dan memberikan ciuman di mulutnya. Mereka berpagutan sampai Bella mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram erat-erat lengan kokoh Somad.
“Aaaaaahh…ooooohh !” desah Bella sambil memeluk Somad dengan kuat saat rudal Somad melesak ke dalam serambi lempitnya, cairan yang sudah membanjir dari serambi lempit Bella menimbulkan bunyi berdecak setiap kali rudal itu menghujam. Suara desahan Bella membuatnya semakin bernafsu sehingga dia meraih payudara Clara dan meremasnya kuat-kuat membuat Bella meringis kesakitan bercampur nikmat. Bella merasa dirinya seperti mau meledak. Tubuhnya bergetar dan kemudian mengejang kuat sekali.
“AHHKHHH….. OHHHHH…..” Lolongan kuat meluncur begitu saja dari bibir mungil Bella, untuk kesekian kalinya Bella mengalami orgasme gila-gilaan. Somad akhirnya menyerah, diapun kemudian melepaskan sensasi yang sedari tadi ingin dilepaskannya.
“Ahhhhh….. “ Somad melenguh penuh kepuasan saat spermanya menyembur mengisi rahim Bella.
“Minggir Mad!” Terdengar suara Pak Hasan dan Parjo, Somad yang masih dikuasasi sensasi orgasme gelagapan, dia menyingkir dan melihat Pak Hasan dan Parjo tiba-tiba naik ke atas ranjang sambil berlutut tepat di atas wajah Bella sambil mengocok rudalnya. Lalu.
“Crtt…crt…crt….,” sperma kedua orang itu muncrat membasahi wajah Bella. Rupanya selama mereka melihat Bella disetubuhi oleh Somad, mereka kembali naik birahinya dan melakukan onani. Setelah puas menyemprotkan spermanya di wajah Bella mereka terkapar di ranjang dengan nafas terengah-engah. Dibiarkannya Bella ranjang itu, wajahnya tampak sedih dan basah oleh keringat, air mata dan cairan sperma yang sangat banyak melumuri wajahnya, dalam hatinya berkecamuk antara kepuasan yang dialaminya dan rasa benci pada ketiga orang yang baru saja memperkosanya.
Selama sehari semalam penuh, ketiga orang itu kembali menikmati kemulusan tubuh Bella dengan berbagai macam cara. Bella dipaksa untuk melakukan oral seks sambil mengocok rudal yang lain, lalu dipaksa pula untuk melayani tiga orang sekaligus. Ketiganya melakukan hal itu secara bergantian membuat Bella berkali-kali orgasme.
Bella juga dipaksa untuk menari dalam keadaan telanjang bulat, lalu mereka menyuruhnya untuk menjilati rudal mereka satu-persatu sambil kemudian menyemprotkan spermanya di wajah dan tubuh Bella. Baru keesokan paginya setelah semalam suntuk menggarap tubuh Bella habis-habisan mereka mengantar Bella pulang ke pondokan sambil disertai ancaman akan melakukan sesuatu yang buruk jika Bella berani buka mulut tentang perlakuan mereka semalam. Sementara Pak Hasan tidak lupa untuk berpesan agar Bella setiap saat siap jika mereka ingin menikmati tubuhnya lagi.
Bersambung… Clara adalah satu-satunya mahasiswi yang tidak punya pacar. Dia baru saja putus dengan pacarnya yang ketahuan selingkuh dengan temannya sendiri. Tapi Clara adalah tipe gadis yang periang, sehingga dia tidak terlalu memusingkan hubungannya yang bubar karena prselingkuhan sang pacar. Dia bahkan mengatakan justru lebih senang sendirian ketimbang harus kesana-kemari jalan berduaan dan terikat satu sama lain. Sifat periangnya itu pula yang membuatnya sekarang akrab dengan salah satu pemuda desa yang bernama Jono.
Banyak yang bilang kalau mereka sebenarnya serasi, Jono meskipun anak desa tapi bunya wajah yang menarik, sifatnya juga kalem dan pendiam, serasi dengan Clara yang ramai dan tentunya cantik. Clara punya tubuh yang bagus, tingginya sekitar 168 cm dengan payudara 34B. Clara juga bekerja sampingan sebagai fotomodel di luar tugasnya sebagai mahasiswi jurusan Sastra. Kebetulan pula mereka punya minat yang sama dalam dunia buku. Beberapa kali Clara dan Jono terlihat berdiskusi berdua dan sekali dua kali terlihat mereka berjalan berduaan untuk kepentingan KKN Clara.
Hari itu Clara terlihat bersiap untuk pergi, rupanya dia dan Jono ada janji unutuk pergi mengunjungi desa sebelah guna membicarakan kerja sama program KKN nya dengan salah satu kelompok di desa sebelah. Sepanjang perjalanan Jono terlihat diam sekali, nyaris tidak bicara sepatahpun. Clara melihat keanehan ini, meskipun dia maklum karena Jono memang pendiam. Tapi mendadak setelah agak jauh berjalan, Clara entah bagaimana merasa gelisah. Seperti ada sesuatu yang menggelayuti hatinya dengan perasaan aneh.
Perasaan Clara makin gelisah ketika Jono mengajaknya ke sebuah rumah yang sma sekali tidak dikenalnya, rumah itu terletak sangat terpencil, jauh dari rumah penduduk yang lain bahkan bisa dibilang tersembunyi oleh pepohonan yang tumbuh di sekitarnya.
“Kok kita ke sini Jon? Kita kan mau ke desa sebelah?” Clara bertanya dengan nada sedikit curiga.
“Kita mampir sebentar, ini rumah teman saya,” kata Jono dengan nada gemetar tidak wajar.
“Tapi kayaknya rumah nin agak menyeramkan,” Clara menghentikan langkahnya. “Aku ngeri nih.”
“Jangan takut Clara,” kita cuma mampir sebantar kok.” Kata Jono lagi.
“Tapi..” Clara ragu-ragu untuk meneruskan langkahnya.
“Ayo, jangan takut, nggak ada apa-apa,” Jono memaksa. “Ayo… jangan takut.”
Akhirnya meskipun dengan masih sedikit ragu, Clara mengikuti Jono yang masuk ke rumah itu. Rumah itu cukup besar meski terkesan tidak terawat. Diding rumahnya terbuat dari bata yang belum dipoles, menampakkan batu bata merah yang saling bersambungan. Oleh Jono, Clara disuruh menunggu di sebuah kamar yang jendelanya tertutup dan berterali besi. Clara agak jengah menatap kamar berukuran 3 kali 3 meter itu.
Dindingnya tertempel banyak sekali poster dan gambar wanita cantik yang hanya memakai bikini super mini dengan berbagai pose. Clara duduk di sebuah ranjang besar yang ada di tengah kamar, ranjang itu bersih, dengan kasur yang dilapisi seprei merah dan berbau kamper.
Selama beberapa menit Clara menunggu membuatnya tidak sabar. Karena itu ketika terengar ada orang yang melangkah masuk, Clara langsung membalik.
“Sudah selesai….” Clara tertegun, pertanyaannya spontan terputus oleh kekagetan. Dia menyangka tadinya Jono yang masuk ke dalam kamar, tapi yang ada sekarang adalah laki-laki gemuk dan agak botak, berumur, mungkin limapuluh atau enampuluh tahunan, terlihat dari kerut wajah dan uban di rambutnya yang tinggal sedikit. Laki-laki itu tersenyum senyum seperti orang gila sambil menelusuri sekujur tubuh Clara dari ujung rambut sampai ujung kaki.
“Siapa Bapak? Dimana teman saya..?” Clara bertanya takut-takut sepertinya laki-laki itu akan menelannya hidup-hidup.
“Oh.. ya..” laki-laki itu membuka suara. “Nama Bapak Jamal, Bapak yang punya rumah ini.” katanya dengan lagak sok penting, seolah dirinya semacam penguasa desa. “Dan soal teman Neng, jangan kuatir, dia baik-baik saja, malahan dia tadi ada pesan buat Neng, supaya Neng Clara melayani kami dengan baik.”
“Melayani? Apa Maksud Bapak?” Clara merasa merinding mendengar ucapan Pak Jamal yang bernada cabul itu.
“Ah.. ya.. Bapak lupa memberitahu Neng sesuatu,” Pak Jamal berjalan mendekati Clara, membuat Clara beringsut mundur.
“Perlu Neng ketahui, Jono dan orang tuanya sebetulnya punya hutang pada Bapak. Sangat besar, sampai-sampai tidak akan mungkin dibayar oleh mereka Bahkan jika mereka bekerja seumur hidup pada Bapak.”
“Tapi apa hubungannya dengan saya?’ tanya Clara bingung.
“Itu dia yang paling penting,” ujar Pak Jamal datar. “Bapak tahu Jono dekat dengan Neng Clara, jadi kami membuat kesepakatan, Jono dan keluarganya saya bebaskan dari hutang, asal dia bisa membawa Neng Clara ke sini.”
Clara mulai gemetar memikirkan ucapan Pak Jamal berikutnya sambil berharap dugaannya salah.
“Tapi.. apa maksud Bapak menyuruh Jono membawa saya ke sini..?” Clara bertanya takut-takut, sekujur tubuhnya merinding meskipun saat itu cuaca tidak terlalu dingin.
“Masa perlu diterangkan lagi sih Neng..?” Pak Jono tersenyum liar sambil menjilati bibirnya sendiri. “Bapak mau Neng Clara jadi piaraan Bapak, soalnya Bapak ingin merasakan gimana rasanya menyetubuhiin cewek kota seperti Neng..”
Clara seperti disambar petir mendengar ucapan Pak Jamal yang tanpa tedeng aling-aling itu. Spontan kemarahannya meledak.
“TUA BANGKA TIDAK TAHU MALU!!” Clara berteriak penuh emosi. “Jangan mimpi saya sudi melayani anda!”
“Oh ya, Neng pasti mau saya entotin, bahkan malah akan memohon-mohon untuk saya entotin,” Pak Jamal mengejek sambil tersenyum penuh makna. “Neng tahu, saya orang paling kaya di sini, bahkan kepala desapun tunduk pada saya. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada Neng dan semua teman-teman Neng kalau saya perintahkan seluruh penduduk desa untuk menyerang pondokan tempat Neng menginap. Mungkin penduduk desa akan membakar teman-teman Neng hidup-hidup, atau.. bagaimana kira-kira kalau saya perintahkan mereka supaya ditelanjangi terlebih dulu lalu kemudian diperkosa secara bergiliran di tengah lapangan sebelum dibakar hidup-hidup..”
Clara terkesiap pucat mendengar ucapan Pak Jamal. Mungkin itu sekedar gertak sambal, tapi mungkin juga tidak, Clara tidak bisa berpikir jernih mendengar ucapan Pak Jamal yang bagaikan teror menggedor hatinya.
“Anda.. anda bohong.. tidak mungkin penduduk percaya pada anda..” Clara menukas, meskipun dia sendiri ragu terhadap ucapannya barusan.
“Kalau Neng tidak percaya ya terserah Neng, kita lihat saja siapa yang bohong. Desa ini terpencil dan jauh dari mana-mana Neng, tidak ada yang akan memperhatikan kalau rombongan KKN sebanyak itu mati mendadak,” Pak Jamal beranjak pergi meninggalkan Clara yang galau. Clara menyadari sebagian yang diucapkan Pak Jamal benar. Bagaimana kalau Pak Jamal benar-benar menghasut warga untuk menyerang teman-temannya, lagipula Pak Jamal bisa saja memperkosa dirinya tanpa perlu membeberkan rencananya. Clara benar-benar kalut, pikirannya yang biasanya cemerlang mendadak buntu. Jantungnya seolah berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, kegalauan di hatinya menimbulkan perang batin yang luar biasa, apalagi saat Pak Jamal berjalan meninggalkannya.
“Tu.. tunggu Pak Jamal..” Clara berkata parau mencegah langkah Pak Jamal, dia lalu berjalan menyusul Pak Jamal dengan langkah terburu-buru membuatnya nyaris terpeleset jatuh.
“Ada apa Neng..” Pak Jamal pura-pura bego. Clara hanya berdiri mematung di hadapan Pak Jamal sampai akhirnya dia berkata.
“Sa.. saya mau..” kata Clara lirih.
“Mau..? Mau apaan?” kembali Pak Jamal bertanya tolol. Clara merasa harga dirinya hancur dengan perlakuan Pak Jamal.
“Saya mau melayani Pak Jamal asal Pak Jamal tidak menyakiti teman-teman saya..” kata Clara sambil terisak, sebutir air mata menetes di pipinya.
“Wah.. perjanjian batal Neng.. saya yang sekarang tidak mau,” ujar Pak Jamal sok jual mahal. Dia lalu membalikkan badannya dan meninggalkan Clara.
“Jangan! Jangan pergi Pak..!” Clara mengejar Pak Jamal dan menarik tangannya. “Tolong jangan pergi. Saya mau Bapak setubuhi, saya mau Bapak entot sampai Bapak puas, nikmati saya.. nikmati tubuh saya..”
“Yang benar?” Pak Jamal menyeringai puas. “Coba ucapkan sekali lagi dengan kenikmatans.. sambil memohon tentunya.”
Clara kembali tersedu, ucapan Pak Jamal yang tadi didengarnya, bahwa dirinya akan memohon-mohon untuk disetubuhi ternyata menjadi kenyataan.
“Saya mohon Pak.. saya mohon, setubuhi saya, entoti saya semau Bapak, saya mau Bapak entoti, buruan Pak, Buruan entoti saya..”
“Yang sopan dong, masa sambil marah-marah begitu..” kata Pak Jamal mempermainkan dan melecehkan harga diri Clara. Clara merasa sangat terhina sekali, tapi dia tidak kuasa menolaknya, kahirnya dia paksakan diri untuk tersenyum.
“Pak Jamal yang baik, saya mohon entotin saya Pak..” ujar Clara, kali ini sambil tersenyum sekenikmatans mungkin. “Saya sudah kebelet Pak.. Saya mohon.. Entotin saya..”
“Ooh Bapak musti bayar berapa buat menyetubuhiin Neng?” tanya Pak Jamal pura-pura,Clara kebingungan sesaat harus menjawab apa, sampai kemudian Clara berujar lirih.
“Ehh… gratis Pak.. Bapak nggak usah bayar.. saya sukarela kok,” kata Clara akhirnya.
“Hehehehe.. gratis ya? Jadi Neng sukarela ya? Bukan paksaan kan?” tanya Pak Jamal sambil tertawa pelan.
“Eh.. iya Pak.. saya nggak terpaksa..” jawab Clara tertahan.
“Sekarang buka bajunya.. Bapak kepingin lihat kayak apa sih pentilnya cewek kota..” perintah Pak Jamal kalem tapi menusuk hati, seolah memerintahkan seorang pelacur murahan saja.
“Jangan Pak.. jangan ..” Clara kembali terisak. Tapi Pak Jamal memaksanya dengan ancaman mengerikan, mambuat Clara tidak berani menolak lagi. Clara dengan gemetar mulai menjamah bajunya, dilepaskannya kancing-kancing bajunya satu persatu, diiringi tegukan ludah Pak Jamal. Perlahan-lahan tubuh bagian atas Clara tersingkap saat baju itu jatuh ke lantai.
“Uoohh.. muluss..” komentar Pak Jamal. Dia menatap liar ke tubuh putih itu. Terutama ke payudara Clara yang mencuat indah dan hanya tertutup BH berenda warna putih. Payudara itu terlihat sangat kencang dan montok, ukurannya terlihat lebih besar ketimbang saat Clara memakai baju. Sementara perut Clara terlihat ramping dan padat dan sangat rata, Clara memang termasuk hobi olah raga sehingga perutnya sangat kencang.
“Celananya juga.. celananya juga..”
Clara mulai menangis lagi mendengar perintah itu. Dia mulai melepaskan celana panjangnya lalu memelorotkan celana panjang itu. Sepasang paha putih berkilau langsung menjadi pemandangan yang sangat indah. Paha Clara benar-benar proporsional, tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil, membulat membentuk pinggul yang sempurna berakhir pada pinggang yang ramping. Bagian selangkangannya membentuk sebuah gundukan yang masih tertutup celana dalam putih berenda-renda.
“Sekalian kutang sama celana dalamnya dong Neng…” Perintah Pak Jamal datar. Clara terkesiap pucat. Clara tidak punya pilihan lain, dengan gemetar dia mulai meraih kait BH di bagian belakang punggungnya lalu perlahan BH itu merosot dari tempatnya, seketika sepasang payudara yang putih mulus mencuat telanjang di depan laki-laki tua itu, payudara yang sangat indah, bulat padat dan kenyal dengan puting berwarna merah muda segar. Clara secara reflek menutupi payudaranya dengan kedua lengannya. Tapi Pak Jamal segera melarangnya.
“Siapa yang suruh menutupi, ayo sekarang copot itu celana dalam.”
Clara tidak mampu berbuat banyak, dia menurut dan memelorotkan celana dalamnya sendiri. Sekarang Clara sudah bediri telanjang bulat di hadapan Pak Jamal, satu-satunya yang masih melekat di badannya Cuma kalung dan jam tangannya. Clara berusaha sekuat tenaga menutupi bagian-bagian vital tubuhnya dengan kedua belah tangannya meskipun dia tahu usahanya sia-sia.
Pak Jamal berdiri mematung memelototi tubuh mulus Clara yang bugil di hadapannya sambil berdecak-decak penuh birahi.
“Astaga, bukan main mulusnya.. beda banget sama yang pernah Bapak bayangkan,” Pak Jamal menantap liar ke bagian payudara Clara yang polos. Kemudian Pak Jamal mendekati Clara, lalu tangan nakalnya mulai bergerilya di bagian-bagian tubuh Clara yang tidak tertutup selembar benangpun itu, tangannya meraba-raba ke sekujur tubuhnya. Lalu perlahan Pak Jamal mulai menjamah payudara Clara dengan lembut dan mulai meremasnya pelan. Clara tersengat merasakan sentuhan tangan kasar itu di payudaranya. Sebuah sensasi aneh mulai melandanya, mambuat tubuhnya gemetar, darahnya seolah bergolak dan mafasnya perlahan mamburu tidak teratur.
Kemudian Pak Jamal mulai mencumbui payudara Clara, lidahnya menyapu-nyapu puting kemerahan yang sudah menegang itu. Clara hanya bisa mendongak dan mendesah merasakan sentyuhan bibir yang kasar itu pada kedua payudaranya. Clara menggelinjang mendapat perlakuan itu. Sambil bibirnya terus mengulum bibir Clara, tangan Pak Jamal juga memelintir-melintir puting payudara Clara dengan gerakan kasar. Belaian dan cumbuan Pak Jamal pada kedua payudara Clara membuat desakan sensasi di dalam tubuh Clara makin menggelora membuat Clara perlahan mendesah-desah dengan nafas tersengal.
tiba-tiba Pak Jamal memagut bibir dosennya itu dan melumatnya dengan kasar. Clara tersentak kaget, dia berusaha melepaskan ciuman itu, tapi Pak Jamal lebih cepat memegangi leher Clara dan membenamkan bibirnya di bibir Clara.
“Mmmhh…!” Clara sempat berontak selama beberapa saat namun ciuman dan belaian Pak Jamal pada daerah sensitifnya membuat dirinya seolah tidak bertenaga, tubuhnya mulai dikuasai oleh deskan libido membuatnya tidak bisa berpikir jernih. Baru kali ini Clara melakukannya dengan laki-laki yang sama sekali jauh dibawahnya, tua gendut dan jelek, tapi Clara justru merasakan kenikmatan yang berbeda yang menggodanya untuk meneruskan lebih jauh.
Rangsangan dari dalam dirinya menyebabkan Clara menyambut ciuman Pak Jamal. Lidah mereka bertemu, saling jilat dan saling membelit. Sementara itu tangan Pak Jamal tetap meremas lembut payudara Clara, Clara sendiri sudah mulai berani mengelus punggung Clara. Dorongan birahinya yang menggelegak membuatnya diam saja saat Pak Jamal mulai membimbingnya dan membaringkannya di atas ranjang.
Perlahan belaian dan cumbuan Pak Jamal meluncur turun menyusuri perut Clara yang licin dan rata, sampai akhirnya wajahnya membenam di selangkangan Clara membuat Clara melenguh keras.
“Mmhh…eengghh…udah Pakk… ohhhh…. sshh…nanti ada yang lihat…!” desahnya merasakan kedua putingnya makin mengeras.
“Tenang saja Neng, disini aman kok, rumah ini jauh dari tetangga, kita bisa senang-senang sepuasnya..” Pak Jamal berujar lembut. Selanjutnya Pak Jamal kembali membenamkan wajahnya pada kemaluan Clara dan dengan rakus menjilati serambi lempitnya. Tangan kirinya mengelusi paha dan pantatnya, terkadang jarinya iseng menyusup ke pantat Clara.
“Aahhh…Pak…aahhh…jangan !” Clara mendesah antara menolak dan menikmati saat lidah Pak Jamal menelusuri gundukan bukit kemaluannya
Tanpa disadari kakinya melebar sehingga memberi ruang lebih luas bagi Pak Jamal untuk menjilatinya. Tubuh Clara seperti kesetrum ketika lidah Pak Jamal yang hangat membelah bibir kemaluannya memasuki liangnya serta menari-nari di dalamnya. Clara semakin tak kuasa menahan kenikmatan itu, dia bergerak tak karuan akibat jilatan Pak Jamal sehingga Pak Jamal harus memegangi kedua belah paha Clara.
“Pak…ahhh…oohh…..” desahnya dengan tubuh bergetar merasakan lidah Pak Jamal memainkan klitorisnya. Clara menjerit kecil setiap kali lidah Pak Jamal menyentuh klitorisnya, sementara tangannya juga bermain meremasi pantat Clara. Tubuh Clara sudah basah oleh keringat, sekuat tenaga dia menahan desakan sensasi liar di dalam tubuhnya yang makin lama makin kuat sampai membuat wajahnya merah padam. Tapi Clara akhirnya menyerah, tubuhnya mengejang dahsyat dan tanpa sadar dia mendorongkan serambi lempitnya sendiri ke wajah Pak Jamal dan menggerakkannya maju mundur dan bergerak liar menyentak-nyentak. Clara tidak dapat menahan diri lagi. Tubuhnya menggeliat dan menegang.
“OOHHHKKHHHH…. AHHHH…” Clara mengerang kuat-kuat seperti mengejan. Dan seketika itu pula cairan serambi lempitnya muncrat keluar membasahi sprei. Tanpa sadar Clara mengalami orgasme untuk pertama kali, dan kemudian tubuhnya melemas di atas ranjang. Ketika Clara memandang ke atas, dilihatnya wajah tua gelap pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum terlihat pada bibirnya, senyum kemenangan karena telah berhasil menaklukkan korbannya.
Perlahan Pak Jamal mulai memuka pakaiannya sampai bertelanjang bulat di depan Clara. Clara dengan jijik melihat sekilas rudal Pak Jamal yang cukup besar berwarna hitam itu sudah mencuat siap untuk menembus serambi lempitnya. Sekarang Pak Jamal merangkak ke atas tubuh Clara dan mengatur posisi kaki Clara hingga terkuak mengangkang seperti kodok. Kini di atas ranjang dua tubuh telanjang berlainan jenis dan kasta telah siap melakukan persetubuhan. Yang wanita adalah seorang gadis kota yang terbaring tak berdaya setelah dijebak dengan tubuh yang langsing, kulit putih mulus dan wajah cantik rupawan. Sedangkan si pria di atasnya yang siap menyetubuhinya adalah seorang Tuan tanah hidung belang yang gendut berwajah jelek.
Pak Jamal perlahan menindih tubuh bugil Clara, membuat Clara merasakan dadanya sesak deperti diduduki kuda nil. Dna perlahan Pak Jamal memajukan pinggulnya membuat ujung rudalnya mendesak maju menerobos bibir serambi lempit Clara. Clara langsung menjerit kesakitan ketika kepala rudal Pak Jamal mulai membuka bibir serambi lempitnya. Dia tidak pakai kondom, Clara takut dirinya akan hamil akibat persetubuhan ini, meski begitu dia hanya bisa pasrah.
“Aduuhh… pelan-pelan Paakk…” Clara merintih merasakan perih di serambi lempitnya. Clara memang beberapa kali melakukan hubungan seksual dengan mantan pacarnya, namun rudal Pak Jamal jauh lebih besar dari rudal pacarnya membuatnya kesakitan.
“Hehehehehe.. sakit ya Neng? Pelan-pelan nanti juga enak kok..” kata Pak Jamal mengejek sambil terus berusaha memasukkan rudalnya lebih dalam. Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya masuklah seluruh rudal Pak Jamal ke dalam serambi lempit Clara. Saat itu airmata Clara meleleh lagi merasakan sakit pada serambi lempitnya.
“Huhh…masuk juga akhirnya, tempiknya Neng seret banget, Bapak suka yang kaya gini.” katanya dekat telinga Clara.
Sesaat kemudian, Pak Jamal sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Clara benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali rudal Pak Jamal menggenjot serambi lempitnya. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Clara sehingga matanya merem melek dan mulutnya megap-megap mengeluarkan rintihan.
Menit demi menit berlalu, Pak Jamal masih bersemangat menggenjot Clara. Sementara Clara sendiri sudah mulai kehilangan kendali diri, dia kini sudah tidak terlihat sebagai seseorang yang sedang diperkosa lagi, melainkan nampak hanyut menikmati ulah bajingan tua itu. Ketika memandang ke depan, dilihatnya wajah tua gelap pria itu sedang menatapnya dengan takjub, segaris senyum terlihat pada bibirnya. Pak Jamal mengenyot payudara Clara sambil menikmati goyangan pinggulnya. Kedua tangannya meraih sepasang gunung kembar itu, mulutnya lalu mencium dan mengisap putingnya secara bergantian. Perlakuan Pak Jamal itu membuat gejolak di dalam tubuh Clara kembali menggelegak, tanpa sadar Clara memeluk Pak Jamal dan mereka berciuman dengan ganas seolah saling memakan satu sama lain.
Pak Jamal memacu tubuh telanjang Clara yang sekarang sudah mengkilap oleh keringat, tapi tidak menunjukkan akan selesai, sampai akhirnya setelah hampir 20 menit diperkalukan sedemikian rupa, badan Clara mengejang keras, kakinya menghentak-hentak, tangannya memeluk ketat kedua bahu Pak Jamal, matanya terpejam erat dan mulutnya sedikit terbuka menandakan Clara semakin mendekati orgasme.
“Aaaaaaaaaahhhhhhh… … ” teriak Clara keras sambil mengeraskan pegangannya pada bahu Lim. Clara mengalami orgasme yang sangat tinggi, kedua pahanya dirapatkan dan badannya mengejang keras untuk beberapa menit. Sungguh dahsyat orgasme yang didapatnya, namun ironisnya hal itu bukan dia dapat dari kekasihnya melainkan dari seorang pria tua jelek.
Tapi Pak Jamal belum mau selesai, kali ini dia memaksa Clara berdiri dan menunggingkan pantatnya sementara kedua tangan Clara menekan kasur. Pak Jamal melebarkan kedua paha Clara membuat ruangan yang lebar di selangkangannya. Clara sekarang dalam keadaan berdiri, menungging 90 derajat dengan kaki terbuka lebar. kemudian Pak Jamal mulai memegang kedua bongkahan pantat Clara dan menguakkannya lebar-lebar, semantaranya jari-jari Pak Jamal menggesek-gesek dan mengocok liang serambi lempit Clara.
“Aaaahhhhhhhhhhhhh…” Tiba-tiba terdengar rintihan lirihan Clara. Rupanya Pak Jamal mulai memasukkan rudalnya yang besar ke dalam liang serambi lempit Clara.
“Aahhkk…” teriak Clara ketika secara perlahan tapi pasti rudal Pak Jamal masuk ke dalam serambi lempit Clara.
“UUhhh… masih seret dan sempit aja nih…” kata Pak Jamal ketika seluruh rudalnya sudah masuk ke dalam lubang serambi lempit Clara.
Kemudian Pak Jamal mendorong badan Clara lebih ke bawah lagi, dan kedua tangan Clara menekan ranjang. Sekarang posisi Clara makin menungging dengan kedua tangannya berpegangan pada meja sofa, kepala tertunduk dan di lubang serambi lempitnya terbenam seluruh rudal Pak Jamal yang besar.
3 menit tidak ada pergerakan baik dari Pak Jamal maupun Clara, mereka seakan-akan sedang berpose dalam posisi seperti itu.
“Aaagg… aaggghhh… ” jerit pelan Clara ketika Pak Jamal mulai menarik rudalnya secara perlahan dari lubang serambi lempit Clara sampai tinggal kepala rudal Pak Jamal yang masih terbenam dalam lubang serambi lempit Clara.
“AAAAGGGHHHHHHH… ..” jerit Clara dengan keras ketika secara tiba-tiba dan kasar memasukkan kembali seluruh rudalnya ke dalam lubang vagiannya.
Hal tersebut dilakukan Pak Jamal berulang-ulang. Pak Jamal menarik secara perlahan rudalnya dari serambi lempit Clara dan kemudian kembali memasukan rudalnya dengan cepat ke dalam serambi lempit Clara.
Setiap kali Pak Jamal secara perlahan menarik rudalnya dari serambi lempit Clara, terdengar jeritan kecil seperti desahan dari mulut Clara dan setiap kali Pak Jamal dengan kasar memasukkan rudalnya kembali ke dalam serambi lempit Clara terdengar jeritan keras Clara. Begitu kasarnya Pak Jamal memasukkan rudalnya ke dalam serambi lempit Clara, mengakibatkan setiap kali rudal besar itu masuk ke dalam serambi lempit Clara, Clara menjerit panjang, kepalanya terdongak ke atas dan kedua kakinya menjadi menjinjit karena dorongan Pak Jamal dari belakang. Pak Jamal kemudian memegang pinggul Clara dari belakang dan mulai mempercepat pompaan rudalnya pada serambi lempit Clara.
“Aahh… uuuhhh… aaaggghhh… uuuggghhhh….. ” terdengar jeritan Clara disertai deru napas Clara yang terengah-engah. Badan Clara terguncang-guncang keras maju mundur, kakinya terjinjit,tangannya dengan keras memegang pinggir meja, kedua payudaranya bergoyang cepat, kepala terdongak ke atas dan bibirnya terkatup rapat antara menahan sakit dan sensasi yang Clara rasakan dalam serambi lempitnya.
“Aaahhh..uuhhhhh… aaahhhh… ” desahan keras Clara mulai terdengar manja. Rasa sakit pada serambi lempitnya telah hilang dan digantikan oleh kenikmatan yang luar biasa. serambi lempit Clara yang tidak berbulu itu terlihat mengkilap, cairan kewanitaannya membanjiri serambi lempitnya dan terus meleleh ke kedua paha dalamnya. Badan Clara mulai mengikuti irama permainan laki-laki tua itu. Rupanya Pak Jamal sudah sangat berpengalaman dalam mengerjai tubuh wanita. Clara yang baru berumur 23 tahun terlihat sekali belum berpengalaman dan kepayahan melayani permainannya.
Puluhan menit dikerjai oleh Pak Jamal ditambah orgasme yang datang bertubi-tubi dan silih berganti membuat Clara mabuk kepayang. Matanya menjadi sayu, racauan-racauan mulai keluar dari mulut Clara dan gerakan-gerakan tubuh Clara menjadi makin tidak terkendali menunjukkan betapa Clara menikmati permainan ini.
Kemudian Pak Jamal kembali merebahkan Clara di atas ranjang. Pak Jamal kemudian langsung menindih tubuh Clara sambil memompa rudalnya dengan cepat keluar masuk serambi lempit Clara. Clara hanya bisa mengerang-erang merasakan kenikmatan pada serambi lempitnya.
“Aaaaahhhh……. oohhhh…. aahhkkhhhh… ooohhhhh…..” teriak Clara sambil menggelinjang-gelinjang dan kedua tangganya meremas-remas seprei kasur. Gerakan liar Calara membuat pak Jamal makin bernafsu. Pak Jamal semakin cepat memompa serambi lempit Clara dengan rudalnya. Kaki Clara terangkat ke atas memberikan kesempatan kepada Pak Jamal untuk terus memompa serambi lempitnya dengan lebih cepat lagi.
“Aaahh…… oohhh… .” Clara mulai meracau dengan mata tertutup dan tangannya semakin keras meremas-remas seprei. sungguh adegan persetubuhan yang sangat menggairahkan dimana seorang pria setengah baya dengan perut buncit sedang menyetubuhi seorang wanita muda yang sangat cantik.
Tiba-tiba badan Clara mengejang, kedua kakinya dirapatkan menjepit pinggang Pak Jamal, tangannya memeluk erat leher Pak Jamal dan badannya terangkat cukup tinggi. Saat itulah Clara kembali mengalami orgasme.
AAAAHHHHHHHHHHKK…………….” Clara menjerit kuat-kuat melepaskan gejolak birahi yang sedari tadi menggedor tubuhnya selepas-lepasnya. Tubuhnya menggelepar-gelepar bagaikan ikan yang meloncat ke daratan, dia memeluk tubuh Pak Jamal dengan erat seolah tidak akan dilepaskan. Dan Pada saat yang bersamaan Pak Jamalpun tidak tahan lagi. Dengan erangan bagaikan seekor banteng, Pak Jamal melepaskan orgasmenya. Semburan spermanya begitu banyak mengisi rahim Clara. Pak Jamal akhirnya ambruk menindih tubuh Clara.
Setelah itu, karena penat, Pak Jamal bergeser ke sebelah Clara dan tertidur. Ada gurat kepuasan di wajahnya setelah berhasil merasakan bagaimana nikmatnya bersenggama dengan gadis kota yang cantik jelita seperti Clara. Sementara itu, Clara yang telah pulih kembali pikiran dan akal sehatnya yang sebelumnya tertutup oleh hawa nafsu hanya bisa menangis. Clara berusaha bangun dari ranjang tapi Pak Jamal melarangnya, dia menyuruh Clara tidur bersamanya dalam keadaan telanjang bulat. Clara terpaksa menurut karena ia tidak dapat lagi melawan. Lalu ia berbaring di samping Pak Jamal yang masih bugil hingga malam menjelang.
Sesekali di atas ranjang saat mereka tidur berdampingan, tangan Pak Jamal meremas payudara Clara yang tidak tertutup apa-apa itu. Clara pun selalu melepaskan tangan Tuan tanah mata keranjang yang gatal itu. Tapi karena kelelahan, tak lama kemudian, mereka berdua pun tertidur.
Clara tidak tahu berapa lama dia tertidur, saat terbangun tubuhnya terasa seperti baru saja dilindas rombongan gajah mengamuk. Sekujur badannya terasa seperti remuk dan nyaris tidak bisa bangun. Clara melihat dirinya masih dalam keadaan bugil. Bekas-bekas perkosaan masih ada pada sekujur tubuhnya. Sisa-sisa sperma Pak Jamal masih menempel di selangkangannya. Clara berusaha mencari pakaiannya, tapi tidak ada di kamar. Pakaiannya pasti sudah diambil oleh Pak Jamal. Maka Clara menarik seprei dari ranjang untuk menutupi tubuhnya yang telanjang bulat. Dengan tertatih-tatih Clara berjalan keluar kamar. Badannya yang penat dan letih mambuat Clara berusaha mencari kamar mandi, yang dia temukan di bagian belakang. Clara segera membuka kain yang melilit tubuhnya dan menyiramkan air dari bak mandi yang terasa menyegarkan. Clara teringat segala kejadian yang baru saja dialaminya. Perlahan air matanya kembali menetes. Clara menangis tersedu menyadari keadaan dirinya.
Setelah puas menumpahkan kesedihannya di kamar mandi, Clara merasakan tubuhnya segar kembali. Tapi ketika dia membuka pintu kamar mandi, betapa terkejutnya dia saat melihat ada Pak Jamal berdiri di depan pintu dengan cengar-cengir. Clara merasa Pak Jamal baru saja mengintipnya. Tapi belum sempat Clara bersuara, tiba-tiba Pak Jamal sudah menyeretnya ke ruangan tengah. Clara tidak berani berontak, pertama karena takut, kedua dia tidak mau kain yang dipakainya untuk menutup tubuhnya yang telanjang melorot.
“Neng Clara silakan kenalan dengan anak saya, Kirno” kata Pak Jamal sambil menunjuk ke arah seorang pemuda yang duduk di kursi panjang. Pemuda itu sama jeleknya dengan Pak Jamal, bahkan lebih jelek lagi. Badannya pendek dan gemuk serta agak bungkuk, membuatnya mirip seperti seekor gorila. Tampangnya mirip orang sinting karena sering terenyum sendiri, rambutnya tumbuh panjang dan tidak terawat. Mukanya yang hitam dan tebal ditumbuhi banyak jerawat besar-besar, sementara kumisnya yang jarang-jarang tumbuh tidak beraturan. Matanya besar dan terlihat mengantuk.
Kirno menatap tubuh Clara dari atas sampai ke bawah sambil menjilati bibirnya sendiri seolah sedang menaksir hewan ternak. Clara merasa jijik melihat tingkah Narto yang seperti orang sinting itu.
“Hallo Neng kenikmatans, hehehe wah beruntung banget lho saya bisa ketemu Neng. Soalnya Neng Clara cantik banget sih.. aku belum pernah bilang yah?” ujar Kirno mengomentari Clara. Clara merasa sebal mendengar ocehan Kirno yang tidak jelas itu. Dia segera menoleh kepada Pak Jamal
”Pak Jamal, apa maksudnya ini pak…?’ tanya Clara dengan suara bergetar antara muak bercampur takut.
“Hehehehehe… jangan marah begitu dong Neng yang cantik.” kata Pak Jamal kalem tapi nadanya membuat telinga Clara jadi panas.
“Neng Clara kan tadi habis gituan sama saya,’ kata pak Jamal tetap dengan nada kalem. “Sekarang giliran Neng begituan sama anak saya. Soalnya dia juga pengen ngerasain tempiknya cewek kota seperti Neng.”
Bagaikan disengat listrik, Clara tersentak dari tempat duduknya.
“Jangan Pak.. jangan.. Bapak tadi sudah janji saya Cuma ngelayani Bapak..” Clara terisak, wajahnya yang basah oleh air mata tampak memelaskan.
“Hehehehehe… Bapak kan nggak bilang begitu Neng,” Pak Jamal mengelak kalem. “Perjanjiannya kan Neng jadi piaraan saya, jadi saya boleh menyuruh Neng menyetubuhi sama siapa saja yang saya ijinkan.”
Clara terpukul mendengar ucapan itu. Tubuhnya seolah tidak punya daya lagi. Pak Jamal benar-benar telah menjebaknya habis-habisan. Clara merasa kehidupannya benar-benar hancur.
“Bagaimana Neng? Neng Clara mau kan?” tanya Pak Jamal berlagak bodoh, padahal wajahnya menunjukkan seringai kemenangan.
“I… iya.. Pak.. sa.. saya mau diapain aja..” Clara menjawab sambil terisak.
“Hehehehehe… sekarang ayo Neng buka kainnya, hehehe”perintah Kirno sambil menyeringai menunjukan gigi–giginya yang berwarna kuning kehitam–hitaman itu.
Maka dengan amat terpaksa Clara membuka kain yang melilit tubuhnya, yang langsung menunjukan tubuhnya yang putih mulus, telanjang berdiri di depan Kirno dan Pak Jamal. Kirno langsung dapat melihat payudara dan kemaluan Clara yang telanjang.
“Astaganaga…” Kirno membelalak menatap tubuh putih mulus yang telanjang bulat itu, seolah sedang mimpi. “ Bukan main… putihnya.. mulusnya..” suara Kirno gemetar menahan ledakan birahinya. Kirno lalu membimbing Clara masuk ke dalam kamar. Kamar dimana sebelumnya Clara diperkosa oleh bapaknya, sambil sesekali menciumi pipi dan leher Clara. Clara merasa muak, tapi sekaligus juga bernafsu setelah habis habisan diperkosa oleh bapaknya, kini birahi Clara kembali naik saat giliran sang anak yang mengerjainya.
Sesampainya di kamar dan menutup pintunya, Kirno menyuruh Clara berlutut di hadapannya.
“Berlutut Neng.” Ujarnya sambil menekan pundak Clara memaksa Clara berlutut, Clara hanya bisa menurut.
“Sekarang Neng Clara ngemutin punya saya ya..” katanya pelan sambil membuka baju dan celananya. Sekarang hanya tersisa celana dalam saja yang dipakainya. Clara tersedak mendengar perintah Kirno yang datar itu.
“Mau kan Neng cantik?” tanya Kirno. Clara hanya mengangguk pelan.
“Eh, ditanya kok diem saja?” kata Kirno lagi. Clara menunduk antara malu bercampur geram dan takut.
“Ehh… ya Mas… saya mau ngemut punya Mas Kirno,” kata Clara tersendat. Lalu tangan Clara meraih selangkangan Kirno dari luar celananya. Dipijatnya bagian yang sudah menggelembung itu dengan lembut.
“Hehehe…udah nggak sabar yah Neng? Buka aja Neng, saya nggak keberatan kok.” Kata Kirno sambil menunjuk ke arah kemaluannya sendiri. Clara tertegun sesaat, lalu dengan gerakan pelan dia menurunkan celana dalm Kirno.
Clara tertegun melihat rudal Kirno yang panjangnya sekitar 17 cm, hitam dan mengacung diantara pahanya yang besar dan berbulu. Clara pelan pelan mencengkeramkan tangannya menggenggam rudal Kirno dan mulai menjilati kepala rudalnya sesuai permintaan pria itu.
“Diisep ya Neng.” perintah Kirno yang langsung dituruti Clara dengan memasukkan rudal itu ke mulutnya, di dalam mulut dia mainkan lidahnya sehingga memberi sensasi nikmat pada rudal itu.
Kirno melenguh nikmat merasakan kuluman Clara, tangannya menjulur ke bawah meraih buah dadanya yang menggantung. Kini titik-titik sensitif tubuhnya diserang habis-habisan membuat libidonya kembali naik. Kenikmatan itu diekspresikan Clara dengan semakin bersemangat mengulum rudal Kirno, desahan halus terdengar di sela-sela oral seksnya.
“Oohh…iyahhh…terus Neng, enak banget… emut terus.” Kirno mengerang blingsatan karena sepongan Clara, dia meremasi rambut gadis itu sesekali juga payudaranya. Clara yang libidoya bangkit mulai bersemangat, dengan tangan dan mulutnya, rudal Kirno dikocoknya kuat-kuat membuat pemuda itu mengejang-ngejang menahan kenikmatan. Tapi Kirno belum mau cepat-cepat keluar, dia menyuruh Clara berhenti. Kirno rupanya sudah ingin mencoba serambi lempit Clara, disuruhnya Clara tidur telentang di atas ranjang, tempat tadi Clara diperkosa oleh bapaknya. Kirno mengangkat kedua kaki Clara sampai mengangkang. Setelah posisinya pas, Kirno merenggangkan kedua belah paha Clara dan menempelkan ujung rudalnya pada bibir serambi lempit Clara.
“Ooohh…!” desah Clara dengan tubuh bergetar ketika rudal Kirno mulai memasukinya. Sementara itu Krino meletakkan tangannya di payudara Clara lalu mulai meremas-remas kedua belah payudra putih mulus itu.. Perlahan Kirno mulai memaju-mundurkan pantatnya. Clara mengerang kecil setiap kali rudal Kirno mendsak serambi lempitnya.
“Enak yah Non, kapan nih pertama kali menyetubuhi ?” tanya Kirno menghentikan genjotannya dan remasan tangannya dari payudara Clara.
“Dulu… aaahhhh di… SMU… hhhmmmhh…tujuh… aah… belas tahun.” Jawab Clara dengan merintih-rintih nikmat.
“Sekarang udah ada pacar Non?” tanya Kirno lagi sambil memelintir putingnya.
“Lagi nggak…aahhh…aahh…punyaahhh oohhh..…enakh.. aahhkhh !” Clara mengerang menahan sensasi yang meleadakkan tubuhnya dari dalam.
“Kalau begitu Neng mau nggak jadi pacar saya? Nanti kita bisa menyetubuhi tiap hari.” tanya Kirno lagi diiringi satu desakan kuat rudalnya di serambi lempit Clara, membuat Clara tersentak.
“Ahhhkhh.. mauuu… ahhhhh…. ooooohhh….” Clara tanpa sadar mendesah penuh nikmat.
Mendengar hal itu Kirno makin liar menggenjot serambi lempit Clara. Hampir sepuluh menit lamanya serambi lempit Clara digenjot. Kirno yang menindihnya menaik-turunkan tubuhnya sambil menciumi lehernya. Rasa nikmat itu diungkapkan Clara lewat desahannya, sesekali dia menggigiti jarinya sendiri, perlahan kedua tungkainya mulai melingkari pinggang Kirno seolah meminta ditusuk lebih dalam lagi. Kirno meningkatkan frekuensi genjotannya sambil melenguh nikmat merasakan seretnya serambi lempit yang menghimpit rudalnya.
Setelah duapuluh menit, Kirno meminta Clara untuk menungging seperti seekor anjing. Pantatnya diangkat sehingga lebih tinggi dari kepalanya. Lalu dari arah belakang Kirno kembali mendesakkan rudalnya ke dalam serambi lempit Clara sambil meremas-remas pantatnya. Clara tidak berdaya menahan sensasi yang ditimbulkan dari setiap sodokan rudal Kirno, membuatnya menggeliat dan merintih sensual. Hal itu membuat Kirno makin bersemangat menggenjotkan rudalnya sampai tubuh bugil Clara tersentak-sentak maju-mundur. Dorongan seksual dari dalam diri Clara kembali menggelegak membuat tubuhnya mengejang kuat sekali. Dan pada saat mendekati klimaks Clara tiba-tiba bergerak dengan liar mengimbangi genjotan Kirno.
“AHHHHH……… AHHHH………” Clara mengerang keras sambil menggeliat liar, tubuhnya menegang, tangannya mencengkeram kasur dengan kuat dan kemudian perlahan mengendur lagi lalu melemas kehabisan tenaga, rupanya Clara kembali mengalami orgasme yang kali ini bahkan lebih dahsyat dari orgasme sebelumnya. Tapi rupanya Kirno belum merasa puas, dia membalikkan tubuh bugil Clara yang terengah-engah sehingga kebali terlentang di ranjang. Bagian serambi lempit Clara terlihat mengalirkan lendir. Kirno lelu mengangkat kedua paha Clara dan membukanya lebar-lebar ke samping, dengan memegangi kedua pergelangan kaki Clara Kirno kembali mengarahkan rudalnya ke serambi lempit Clara yang terkuak lebar, Clara menggeliat saat serambi lempitnya kembali dimasuki oleh rudal Kirno, tapi dorongan seksual sudah menguasai Clara, dia diam saja ketika Kirno mulai kembali menyetubuhinya, bahkan kembali mendesah-desah penuh kenikmatan saat Kirno menyodok-nyodokkan rudalnya.
Clara sangat tidak berdaya menghadapi setiap genjotan rudal Kirno, dia memilih untuk menyerahkan ketotalan kepasrahan dirinya untuk diapakan saja oleh Kirno, untuk di garap habis–habisan dan kepasrahan itu membuat Clara kembali merasakan orgasme membuat tubuhnya kembali menegang, melihat Clara kembali orgasme Kirno semakin keras saja mengenjot serambi lempit Clara, ia memompa Clara habis habisan
“Argggghhhh emmhhh oohhh yeahhhh yeahhhhhh yahhhh…. enak banget nih…. oooiiiii ahhhh… ahhh ahhhhhh….” teriak Kirno. Tubuh Kirno menegang dan akhirnya semburan spermanya memenuhi rongga serambi lempit Clara.
Clara terkapar lemas di ranjang, tubuhnya yang putih mulus basah kuyup oleh keringat membuat tubuh bugil itu berkilau. Nafasnya naik turun membuat payudaranya ikut naik turun menggairahkan.
Semula Clara merasa lega saat Kirno menyudahi perkosaan pada dirinya. Tapi ternyata penderitaannya belum selesai. Pak Jamal tiba-tiba menyerbu masuk ke dalam kamar. Rupanya sedari tadi Pak Jamal ikut mengintip dari pintu yang sengaja tidak dikunci.
“Astaga, enak sekali tempik cewek kota.” Kata Kirno pada bapaknya. “Bapak memang pintar memilih.”
“Neng Clara ini sekarang sudah jadi piaraanku… jadi gundikku, dia tidak akan lagi bisa lepas dariku.” Jawab Pak Jamal sambil tertawa. Kirno juga tertawa.
“Mau lihat buktinya?” Pak Jamal yang juga sudah bugil itu memanggil Clara dengan isyarat tangannya. Clara dengan gemetar bangkit dan mendekati Pak Jamal dengan campuran antara malu dan takut. Pak Jamal lalu berbaring terlentang sehingga rudalnya yang sudah tegang mangacung bak tiang bendera.
“Ayo Neng, sekarang tancepin rudal Bapak ke tempiknya Neng.” Perintah Pak Jamal. Clara hanya bisa pasrah. Dia berlutut mengangkangi rudal Pak Jamal. serambi lempitnya tepat diarahkan ke rudal Pak Jamal.
“Ayo Neng.. cepat!” Pak Jamal tidak sabar. Clara perlahan menurunkan pantatnya, membuat rudal Pak Jamal perlhana mendesak maduk ke dalam liang serambi lempitnya. serambi lempit Clara yang sudah basah itu tidak kesulitan menampung rudal Pak Jamal.
“Ehhkk…” Clara mengerang kecil merasakan serambi lempitnya kembali penuh. Clara tahu apa yang harus dia lakukan. Perlahan Clara mulai menggerakkan pantatnya naik turun membuat rudal Pak Jamal yang membenam di dalam serambi lempitnya terkocok keluar-masuk. Pak Jamal merem melek merasakan nikmatnya jepitan serambi lempit Clara. Lama lama Clara mulai mempercepat goyangan pantatnya sehingga sekarang yang terdengar hanyalah suara kecipak akibat gesekan dua alat kelamin yang bersatu diiringi desahan-desahan erotis Clara.
“Hehehehehe… pintar.. Neng memang pintar,” ujar Pak Jamal sambil tangannya sibuk menjamahi payudara Clara. Clara makin tidak terkendali, gerakannya makin liar. Lalu Pak Jamal menarik tubuh Clara sehingga dada Clara berhimpit dengan dadanya dan memeluk Clara dengan erat. Tiba-tiba Clara merasakan ada tangan yang menjamah pantatnya. Clara bergetar, dilihatnya Kirno mulai membuka belahan pantatnya. Clara gematar mengetahui apa yang akan dilakukan Kirno.
“Jangan! Jangan di situ! Ampun… jangan disitu..” Clara menjerit saat Kirno mengarahkan rudalnya di lubang anusnya.
“Diam cerewet!’ Kirno membentak. Clara menangis tersedu saat dirasakannya sebuah kepala rudal mendorong tepat di liang anusnya yang kecil dan rapat.
“Jangaann!” Clara melolong ketika rudal Kirno mulai menembus masuk anusnya senti demi senti. Dengan satu dorongan final, rudal Kirno terbenam seluruhnya dalam anus Claraa.
“Aaarrhhkkhh!” Clara menjerit merasakan sakit di pantatnya. Kirno diam selama bebarapa menit membiasakan Clara merasakan rudalnya. Kemudian ditariknya rudalnya keluar pan-pelan membuat Clara meringis, antara kesakitan dan nikmat.
Kemudian bapak dan anak itu mulai secara kompak memompa rudalnya masing keluar masuk serambi lempit dan lubang pantat Clara. Pompaan mereka semakin lama semakin cepat, membuat tubuh Clara tergoncang-goncang. Kepala Clara bergoyang tidak beraturan karena nikmat yang dirasakannya. Kedua payudara Clara dijilati oleh Pak Jamal dari bawah sedangkan kedua tangannya sibuk memainkan puting payudara Clara seperti orang mencari signal radio.
Rupanya tidak seperti sebelumnya, kali ini bapak dan anak itu ingin mempermainkan Clara lebih jauh. Ketika Clara hampir orgasme, mereka memelankan pompaan mereka pada mulut, serambi lempit dan lubang pantat Clara, bahkan kadangkala menghentikannya atau bahkan menekan keras rudal di lubang pantat dan serambi lempit Clara dan menjambak rambut Clara dengan keras sehingga Clara tidak jadi orgasme.
Hal itu membuat Clara semakin liar dan semakin tidak bisa mengontrol dirinya. Erangan-erangan Clara semakin keras, badan dan kepala semakin bergoyang-goyang tidak beraturan Clara terlihat sekali berusaha melayani bapak dan anak itu itu dengan sebaik-baiknya, Clara berusaha sekuat tenaga membuat mereka terangsang dan menikmati permainan ini.
Namun ternyata kedau bapak anak itu sudah sangat pengalaman itu tidak membiarkan diri mereka cepat hanyut dan tidak membiarkan Clara untuk orgasme. Ngocoks.com
“Ammmpunn..egggghhh… .ampun…..” erang Clara keras, namun harapannya tinggal harapan, karena mereka masih ingin mempermainkan Clara dalam waktu yang lama.
Dua jam Clara digarap habis oleh kedua pria bejat itu. Dua jam pula Clara memohon-mohon untuk dibiarkan orgasme. Mata Clara sudah sayu dan merem melek menerima kenikmatan yang rasanya tidak ada akhirnya. Badannya bergoyang erotis mengikuti setiap genjotan rudal pada serambi lempit dan lubang pantatnya.
Terlihat sekali Clara sedang menikmati permainan tersebut, Clara menjadi tidak peduli dengan sekelilingnya. Clara sudah tidak mempedulikan lagi bahwa dirinya sedang diperkosa. Clara menggelinjang liar dan erotis, tubuhnya dibiarkan mengikuti apa mau bapak dan anak itu.
Tiba-tiba, tanpa melepaskan rudalnya dari dalam lubang pantat Clara, Kirno menelentangkan dirinya di karpet sambil ikut menarik tubuh Clara sehingga rudal Pak Jamal lepas dari serambi lempit Clara. Sekarang tubuh Clara terlentang di atas tubuh Kirno dengan rudal tetap tertancap di lubang pantatnya. Kedua kaki Clara terbuka lebar ditarik oleh kaki Kirno ke arah luar dan kedua tangan Clara diangkat ke atas ke samping kiri kanan kepalanya.
Kirno memegangi kedua tangan Clara di sekitar ketiak Clara, kedua kakinya yang mengait kedua kaki Clara ke arah luar, membuat Clara menjadi mengangkang sangat lebar. Dada Clara membusung karena tertkan perut Kirno. Melihat pemandangan yang sangat menggairahkan itu Pak Jamal segera berlutut dihadapan selangkangan Clara. Clara yang kedua tangan dan kakinya yang sudah tidak dapat bergerak karena pegangan dan kaitan tangan dan kaki Kirno hanya bisa melihat rudal Pak Jamal menerobos ke dalam serambi lempitnya.
“Aaaggg… aahhggggh… aaahhggggh…. oooohhhhhhhh..” erang Clara kenikmatan ketika Pak Jamal dan Kirno mulai memompa rudalnya masing-masing dalam serambi lempit dan lubang pantat Clara dengan keras.
“Apa Neng mau dihamili sama saya? Tanya Pak Jamal tiba-tiba.
“Mau…… eeeggghhhhh… .aagghhhhh…. Clara mau……ugghhhh…” jawab Clara.
Mendengar itu Kirno menarik lengan Clara makin ke atas, sehingga dada Clara semakin membusung. Dan dengan kompak Kirno dan Pak Jamal memompa serambi lempit dan lubang pantat Clara dengan sangat cepat.
Pak Jamal memompa serambi lempit Clara dari atas dengan sangat cepat dari atas, sambil menjilati dan menggigit puting payudara, seluruh dada Clara sampai ketiak Clara yang terbuka lebar tidak luput dari jilatan dan gigitannya, sedangkan Kirno memompa lubang pantat Clara dari bawah dengan sangat cepat sambil mulutnya menjilati dan menggigit leher Clara yang jenjang.
“Aaaahhh… ahhhhhhhhh…..” Clara hanya bisa mengerang-ngerang keras kepalanya terdongak ke belakang, mata Clara terpejam dan giginya menggigit bibirnya sendiri.
Setengah jam Pak Jamal dan Kirno memompa keras serambi lempit dan lubang pantat Clara. Ruangan tersebut menjadi hingar bingar oleh suara erangan dan rintihan nikmat Clara serta dengus napas Kirno dan Pak Jamal. Mereka bertiga seakan-akan sedang dalam suatu perlombaan mengejar garis finish yang sudah dekat.
Tiba-tiba badan Clara mengejang keras, Mulut Clara terbuka lebar badannya menggeliat keras, kedua kakinya yang dikait kaki Pak Jamal bergetar hebat dan kedua tangannya meraih dan meremas-remas karpet dengan kuatnya.
“AAAAAAAAAGGGGGGGGGGGGGGGGGGGH……” Clara menjerit kuat-kuat pada saat orgasme yang sudah ditunggu-tunggunya berjam-jam akhirnya datang juga.
Bersamaan dengan itu Pak Jamal juga menekan keras rudalnya ke dalam serambi lempit Clara dari atas dan Kirno menekan keras rudalnya ke dalam lubang pantat Clara dari bawah.
“AAGGHHHHHHHH… ” Lenguh Pak Jamal dan Kirno bersamaan, sambil memuncratkan spermanya masing-masing ke dalam serambi lempit dan lubang pantat Clara
Mereka bertiga mengalami orgasme yang sangat panjang, sampai akhirnya tubuh Kirno rubuh ke atas tubuh Clara, sehingga Clara terjepit ditengah-tengah. Ketiganya terkulai lemas dengan nafas memburu seperti baru saja menyelesaikan lari marathon puluhan kilometer jauhnya.
Kedua pria bejat itu merasa sangat puas bisa melampiaskan nafsu seksualnya pada gadis kota yang secantik Clara. Bagi mereka, bisa menyetubuhi Clara ibarat mimpi yang jadi kenyataan. Mereka sering melampiaskan nafsu seksualnya pada beberapa wanita desa yang menjadi gundik mereka, tapi mereka merasakan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan semua wanita desa yang pernah mereka gauli selama ini.
Sensasi kenikmatan yang didapatnya dari serambi lempit Clara membuat membuat mereka ketagihan. Yang mereka inginkan saat ini adalah bagaimana agar menikmati tubuh yang mulus dan seksi itu sepuas-puasnya sesering yang mereka bisa. Berbagai rencana sudah ada di dalam otak mereka yang bejat. Apalagi saat ini mereka telah berhasil menjebak Clara dalam sebuah jerat mematikan yang akan membuat Clara menuruti apapun yang mereka inginkan.
Bersambung… Dari semua gadis itu, Lia bisa digolongkan berbeda. Penampilannya yang tomboy lah yang membuatnya berbeda. Meski begitu tidak ada yang membantah kalau Lia jugalah gadis yang paling menawan dalam rombongan itu. Lia memiliki wajah bulat dengan hidung mancung. Matanya sedikit sipit karena ada darah campuran Cina di dalam tubuhnya. Giginya putih bagaikan mutiara membuat senyumnya terlihat menawan. Rambutnya dipotong pendek makin mengesankan sifatnya yang tomboy, meskipun justru bagi sebagian orang Lia terlihat semakin kenikmatans dan feminin dengan potongan rambut pendeknya.
Hal itu masih ditambah dengan tubuh yang langsing tapi padat dan putih bersih. Tinggi badannya yang 169 cm tidak tampak terlalu jangkung karena proporsinya yang ideal. Jika dia berjalan, maka yang menjadi perhatian, terutama kaum lelaki adalah pantatnya yang padat dan payudaranya yang terlihat kenyal meski tidak terlalu besar. Pakaiannya yang hampir selalu ketat membuat cetakan menonjol di bagian-bagian itu.
Siang itu, di tengah cuaca yang panas menyengat, terlihat Lia berjalan sendirian menyusuri jalan desa dengan langkah agak terburu-buru. Dia memakai pakaiannya yang ketat, kaus warna putih yang pas sebatas pinggang dan celana jins yang juga ketat yang jika bergerak membuatnya repot setengah mati karena bagian pinggangnya yang putih mulus jadi terbuka, mengintip diantara sela-sela pakaiannya. Lia terlihat membawa setumpuk map yang berisi kertas, yang membuatnya agak repot.
Tanpa diduga dari arah belakang, sebuah mobil jeep butut berwarna putih kusam –tampak kotor berdebu- dan berkarat di sana-sini berhenti tepat di depannya. Seorang pria menengok dari jendela mobil. Pria itu sudah cukup tua, terlihat dari wajahnya yang gemuk berminyak sudah berkerut, dan rambutnya yang agak botak hampir semuanya beruban. Kumisnya yang juga sebagian beruban tampak melintang sebesar jempol. Pria itu memakai seragam pegawai kelurahan.
“Lho Neng Lia..” kata bapak itu sambil nyengir. Karena terkejut Lia menoleh cepat, sampai seolah lehernya terpuntir.
“Oh.. Pak Kades..” kata Lia agak kaget. Pria itu rupanya adalah Kepala Desa. Saat perkenalan, Lia tahu namanya adalah Wirya, sering disapa dengan sebutan Kades Wirya. Lia tidak terlalu mengenal Kades Wirya, tapi dia sering mendengar penduduk membicarakannya. Desas-desus yang Lia sering dengar adalah, Kades wirya adalah seorang mata keranjang yang doyan kawin cerai. Dari cerita orang Lia pernah mendengar kalau istri Kades Wirya sudah lama meninggal, tapi dia masih memilii beberapa istri simpanan di desa lain. Benar atau tidaknya Lia tidak tahu, dan tidak peduli.
“Neng Lia mau ke mana?” tanya Kades Wirya, dengan nada ramah dibuat-buat.
“Eh.. itu..” Lia jadi agak gugup. “Saya mau ke kecamatan. Ada laporan yang harus saya ambil buat program nanti.”
“Oh..” Kades Wirya mengangguk mengerti. “Kalau begitu kebetulan. Saya juga mau ke kecamatan, ada pertemuan dengan Pak Camat. Neng ikut Bapak saja sekalian.”
Lia agak bimbang sesaat mendengar tawaran itu. Tapi setelah dipikir-pikir dia akhirnya menerima tawaran itu, mengingat jarak ke kantor kecamatan, apalagi jarang ada kendaraan umum yang bisa ditumpanginya. Penduduk biasa menggunakan sepeda atau berjalan kaki kalau ke kecamatan. Sementara Lia yang terbiasa dimanja teknologi jelas tidak akan mau membuang tenaganya untuk jalan kaki kalau ada yang bersedia memberinya tumpangan.
Sepanjang perjalanan, Kades Wirya lebih banyak diam. Hanya sesekali ida bercerita tentang masa lalunya. Lia hanya mendengarkannya sambil lalu. Dari apa yang didengarnya, Pak Kades ini sebetulnya sedang ingin memamerkan dirinya waktu masih muda. Tapi Lia tidak menyadari kalau selama perjalanan itu Kades Wirya tidak hanya bercerita, tapi juga beberapa kali mencuri-curi mengamati bagian-bagian tubuhnya.
Mereka baru saja mencapai batas desa ketika mobil yang mereka tumpangi tiba-tiba berdecit-decit dan berjalan tersendat-sendat dengan suara mesin benderum kasar. Sesaat kemudian asap tipis mengepul keluar dari kap mesin diiringi dengan matinya mesin mobil secara total.
“Kenapa mobilnya Pak?” tanya Lia.
“Tidak tahu Neng.” Kades Wirya menggelengkan kepalanya dengan sedikit gugup. “Kayaknya sih mesinnya ngadat.”
“Bisa diperbaiki nggak Pak? Soalnya kita kan musti ke kecamatan..” Lian betanya dengan nada sedikit cemas.
“Wah, nggak tahu Neng, saya bukan ahli mesin..” jawab Pak Kades pelan. Lia makin cemas, dia melihat ke atas, cuaca mulai gelap karena mendung.
“Kalau begitu sebaiknya saya pergi ke kecamatan sendiri saja.” Kata Lia setelah memeutuskan. Tapi Pak Kades mencegah langkah Lia sambil mencekal pergelangan tangannya.
Lia mendadak menjadi gelisah mendengar ucapan Pak Kades Wirya, apalagi dia melihat cuaca yang memburuk. Dan tepat seperti perkiraan Pak Kades, gerimis mulai turun membuat pola bintik-bintik basah pada baju yang mereka pakai.
“Wah.. sial..” Pak Kades memaki pendek sambil menoleh ke arah Lia. “Kita sebaiknya cari tempat berteduh Neng. Kebetulan rumah saudara saya ada di dekat sini.”
Lia yang tidak tahu harus berbuat apa menghadapi situasi seperti ini tampaknya hanya bisa menurut. Mereka berlarian menyusuri jalan yang mulai becek oleh siraman air hujan yang makin lama makin lebat. Tak berapa lama mereka sampai di sebuah rumah kecil separo tembok dan separo kayu. Rumah itu terletak agak menjorok dan jauh dari rumah-rumah yang lain, bahkan bisa dibilang itulah rumah satu-satunya yang ada di sekitar situ. Agak jauh ke belakang rumah sudah berbatasan dengan hutan yang menjadi pembatas desa.
Keduanya basah kuyup saat masuk ke rumah itu. Rumah itu ternyata tidak dikunci. Pak Kades membimbing Lia masuk ke rumah kecil itu. Mereka memasuki ruang depan yang kecil dan suram karena jendelanya tertutup. Hanya ada sepasang kursi kayu dan sebuah meja kayu kusam di situ. Lantainya terbuat dari ubin dingin agak berdebu. Pak Jamal meraih lampu minyak di meja dan menyalakannya. Seketika ruangan jadi terang oleh nyala lampu.
Eh.. Pak Kades.. apa ada kain atau baju ganti buat saya?” tanya Lia polos setelah menggigil karena bajunya yang basah kuyup. Pak Kades tidak langsung menjawab, dia untuk sesaat hanya memandangi Lia dengan tubuhnya yang indah sedang terbalut kaus basah, kaus itu begitu basahnya sehingga menempel di kulit Lia membuat kaus itu menjadi semi transparan sehingga Pak Kades bisa melihat lekuk tubuh Lia yang mulus. Selama beberapa detik Pak Kades memandangi tubuh Lia dengan sorot mata yang aneh.
“Oh.. ya.. ada.” Pak Kades menjawab, tapi suaranya menjadi berubah, tidak seperti suara Pak Kades yang asli, seolah Pak Kades sedang menahan sesuatu yang menggebu di dalam tubuhnya. “Di dalam kamar situ.” Pak Kades menunjuk kamar yang ada di sebelah ruang depan.
Tanpa berpikir panjang lagi Lia langsung bergegas masuk ke kamar itu. Kamar itu sempit dan sesak oleh sebuah ranjang kayu berlapis kasur usang berseprai usang yang warnanya sudah tidak jelas. Di dekatnya ada sebuah lemari kecil dari kayu yang sama usangnya. Lia melihat ada sebuah jendela dengan terali besi kokoh tepat di seberang pintu kamar. Tidak ada daun jendela di sana, hanya ada sebuah tirai tipis berwarna putih kekuningan, sinar matahari yang suram tertutup mendung menerobos masuk.
Lia mengaduk isi lemari usang itu. Di sana ditemukannya sebuah kemeja berwarna putih yang kelihatannya terlalu besar untuknya, dan itu adalah satu-satunya pakaian bersih yang ada di sana karena sisanya hanya kain-kain tua yang sudah bau apak.
Untuk sesaat dipandanginya kemeja itu seperti menimbang apakah cocok untuk dirinya. Kemudian tanpa memperhatikan kiri kanan, Lia mulai melepaskan kaus dan celana jinsnya yang sudah basah kuyup, sekarang hanya tinggal BH dan Celana dalam berwarna putih berenda-renda yang tampak sangat lembut. Sekujur tubuhnya yang seksi itu nyaris telanjang, payudaranya yang sekal dan padat terlihat menonjol dengan putingnya yang membayang di balik mangkuk BH nya, sementara pinggangnya yang ramping ditambah pinggul yang bulat padat bertemu membentuk segitiga yang tertutup celana dalam. Saat Lia baru saja akan memakai kemeja yang didapatnya di lemari, Tiba-tiba Pak Kades menyerbu masuk lalu menutup pintu dan menguncinya. Tubuh Lia saat itu masih terbalut bra dan celana dalam. Lia kaget bercampur marah.
“Ada apa, Pak? Saya kan baru ganti pakaian…?” katanya dengan nada melengking, campuran antara marah dan malu. Tapi Pak Kades menanggapinya dengan seringai liar.
“Tenang saja Neng… Bapak cuman pingin melihat keindahan tubuh Neng Lia dari dekat… Soalnya jarang sekali Bapak ketemu wanita secantikNeng Lia… Bapak hanya ingin lihat…” kata Pak Kades dengan kalem..
“Keluar Pak… Jika tidak saya akan berteriak…” jawab Lia sengit sambil menutup dengan kemeja di tangannya, belahan payudaranya yang menonjol dari sela-sela BH nya.
“Ayolah Neng.. Jangan marah begitu… Silakan berteriak sekerasnya… Tidak ada yang akan menolong Neng Lia di sini…”
“Jangan Pak, Jangan..” Lia mundur menjauhi Pak Kades. “Tolong Pak.. jangan sakiti saya..”
“Tenang Neng, Bapak tidak akan menyakiti Neng Lia kalau Neng Lia nurut sama Bapak,” jawab Pak Kades masih dengan ketenangan yang sama seperti sebelumnya. Mendengar itu Lia benar-benar nekad melaksanakan ancamannya untuk berteriak, tapi Pak Kades menggelengkan kepala.
“Percuma juga Neng teriak, tempat ini jauh dari mana saja.” Kata Pak Kades. “Lagipula kalau Neng teriak, apakah penduduk akan percaya pada Neng yang orang asing? Mereka tentu lebih percaya pada saya.”
Hal inilah yang tidak diperhitungkan oleh Lia, seketika itu Lia menghentikan usahanya untuk berteriak.
“Ma.. maksud Bapak…?” Lia mulai gemetar.
“Gampang saja kan Neng? Bapak bisa dengan mudah memutarbalikkan fakta, Bapak bisa saja menuduh Neng berbuat mesum di tempat terlarang. Mereka pasti lebih percaya pada Bapak, karena Bapak adalah Kepala Desa.”
Lia seolah kehilangan keseimbangan, tubuhnya mendadak lemas, kakinya menjadi gemetar. Dia tidak berpikir sampai sejauh itu. Otaknya mendadak buntu oleh ketakutan dan kekalutan.
“Bagaimana Neng..?” tanya Pak Kades dengan senyum penuh kemenangan. Lia diam saja. Hatinya terasa sedih dan sakit. Pak Kades menganggap diamnya Lia sebagai tanda setuju, karena itulah dia segera meraih tangan Lia dan membawa Lia ke arah tubuhnya untuk dipeluknya. Lia terpaksa menurut karena tak bisa melawan. Dalam pelukan Pak Kades, Lia menangis membayangkan petaka yang akan ia alami. Tapi Pak Kades tidak mempedulikan tangisan Lia, dia meraih dagu Lia dan mengulum bibirnya yang kecil mungil. Lia berusaha mengatupkan bibirnya agar tidak bisa dikulum oleh Pak Kades. Namun segala upayanya sia-sia. Pak Kades mendekap tubuhnya dengan begitu erat. Secara spontan, gadis itu pun berusaha melepaskan dirinya. Apa daya, rontaan tubuh Lia di dalam pelukan Pak Kades malah menimbulkan kontak dan gesekan-gesekan dengan tubuhnya yang pada gilirannya malah semakin memberikan kenikmatan dan menaikkan birahinya.
Tiba-tiba dengan sekali sentakan Pak Kades berhasil menarik BH Lia sampai terlepas dari tubuhnya, Lia menjerit kecil, payudaranya yang bulat dan padat menggantung telanjang begitu menggairahkan. Bentuknya sangat bagus dan masih kenyal dengan puting susu yang merah segar.
“Whuua..ternyata lebih indah dari yang Bapak bayangkan, mimpi apa Bapak bisa merasakan pentilnya gadis kota secantik Neng Lia..” pujinya ketika melihat payudara Lia yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Kini dengan leluasa tangannya yang kasar itu menjelajahi payudara Lia yang mulus terawat dengan melakukan remasan, belaian, dan pelintiran pada puting susunya. Pak Kades berganti-ganti melumat dan mengulum puting susu Lia . Lia mengejang mendapat perlakuan itu. Kesadarannya mulai hilang, dirinya sekarang sudah dikuasai oleh dorongan seks yang makin kuat. Lia selama ini belum pernah berhubungan dengan laki-laki sampai sejauh ini, dengan pacarnya dia hanya berani berciuman, karena itu mendapat perlakuan Pak Kades, desakan birahinya perlahan meledak.
Perlahan Pak Kades membaringkan tubuh Lia di atas kasur yang lusuh itu sambil terus meremas-remas kedua belah payudaranya. di hadapan Pak Kades sekarang tampak sepasang paha yang panjang dan mulus yang berakhir pada celana dalam putih berenda. Lalu dengan kasar Pak Kades menarik celana dalam Lia sampai lepas. Dan Lia sekarang benar-benar sempurna telanjang bulat terbaring di depan Pak Kades.Pak Kades memandangi kemulusan tubuh telanjang itu dengan takjub.
“Ohh.. tidak Bapak sangka ternyata Neng Lia lebih cantik jika ditelanjangi seperti ini, “ kata Pak Kades dangan deru nafas memburu. Lalu Pak Kades mulai menelusuri sekujur tubuh telanjang itu dengan bibir dan tangannya. Bibir Lia yang merah segar tidak henti-hentinya dilumat sementara tangan Pak Kades tidak berhenti menggerayangi dan meremas payudara Lia. Pak Kades lalu menjilati bagian perut Lia yang rata dan licin. Kemudian dia membuka paha Lia lebar-lebar hingga terkuaklah liang serambi lempit Lia yang licin tak berbulu. Rupanya Lia secara rutin selalu mencukur rambut kemaluannya.
Lalu Pak Kadespun mendekatkan wajahnya dan menyapu liang serambi lempit itu dengan lidahnya yang panjang juga kasar. Lidah Pak Kades mencari klitoris yang ada di sela liang itu. Lisa masih terus menangis namun kini tubuhnya telah terbuka seluruhnya dan gairah yang dari tadi ia tahan akhirnya meledak juga.
“Oohhh… aahhh… oohhhh …. aahssss… ehhsss…” Tanpa sadar Lia mulai mendesah merasakan kenikmatan yang baru pertama kali dia rasakan. Pak Kades mengetahui Lia mulai terangsang makin buas menggeluti tubuh yang putih mulus itu. Dia mengangkangkan kaki Lia dan membenamkan wajahnya ke serambi lempit Lia. Bibir dan lidahnya terus-menerus mengorek liang kemaluan Lia, sementara tangannya yang kekar dan berbulu meremas-remas payudara mulus Lia.
“Oooooooohhhhhhh………….” Tak tahan lagi Lia akhirnya mengalami orgasme, tubuhnya mengejang sesaat sebelum akhirnya melemas lagi, dari serambi lempitnya mengucur cairan bening kewanitaan.
Melihat calon korbannya sudah tidak berdaya, Pak Kades tersenyum puas karena berhasil menaklukkan gadis kota itu. Pak Kades meluia mmebuka pakaiannya satu-persatu sampai telanjang bulat, rudalnya yang sudah tegang mengacung dengan begitu keras. Lalu dengan gerakan kasar, Pak Kades menarik tubuh Lia yang bugil di atas ranjang, perlahan diangkatnya tangan Lia ke atas, lalu Pak Kades melebarkan kedua belah kaki Lia sehingga mengangkang lebar, membuat tubuh Lia sekarang seperti sebuah huruf X, huruf X yang sangat membangkitkan nafsu karena terbuat dari tubuh seorang gadis cantik dengan kulit putih mulus dalam keadaan bugil di atas ranjang.
Pak Kades semula haya menatap keindahan tubuh bugil yang ada di depannya dengan berkali-kali meneguk ludah. Dia lalu naik ke atas ranjang dan menempatkan dirinya tepat di antara kedua kaki Lia. Pak Kades sekarang sudah siap sepenuhnya untuk menyetubuhi Lia. Sementara Lia yang baru saja mengalami orgasme hanya bisa pasrah. Orgasmenya telah membuat tubuhnya tidak mampu lagi mematuhi perintah otaknya, yang bekerja sekarang hanyalah dorongan seksnya yang menggelora. Pelan-pelan Pak Kades mulai merebahkan dirinya menindih tubuh mulus Lia sambil sesekali mencium bibir Lia. Lia hanya menggeliat sesaat tapi kemudian dia mulai merasakan nikmatnya sentuhan liar dari bibir Pak Kades di bibirnya. Pak kades lalu membimbing rudalnya dengan tangan kanan menuju ke liang serambi lempit Lia. Sentuhan ujung rudal Pak Kades di bibir serambi lempit Lia membuatnya menggeliat. Lia mengetahui sebentar lagi keperawanannya akan direnggut secara paksa, tapi dia sudah terlanjur dikuasai nafsu birahi sehingga dia tidak melawan sedikitpun. Dan perlahan tapi pasti, Pak Kades mulai mendorong pantatnya maju, membuat rudalnya menyeruak masuk ke dalam serambi lempit Lia secara perlahan-lahan. Lia meringis menahan sakit pada serambi lempitnya. serambi lempitnya yang masih perawan terlalu sempit untuk dimasuki rudal Pak Kades yang berukuran di atas rata-rata itu. Pak Kades sendiri merasa kesulitan saat memasukkan rudalnya ke dalam serambi lempit Lia. Dia merasakan jepitan vagian Lia begitu kuat, seperti melawan desakan rudalnya, tapi dengan satu dorongan kuat, rudal Pak Kades akhirnya amblas seluruhnya di dalam serambi lempit Lia.
“Ahhhkk………….” Lia merintih kecil merasakan sesuatu yang besar memenuhi liang serambi lempitnya yang sempit. Perlahan air matanya mengalir membasahi pipinya yang mulus.
“Ehhh…… akhirnya masuk juga..” Pak Kades mengerang lirih. “Gila, tempiknya Neng Lia masih kenceng banget..”
Tapi Pak Kades hanya membiarkan rudalnya terbenam di dalam serambi lempit Lia. Selama tiga menit tidak ada pergerakan apapun dari Pak Kades. Rupanya Pak Kades sedang memberikan waktu agar Lia dapat mengambil napas dan agar Lia terbiasa dengan keadaan dimana rudal Pak Kades yang besar berada didalam serambi lempitnya. Pak Kades sendiri sebenarnya sedang meresapi nikmatnya jepitan lian serambi lempit Lia yang masih perawan itu untuk beberapa lama. Baru kemudian secara perlahan Pak Kades mulai menggoyangkan pantatnya, membuat rudalnya tertari keluar dari serambi lempit Lia. Lia merintih saat rudal itu lolos dari serambi lempitnya. Tapi rintihannya berubah menjadi jeritan kecil saat Pak Kades mendesakkan rudalnya dengan gerakan liar. Lia menggigit bibirnya merasakan sakit tapi sekaligus kenikmatan pada serambi lempitnya. Pak Kades lalu mulai melakukan gerakan memompa untuk menggenjot serambi lempit Lia dengan rudalnya, mula-mula pelan, tapi saat serambi lempit Lia mulai terbiasa oleh rudalnya, Pak Kades mulai mempercepat genjotannya. Badan Lia terguncang-guncang keras maju mundur, kakinya mengejang-ngejang dan menyentak-nyentak, tangannya dengan keras memegangi seprei sampai berantakan, kedua payudaranya bergoyang cepat, kepala terdongak ke atas dan bibirnya terkatup rapat antara menahan sakit dan sensasi yang dirasakan di dalam serambi lempitnya.
Melihat hal itu Pak Kades menjadi makin bernafsu, sambil terus menggenjot serambi lempit Lia, dia juga menciumi dan menjilati payudara Lia sambil sesekali bibirnya mengulum puting susunya seperti bayi yang sedang menyusu pada ibunya. Kenyotan bibir Pak Kades pada payudara Lia menimbulkan sensasi baru dalam tubuh Lia membuat gerkannya menjadi semakin liar.
“Aaahhh..ooohhhhh… aaahhhh… ooohhhh..” desahan keras Lia mulai terdengar manja. Rasa sakit pada serambi lempitnya sudah dilupakan dan digantikan oleh kenikmatan yang luar biasa.
Setelah selama sepuluh menit, Pak Kades merasa bosan dengan gaya konvensional itu, dia perlahan bangkit. Dia tertegun saat melihat bercak darah di sekitar serambi lempit Lia.
“Astaga, jadi Neng Lia masih perawan ya..?” tanya Pak Kades yang dijawab Lia oleh anggukan lemah.
“Wah.. kalu begitu Bapak beruntung banget hari ini, bisa memerawani seroang gadis kota, cantik lagi..” kata Pak Kades senang. Lia hanya diam saja mendengar ocehan Pak Kades.
“Nah sekarang Neng Lia ganti gaya doang..” pinta Pak Kades. Dia menyuruh Lia menungging di atas ranjang, lalu kembali diserangnya serambi lempit Lia dari belakang seperti seekor anjing. kedua tangan kekarnya memegang pinggul Lia dan menariknya hingga posisi pantat Lia kini merapat dengan pinggul Pak Kades mambuat rudal Pak Kades membenam seluruhnya di dalam serambi lempitnya. Lia menjerit lirih, matanya terpejam sambil menggigit bibirnya sendiri dan badannya kembali menegang keras.
Lalu mulailah Pak Kades menggenjot kembali serambi lempit Lia dengan kedua tangan memegangi pinggul Lia. Dia mulai memaju-mundurkan kemaluannya mulai dari irama pelan kemudian makin cepat sehingga membuat tubuh Lia tersodok-sodok dengan kencangnya.
“Aahh.. aahh.. aahhh.. oohh….. oohh..” Lia kembali menjerit-jerit saat Pak Kades menggenjotnya lagi. Tubuhnya sekarang basah oleh keringat. Payudaranya yang menggantung indah bergoyang-goyang seirama genjotan Pak Kades. Perlahan Pak Kades mulai menjamah payudara Lia dari belakang, sambil terus menggenjot serambi lempit Lia, Pak Kades juga meremas-remas payudara Lia. Erangan-erangan Lia semakin keras, badan dan kepala semakin bergoyang-goyang tidak beraturan mencari titik-titik nikmat di dalam serambi lempitnya. Tidak tahan lagi, lia akhirnya mengejang dan mengerang.
“AAHHHHHHHHHHGGHHHH…………” kembali Lia mngalami orgasme, kali ini bahkan lebih dahsyat dari sebelumnya. Melihat Lia orgasme lagi, Pak Kades makin brutal. Dia mendorong Lia sampai tersungkur lalu membalikkan tubuh Lia dengan kasar dan dipentangkannya kaki Lia selebar yang dia mampu sambil diangkat ke atas sehingga kaki Lia sekarang membentuk huruf V membuat serambi lempit Lia terkuak sangat lebar. Pak Kades lalu kembali melesakkan rudalnya ke dalam serambi lempit Lia dan kembali menggenjotnya, kali ini gerakannya sangat liar dan tidak teratur membuat tuuh Lia tersentak-sentak dengan kasar.
“AHHKHHH… OOOHHHHHHKK.. AAHHHHH……..” Lia menjerit-jerit merasakan rudal Pak Kades menggenjot serambi lempitnya dengan kasar, kepalanya bergoyang keras ke kiri dan ke kanan, matanya terpejam sambil menggigit bibirnya menahan sakit dan nikmat yang luar biasa. Tak tahan mendapat rangsangan sedemikian hebat, tubuh Lia kembali mengejang sampai melengkung ke atas membuat tulang rusuknya menjiplak di kulitnya.
“AAAAAAAAAGGGGGGGGGGGGGGGGGGGH… … … ..” teriak Lia saat mengalami orgasme untuk ke sekian kalinya. Bersamaan dengan itu Pak Kades juga menekan keras rudalnya ke dalam serambi lempit Lia.
“AAGGHHHHHHHH… ” Pak Kades melenguh keras, sensasi yang sedari tadi ditahan akhirnya dilepaskan dengan sangat dahsyat sambil memuncratkan spermanya ke dalam serambi lempit Lia. Keduanya kembali lemas setalah mengalami orgasme secara bersamaan. Pak Kades ambruk sambil mendekap tubuh mulus Lia.
“Oohhhh…. Bapak sangat puas Neng…” Pak Kades berbisik di telinga Lia, lalu sambil mencium bibir Lia, Pak Kades bangkit meninggalkan Lia terbaring tanpa busana di atas ranjang.
Pak Kades lalu memakai pakaiannya lagi. Dia kemudian mendekati Lia yang masih terbaring di atas ranjang.
“Ingat ya Neng.. Neng harus menuruti setiap keinginan Bapak, kalau tidak Neng bakal celaka.. mengerti kan Neng..?”
Lia hanya menjawabnya dengan anggukan lemah.
“Sekarang Neng Lia mandi yang bersih ya..” kata Pak Kades. Dia lalu menarik tangan Lia sampai Lia bangun dari ranjang. Lalu dibimbingnya Lia yang masih dalam keadaan bugil menuju kamar mandi di belakang. Di sana di amenyuruh Lia mandi sebersih-bersihnya untuk menghilangkan bekas-bekas perkosaann yang melekat di tubuhnya. Lia kemudian dibawanya ke kamar lagi. Dia diijinkan memakai pakaian lagi, tapi satu-satunya pakaian yang boleh dipakainya hanyalah celana dalam, sedangkan tubuh bagian atasnya dibiarkan telanjang.
Pak Kades lalu berjalan keluar dari kamar sambil tertawa penuh kemenangan. Dia kembali ke ruangan depan, di sana dia duduk santai di kursi sambil merokok.
Tak seberapa lama, dua orang laki-laki setengah baya tampak masuk ke dalam rumah, sebagian baju mereka yang lusuh terlihat basah. Yang seorang bertubuh kurus dan bungkuk dengan rambut tipis beruban banyak, matanya agak juling dan giginya sebagian sudah ompong. Yang satu lagi berkulit hitam dengan wajah cacat seperti bekas terbakar dan agak cekung, rambut, kumis dan janggutnya jarang-jarang dan beruban di mana-mana. Melihat mereka, Pak Kades bangkit dari duduknya.
Aman! Jupri! Dari mana Kalian?” tanya Pak Kades.
“Tadi kami pergi ke rumah istri Pak Kades yang satu lagi, tapi karena hujan, kami jadi tertahan di sana,” Aman yang bungkuk menjawab.
“Iya Pak Kades..” timpal si Jupri.
“Dan dia bilang apa?” tanya Pak Kades
“Yah.. dia bilang sih mau balik ke Pak Kades..” jawab Aman lagi.
“Hehehehehe..” Pak Kades tertawa. “Bagus.. bagus.. tidak sia-sia kalian bekerja padaku..”
“Kalau gitu kami dapat hadiah dong pak..” kata Aman sambil nyengir.
“Hadiah?” Pak Kades berpikir sesaat. “Oh.. ya, kalian akan dapat hadiah, hadiah yang sangat menyenangkan.”
Pak Kades masuk kembali ke dalam kamar diikuti tatapan Aman dan Jupri yang bertanya-tanya dalam hati seperti apa hadiah yang akan mereka terima. Dan sesaat kemudian, seolah mata mereka meloncat dari tempatnya, mereka melotot leber-lebar saat Pak Kades keluar dari kamar sambil menuntun seorang gadis yang sangat cantik yang nyaris dalam keadaan telanjang bulat, hanya sehelai celana dalam yang masih melekat di badannya.
Aman dan Jupri melongo seperti kemasukan jin menyaksikan pemandangan yang sangat indah itu, Lia yang begitu cantik dan nyaris telanjang berdiri di depannya. Tubuhnya yang seksi terlihat begitu menggairahkan, apalagi Pak Kades melarang Lia untuk menutupi payudaranya membuat payudara yang indah itu menggantung bebas, polos dan telanjang.
“Nah.. kalian suka dengan hadiah ini?” Pak Kades mendorong Lia ke depan, membuatnya nyaris terjungkal.
“Ohh.. suka banget Pak..” Aman menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari tubuh mulus Lia. “Ini hadiah yang paling indah..”
“Bahkan Neng Ani, kembang desa sebelahpun nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dia..” Jupri menambahi.
“Kalau begitu, selama satu hari ini, kalian boleh nikmati dia..” kata pak Kades ringan, yang disambut dengan tawa puas dari mereka berdua.
“Di dalam saja Man.. “ kata Jupri sambil menunjuk ke kamar. “ada kasurnya.. enak kan kalau nanti dia kita entotin di kasur..”
Aman setuju dengan usul Jupri, keduanya membimbing Lia masuk lagi ke dalam kamar dam negunci pintunya.
Kedua orang penjaga rumah itu sekarang berjalan mengelilingi Lia sambil berkali kali berdecak mengagumi keindahan dan kemulusan tubuh Lia.
“Astaga… mulusnya.. montoknya..” Aman berdecak sambil membelai paha Lia yang putih. Lia berdesir merasakan rabaan tangan kasar itu pada pahanya.
“Iya nih Man..” Jupri manambahi sambil meremas pantat Lia.
“Nama Neng siapa sih..? Kok cantik banget..” tanya Aman sambil membelai payudara Lia dengan kurang ajar. Lia merintih sesaat sambil meneteskan air mata. Dia meras sangat terhina diperlakukan seperti itu, tapi dia sama sekali tidak kuasa untuk menolaknya.
“Lia Pak..” jawab Lia pelan dengan sedikit tersedu.
“Oh.. namanya Lia.. cantik, secantik orangnya..” kata Aman sambil meremas payudara Lia, membuat Lia merintih kecil. “Kalau nggak keliru, Neng Lia kan cewek kota yang lagi KKN di sini ya..?”
“Ahhhhhh… iya Pak… Oohhhhhhhh……” Lia menjawab sambil mendesah karena pada saat itu Aman kembali meremas kedua payudaranya sementara pada saat yang sama, Jupri sedang sibuk meremasi pantatnya sambil sesekali membelai selangkangan Lia yang masih tertutup celana dalam.
“Neng Lia suka menyetubuhi nggak..? “ tanya Aman lagi. Lia hanya mengangguk pasrah.
“Ditanya kok Cuma ngangguk saja, jawab dong Neng..” kata Aman lagi.
“Ehh.. iya.. Pak… saya.. suka menyetubuhi..” jawab Lia sambil terbata, menahan desakan nafsunya yang kembali bangkit akibat belaian dan cumbuan pada paudara dan selangkangannya.
“Neng Lia mau nggak menyetubuhi sama kami?” tanya Aman kalem sambil terus mencumbui payudara Lia.
“Iyaa… mau.. mauuu…” Lia menjawab sambil mengerang, rupanya dia sudah hampir mencapai klimaksnya lagi. Persetubuhannya dengan Pak Kades membuat nafsu birahinya begitu mudah dibangkitkan.
Jupri yang sedari tadi mengusap-usap kemaluan Lia merasakan jari tangannya menjadi basah, menandakan serambi lempit Lia sudah siap untuk dimasuki oleh rudal, tapi Jupri ingin membuat Lia mengalami orgasme, karena itu tiba-tiba dia memelorotkan celna dalam Lia sampai ke batas lutut lalu merenggangkan kaki Lia sehingga selangkangannya terbuka. Lia yang sudah terlanjur terangsang tidak menolaknya, dia bahkan secara sukarela membuka pahanya. Jupri langsung menyerang kemaluan Lia yang terbuka dengan jari-jarinya sambil sesekali menusuk dan mengocok-ngocok jarinya di dalam liang serambi lempit Lia. Lia menjerit tertahan setiap kali jari Jupri mengocok serambi lempitnya. Tidak tahan lagi, Lia akhirnya mengejang. Lia benar-benar sudah kembali mencapai orgasmenya, membuat serambi lempitnya sangat basah.
“Heheheh… enak kan Neng..? Neng suka nggak digituin?” tanya Aman sambil cengengesan, seolah perbuatannya terhadap Lia barusan hanyalah sekedar permainan anak-anak yang tidak berarti.
Lia masih terengah-engah merasakan orgasmenya yang meledak lagi. Dia hanya bisa mengangguk menjawab pertanyaan itu.
“Sekarang giiran Neng yang muasin kami ya..” kata Aman. Kemudian Aman dan Jupri membuka pakaiannya satu-persatu sampai telanjang bulat. Kedua rudal mereka menegang keras. Hitam, besar dan panjang.
“Sekarang Neng emutin dong rudal kami..” kata Aman santai. Lia untuk sesaat memalingkan mukanya menghindari menatap kedua rudal itu. Tapi mau tidak mau, Lia harus menuruti mereka. Maka perlahan Lia mulai berlutut di hadapan Aman dan Jupri. Serentak kedua rudal itu mengacung tegak di depan wajah Lia. Perlahan Lia mulai melingkarkan genggamannya pada rudal kedua penjaga rumah itu. Besarnya pas satu genggaman tangan Lia yang mungil. Lalu Lia mulai melakukan gerakan mengocok rudal mereka, dan secara bergantian, Lia kemudian mengulum rudal mereka.
“Ahhhhgghh…..” Aman mulai mengerang merasakan belaian tangan dan bibir Lia pada rudalnya. Dengan tangan kanannya Bella memegang batang rudal Aman, dan tangan kririnya menggenggam rudal Jupri, sementara kepalanya bergerak maju mundur berirama dengan berusaha membuka rahangnya lebar-lebar agar giginya tidak bersentuhan dengan kepala rudal mereka. Secara bergantian Bibir Bella terus mengulum maju mundur pada kepala dan batang rudal Aman dan Jupri, sedangkan lidahnya terus begerak menjilati dan membasahinya.
‘Oohhhh… Aaahhhh…. Aooooohhh….” Aman dan Jupri mengerang-erang nikmat merasakan setiap sensasi pada rudal mereka. Tapi tiba-tiba Aman menyuruh Lia menghentikan kuluman pada rudalnya. Dia berjalan ke belakang dan berdiri di belakang Lia. Lia yang masih sibuk mengulum rudal Jupri menjadi tegang, apalagi saat Aman menyuruhnya berdiri. Masih dengan tangan dan mulut sibuk mengulum dan mengocok rudal Jupri, Lia berdiri. Hal itu memaksanya berdiri sambil menungging, dan memang itulah yang diinginkan oleh Aman. Dia kemudian menyuruh Lia merenggangkan kakinya. Tiba tiba Lia merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Aman sedang menjilati bongkahan pantatnya yang montok. Tubuh Lia menggelinjang, apalagi waktu mulut Aman bertemu dengan serambi lempitnya, lidah itu beraksi dengan ganas di daerah itu membuatnya semakin becek.
“Ahhhghhh… ohhh..” Lia menreang pelan, nyaris saja dia menggigit rudal Jupri. Jupri melihat payudara Lia yang bergantung indah itu sekarang bergoyang-goyang, tanpa pikir panjang lagi, Jupri mulai meraih payudara lembut itu dan mulai meremasnya pelan, membuat Lia makin terangsang.
Tiba-tiba Lia menghentikan kulumannya pada rudal Jupri dan mengerang tertahan, dia lepaskan sejenak rudal Jupri dari mulutnya. Wajahnya meringis karena di belakang sana Aman sedang berusaha mendorong rudalnya masuk ke dalam liang serambi lempitnya.
“Aahhhh… oohh…oohh…!!” rintihnya dengan menengok ke belakang melihat rudal itu pelan-pelan memasuki serambi lempitnya. Tapi dengan cepat Jupri yang tidak mau kenikmatannya berkurang meraih wajah Lia dan kembali memaksanya mengulum rudalnya.
Lia merasakan serambi lempitnya penuh sesak oleh rudal itu, benda itu bahkan menyentuh dinding rahimnya. Aman mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, gesekan-gesekan nikmat langsung terasa baik oleh yang si penusuk maupun yang ditusuk. Lia menggelinjang nikmat, tubuhnya melengkung ke belakang, mulutnya mengeluarkan erangan. Erangan Fanny lalu teredam karena Jupri menekan kepalanya dan menyuruhnya mengulum rudalnya kembali. Lia pun mencoba kembali berkonsentrasi pada rudal Jupri di tengah sodokan-sodokan Aman yang makin kencang.
“Pelan-pelan aja Man, ntar anu saya kegigit gimana ?” kata Jupri melihat Lia agak kesulitan mengulum rudalnya karena tubuhnya berguncang terlalu hebat.
“Hehehe…maaf deh Pri, keenakan sih sampai lupa..” Aman terkekeh lalu mulai mengurangi sedikit kecepatannya. Dengan begitu Lia bisa lebih mudah melayani rudal Jupri sambil mengimbangi gerakan Aman. Lia mengombinasikan hisapan dengan kocokan tangan pada rudal Jupri membuat Jupri merem melek merasakan kenikmatan yang tiada taranya itu.
Hampir limabelas menit lamanya Lia diperlakukan sedemikian rupa. Tubuhnya yang putih mulus sekarang kembali basah oleh keringat. Tiba-tiba Aman melepaskan rudalnya dari liang serambi lempit Lia. Perlahan dia mengarahkan rudalnya ke bagian anusnya.
“Jangann..! Jangan di situ.. mmpphh..” Jerit Lia yang langsung teredam oleh sodokan rudal Jupri pada mulutnya. Aman sendiri tidak peduli dengan ucapan Lia barusan, dia berusaha mati-matian mendesakkan rudalnya ke dalam anus Lia.
“AAHHKK..” Lia sontak mengejang dan mendongakkan kepalanya, rudal Jupri terlepas begitu saja dari kulumannya. Aman rupanya telah berhasil memasukkan rudalnya ke dalam anus Lia. Selama beberapa saat Aman membiarkan saja Lia menggeliat-geliat, seperti ingin menyiapkan anusnya agar bisa menerima sodokan Aman. Aman lalu mulai menarik kembali rudalnya keluar. Lia meringis sekali lagi, air matanya makin deras mengalir, sakitnya luar biasa seolah anusnya sedang diledakkan oleh kekuatan yang sangat besar, tapi pada saat yang sama, Lia juga merasakan sensasi tersendiri dari perbuatan Aman tersebut.
Pelan-pelan Aman mulai mendorongkan rudalnya lagi. Lalu dengan gerakan pelan, Aman mulai menggenjot rudalnya pada anus Lia. Lia merintih-rintih setiap kali Aman menyodok anusnya. Tapi setelah agak lama, dia merasakan anusnya bisa menampung rudal Aman. Jeritannyapun mulai berubah menjadi erangan-erangan lirih. Aman perlahan mulai meningkatkan tempo genjotannya sehingga membuat tubuh Lia terguncang-guncang. Tiba-tiba Aman melingkarkan kedua lengannya ke ketiak Lia dan menarik bahunya sehingga kedua lengan Lia sekarang terkunci oleh lengan Aman dan terentang ke samping, membuat Lia terpaksa melepaskan kulumannya pada rudal Jupri. Dalam posisi seperti itu Aman kemudian menarik tubuhnya ke atas ranjang sehingga keduanya terlentang di atas ranjang dengan posisi tubuh Lia ada di atasnya.
Melihat hal itu, Jupri ikut maju, dipentangkannya kedua belah paha Lia dan ditekuknya ke arah samping sehingga mengangkang seperti kodok, membuat serambi lempitnya terkuak lebar.
“Oohhh… janganh.. ahhh…” Lia menyadari apa yang akan dilakukan oleh Jupri pada serambi lempitnya. Pelan-pelan Jupri mula mendekatkan rudalnya ke serambi lempit Lia. Dan.
“AAHHHHHKKK…” Lia menjerit saat rudal itu menembus liang serambi lempitnya. Sekarang dua batang rudal besar memasuki tubuhnya dari depan dan belakang. Lia meronta-ronta hebat saat secara bergantian Aman dan Jupri menggenjot tubuhnya. Tubuh putih itu menggeliat-geliat di dalam himpitan kedua penjaga rumah buruk rupa itu. Dan sambil menggenjot serambi lempit Lia, Jupri juga sibuk menciumi dan melumat bibir Lia. Lia merasa tersiksa dihimpit kedua penjaga rumah yang memperkosanya dengan brutal, tapi sebenarnya Lia juga merasakan sebuah sensasi hebat yang bergolak dari dalam tubuhnya, bagaikan api besar yang membara dan meledak-ledak di dalam tubuhnya, membuat Lia akhirnya tenggelam dalam permainan seks bertiga itu. Apalagi ternyata Aman dan Jupri sangat lihai dalam urusan seks, membuat sensasi dalam tubuh Lia meledak.
“aahhh… ahhhh… mau nyampe…….. oohhh… udaaaahhh… oohhh… udaaahhh…” Lia merintih-rintih merasakan orgasmenya setiap saat bisa meledak. Tapi kelihaian Aman dan Jupri dalam bersenggama membuat mereka bisa menahan orgasme Lia. Mereka tidak ingin Lia selesai dengan mudah. Setiap kali Lia akan meledakkan orgasmenya, setiap kali pula mereka menghentikannya dengan bermacam cara, seperti dengan menghentikan genjotan rudalnya, atau menjambak rambut Lia sampai kesakitan dan melupakan dorongan orgasmenya. Lia benar-benar dibuat takluk oleh kedua penjaga rumah itu. Wajahnya sampai merah keunguan merasakan sensasi orgasmenya berulang kali berhasil digagalkan. Entah berapa lama tubuh Lia berada di dalam himpitan dan genjotan kedua penjaga rumah itu. Lia sendiri sampai terlalu payah untuk merintih, tubuhnya sekarang hanya tergetar dan menggeliat setiap kali hendak orgasme.
“Gimana rasanya dientot berdua Neng? Ngomong dong..” kata Jupri sambil terus menggenjot serambi lempit Lia.
“Eeegghh… ennaaakkk… Oohhhh… Nikmathh… Ahhhhh…..” jawab Lia sambil membiarkan kedua puting payudaranya dijilat dan digigit kecil oleh Jupri.
“Apa Neng mau kalau saya hamili..?” tanya Jupri.
“Ehhkkhh…. iyaahhh… mauuhhh… oohhh…” Lia menjawab asal saja. Mendengar hal itu Jupri makin bersemangat menggenjotkan rudalnya, seolah dia berharap benar-benar bisa menghamili gadis kota secantik Lia. Sampai akhirnya Jupri tidak tahan lagi untuk meledakkan orgasmenya.
“AAGGGHHH……….” Jupri mengerang dan mengejang kuat, seketika spermanya menyembur deras membanjiri rahim Lia. Jupri menggelepar merasaksn kenikmatan luar biasa yang diperolehnya dari tubuh mulus Lia.
Setelah Jupri selesai, giliran Aman sekarang menggenjot serambi lempit Lia yang sekarang ditelentangkannya di atas ranjang. Aman memang puny atenaga ekstra, mungkin sudah lebih dari satu jam dia menyetubuhi Lia, tapi belum sedikitpun ada tanda dia bakal selesai. Tubuh Lia yang sudah lemas hanya bisa terhentak mengikuti setiap gerakan Aman yang menggenjot serambi lempitnya. Sambil terus menggenjot serambi lempit Lia, Aman juga sibuk mencium dan melumat bibir Lia. Karena sudah pasrah, Lia pun ikut membalas ciumannya, lidah mereka saling membelit dan beradu, air liur mereka menetes-netes di pinggir bibir.
“Ahhh… ahhhh…. oohhhhh… oohhhh…” Lia mengerang lirih setiap kali Aman menyodokkan rudalnya secara brutal. Ngocoks.com
Lia menggeliat antara sakit bercampur nikmat, perlakuan Aman yang kasar ternyata justru membuat gejolak birahi Lia kian meledak. gaya bercinta jon yang barbar justru menciptakan sensasi tersendiri. Di ambang klimaks, tanpa sadar Astrid memeluk tubuh Aman dan memberikan ciuman di mulutnya. Selama hampir lima menit kedua bibir itu saling bersatu seperti terikat oleh benang yang tidak kelihatan sampai akhirnya Lia mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram punggung Aman dan menancapkan kuku-kukunya ke punggung itu membentuk bilur bilur kemerahan.
“AHHHHHHHHKKHHHHHHHHH……….” Lia menjerit keras. Orgasme yang sebegitu lamanya tertahan akhirnya meledak juga, Lia mencengkeram punggung Aman dengan begitu kuat. Tubuhnya melengkung seperti busur, kakinya menendang-nendang ke segala arah dengan tidak terkendali. Sungguh dahsyat orgasme yang didapatnya. Selama beberapa detik lamanya tubuh Lia yang mulus itu melengkung dan menegang, serambi lempitnya berdenyut dengan sangat kuat mencengkeram rudal Aman seolah ada sebuah tangan raksasa yang menjepit rudal itu dan menghancurkannya.
Aman tidak bisa bertahan mendapatkan cengkeraman serambi lempit Lia yang berdenyut hebat itu. Tubuhnya ikut menegang. Aman menyodokkan rudalnya dengan kuat, seolah mencoba menahan ejakulasinya untuk terakhir kali, tapi dia tidak mampu lagi bertahan.
“OOHHKKKKKKKHHH…….” Aman melenguh panjang seperti banteng, tanpa bisa ditahan, spermanya menyembur deras dan kembali mengisi rahim Lia. Perlahan tubuh mereka kembali melemas. Aman langsung ambruk kelelahan menindih tubuh mulus Lia yang juga kepayahan. Ketiganya terkapar tidak berdaya setelah mencapai kepuasan seksual secara hampir bersamaan. Perlahan keduanya tertidur dalam satu ranjang.
Malam sudah hampir turun saat Lia membuka matanya. Tubuhnya teras sangat letih dan sakit seperti ada serombongan orang yang baru saja memukuli tubuhnya. Dirasakannya ada sesuatu menindih tubuhnya. Ternyata kedua penjaga rumah itu masih tertidur di sampingnya dengan tangan mereka memeluk tubuhnya. Tangan Aman bahkan masih mencengkeram payudaranya.
Dengan gerakan pelan, Lia menyingkirkan kedua tangan nakal itu dengan harapan keduanya tidak terbangun, tapi harapannya buyar saat Aman tiba-tiba membuka matanya.
“Lho.. sudah bangun ya Neng..?” katanya sambil tersenyum. Sontak Lia mendekap kedua belah payudaranya yang masih telanjang.
“Ngapain juga ditutupin Neng, entar paling kebuka lagi..” kata orang di sebelahnya. Jupri rupanya sudah bangun juga.
“Benar tuh Neng..” kata Aman sambil berusaha melepaskan dekapan tangan Lia dari payudaranya, begitu juga dengan Jupri. Lia hanya bisa menangis tapi tidak kuasa menolaknya, payudaranya kembali menggantung bebas telanjang.
“Neng emang cantik dan pintar..” kata Aman sambil meremas-remas payudara Lia sebelah kiri, sedangkan Jupri menikmati payudara Lia yang sebelah kanan.
“Iya nih.. Neng jago banget lho menyetubuhinya, Bapak jadi ketagihan nih..” timpal Jupri. Lia hanya mendesah pelan merasakan payudaranya digumuli oleh kedua pria itu. Keduanya lalu menyuruh Lia untuk mandi bersama mereka, sambil mandi, sesekali mereka juga meraba dan meremas-remas payudara dan pantat Lia, Jupri bahkan nekad menyabuni bagian selangkangan Lia membuat Lia mendesah tertahan.
Selesai mandi, mereka mengijinkan Lia untuk berpakaian, tapi hanya celana dalam saja yang boleh dia pakai sementara tubuhnya yang lain tetap diharuskan telanjang. Lia lalu dibawa ke ruangan tengah. Di sana sudah ada Pak Kades yang menunggu.
“Wuah.. sudah cantik lagi Neng kita satu ini..” komentar Pak Kades melihat Lia yang sudah bersih. Wajahnya yang tanpa polesan kosmetik terlihat justru semakin cantik, apalagi saat itu Lia hanya memakai celana dalam saja, sehingga tubuhnya yang mulus terbuka, membuatnya menjadi semakin mengundang selera.
“Nah.. malam ini Neng Lia Bapak minta untuk menjadi pelayan kami. Neng Lia harus melayani kami apa saja, mulai dari urusan dapur sampai urusan kasur.” Kata Pak Kades. “Dan sekarang Neng ambilin makanan di dapur sana..”
“I.. iya Pak..” jawab Lia tersedu, air matanya kembali mengalir.
“Sudah, jangan nangis, sana cepat ke dapur!” perintah Pak Kades. Lia dengan gugup menurut. Beruntung Lia tidak disuruh memasak pula, seumur hidup Lia tidak pernah menginjakkan kakinya ke dapur apalagi memasak, sebagai anak orang kaya semuanya selalu siap di depannya tanpa perlu bersusah payah.
Lia membawa makanan dari dapur ke ruang tengah. Tapi dia lupa membawa piring dan sendoknya membuat Pak Kades marah. Lia segara berlari kembali ke dapur dengan tergesa-gesa.
Sambil makan, mereka bertiga menyuruh Lia untuk menari sebagai hiburannya. Lia terpaksa melakukannya, diiringi musik dangsut yang diputar dari sebuah radio mini Lia mulai menari telanjang dengan gerakan luwes. Lia terbiasa dugem sehingga gerakan-gerakannya mengalir begitu lancar. Ketiga orang pria bejat itu bertepuk tangan sambil bersuit suit menikmati keindahan tubuh telanjang Lia yang sedang meliuk-liuk erotis.
“Ahh.. yaa.. bagus Neng.. terus aja narinya,” Kata Pak Kades sambil tetap makan. Mereka serasa sedang makan di restoran atau kafe dengan adanya hiburan merangsang itu. Mereka paling suka saat Lia menari seperti penari striptease sambil berpura-pura melakukan mastrubasi dengan meremas-remas payudaranya sendiri.
Puas dengan tarian telanjang itu, merekapun menyuruh Lia berhenti. Lia yang kekelahan langsung terpuruk di lantai. Apalagi dia belum makan. Kepalanya terasa pusing.
“Oh.. Neng mau makan ya..?” tanya Pak Kades setelah mengetahui Lia melihat ke atas meja, dimana di situ terhidang makanan yang masih tersisa.
“Iya Pak..” kata Lia penuh harap.
“Kalau Neng mau makan ada syaratnya Neng..” kata Pak Kades. “Turunin celana dalamnya Neng..”
Lia terkejut mendengar ucapan Pak Kades. Dia menggeleng sambil ketakutan.
“Terserah kalau Neng nggak mau nurunin celana dalamnya, nggak dapat makanan.” Kata Pak Kades kalem.
“Iya Pak.. baik ..” Lia berkata cepat. Dia segera memelorotkan celana dalamnya sendiri sampai sebatas lutut. serambi lempitnya sekarang telanjang.
“Hehehehehe… Neng memang pintar.” Kata Pak Kades sambil memelototi serambi lempit yang licin bersih itu. “Sekarang pegangan ke meja. Lalu renggangin kakinya.” Perintah Pak Kades sambil menunjuk ke arah meja. Liapun menurut membuat tubuhnya membungkuk deangan pantat menungging. Lia tahu sebentar lagi dirinya kembali akan diperkosa, tapi sedapat mungkin dia berusaha pasrah.
“Hehehehe.. pintar.” Kata Pak Kades. “Kalau mau makan, Neng lia harus bersedia dientotin sama kita.” Tambahnya. ”Tapi kali ini Neng boleh pilih siapa berhak menyetubuhiin Neng.”
Sejenak Lia merasakan kebingungan yang luar biasa, memilih sesuatu yang buruk dari yang terburuk bukan pilihan yang mudah. Sampai akhirnya Lia menjawab.
“Saya pilih Pak Kades saja..” jawab Lia tersendat.
“Kenapa pilih saya?” tanya Pak Kades yang membuat Lia kebingungan tidak tahu harus menjawab apa.
“Ehh.. karena.. karena Bapak ganteng sih..” jawab Lia sekenanya. Pak Kades tertawa mendengar jawaban seadanya itu.
“Bagus kalau begitu, sekarang siap ya Neng..” kata Pak Kades sambil berjalan menuju ke belakang Lia. serambi lempitnya yang sudah terbuka sepetinya sudah siap dimasuki oleh rudal lagi. Pak Kades langsung memasukkan rudalnya ke dalam liang serambi lempit Lia. Dan perlahan Pak Kades menggenjot serambi lempit Lia dengan rudalnya. Lia merintih-rintih kesakitan karena serambi lempitnya belum siap menerima rudal yang disodokkan dengan ganas. Tapi Pak Kades tidak peduli. Dia hanya ingin mereguk kenikmatan seksual dari tubuh mulus gadis kota itu sebanyak mungkin. Dan setelah sepuluh menit disetubuhi, Liapun akhirnya kembali terangsang meskipun itu di luar kehendaknya.
“AHHHHH……… AHHHH………” Lia mengerang keras sambil menggeliat liar, tubuhnya menegang, tangannya mencengkeram meja dengan kuat dan kemudian perlahan mengendur lagi lalu melemas kehabisan tenaga, rupanya Lia kembali mengalami orgasme. Pak Kades yang sedang menggenjotnya pun semakin bernafsu, rudalnya ditekan lebih dalam sampai bibir serambi lempit Lia ikut tertekan. Beberapa detik kemudian dengan erangan penuh kepuasan, Pak Kades menumpahkan spermanya di dalam rahim Lia, genjotannya masih berlanjut sekitar 1-2 menit ke depan, dari serambi lempit Lia nampak menetes cairan sperma yang kental, lalu Tubuh Lia kembali melemas. Tubuh Lia langsung terpuruk di lantai setelah Pak Kades melepaskan pegangannyna pada pinggul Lia.
“Hehehehe.. sekarang Neng baru boleh makan,” kata Pak Kades dengan wajah puas.
“Oh.. belum Pak..” Aman mencegah. “Neng cantik ini musti ngocokin rudal saya sama Jupri dulu.”
“Wah.. benar.. benar itu Man.. tapi jangan dimasukin ke tempiknya ya?” Pak Kades menyetujuinya.
Lia tersedu-sedu, hanya untuk bisa makan dia harus merelakan dirinya digagahi tiga orang pria buruk rupa. Tapi Lia tidak punya pilihan lain selain menuruti setiap kemauan mereka. Dia segera melakukan perintah Aman saat kedua rudal besar itu menyodor di mukanya. Lia melakukannya dengan sebaik-baiknya dengan kedua tangan maupun bibir dan mulutnya. Secara bergantian mulutnya mengulum rudal mereka bergantian, sementara kedua belah tangannya tidak berhineti mengocok batang rudal mereka.
“Sedot teruss Neng… Ooohhhh…iyah…. begitu…ohhh.. !” kedua orang penjaga rumah buruk rupa itu melenguh sambil meremas rambut Lia. Seperti sebelumnya, Lia kembali menunjukkan keahliannya mengisap rudal kedua orang itu. Kali ini Aman dan Jupri tidak menahan diri lagi, saat mereka mencapai klimaksnya, mereka memaksa Lia menengadah, lalu mereka berdua mengocok rudal masing-masing tepat di depan wajah Lia.
Dan sesaat kemudian Aman dan Jupri mengerang kuat, lalu sperma merekapun akhirnya menyembur dahsyat menyemprot sekujur wajah Lia, wajah yang cantik itu sekarang menjadi berlumuran sperma kental mereka berdua. Sebagian sperma mereka mengalir masuk ke dalam mulut Lia, tapi mereka melarang Lia untuk memuntahkannya, akhirnya Lia terpaksa menelan sebagian sperma yang membasahi wajahnya. Barulah setelah itu mereka mengijinkan Lia untuk makan.
Maka sepanjang hari itu, sampai menjelang subuh, Lia dipaksa terus menerus merelakan tubuhnya dijadikan sarana pelampiasan nafsu seksual ketiga pria bejat itu. Ketiganya menyetubuhi Lia dengan berbagai macam gaya yang bisa mereka praktekkan.
Lia sendiri tidak ingat sudah berapa kali ketiganya memperkosa dirinya karena hampir tiap jam mereka memaksanya untuk bersenggama secara bergiliran. Dirinya tidak ubahnya sebuah piala bergilir yang dipaai untuk memuaskan nafsu binatang ketiga orang itu. Lia merasa dirinya lebih hina daripada seorang pelacur yang paling rendah sekalipun, sebagai anak orang kaya harus merelakan tubuhnya dinikmati oleh tiga orang pria yang sangat jauh bedanya dengan dirinya.
Bersambung… Di antara rombongan itu, Alya adalah gadis yang paling pendiam. Sifatnya itu membuat dirinya terlihat begitu anggun dan berwibawa, tanpa terkesan angkuh. Padahal kalau mau jadi angkuhpun orang menganggap hal itu tidak terlalu berlebihan kerena Alya punya semua hal yang bisa dibanggakan. Alya adalah anak seorang pengusaha kaya, selain itu dia sendiri juga sangat cantik dan menawan.
Wajahnya yang bulat telur ditambah hidungnya yang mancung menegaskan kecantikannya yang tidak kalah jika dibandingkan dengan artis sinetron atau fotomodel. Yang paling disukai dari diri Alya adalah matanya yang sangat bening dan bercahaya dan giginya yang gingsul di sebelah kiri yang jika tersenyum akan menampakkan deretan gigi yang seputih mutiara. Rambutnya yang hitam legam dimodel shaggy sebatas pungung, bisanya selalu dibiarkan tergerai.
Sore itu, Alya terlihat segar setelah mandi. Tubuhnya yang langsing tapi padat setinggi 167 cm terlihat seksi terbalut baju berleher rendah lengan panjang warna biru muda. Kakinya yang sekal terbalut celana jins ketat biru.
“Rapi amat,” tegur salah satu teman pria satu pondokannya. “Mau pergi ke mana?”
Alya menoleh sesaat menatap temannya.
“Mau ke tempatnya sekretaris desa.” Jawab Alya ringan. “Soalnya tadi siang aku mau ngambil data di balai desa tapi datanya disimpan sama Sekdes itu.”
“Kalau gitu kamu bawa kunci nih.” Temannya melemparkan sebuah kunci pintu. ”Soalnya semua juga pada pergi sampai besok. Jadi malam ini kamu sendirian di sini.”
“Sendiri?” Alya keheranan. “Kalian pada mau kemana?”
“Ada urusan ke kota sebentar.” Jawab temannya sambil tersenyum.” Nggak lama kok. Jadi jangan takut ya tidur sendiri.”
Alya mencibir sambil berlalu, diiringi tawa kecil temannya. Dia bergegas pergi sebelum hari menjadi gelap, dia tahu kalau hari sudah gelap akan sulit baginya untuk pulang. Dia berjalan dengan agak tergesa-gesa. Beberapa penduduk yang menyapanya hanya dibalasnya sekilas.
Rumah Sekretaris desa sebenarnya tidak terlalu jauh dari pondokan KKN tempatnya menginap. Tapi rumah itu menjorok ke dalam ditutupi oleh kebun dan pohon yang sangat lebat membuatnya tidak terlihat dari jalan. Apalagi rumah itu juga terpisah agak jauh dari rumah yang lain. Masuk ke pekarangan tumah itu membuat Alya serasa masuk ke sebuah pemakaman tua. Bau daun lembab terasa begitu kental di sekitarnya. Saat melangkahkan kakinya di atas tanah yang tertutup daun-daun kering itu sebenarnya perasaan Alya sudah mulai tidak enak. Dalam hatinya dia menyesal kenapa dia harus ke rumah seseram ini seorang diri, tapi Alya juga tidak dapat menyalahkan teman-temannya.
Alya berdiri ragu-ragu di depan rumah itu. Rumah separo kayu separo batu itu terlihat kusam dan tua. Lumut yang tumbuh di tembok-temboknya makin mengesankan kalau rumah itu mirip sekali dengan pemakaman tua seperti yang biasa dilihatnya dlam film-film horor.
Alya mengetuk pintu rumah yang terbuat dari lembaran kayu kokoh itu beberapa saat. Tak berapa lama pintu itu terbuak. Seorang pria tua berdiri di depan Alya. Pria itu bertubuh gemuk dan pendek, jauh lebih pendek dari Alya sehingga terkesan Alya berdiri bersama orang cebol. Kepalanya sudah nyaris botak, hanya sebagian rambut di dekat telinga saja yang masih ada, itupun semuanya sudah memutih. Sebuah kumis sebesar pensil melintang di wajahnya yang gemuk dan berminyak. Dialah Sarta, sekretaris desa.
“Neng Alya kan..?” kata Pria tua itu mengagetkan Alya yang dari tadi terkesima dengan penampilannya.
“Eh.. iya Pak Sarta..” jawab Alya tergagap. Dalam hatinya Alya juga bertanya kenapa tiba-tiba dirinya dilanda kegugupan yang luar biasa. Pak Sarta itu mempersilakan Alya masuk ke rumahnya. Alya tertegun menatap ruang depan tempat sekarang dia dan Pak Sarta duduk. Ruangan itu tidak terlalu besar, didominasi oleh meja dan kursi kayu tua yang sekarang mereka duduki. Tidak ada hiasan apa-apa di dinding rumah sebagian terbuat dari kayu itu, kecuali sebuah tengkorak kerbau besar dengan tanduknya yang sangat panjang melengkung mencuat ke atas.
“Maaf ya Neng, rumahnya kotor.” Kata Pak Sarta pelan. “Soalnya istri sama anak saya pergi ke rumah orang tuanya, sudah seminggu lebih. Jadi saya sendirian di sini.”
Alya hanya menjawabnya dengan ‘O’ pendek karena tidak tahu harus ngomong apa.
“Saya sudah siapkan semua Neng.” Pak Sarta menunjuk ke tumpukan map dan kertas yang ada di meja. “Sesuai dengan permintaan Neng Alya.”
Pak Sarta lalu membuka map di depannya satu-persatu dan menyerahkannya pada Alya.
“Yang ini data penduduk, yang ini data tanggal kelahirannya, yang ini data kepemilikan harta benda…” Pak Sarta memilah-milah kertas yang tadi tersusun rapi sehingga sekarang semuanya bertebaran di atas meja. Keduanya mulai terlibat pembicaraan serius mengenai data-data desa yang ada di meja. Alya mendengarkan setiap penjelasan Pak Sarta dengan serius sambil sesekali menunduk melihat data yang dimaksudkan. Tanpa disadarinya, setiap kali dia menunduk, bajunya yang berleher rendah terjuntai ke bawah membuat sebuah celah lebar yang memungkinkan siapapun yang ada di depannya untuk melihat ke dalamnya. Pak Sarta tertegun tiap kali menatap apa yang ada di balik baju itu. Sepasang payudara putih mulus yang terbungkus BH warna putih tipis berenda begitu jelas terlihat menggantung seperti buah melon lunak yang siap dimakan. Disengaja atau tidak, gejolak birahi Pak Sarta yang sudah seminggu lebih ditinggal istrinya mudik langsung melonjak tinggi membuat tubuhnya panas dingin dan gemetar. Celakanya, sampai sekian lama dipelototi, Alya tidak juga sadar kalau cara berpakaiannya membuat Pak Sarta blingsatan menahan dorongan seksualnya yang setiap saat siap meledak.
Alya sendiri kemudian mulai memperhatikan kalau pandangan Pak Sarta mulai tidak fokus lagi. Dilihatnya Pak Sarta kelihatan gelisah seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
“Pak..” Alya menegur pelan. “Pak Sarta nggak apa-apa kan?”
Untuk beberapa detik Pak Sarta seperti melamun seoah pikirannya berada di tempat lain. Baru setelah Alya mengulangi pertanyaannya agak keras Pak Sarta langsung tersadar.
“Eeh.. iya.. A.. apa tadi..?” tanyanya gugup menyembunyikan keadaan dirnya yang sesungguhnya.
“Bapak nggak sakit kan..?” tanya Alya lagi. “Dari tadi saya lihat Bapak gelisah sekali.”
“Eh.. tidak.. um.. yah.. “ Pak Sarta menjawab kebingungan. “Memang.. tadi sih Bapak agak tidak enak badan.” Jawabnya berbohong. Sesekali pandangannya melirik ke tubuh Alya.
“Wh.. saya jadi nggak enak sudah mengganggu istirahat Bapak.” Kata Alya.
“Oh.. nggak.. nggak apa-apa kok Neng.” Pak Sarta menjawab cepat. “Saya senang bisa membantu Neng Alya.” Katanya tenang meskipun pada saat yang sama, otaknya mulai sibuk memikirkan sebuah siasat. Maka setelah mambulatkan tekadnya, Pak Sarta berdiri dari duduknya.
“Tunggu sebentar ya Neng, Bapak ambilkan minum dulu.” Kata Pak Sarta sambil berlalu. Alya sempat mencegah, tapi Pak Sarta sudah terlanjur masuk ke ruangan sebelah dalam.
Hampir sepuluh menit lamanya Pak Sarta di ruangan dalam, terdengar suara berkelontangan seperti benda logam jatuh ke lantai. Pak Sarta kemudian keluar sambil membawa dua buah gelas berisi teh hangat yang masih mengepulkan uapnya.
“Jadi ngerepotin nih Pak..” Alya tersenyum malu sambil menerima gelas yang disodorkan padanya.
“Ah.. cuma air teh ini..” jawab Pak Sarta sambil tersenyum aneh. “Diminum Neng.”
“Eh.. iya Pak..” kata Alya yang tidak menaruh curiga sedikitpun. Dia memang sebenarnya sudah haus karena obrolan panjang lebar tadi. Diminumnya seteguk air teh dari gelasnya, rasa hangat mengalir di dalam tenggorokannya. Tanpa disadari, Pak Sarta tersenyum memandang setiap gerakan Alya. Alya kemudian minum beberapa teguk lagi membuat isi gelasnya berkurang separuh.
Mereka kemudian meneruskan membahas data-data desa, tapi perlahan Alya mulai merasakan ada yang salah dengan dirinya. Matanya sekarang mulai menjadi berat sekali, tubuhnyapun mendadak menjadi lemas dan pandangannya mulai mengabur membuat pemandangan yang ada di sekelilingnya menjadi bayangan abu-abu samar. Dalam keadaan itu, Alya sempat melihat Pak Sarta terenyum lebar padanya sebelum akhirnya Alya terkulai pingsan di meja.
Alya tidak tahu apa yang dilakukan oleh Pak Sarta di dalam. Pak Sarta, yang didorong oleh keinginan nafsu liarnya, mencampurkan obat tradisional yang tidak berbau dan berasa ke dalam minuman Alya. Pemandangan payudara Alya yang indah yang dilihatnya lewat kerah baju Alya yang menjuntai membuat dorongan seksualnya bangkit dengan sangat menggebu, hal itu yang membuatnya nekad melaksanakan rencana dadakan yang disusunnya dalam sekejap.
Perlahan Alya membuka matanya, kepalanya masih terasa berat, pandangannya masih kabur, membuatnya tidak bisa melihat dengan begitu jelas. Alya hanya merasa keadaannya sekarang menjadi tidak biasa. Dia merasa saat ini sedang terbaring terlentang di atas sesuatu alas yang agak keras, semacam kasur tua yang sudah tidak bisa menahan berat badan secara sempurna. Dirasakannya pula posisi tangan dan kakinya seperti terlentang ke empat arah yang berbeda. Saat kesadarannya pulih sepenuhnya barulah Alya terkejut bukan main. Dia berada dalam sebuah kamar tertutup. Tubuhnya terbaring di atas sebuah ranjang kayu beralas kasur tua dengan posisi tangan dan kaki terpentang ke empat penjuru membuat tubuhnya seperti membentuk sebuah huruf X di atas kasur. Alya mencoba menarik tangan dan kakinya tapi tidak bisa. Dia baru sadar kalau kaki dan tangannya diikat oleh seutas tali yang ditambatkan pada pingiran ranjang. Tali itu meregang kuat sekali merentangkan tangan dan kakinya sehingga membuat Alya nyaris tidak bisa bergerak. Alya perlahan merasakan hembusan angin seperti membelai langsung pada kulit pahanya. Seketika dia menjerit. Celana panjangnya ternyata sudah lepas dari kakinya. Dia hanya memakai baju longgar dan pakaian dalam.
Alya meronta kuat-kuat mencoba menarik tali yang mengikat tangan dan kakinya, tapi sia-sia, tali itu terlalu kuat untuk tenaganya yang terbatas.
“TOLONG!” Alya menjerit sekuat tenaga.dengan harapan ada yang akan datang menolongnya.
“TOLONG!” Alya kembali berteriak sekuatnya sampai tenggorokannya seakan pecah. “To……” Sekali ini teriakan Alya berhenti di tengan jalan ketika dilihatnya Pak Sarta masuk ke kamar dan menutup pintunya pelan nyaris tanpa suara.
“Eh.. sudah bangun ya Neng..” katanya seolah tidak terjadi apa-apa pada Alya.
“Apa maksudnya ini Pak..? Kenapa saya dibeginikan..?” Alya bertanya dengan nada bergetar. Rasa takut mulai menjalari tubuhnya membuat badannya gemetar.
Pak Sarta dengan santainya duduk di tepi ranjang tepat di samping Alya.
“Tidak apa Neng, Bapak tidak akan menyakiti Neng Alya kalau Neng Alya tidak melawan.” Kata Pak Sarta kalem sambil menyeringai seperti seekor srigala lapar menghadapi mangsanya. “Bapak cuma minta sesuatu dari Neng Alya.”
Tubuh Alya seperti disengat listrik, Pak Sarta berkata demikian sambil membelai-belai pahanya yang putih dengan gerakan lembut, seolah sangat menikmati setiap jengkal kulit paha Alya yang mulus.
“Jangan Pak.. jangan.. atau saya akan teriak.” Alya mencoba mengancam.
“Teriak saja Neng. Bapak tidak keberatan kok..” Pak Sarta berkata kalem. “Tapi Bapak yakin tidak ada yang mendengar Neng teriak.”
“TOLONG!” Alya melaksanakan ancamannya. “TOLONG SAYA!”
Tapi setelah berkali-kali berteriak sampai serak, tidak ada sesuatupun yang terjadi, tidak ada yang datang untuk menolongnya. Jangankan manusia, hewanpun tidak ada yang lewat di sekitar situ. Alya makin putus asa. Benar kata Pak Sarta, sampai suaranya habis tidak ada satupun yang menolongnya. Perlahan Alya mulai tegang dan ketakutan, air matanya meleleh karena putus asa.
“Benar kan Neng.. tidak ada yang dengar..” kata Pak Sarta penuh kemenangan. “Saya ini Sekretaris Desa Neng, orang kedua setelah Pak Kades, jadi saya punya pengaruh di sini, warga di sini tahu siapa saya, karena itu mereka tidak akan berani ikut campur apapun yang terjadi di rumah saya.”
Kata-kata itu bagai vonis kematian bagai Alya. Ketakutannya makin menjadi-jadi, dia makin putus asa sehingga tidak bisa lagi berpikir jernih.
“Jangan Pak.. Ampun… jangan sakiti saya.” Alya hanya bisa menohon dengan nada memelaskan.
“Bapak kan sudah bilang Neng, kalau Neng menurut, Bapak nggak akan menyakiti Neng.” Kata Pak Sarta sambil pelan-pelan membelai rambut dan wajah Alya. “Bapak sudah seminggu lebih ditinggal istri Neng, Bapak cuma minta Neng mau Bapak ajak begituan.” Katanya sambil menunjuk ke arah selangkangan Alya.
“Jangan Pak.. Jangan.. Jangan lakukan itu.. saya mohon..” Alya menangis sejadi-jadinya. Tapi Pak Sarta yang sudah kehilangan akal sehatnya makin tidak sabar menghadai Alya yang melawan. Maka dia segera naik ke atas ranjang. Dengan gerakan pelan dia mulai membuka kancing baju Alya satu persatu dan menyingkapkannya ke samping. Seketika itu payudara Alya yang masih terbungkus BH putih tipis mencuat menggemaskan. Alya terbaring dengan tubuh hanya tertutup BH dan celana dalam tipis.
“Ohh.. pentil yang baguss..” kata Pak Sarta tanpa menghiraukan tangisan Alya. Perlahan diremasnya payudara Alya dari luar. Alya menegang merasakan sentuhan tangan Pak Sarta yang kasar pada kedua belah payudaranya. Selama ini hanya pacarnya saja yang pernah menyentuh payudaranya. Sekarang seorang tua buruk rupa dan tidak tahu diri yang melakukannya.
“Ohhh.. pentil yang lembut.” Ujar Pak Sarta dengan ekspresi begitu menikmati setiap jengkal payudara Alya. Lalu tangannya merogoh ke dalam mangkuk BH Alya dan meremas payudara itu dengan lembut.
“Oohh….” Alya merintih lirih saat tangan Pak Sarta benar-benar menyentuh payudaranya. Sebuah sensasi menyenangkan segera menjalari tubuhnya yang menegang.
“Ohh.. lembut sekali..” Pak Sarta mengomentari payudara Alya. “Mimpi apa ya semalam, bisa dapat pentil sebagus dan selembut ini?” gumamnya tidak jelas. Alya hanya bisa menangis mendapat perlakuan buruk itu. Remasan tangan Pak Sarta pada payudaranya terasa menyakitkan, tapi herannya Alya juga merasakan sebuah perasaan aneh. Perasaan yang mengatakan sentuhan tangan ini berbeda dengan sentuhan tangan pacarnya, karena itu meskipun mulutnya menolak, tapi tubuh dan pikirannya berkata lain. Perasaan itulah yang menyebabkan Alya membiarkan perlakuan Pak Sarta pada payudaranya.
“Ohh.. sekarang kutangnya dibuka ya Neng..” kata Pak Sarta pelan. Alya hanya diam saja mendengarnya. Sebagian pikirannya sudah mulai dirasuki nafsu birahi yang perlahan meninggi. Melihat hal itu Pak Sarta makin bersemangat, dengan satu sentakan kasar, BH Alya ditariknya sampai putus. Sekarang payudaranya mencuat telanjang, begitu putih, mulus dan kenyal siap untuk dinikmati oleh Pak Sarta.
“Ohhh.. “Pak Sarta terpesona mengagumi bentuk payudara Alya yang indah. “Ini baru yang namanya pentil.. sudah montok, putih, mulus pula..” Lalu pelan-pelan dirabanya kedua belah payudara mulus itu, kemudian dengan gerakan seperti orang mencuci baju, payudara Alya diremasnya dengan kekuatan penuh.
“Ahhk..” Alya menegang, tubuhnya melengkung ke atas membuat payudaranya makin membukit, hal itu tidak disia-siakan oleh Pak Sarta, dia makin gencar eremas-remas payudara Alya. Lalu pelan-pelan giliran bibirnya yang berkumis tebal yang maju, dengan gerakan lambut, dijilatinya kedua puting payudara Alya dengan lidah dan bibirnya, sesekali dikulumnya puting payudara itu seperti gerakan bayi yang minum susu ibunya. Gerakannya sangat lembut membuat Alya terlena. Perlahan desahan nafasnya mulai tidak teratur, gerakannya juga mulai liar. Beberapa kali Alya melenguh penuh perasaan saat bibir Pak Sarta mengulum puting payudaranya.
Perlahan Pak Sarta mulai mengarahkan sentuhan tangan dan bibirnya ke bagian bawah tubuh Alya menyusuri perut Alya yang licin dan berhenti di selangkangan Alya yang terkuak lebar. Perlahan digosoknya begian selangkangan Alya dengan jarinya, sentuhan jari pada bibir serambi lempitnya membuat Alya menjerit tertahan.
“Bapak pingin tahu nih gimana sih bentuknya tempik cewek kota.” Maka dengan gerakan kasar, Pak Sarta merobek celana dalam Alya, celana itu sangat tipis dan nyaris transparan sehingga tidak perlu tenaga besar untuk merobeknya. Skeran Alya sudah sempurna bertelanjang bulat.
“Uoohh..” Pak Sarta terpana melihat belahan bibir serambi lempit Alya yang masih sempurna, tidak ada sedikitpun rambut di sana karena Alya rajin mencukur rambut kemaluannya. “Tempiknya bagus bangeet.. Neng pasti belum prnah menyetubuhi ya.. tempiknya masih bagus nih..”
Alya menggeleng ketakutan, dia memang belum pernah melakukan hubungan badan. Paling jauh, dia dan pacarnya yanga melakukan petting, itupun masih dengan celana dalam terpasang.
“Belum pernah menyetubuhi? Kalau bagitu bapak beruntung bisa memperawani cewek kota yang secantik Neng.” Kata Pak Sarta dengan senyum puas. Dia lalu menunduk menempatkan wajahnya tepat di depan liang serambi lempit Alya yang terbuka. Matanya menatap tajam kearah kemaluan yang sudah basah itu, hembusan nafasnya makin terasa bersamaan dengan wajahnya yang makin mendekat.
“Aahhh…Pak !” desahan halus keluar dari mulut Alya saat Pak Sarta menyapukan lidahnya pada bibir kemaluannya. Gerakan lidah Pak Sarta seperti ular yang menggeliat menyabu seluruh permukaan bibir serambi lempit Alya. Alya merintih merasakan tubuhnya seperti didesak oleh kekuatan dari dalam, seperi gunung berapi yang tersumbat. Hal itu membuatnya makin tidak terkendali, desahannya sudah berubah dari desaha ketakutan menjadi desah nikmat.
Lidah Pak Sarta semakin liar saja, sadar kalau korbannya sudah mulai goyah, kini lidah itu memasuki liang serambi lempit Alya dan bertemu dengan klitorisnya. Badan Alya bergetar seperti tersengat listrik dengan mata merem-melek Bukan saja menjilati, Pak Sarta juga memutar-mutarkan telunjuknya di liang itu, sementara tangan lainnya mengelusi paha dan pantatnya yang mulus.
Permainan mulut Pak Sarta pada daerah yang paling pribadinya itu mau tidak mau membawa perubahan pada dirinya. Geliat tubuhnya sekarang tidak lagi menunjukkan perlawanan, dia nampak hanyut menikmati perlakuan Pak Sarta, hati kecilnya menginginkan Pak Sarta meneruskan aksinya hingga tuntas. Dibawah sana Pak Sarta makin meningkatkan serangannya menjilat dan mengisap serambi lempitnya.
“Mmmhh…tempiknya Neng emang hebat banget, rajin dirawat yah ?” gumam Pak Sarta ditengah aktivitasnya. Alya tidak mendegarkan ocehan Pak Sarta, seluruh perasaannya kini tertumpah pada sensasi yang didapatkannya dari perlakuan Pak Sarta. Sepuluh menit kemudian, tanpa dapat ditahan lagi cairan pelumas membanjir keluar dari serambi lempitnya diiringi erangan panjang, tubuhnya menggelinjang dan menegang tak terkendali.
“AHHHKKHHH…” diirngi jeritan tertahan, Alya mengalami orgasmenya yang pertama, perasaannya bagaikan gunung berapi yang sumbatnya telah lepas, meledak dengan begitu dahsyat melontarkan apa yang sedari tadi ditahannya.
Tubuh Alya kembali lemas dengan nafas terengah-engah, sensasi orgasmenya benar-benar membuat tubuhnya seperti melayang di angkasa. Melihat itu Pak Sarta makin yakin kalau Alya sudah sepenuhnya ada di dalam genggamannya. Maka dia mulai membuka pakaiannya sampai telanjang, dn rudalnya yang sedari tadi memang sudah menegang sekarang mengacung begitu sangar di hadapan Alya. Perlahan Pak Sarta mulai menindih tubuh mulus Alya yang basah olah keringat. Aroma parfum mahal yang dipakai oleh Alya membuat nafsu Pak Sarta makin menggelora. Perlahan diciumnya bibir Alya dengan lembut beberapa kali, lalu dipeluknya tubuh mulus itu sambil berusaha mendesakkan rudalnya di kemaluan Alya.
“Oohhh…..” Alya merintih menahan nyeri saat rudal besar itu menyeruak ke dalam kemaluannya yang sempit, demikian juga Pak Sarta meringis menahan sakit merasakan rudalnya tergesek dinding serambi lempit Alya. Dengan beberapa kali gerakan tarik dorong yang keras maupun lembut, rudal itu akhirnya terbenam seluruhnya di dalam serambi lempit Alya. Mata Alya sudah basah oleh air mata, tangisan yang disebabkan rasa putus asa, nyeri, dan ketidakberdayaannya dalam pelukan seorang pria tua.
“Ohh.. masuk juga akhirnya..” Pak Sarta mendengus lega. “Gila, tempiknya Neng Alya seret banget lho..”
Lalu Pak Sarta mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, mula-mula pelan, tapi setelah beberapa saat setelah dirasakannya serambi lempit Alya terbiasa menampung rudalnya, gerakan Pak Sarta makin teratur, serambi lempit Alya yang masih sempit mulai licin dan lancar meskipun masih sangat menjepit. Pak Sarta melakukan persetubuhan dengan gerakan yang liar, kadang pelan dan lembut, kadang kasar dan sangat cepat seperti dikejar setan. Gerakan-gerakan liar itu membuat Alya makin tersapu oleh sensasi liar di dalam tubuhnya. Setelah mengalami orgasme, desakan seksualnya menjadi makin liar mambuatnya terlihat sangat menikmati persetubuhannya dengan Pak Sarta.
Setelah hampir sepuluh menit mereka bersatu, Alya tidak tahan lagi, dorongan nafsu seksualnya sudah mangalahkan akal sehatnya, diapun mengerang dan mendesah seirama gerakan rudal Pak Sarta yang menggenjot serambi lempitnya.
“AAAAhhhhhh…..”Alya mengerang keras, dia kembali mengalami orgasme, meskipun tidak sehebat yang pertama, tapi cukup kuat untuk membuat serambi lempitnya berdenyut kencang. Pak Sarta merasa rudalnya seperti dicengkeram tangan baja yang membetotnya seperti mau dicopot dari badannya. Sensasi jepitan serambi lempit Alya yang begitu kuat membuatnya tidak tahan lagi.
“AAAAhhh mau keluar nih, aaaahhhhh… Bapak mau keluar nih…..” erang Pak Sarta kuat-kuat, dijambaknya rambut Alya, lalu dengan satu dorongan terakhir yang membuat rudalnya membenam total di dalam serambi lempit Alya, Pak Sarta melepaskan orgasmenya, menyemburkan sperma yang begitu banyak ke dalam rahim Alya.
Tubuh-tubuh telanjang itu terkulai lemas saling bertumpuk, menciptakan pemandangan yang sangat menggairahkan dimana sosok Alya yang putih mulus dan bagitu ramping ditindih oleh tubuh gendut dan hitam Pak Sarta.
Setelah puas mereguk kenikmatan birahi dari tubuh Alya yang sexy itu, Pak Sarta kemudian bangkit dari ranjang. Diliriknya tubuh telanjang Alya yang terikat dan tergolek tanpa daya di ranjang. Pak Sarta tertegun sambil sekaligus senang ketika dia melihat bercak darah di sekitar selangkangan Alya. Berarti Alya memang benar-benar masih perawan sebelum diperkosa olehnya. Karena itulah Pak Sarta kemudian mencium kening Alya sambil berujar, “Terima kasih Neng sudi memberikan keperawanannya sama Bapak.”
Alya hanya bisa menangis mendengarnya, kesadarannya perlahan pulih, membuat dirinya merasa diperlakukan secara hina. Tapi dalam keadaan seperti ini, Alya benar-benar tidak sanggup melawan keinginan Pak Sarta. Pak Sartapun yakin kalau Alya tidak akan melawannya lagi, karena itulah dia memutuskan untuk melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Alya. Alya sendiri tidak berbuat apa-apa meskipun dirinya sudah tidak terikat. Dia hanya bisa tergolek di atas ranjang, menunggu nasib selanjutnya.
Melihat tubuh yang mulus dan telanjang itu tidak berdaya di atas ranjang rupanya membuat birahi Pak Sarta kembali meninggi. Masih dalam keadaan bugil, Pak Sarta mengocok-ngocok rudalnya sendiri, lalu dia kembali menaiki ranjang. Ditariknya tangan Alya sehingga Alya sekarang tersimpuh di ranjang. Tiba-tiba Pak Sarta menyorongkan rudalnya yang setengah berdiri ke wajah Alya.
“Sekarang Neng Alya tolong emut punya Bapak dong..” kata Pak Sarta sambil menyodorkan rudalnya yang hitam ke wajah Alya dengan gaya santai.
Alya menggelengkan kepalanya dengan ekspresi jijik melihat rudal yang legam itu seperti pistol yang menodong wajahnya.
“Jangan takut Neng, entar juga enak kok..” kata Pak Sarta masih dengan gaya santai, seolah menyodorkan permen kepada anak kecil. Alya kembali meneteskan air mata menggeleng, hal itu membuat Pak Sarta tidak sabar, ditariknya rambut Alya sampai wajahnya mendongak, lalu digesek-gesekkannya rudalnya ke wajah Alya. Alya pelan-pelan menurut, dibukanya mulut mungilnya dangan enggan, lalu seperti menelan permen besar, rudal Pak Sarta meluncur masuk ke mulutnya. Terasa ada cairan sedikit pada ujungnya, kemudian dihisap dan dikulumnya rudal itu dengan lembut, sesekali Alya mengocok-ngocok rudal itu dengan tangannya juga, lama kelamaan Alya mulai terbiasa dengan rudal Pak Sarta dan mulai dapat menyesuaikan diri, Alya menjilati samping-sampingnya hingga ke buah pelirnya, Alya bahkan memainkan ludahnya sedikit di rudal itu, kemudian Alya kembali memasukkan kepala rudal itu ke mulutnya. Pak Sarta mendesah merasakan kehangatan mulut Alya, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya.
“Uuhhh…gitu Neng, enak…mmmm !” gumamnya sambil memegangi kepala Alya dan memaju-mundurkan pinggulnya. Alya merasakan wajahnya makin tertekan ke selangkangan dan buah pelir Pak Sarta yang berbulu lebat itu, rudal di dalam mulutnya semakin berdenyut-denyut dan sesekali menyentuh kerongkongannya.
Pak Sarta yang merasakan kehangatan dari bibir dan mulut Alya makin meledak, lalu dengan menahan kepala Alya diselangkangannya menggunakan kedua tangannya, dengan kasarnya Pak Sarta menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga rudal itu menggenjot mulut Alya.
“Aggh..aggh… .” suara Alya terdengar tersedak oleh rudal Pak Sarta. Tangan Alya berusaha menahan pinggul Pak Sarta agar tidak bisa memompa rudal besar itu ke dalam mulutnya. Tapi usaha Alya sia-sia saja, Pak Sarta dengan kuat mencengkeram kepala Alya dan mennyodok-nyodokkan rudalnya dengan kasar membuat Alya menggelepar berusaha untuk bernafas dengan baik
Sekitar sepuluh menit lamanya dia harus melakukan hal itu, sampai Pak Sarta menekan kepalanya sambil melenguh panjang. dirasakan sebelumnya. Pak Sarta masih terus menggenjotnya selama beberapa menit ke depan, dan akhirnya dia pun mencabut rudalnya lalu buru-buru mendekati wajah Alya.
“Arrghhh… Oohhhh…” Pak Sarta kembali melenguh bagai banteng terluka, seketika Aly amerasakan wajahnya tersiram oleh cairan hangat yang kental dan lengket dan berbau. Pak Sarta menyemprotkan spermanya ke wajah Alya dengan deras. Cairan putih kental pun berceceran membasahi wajah dan rambut gadis itu.
“Ohhhh..” lenguh Pak Sarta yang kali ini benar-benar puas telah berhasil melepaskan keinginan seksualnya pada gadis cantik itu. Pak Sarta akhirnya terkapar di ranjang karena kelelahan, dibiarkannya Alya yang terdiam sambil menangis.
Akhirnya, dengan tubuh gemetar kerena sakit dan kelelahan, Alya mencoba bangkit dari ranjang,dia mencoba mencari pakaiannya, tapi satu-satunya yang ada hanyalah bajunya yang longgar, itupun dalam keadaan berantakan, celana panjangnya hilang entah kemana sementara pakaian dalamnya sudah menjadi cabikan-cabikan kain yang tidak mungkin bisa dipakai lagi.
Dengan tertatih-tatih Alya menuju ke kamar mandi, di sana dia membersihkan bekas-bekas perkosaan yang baru saja dialaminya. Tangisnya kemudian meledak di kamar mandi. Dirinya merasa sangat hina, apalagi membayangkan kalau dia hamil akibat perkosaan ini. Alya tidak bisa membayangkan dirinya yang anak orang kaya dihamili oleh orang yang status sosialnya teramat jauh darinya. Alya lalu mencoba keluar dari rumah Pak Sarta, tapi seluruh jalan keluar sudah dikunci oleh Pak Sarta. Akhirnya Alya hanya bisa duduk di sudut ruang tengah sambil memeluk lututnya, kemudian karena kelelahan dia akhirnya tertidur.
Tapi belum lama Alya tertidur, sebuah usapan halus pada rambutnya membuat Alya terbangun, dilihatnya Pak Sarta yang hanya bercelana kolor berdiri di depannya. Alya merapatkan tubuhnya ke tembok batu dingin di belakangnya dengan ekspresi ketakutan. Ngocoks.com
“Nggak apa-apa Neng, Bapak Cuma mau ngajak Neng Alya makan,” kata Pak Sarta lembut, entah kelembutannya benar-benar tulus atau sekedar pura-pura. Alya yang memang lapar akhirnya menurut dibimbing Pak Sarta ke meja makan. Makanan yang hangat terhidang di atas meja membuat perut Alya mendadak berkeruyuk. Diapun mulai makan tanpa mempedulikan apa-apa.
Seperti ada tenaga baru yang mengaliri tubuh Alya yang lemas setelah persetubuhannya dengan Pak Sarta begitu dia makan. Entah apa bumbu yang dimasukkan oleh Pak Sarta di dalam makanan yang mereka makan, rasanya seperti ada yang menyalakan api unggun di dalam tubuh Alya membuat tubuh Alya menjadi berkeringat. Api besar di dalam tubuh Alya makin menari-nari dengan liar saat Pak Sarta tanpa disadari sudah berdiri di belakangnya dan memeluknya dari belakang. Alya mendesah saat tangan Pak Sarta meluncur masuk ke balik bajunya melalui kerah lebarnya dan bergerak meraba payudaranya yang tidak memakai BH.
“Ahh…” Alya mendesah pelan, Pak Sarta melancarkan ciuman-ciuman ringan di pipi dan leher Alya membuatnya menggeliat. Tanpa sadar Alya memalingkan wajahnya hingga berhadapan dengan wajah Pak Sarta yang hitam. Pak Sarta tanpa ragu mulai mencium bibir Alya dengan lembut. Bibir tebal itu kemudian mengulum dan melumat bibir Alya yang lembut. Perlahan Alya mulai merespon dengan ciuman lembut pula. Untuk beberapa menit sepertinya kedua orang berbeda jenis itu seperti saling gigit.
“Ohh… jangan Pak.. “ Alya mendesah saat Pak Sarta mulai membuka baju longgarnya sambil terus menciumi bibirnya yang merah merekah itu.
“nggak apa-apa Neng..” kata Pak Sarta lirih di telinga Alya . Hembusan nafasnya di telinga Alya membuat tubuh Alya meremang. Alya kembali terperangkap oleh permainan Pak Sarta yang membuat gairahnya kembali bangkit, hingga dia tidak menyadari baju yang dipakainya sudah berhasil ditanggalkan oleh Pak Sarta sehingga dia sekarang kembali telanjang bulat. Pak Sarta kini memposisikan dirinya menghadapi Alya sambil mengagumi keindahan payudara Alya yang memang lembut itu. Perlahan diremasnya payudara itu, lalu diciuminya dengan lembut sambil putingnya dijilat-jilat dan dikulum. Sesekali Pak Sarta menggigit puting payudara Alya dengan bibirnya membuat Alya tersentak menahan desakan birahinya.
“Ohhh… “ Alya merintih, dia memegangi sandaran kursi yang didudukinya dengan kuat saat tubuhnya mulai menegang. Pak Sarta makin gencar membelai dan meremas-remas payudara mulus Alya mulai dari gerakan paling lembut sampai gerakan kasar seperti orang meremas pakaian basah. Cara Pak Sarta meremas payudara Alya membuat Alya makin tidak berdaya menahan desakan birahinya, apalagi kemudian Pak Sarta mulai meraba bagian selangkangan Alya, sentuhan-sentuhan jari Pak Sarta pada klitoris Alya membuat birahinya makin cepat terbangkitkan. Alya tidak tahan lagi, dia merasa tubuhnya mau pecah dihimpit desakan orgasme. Akhirnya hal itu terulang lagi. Tubuh Alya menegang dengan begitu kuat melengkung ke belakang sampai kepalanya terjuntai ke belakang.
“Ohhhkkkkhhhh……… Aaaaahhhhhhhhhhh..” kembali Alya mengerang kuat, dan serambi lempitnya kembali mengucurkan cairan, orgasmenya meledak tanpa tertahankan. Beberapa detik tubuh Alya mengejang sebelum akhirnya terkulai lemas.
Orgasmenya itu membuat Alya tak bersuara ketika Pak Sarta membungkukan tubuhnya ke meja yang masih ada sisa makanan di sana, hingga sekarang mulai pinggang hingga kepala Alya terbaring menelungkup di atas meja makan, semetara kakinya masih di lantai. Alya tidak sekalipun melihat ke arah Pak Sarta, dia hanya berdiri, dengan setengah tubuhnya terbaring di meja, buah dadanya menjadi bantalan bagi tubuh Alya di meja, menempel pada meja kayu itu.
“Pantatnya Neng benar-benar indah..”, kata Pak Sarta sambil meraba dua bulatan pantat Alya. Alya memang punya pantat yang sempurna, apalagi kalau dibandingkan dengan tubuhnya yang ramping, bentuknya sempurna, penuh, lembut, halus dan tanpa noda. Pak Sarta meraba, meremas dan menarik pantat Alya, membuat Alya melonjak di meja. Pak Sarta segera melucuti celana kolornya sehingga dia kembali bugil, sambil terus memandang pantat Alya yang luar biasa itu. rudal Pak Sarta langsung mengacung keluar, dan Pak Sarta siap memasukkan semuanya ke tubuh Alya. Alya mengangkat kepalanya dan menoleh ke belakang sehingga di bisa melihat Pak Sarta telah siap kembali untuk menyetubuhi dirinya , wajah Alya berkilat karena air mata. Perlahan Pak Sarta membuka kedua belah paha mulus Alya lebar-lebar, lalu diarahkannya rudalnya ke liang serambi lempit Alya.
Wajah Alya mengernyit dan gemetar, erangan keluar dari mulutnya pada saat rudal besar itu meluncur masuk tanpa kesulitan ke dalam liang serambi lempitnya. Pak Sarta juga mengerang, setelah itu terdengar suara daging bergesekan dengan daging, Bibir Alya bergetar, air mata mengalir lagi dari matanya ketika terdengar suara tubuh berbenturan dengan tubuh yang lain, terus berulang-ulang.
Pak Sarta mendesakkan rudalnya kuat-kuat dengan genjotan bertenaga, gerakannya tidak teratur membuat Alya terbanting-banting di meja, erangannya makin terasa memelaskan, tapi erangan itu justru membuat Pak Sarta makin liar menyetubuhinya.
“Gimana Neng, suka?” tanya Pak Sarta ditengah-tengah usahanya menyetubuhi Alya. Alya hanya mengangguk sambil memandang Pak Sarta dengan tatapan sayu dengan wajah bersimbah air mata.
Alya semakin larut dengan permainan Pak Sekdea pada serambi lempitnya. Pak Sekded memompa serambi lempit Alya dengan cepat kemudian melambat dan cepat lagi, begitu seterusnya. Hal ini membuat Alya semakin mendesah-desah kenikmatan, lelehan cairan kewanitaannya sudah keluar dan membasahi kedua paha bagian dalam Alya. Saking larutnya dalam permainan, dengan tidak sadar Alya yang menggerakan pinggulnya apabila Pak Sarta dengan sengaja menghentikan genjotan panisnya pada serambi lempit Alya.
15 menit diperlakukan demikian, tiba-tiba badan Alya mengejang keras, kakinya kembali menjinjit, tangannya memegang keras tepian meja, matanya terpejam erat dan mulutnya sedikit terbuka menandakan Alya semakin mendekati orgasme.
“Aaaaaaaaaahhhhhhh… … ” teriak Alya keras sambil mengeraskan pegangannya. Alya mengalami orgasme yang sangat tinggi, kedua pahanya dirapatkan dan badannya mengejang keras untuk beberapa menit. Untuk beberapa saat, Pak Sarta tetap membiarkan rudalnya terbenam di serambi lempit Alya. Alya yang masih merapatkan kedua pahanya tersebut, terlihat sekali menikmati orgasme yang baru dialaminya. Meski begitu Pak Sarta belum puas.
Segera dia menarik rudalnya dari jepitan serambi lempit Alya, lalu dengan gerakan cepat tubuh Alya dibalikkan dan diangkat ke atas meja sampai terlentang, sementara kakinya masih menjuntai ke bawah. Sekarang di atas meja tersebut tubuh gadis berkulit putih itu terbaring telanjang bulat, payudaranya mencuat hingga membentuk gundukan mulus. Perlahan Pak Sarta memeluk kedua paha gadis itu dan menyampirkannya di pundak kiri kanannya. Dan sekali lagi Pak Sarta mendorongkan rudalnya ke liang serambi lempit Alya, membuat Alya meringis.
Kemudian kembali Pak Sarta membuat gerakan maju mundur mendesakkan rudalnya ke dalam vagian gadis cantik itu. Alya yang sudah dipengaruhi orgasmenya tidak kuasa melawan, dia bahkan menikmati genjotan rudal Pak Sarta di dalam serambi lempitnya.
“Ooohh…… akkhh… ooohhh…….” Alya mendesah-desah sambil mengejang, tangannya mencengkeram keras pingir-pinggir meja, desahannya perlahan mulai taratur seirama dengan genjotan Pak Sarta pada serambi lempitnya. Pak Sarta terus memompa batang kemaluannya masuk ke dalam liang serambi lempit Alya. Pak Sarta kemudian melebarkan kaki Alya sehingga berbentuk huruf V, dan terus memompa masuk dengan buas sambil tangannya meremas-remas payudara Alya.
Alya makin terangsang dengan perlakuan Pak Sarta yang liar itu, kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan sambil menggeliat-geliat penuh kenikmatan. Kocokan demi kocokan terus menghujam serambi lempitnya sampai sampai terlihat seperti ada busa yang mengalir keluar dari serambi lempitnya. Cairan serambi lempit Alya terkocok sampai tuntas dan mengucur membanjiri selangkangannya.
Dengan penuh nafsu Pak Sarta mempercepat genjotannya pada vagian Alya, sesekali dia kembali menghentikan pompaannya, dan secara refleks kembali Alya ganti menggoyangkan pantatnya maju mundur. Hal itu terjadi berkali-kali, bahkan saat Pak Sarta mendorong tubuh Alya hingga batang kemaluannya keluar dari liang kemaluan Alya. Secara refleks diluar kemauan Alya, dia menggerakkan pantatnya sendiri.
Setelah hampir duapuluh menit, tampak tubuh Alya berkelonjotan dan menegang, kedua kakinya mengacung lurus dengan otot paha dan betisnya mengejang, jari-jari kakinya menutup, dan nafas Alya menjadi tak teratur sambil terus merintih keras dan panjang,
“Ohhh… Akkkhhh… Ooohhh…!” Alya mengerang keras membuat Pak Sarta semakin mempercepat gerakannya hingga akhirnya membuat Alya merintih panjang, seluruh tubuh Alya kembali menegang dan menggelinjang selama beberapa detik dan Pak Sarta menyadari Alya sedang mengalami orgasme dahsyat dan kenikmatan luar biasa. Bersamaan dengan itu Pak Sarta juga menekan keras rudalnya ke dalam serambi lempit Alya.
“Ahhhhhhhhhhhgghhhhh..” Pak Sarta mengerang keras sambil memuncratkan spermanya ke dalam serambi lempit Alya. Sesaat tubuhnya juga menegang sebelum akhirnya melemas kembali.
Pak Sarta yang masih berada di atas tubuh Alya sesaat menekan rudalnya dalam-dalam di serambi lempit Alya menikmati cengkeraman serambi lempit Alya sampai tuntas. Dipandanginya wajah cantik yang basah oleh keringat dan air mata itu. Lalu perlahan Pak Sarta kembali mencium pipi dan bibir Alya dengan kecupan-kecupan lembut, seolah ingin mengucapkan terima kasih atas kenikmatan seksual yang diberikan oleh Alya kepadanya.
Lalu perlahan dia menarik tubuh Alya berdiri di dalam dekapannya. Dipeluknya tubuh putih mulus itu dengan erat sambil sesekali bibirnya menciumi bibir Alya seolah tidak pernah puas merasakan sentuhan bibir merah Alya. Pak Sarta kemudian membawa Alya masuk ke dalam kamarnya. Di dalam kamar itulah selama semalam suntuk Pak Sarta menuntaskan nafsu seksualnya pada Alya.
Gadis kota yang cantik itu dibuatnya tidak lebih dari seorang budak seksual yang harus selalu bersedia melakukan persetubuhan dengannya. Entah sudah berapa kali Alya dipaksa melakukan hubungan seksual oleh Pak Sarta. Alya tidak bisa menghitung lagi, tubuh dan pikirannya sudah terlalu tersiksa untuk berpikir.
Bersambung… Fanny adalah gadis yang paling cantik dari seluruh gadis yang ikut dalam rombongan KKN itu. Tubuhnya tinggi semampai dan padat berisi, tinggi badannya yang hampir 170 cm membuatnya tampak begitu jangkung diantara rekan-rekannya, masih ditambah bentuk tubuhnya yang begitu indah dan sekal, apalagi kalau dia sedang memakai busana ketat seperti yang biasa dipakainya, membuat bagian-bagian tubuhnya yang vital seperti dada dan pantat terlihat menonjol.
Wajahnya bulat dan hidungnya mancung khas orang bule tapi berkulit kuning langsat seperti orang Asia. Hal itu bisa dimengerti karena Fanny berdarah campuran Indonesia dan Italia, sebuah perpaduan Euro Asia yang sangat menarik menghasilkan wajah yang sangat khas. Ditambah lagi rambutnya yang kecoklatan lurus sepunggung dibiarkannya tergerai. Yang paling menarik dari Fanny adalah matanya yang kehijauan. Mata itu begitu bercahaya seperti batu zamrut berkilau.
Pagi itu pondokan tempat Fanny tinggal terlihat begitu sepi, seluruh rekannya sudah berangkat untuk melakukan aktifitas, hanya Fanny yang tinggal di pondokan. Fanny yang hari itu memang tidak ada kegiatan menyibukkan dirinya dengan membaca buku novel yang sengaja dibawanya dari rumah.
Baru saja Fanny membaca bebeapa halaman ketika didengarnya ketukan di pintu depan. Fanny yang pagi itu memakai blous putih dengan rambutnya yang berkilau lurus tergerai bebas terlihat lebih cantik dari biasanya. Dia tempak sedikit heran, siapa yang sepagi ini sudah bertandang ke pondokannya. Fanny segera menuju ke depan. Tanpa disangak-sangak, di ruangan depan sudah berkumpul tujuh orang pria setengah baya.
Mereka adalah Pak Kades Wirya, Sarta Sekretaris desa, Pak Jamal tuan tanah yang paling kaya di seluruh desa, Pak Hasan jawara kampung, Pak Arman Mantri hutan dan dua orang lagi, yang satu sudah tua, kurus dengan wajah pucat seperti orang sakit dikenalnya sebagai Amar, salah satu sesepuh desa. Yang duduk di sebelah Amar badannya kurus dan jangkung dengan janggut kambing. Fanny tidak tahu nama aslinya, orang desa lebih dering menyebutnya Ki Wongso, orangnya sudah tua sekali, mungkin sudah lebih dari 70 tahun, terlihat dari rambut dan janggutnya yang sudah putih semua dan giginya yang hanya tinggal beberapa gelintir.
Untuk sesaat Fanny merasa ngeri melihat ketujuh orang tua yang duduk di hadapannya itu. Tatapan mata mereka membuat Fanny merasa mereka bisa melihat menembus pakaiannya. Sorot mata mereka seperti sorot mata srigala lapar yang siap menerkam mangsanya.
“Maaf Bapak-bapak.. ada perlu apa ya..?” tanya Fanny berusaha ramah, meskipun tubuhnya mulai gelisah.
“Eh.. begini Neng.. kami ada perlu dengan Neng Fanny..” kata Pak Kades dangan nada canggung.
“Dengan saya..?” Fanny heran. “Ada yang bisa saya bantu?”
“Eh.. begini Neng Fanny..” Pak Kades Wirya berujar canggung, dia terlihat gelisah, terlihat dari gerakan-gerakan tangannya yang tidak teratur. “Sebelumnya saya minta maaf karena mengganggu Neng Fanny.”
“Ada apa ya Pak..?” Agak canggung Fanny menanyakan maksud kedatangan mereka. Mereka tidak langsung menjawab melainkan saling tatap satu sama lain.
“Saya datang ke sini sebetulnya ingin membicarakan masalah desa ini pada Neng Fanny..” Kata Pak Kades.
“Kalau saya bisa Bantu, saya akan Bantu.” Fanny menjawab cepat.
“Oh.. ya.. dan memang hanya Neng Fanny saja yang bisa membantu masalah desa ini,” kata Pak Kades dengan mata menatap liar ke arah Fanny, membuat Fanny merasa grogi dan takut.
“Begini Neng, Neng Fanny tentu tahu kan, kalau desa ini memuja Dewi Kesuburan?” Tanya Pak Kades. Fanny hanya mengangguk saja, dia sudah tahu riwayat pemujaan dewi kesuburan ini sejak pertama kali menginjakkan kaki di desa ini.
“Dan apakah Neng Fanny juga tahu kalau setahun sekali Dewi Kesuburan akan turun ke desa ini dalam wujudnya sebagai seorang wanita?”
“Ya.. saya tahu,” kata Fanny sedikit jengkel. ”Tapi apa hubungannya semua itu dengan saya?”
“Yah..” Pak Kades menghela nafas sesaat. “Perlu Neng Fanny tahu, berdasarkan perhitungan dan ramalan Dukun Desa, Dewi Kesuburan Desa ntuk tahun ini adalah.. Neng Fanny sendiri.”
“Apa?” Fanny terkejut sesaat. “Tapi itu tidak mungkin..” dia tidak tahu maksud ucapan Pak Kades. Dia bahkan yakin Pak Kades baru saja bergurau.
“Betul Neng,” Amar menyela “Neng Fanny lahir tanggal 8 Mei kan..? Dan Neng punya tahi lalat di paha kiri kan? Persis seperti yang sudah diramalkan.”
“Dari mana Bapak tahu?” Fanny spontan bertanya.
“Itu tidak penting, yang jelas sekarang Neng Fanny telah terpilih sebagai Dewi kesuburan.” tandasnya lagi.
Fanny terdiam sesaat mencoba menerka maksud pembicaraan Pak Kades dan temannya, tapi dia sama sekali tidak menemukan apa-apa di kepalanya tentang dewi kesuburan ini.
Baik..” Fanny mengalah. “Katakan saya bersedia, lalu apa yang harus saya lakukan sebagai Dewi Kesuburan ini?”
Ketujuh orang itu langsung berubah ekspresi dari yang semula sopan mendadak berubah menyeringai memuakkan dan tertawa-tawa aneh begitu mendengar ucapan Fanny barusan.
“Tugas anda.. yah.. Dewi Kesuburan bertugas untuk membagikan kesuburannya pada para penduduk desa. Dewi Kesuburan adalah lambang dari lahan yang siap ditanami oleh petani. Neng Fanny sebagai lahannya dan kami petaninya.”
Seketika Fanny terperanjat mendengar tamsil yang diutarakan barusan. Kesuburan, lahan, petani, menanam benih, semuanya mendadak menjadi begitu jelas bagi Fanny.
“Ma.. maksudnya saya akan dijadikan sebagi persembahan? Begitu?” Fanny tiba-tiba berteriak. Wajahnya seketika memerah karena marah dan malu.
“Intinya, Neng Fanny harus merelakan kami menanamkan benih ke dalam tubuh Neng Fanny “ kata Pak Kades, datar. Seketika itu pula emosi Fanny, didorong oleh rasa malu dan muak, langsung meledak.
“Tidak.. aku tidak mau!” Fanny membentak marah sambil menuding. “Dasar tua bangka tidak tahu diri! Keluar kalian! Busuk kalian semua!”
Anehnya dibentak-bentak dan dicaci maki seperti itu tidak membuat ketujuh orang tua itu marah. Reaksi mereka justru berkebalikan. Mereka malah tertawa, seolah baru saja melihat sebuah pertunjukan lawak yang sangat lucu.
“Kalau Neng Fanny tidak mau ya tidak apa-apa,” Pak Kades tersenyum sinis. “Tapi saya tidak menjamin keselamatan Neng Fanny dan rekan-rekan Neng Fanny kalau nantinya warga menjadi marah dan berbuat kekerasan pada Neng Fanny.”
Fanny terperanjat mendengar ucapan Pak Kades. Kata-kata itu seperti vonis mati baginya yang langsung merontokkan ketegarannya. Seketika Fanny langsung terduduk lemas seolah tubuhnya tidak bertulang lagi.
“Jadi bagaimana Neng Fanny?” Tanya Pak Kades.”Semuanya terserah Neng Fanny lho..” ujar Pak Kades datar, nyaris tanpa ekspresi.
Fanny terdiam mendengar ucapan itu, rasa marah, malu dan jijik bercampur menjadi satu. Fanny tidak bisa membayangkan wanita yang terhormat seperti dirinya dijebak dan disudutkan dalam nasib yang sangat mengerikan bagi wanita. Dirinya tidak rela dicemari oleh orang-orang seperti mereka, tapi pada saat yang sama Fanny tahu dirinya tidak berdaya sama sekali. Dia sendirian di tempat ini, tidak ada satupun yang bisa menolongnya sekarang karena seluruh penduduk berada dalam satu pihak dengan ketujuh pemuka desa. Fanny berpikir keras mencari jalan keluar, tapi tampaknya semua buntu. Dia bisa saja melarikan diri, tapi mau lari kemana? Dia juga tidak tahu apa-apa tentang lingkungan di sekeliling desa yang sangat terisolir itu. Dan akhirnya Fanny mengambil keputusan.
“Baiklah Pak.. saya bersedia..” Fanny menjawab lirih. Tanpa sadar sebutir air mata mengalir membasahi pipinya yang putih mulus.
Ketujuh pemuka desa itu bergumam puas penuh kemenangan seolah baru saja memenangkan hadiah yang sangat besar nilainya.
“Kalau begitu Mulai hari ini sampai nanti bulan purnama penuh Neng Fanny akan tinggal di tempat yang sudah kami sediakan.” Kata Pak Kades dengan nada suara yang ditekan, berusaha terdengar wajar untuk menyembunyikan kegembiraannya.
Kemudian Fanny dibawa oleh ketujuh pemuka desa ke sebuah rumah adat di tepi hutan pinggiran desa,. Di rumah yang cukup mewah itu sudah disediakan berbagai fasilitas lengkap. Fanny diperlakukan bagai seorang ratu.sampai malam purnama penuh tiba. Dan pada malam yang sudah ditunggu-tunggu itu, Fanny dimandikan dengan air kembang yang sangat harum, tubuhnya dilulur sempurna sehingga kulitnya makin terlihat putih. Fanny juga didandani dengan bermacam perhiasan. Pergelangan tangannya dihiasi gelang emas sementara lehernya juga dilingkari kalung emas, pada dahinya terjuntai tiara emas yang dihiasi permata berwarna-warni.
Akan tetapi pakaian yang dipakai Fanny sangat tidak masuk akal. Dia hanya memakai sehelai kain merah dan tipis yang diikat melingkari dadanya untuk menutupi payudaranya. Kain itu terlalu kecil dan terlalu tipis untuk bisa disebut penutup dada sehingga payudaranya yang putih terlihat menonjol sementara puting payudaranya terbayang dengan sangat jelas. Di pinggangnya terlilit kain yang dikencangkan dengan ikat pinggang emas, tapi meskipun kain itu menjuntai sampai mata kaki, kain itu terbuat Dari bahan yang sangat tipis dan tembus pandang sehingga memperlihatkan pinggul dan selangkangan Fanny yang hanya ditutupi oleh celana dalam model g-string berwarna merah. Dengan begitu pantatnya yang padat seperti tidak tertutup oleh apapun.
Fanny kemudian dibawa menuju ke sebuah pendopo besar, sebuah ruangan yang hanya terdiri dari atap dan tiang-tiang besar penyangga tanpa dinding. Pendopo itu cukup besar, hampir mirip dengan aula. Tidak ada apa-apa di pendopo itu, kecuali sebuah ranjang besar berlapis kain ungu terang dengan keharuman yang luar biasa memabukkan asap berbau kemenyan wangi yang berasal dari anglo tanah yang dipasang di keempat penjuru ranjang. Ketujuh pemuka desa yang menjemput Fanny sekarang sudah berada di situ, mereka berdiri mengelilingi ranjang dengan masing masing memakai pakaian seperti jubah berwarna putih putih.
Fanny terkesiap saat melihat ketujuh pemuka desa itu, tapi dia lebih kaget saat melihat ke arah luar pendopo, di situ sudah berkumpul hampir seluruh penduduk desa, dan kesemuanya adalah pria, semuanya bertelanjang dada, hanya memakai celana kolor panjang diikat oleh sabuk kulit besar. Fanny baru sadar kalau upacara Dewi Kesuburan hanya dihadiri oleh kaum pria. Sesaat Fanny merasakan tubuhnya menjadi kebas, membayangkan kejadian yang akan menimpanya. Fanny memejamkan mata dan menggeleng mencoba untuk mengusir ketakutannya, tapi dia tidak bisa. Kengerian luar biasa begitu kuat mencengkeramnya laksana tangan iblis yang menari-nari menghimpit seluruh tubuhnya.
Belum lagi sadar dari cengkeraman kengerian, salah satu pemuka desa menuntun Fanny untuk maju menghadapi seluruh penduduk yang hadir. Wajah-wajah mereka menampakkan gairah yang ganjil ditimpa cahaya purnama. Penerangan obor dan lampu minyak di sekelilingnya membuat siluet mengerikan, seolah sepasukan hantu yang bergerak merayap mendekati dirinya. Smentara itu Ki Wongso yang Fanny kemudian tahu adalah dukun desa mulai beranjak berdiri di sampingnya.
“Wahai penduduk desa,” Ki Wongso berteriak lantang, membuat penduduk desa serentak menatap ke arahnya.
“Malam ini adalah malam purnama ke lima, dimana malam ini adalah saat Dewi Kesuburan turun ke bumi.” Kata Ki Wongso masih dengan lantang. “Karena itulah malam ini, kupersembahkan gadis ini bagi Sang Dewi.”
Serentak penduduk desa berteriak lantang. “Terimalah persembahan kami.”
Teriakan itu diucapkan berulang berkali-kali dan menggema di segala penjuru. Suaranya bersahutan dan terdengar mengerikan. Fanny seperti mendengar lagu kematian yang dinyanyikan untuknya. Sementara itu Ki Wongso terlihat berkomat-kamit sambil menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Suaranya seperti lebah berdengung.Sementara terlihat Amar yang dikenal sebagai tangan kanan sang dukun maju sambil membawa sebuah bokor tembaga.
“Di dalam bokor itu terdapat perlambang dari apa yang harus kami tanam tahun ini.” kata Ki Wongso. “Setiap perlambang juga melambangkan salah satu dari kami. Dan sekarang tugas Neng Fanny untuk menentukan perlambang apa yang keluar tahun ini.” Ngocoks.com
Fanny yang sudah dicekam kengerian hanya berdiri di tempatnya. Kengerian yang menyelimutinya membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa. Ki Wongso yang tidak sabar mendorong punggung Fanny dan memaksa tangan Fanny untuk mengambil benda di dalam bokor. Fanny dengan keterpaksaan yang luar biasa, mengambil benda yang terbuat dari kepinga tembaga dari dalam bokor. Fanny tidak tahu apa artinya benda itu, dia bahkan tidak berani melihatnya. Ki Wongso kemudian mengambil perlambang itu dari tangan Fanny.
“Tujuh..” Ki Wongso mendesis sambil menyeringai. “Sebuah pertanda yang sangat baik.” katanya, disambut tawa seluruh pemuka desa.
“Neng Fanny telah memilih tujuh, itu berarti ketujuh pemimpin desalah yang akan menanamkan benih di tubuh sang dewi.”
Fanny terkesiap pucat mendengar ucapan Ki Wongso.
“Tidak Pak.. tidak mungkin..” Fanny mulai menangis, ucapan itu berarti dirinya harus merelakan dirinya disetubuhi oleh ketujuh pemuka desa itu secara sekaligus.
“Jangan Pak.. saya tidak mau..” Fanny tersedak sambil terisak tubuhnya serasa mati dengan vonis yang baru saja diterimanya, dia merasa diperlakukan lebih rendah dari pelacur yang paling hina. Dan entah mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba Fanny berontak dan berusaha lari.
“Tangkap dia!” perintah Ki Wongso. Amar yang paling dekat dengan Fanny, dengan kesigapan seperti seekor harimau, merendahkan badannya sambil kakinya terjulur mengait pergelangan kaki Fanny. Fanny langsung terjungkal dan tertelungkup di lantai tanah. Serentak tiga orang langsung menagkapnya dan menelikung tangannya kec belakang.
“Lepaskan!” Fanny berteriak-teriak sambil meronta-ronta mencoba membebaskan diri, tapi dia hanya seorang wanita, menghadapi tiga orang pria yang menangkapnya jelas dirinya tidak mampu berbuat banyak.
“Percuma Neng lari. Kami pasti dengan mudah bisa menangkap Neng Fanny lagi.” kata Ki Wongso kalem dengan wajah menyeringai di hadapan Fanny. Fanny dengan wajah basah oleh air mata hanya menggeleng ketakutan.Ki Wongso kemudian menjulurkan tangannya dan menekan bagian belakang lehernya dengan satu pijatan kuat. Seperti ada satu aliran listrik mengalir dari tangan Ki Wongso menyengat lehernya. Sesaat kemudian Fanny merasa tubuhnya seperti lemas tanpa daya. Karena itulah dia tidak berontak lagi saat dirinya ditarik dan dibawa ke atas ranjang. Di atas ranjang Fanny merasakan tubuhnya seolah begitu ringan seperti melayang. apakah itu pengaruh pijatan Ki Wongso di lehernya ataukah karena bau kemenyan yang begitu kental, Fanny tidak tahu, yang jelas Fanny sekarang seperti tidak punya daya apa-apa. Seolah dirinya sudah siap diperlakukan apa saja oleh siapa saja.
“Upacara segera dimulai..” kata Ki Wongso ada para penduduk. Serentak semua yang hadir di situ berdiri mendekat dan membentuk lingkaran besar yang berpusat pada ranjang tempat Fanny terbaring, sehingga apapun yang dilakukan di atas ranjang itu, semua penduduk akan bisa menyaksikannya dengan jelas. Mereka lantas melihat Ki Wongso berdiri di samping ranjang. Direbahkannya tubuh Fanny dengan posisi terlentang di atas ranjang lalu diaturnya posisi tangan dan kaki Fanny sehingga membuka ke samping seperti burung yang merentangkan sayapnya. Lalu perlahan dilepaskannya kain tipis yang melilit di pinggang Fanny sehingga hanya tersisa penutup dada dan celana dalem merah yang melekat di tubuh Fanny.
Kemudian tangan Ki Wongso mulai menari-nari di atas tubuh Fanny yang mulus itu, dan dengan satu kali sentakan, kain yang menutupi payudara Fanny langsung terlepas, membuat payudara Fanny yang liat, putih dan mulus langsung mencuat telanjang, diiringai suara tertahan para penduduk yang menyaksikannya. Kemudian tangan Ki Wongso mulai menari di bagian pinggul Fanny. Perlahan ditariknya pinggiran celana dalam Fanny, lalu celana dalam itu ditariknya sampai lepas dari selangkangan Fanny dan akhirnya terlepas dari tubuhnya. Fanny sekarang terbaring dalam keadaaan telanjang bulat di atas ranjang, menjadi bahan tontonan penduduk dan pemuka desa.
Kemudian Ki Wongso menyuruh empat orang memegangi kaki dan tangan Fanny dan merentangkannya ke samping sehingga tubuh bugil Fanny membentuk huruf X. Melihat tubuh mulus dan telanjang itu terentang tanpa daya, Ki Wongso mulai melepaskan jubah putihnya, hingga hanya tersisa celana kolor saja. Dia lalu menaiki ranjang dan berlutut di depan Fanny.
“Ck-ck-ck…benar-benar tubuh yang sempurna, putih mulus tanpa cacat,” ujar Ki Wongso, kemudian Ki Wongso mulai mendekatkan tubuhnya pada tubuh Fanny. Semakin pria itu mendekat semakin kencang pula jantung Fanny berdebar, wajahnya memerah menahan malu sambil menggigit bibir bawah.
“Ohh.. ini payudara terindah yang pernah Bapak lihat, Bapak pegang dikit ya.” Pinta Ki Wongso sambil menaruh tangannya di payudaranya.
“Ahh….” Fanny mendesis merasakan perasaan aneh karena belaian pada payudaranya, jari-jari pria itu juga memencet putingnya sehingga seperti bulu kuduknya berdiri semua.
“Eengghh..!” desisnya lebih keras ketika tangan Ki Wongso mulai meremas payudaranya. Ditekan-tekannya sepasang payudara mulus itu sambil sesekali membetot payudara itu dengan lembut. Hal itu membuat Fanny emndesah kecil, tubuhnya mendadak menegang, seperti ada sengatan listrik dari tangan Ki Wongso setiap kali tangan itu menyentuh payudaranya. Ki Wongso kemudian mulai menjilati puting payudara Fanny dengan lidahnya. Ujung lidahnya kadang menyentil-nyentil ujung puting payudara itu, sesekali Ki Wongso mengulum dan mengenyot payudara Fanny, sehingga orang tua itu terlihat seperti bayi yang sedang disusui oeh ibunya.
Fanny merasakan sentuhan tangan itu seperti membangkitkan monster birahi yang tidur di dalam tubuhnya. Seketika Fanny merasa tubuhnya seperti meremang, dia bergerak dengan gelisah dam neggelinjang tak terkendali. Sesekali kakinya menggeliat kecil seperti menahan sesuatu yang akan keluar dari dalam tubuhnya.
“Ahhhh….. Ohhhhh……….” Fanny mulai mengeluarkan desahan-desahan tertahan, dia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terhanyut dalam dorongan birahinya, tapi pada saat yang bersamaan, dorongan itu begitu kuat membetot setiap simpul syarafnya membuatnya terlena. Ki Wongso tahu Fanny sudah mulai terangsang karena itu dia makin gencar melakukan serangan di setiap jengkal kemulusan tubuh Fanny. Kemudian lidah Ki Wongso menyusuri perut Fanny yang rata, terus ke bawah dan ketika sampai di daerah selangkangan Fanny Ki Wongso lalu merangkul pinggang ramping itu membawa tubuhnya lebih mendekat. Paha mulus itu lalu dia ciumi inci demi inci sementara tangannya mengelusi paha yang lain. Fanny merinding merasakan sapuan lidah dan dengusan nafas pria itu pada kulit pahanya membuat gejolak birahinya makin naik.
“Ssshhh…!” sebuah desisan keluar dari mulutnya ketika jari Ki Wongso menyentuh bagian serambi lempitnya.
“Aahhh… aahhh… jangan !” Fanny mendesah antara menolak dan menikmati saat lidah Ki Wongso menelusuri gundukan bukit kemaluannya. Tanpa disadari kakinya melebar sehingga memberi ruang lebih luas bagi Ki Wongso untuk menjilatinya. Tubuh Fanny seperti kesetrum ketika lidah Ki Wongso yang hangat membelah bibir kemaluannya memasuki liangnya serta menari-nari di dalamnya.
Fanny semakin tak kuasa menahan kenikmatan itu, dia bergerak tak karuan akibat jilatan Ki Wongso sehingga Ki Wongso harus memegangi tubuhnya.
“Ahhhh…ahhh…oohh !” desahnya dengan tubuh bergetar merasakan lidah Ki Wongso memainkan klitorisnya.
Sementara semua mata yang menyaksikan permainan tersebut menahan nafas dan gejolak birahi mereka menyaksikan betapa tubuh yang begitu putih, mulus dan sexy milik Fanny dalam keadaan telanjang bulat sedang digeluti oleh seorang tua renta seperti Ki Wongso. Beberapa diantara mereka yang tidak tahan bahkan mulai melakukan masturbasi dengan mengocok rudalnya sendiri. Ngocoks.com Fanny sendiri semula merasa malu tubuhnya yang bugil dijadikan tontonan begitu banyak orang, sekali-kalinya dia pernah telanjang dihadapan pria adalah saat bersama pacarnya, tapi pengaruh yang ditanamkan oleh Ki wongso terlanjur mencengkeram tubuhnya sangat kuat, membuat otaknya menjadi buntu, Fanny sekarang hanya bertindak berdasarkan naluri seksualnya semata.
Tidak tahan dengan serangan-serangan Ki Wongso pada daerah sensitifnya, tubuh Fanny mendadak meregang kuat, membuat empat orang yang memegangi tangan dan kakinya harus menarik kedua belah tangan dan kaki Fanny lebih kuat. Desakan dari dalam tubuhnya ditambah tarikan pada kaki dan tangannya membuat tubuh Fanny menghentak kuat di ranjang, tubuh Fanny kemudian melengkung ke atas seperti busur yang ditarik membuat payudaranya yang membukit itu makin tegak menantang.
“Ohhhkkhhhhhhhhhhhhh…. Aaaaaahhhhhh….” fanny mengejang dan mengerang keras dengan tangan dan kaki menggelepar. Dari serambi lempitnya mengucur cairan bening, Rangsangan Ki Wongso rupanya berhasil membuat tubuh Fanny orgasme dengan begitu kuat. Tubuh Fanny menegang sesaat sebelum kembali melemas. Fanny terkapar dambil terengah-engah. Orgasme yang dialaminya begitu kuat membuat sekujur tubuhnya bermandi keringat.
Ki Wongso yang sudah bangkit pula birahinya melepaskan celana kolrnya sampai bugil. Dipermainkannya rudalnya di hadapan Fanny. Dia menyuruh keempat orang yang memegangi tangan dan kaki Fany untuk melepaskannya. Keempat orang itu mundur selangkah. Ki Wongso perlahan mulai menempatkan tubuhnya di atas tubuh mulus Fanny.Tangan Ki Wongso bergerak menggenggam jari-jari lentik Fanny sehingga jari-jari mereka saling menyatu dan saling mencengkeram.
“Nah,sekarang kita mulai ya Neng..” kata Ki Wongso sambil bendaratkan sebuah ciuman di bibir Fanny dan melumat bibir lembut itu berulang-ulang. Fanny hanya menggeleng lemah sambil menangis, tapi Ki Wongso yang sudah terangsang berat tidak mempedulikan penolakan Fanny. Perlahan ditindihnya tubuh bugil Fanny yang putih mulus itu. Lalu pelan-pelan Ki Wongso menekan rudalnya ke liang serambi lempit Fanny.
“Sshhh…sakit, aahhh…!!” Fanny mengerang lirih ketika rudal Ki Wongso yang besar itu menerobos serambi lempitnya. Fanny meringis dan merintih menahan rasa sakit pada serambi lempitnya, meskipun sudah tidak perawan lagi karena sudah beberapa kali melakukan hubungan seks dengan pacarnya, tapi kemaluannya masih sempit. Ki Wongso harus berusaha keras untuk bisa memasukkan rudalnya sambil melenguh-lenguh, serambi lempit Fanny melawan dengan liat membuat Ki Wongso makin bernafsu mendorongkan rudalnya. Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya masuklah seluruh rudal itu ke serambi lempitnya, saat itu airmata Fanny meleleh lagi merasakan sakit pada serambi lempitnya.
“Huhh…masuk juga akhirnya, tempiknya Neng seret banget.” katanya dekat telinga Fanny. Fanny hanya menangis ketika merasakan rudal Ki Wongso dirasakan memenuhi serambi lempitnya.
Sesaat kemudian, Ki Wongso sudah menggoyangkan pinggulnya, mula-mula gerakannya perlahan, tapi makin lama kecepatannya makin meningkat. Fanny yang sebelumnya sudah mengalami orgasme benar-benar tidak kuasa menahan erangan setiap kali Ki Wongso rudal Ki Wongso menghujam serambi lempitnya. Gesekan demi gesekan yang timbul dari gesekan alat kelamin mereka menimbulkan rasa nikmat yang menjalari seluruh tubuh Fanny .
“Ohhh… aahhh… oohhh… aahhh..” Fanny mendesah-desah penuh kenikmatan setiap kali rudal Ki Wongso menghentak serambi lempitnya, gerakan Ki Wongso sendiri tidak teratur dalam menggenjot serambi lempit Fanny, kadang pelan dan lembut, kadang begitu kasar dan cepat, tapi gerakan-gerakan liar dan tidak teratur itu justru membuat Fanny merasa makin cepat merasakan orgasmenya mendekat.
Ki Wongso meningkatkan tempo goyangannya, rudal yang besar dan berurat itu menggesek dan menekan klitoris Fanny ke dalam setiap kali menghujam serambi lempitnya. Kedua payudaranya yang membusung tegak itu ikut berguncang hebat seirama guncangan badannya. Ki Wongso meraih kedua payudara Fanny dan meremasnya dengan gemas. Sementara Fanny sekarang sudah sepenuhnya dikuasai oleh dorongan seksualnya, setiap genjotan rudal Ki Wongso pada serambi lempitnya membuatnya tersentak dan mengeluarkan desahan penuh kenikmatan, dia merasakan kenikmatan yang berbeda dari yang pernah didapatkan dari pacarnya, tanpa disadari dia juga ikut menggoyangkan pinggulnya seolah merespon gerakan Ki Wongso.
Hebatnya meskipun sudah sangat tua, tapi kemampuan Ki Wongso dalam melakukan persetubuhan ternyata sangat hebat, mungkin sebelumnya Ki Wongso sudah meminum jamu khusus sehingga membuat tahan lama, selama lebih dari limabelas menit Ki Wongso menggenjot tubuh Fanny, tapi belum ada tanda-tanda kalau dia akan selesai. Fanny yang sudah sedemikian terangsang hanya bisa melenguh dan mendesah-desah merasakan sensasinya yang setiap saat siap meledak. Dan beberapa saat kemudian tubuh Fanny kembali mengejang, tangannya yang menggengam tangan Ki Wongso menekan jari-jari keriput itu dengan kuat.
“Ohhhhkkhhhhh… Aahhhhhhhhh..!!!” Fanny mengerang keras, wajahnya merah padam, tubuhnya mengejang dan bergetar dengan kuat seolah akan melemparkan Ki Wongso dari atas tubuhnya. Sekali lagi Fanny mengalami orgasme. Ki Wongso berusaha menahan agar tidak buru-buru ejakulasi, dia menghentikan gerakannya dan membiarkan Fanny bergerak liar. Seluruh tubuh Ki Wongso juga menegang, bedanya, Ki Wongso sedang berusaha menahan ejakulasinya agar spermanya tidak buru-buru dimuntahkan.
Ki Wongso pelan-pelan merasakan tubuh Fanny kembali melemas, kemudian dia mendekap tubuh mulus itu dankembali melanjutkan genjotannya di serambi lempit Fanny. Kali ini gerakannya lebih cepat dari sebelumnya bahkan cenderung kasar. Fanny merasakan tubuhnya sampai terbanting-banting menahan hentakan demi hentakan pada bagian bawah tubuhnya. Erangan-erangan Fanny semakin keras, badan dan kepala semakin bergoyang-goyang tidak beraturan menahan nikmat di dalam serambi lempitnya. Kadang kala Fanny dan Ki Wongso terlibat dalam ciuman-ciuman lembut, beberapa kali bibir Fanny yang lembut itu dikulum oleh bibir Ki Wongso seolah dilekatkan oleh lem yang sangat kuat, Mata Fanny sudah sayu dan merem melek menerima kenikmatan yang rasanya tidak ada akhirnya. Badannya bergoyang erotis mengikuti setiap genjotan rudal Ki Wongso pada serambi lempitnya. Terlihat sekali Fanny sedang menikmati permainan tersebut, Fanny menjadi tidak peduli dengan sekelilingnya. Fanny sudah tidak mempedulikan lagi persetubuhannya dijadikan tontonan begitu banyak orang. Fanny sudah tidak mempedulikan lagi sorak-sorak para penduduk yang ikut menikmati adegan persetubuhannya dengan Ki Wongso. Fanny sudah sepenuhnya dikuasai oleh nafsu birahinya yang kian lama kian memuncak. Fanny menggelinjang liar dan erotis, tubuhnya dibiarkan mengikuti apa mau laki-laki tua yang sedang menyetubuhinya. Desahan dan erangannya makin liar dan meracau. Namun sekali ini laki-laki tua yang sudah sangat pengalaman itu tidak membiarkan Fanny untuk orgasme.
“Ammmpunn..egggghhh…….” erang Fanny keras mengharap orgasmenya segera datang, namun harapannya tinggal harapan, karena Ki Wongso masih ingin mempermainkan Fanny dalam waktu yang lama. Tubuh Fanny sampai mengejang-ngejang setiap kali gagal mengalami orgasme. Baru setelah lebih dari satu jam, Ki Wongso melepaskan Fanny. Seketika orgasmenya meledak dengan begitu kuat membuat tubuh Fanny melengkung mengangkat tubuh Ki Wongso yang menindihnya, kakinya menyepak-nyepak ke segala arah. Erangan yang begitu keras meluncur dari bibirnya.
“AAAAAAAHHHHHKKKKHHHH… OOOHHHHH…!!!!!” Fanny menumpahkan segenap tenaganya untuk meledakkan orgasmenya yang seolah menghancurkan tubuhnya dari dalam. serambi lempitnya sedemikian kuat mencengkeram rudal Ki Wongso membuatnya seperti dibetot oleh tangan yang begitu kuat. Ki Wongso akhirnya tidak tahan lagi. Dengan satu dorongan keras, dilesakkannya rudalnya dalam-dalam ke serambi lempit Fanny.
“Ahhkk…” Ki Wongso mengejang tertahan, seketika spermanya menyembur membanjiri rahim Fanny. Setelah itu keduanya kembali lemas dan saling bertumpuk. Fanny membiarkan saja tubuh Ki Wongso menindih tubuhnya. Ki Wongso untuk terakhir kalinya meresapi kenikmatan tubuh Fanny dengan memeluk tubuh lembut itu, merasakan kehangatannya saat tubuh putih mulus itu menyatu dengan tubuhnya sambil sesekali mencium bibir Fanny.
Setalah Ki Wongso selesai melepaskan hasrat seksualnya, sekarang giliran Pak Kades Wirya yang akan menyetubuhi Fanny. Pak Kades yang telah telanjang bulat itu lalu menarik pinggang Fanny dan membalikkan tubuhnya, kemudian ditariknya pinggang Fanny sehingga posisi pinggang Fanny lebih tinggi dari kepalanya yang menyentuh ranjang sehingga payudara Fanny menekan ranjang dan Fanny dalam posisi menungging, kemudian Pak kades mulai melesakkan rudalnya ke dalam serambi lempit Fanny dan mulai menggenjotnya dengan kuat. Pak Kades sudah terangsang saat menyaksikan adegan persetubuhan Fanny dengan Ki Wongso merasa tidak perlu lagi pemanasan, gerakan rudal Pak Kades pada serambi lempit Fanny makin lama makin kasar sehingga Fanny menjerit-jerit dan melolong histeris, batang kemaluan Pak Kades yang berukuran besar itu mengaduk-aduk liang kemaluan Fanny yang semakin lama semakin lemas. Fanny
Tidak puas dengan gaya anjing, pak Kades membimbing Fanny untuk melakuakn gaya lain, dia duduk di atas ranjang sementara Fanny di atas pangkuannya dengan paha mengangkang dan posisi berhadapan. Dengan posisi duduk, buah dada Fanny tampak sangat menggairahkan, apalagi dengan tubuhnya yang ramping, tampak buah dadanya tergantung indah, padat dan berisi. Sambil menyetubuhi Fanny Pak Kades juga meremas-remas kedua belah payudara Fanny dengan bernafsu, kadang ia mendempetkan kedua buah dada itu lekat-lekat sehingga belahan payudara Fanny terbentuk indah di hadapannya. Semantara Fanny hanya dapat merintih-rintih dalam keadaan antara sadar dan tidak.
Sambil terus memompa Fanny, ia tertawa-tawa disaksikan teman-temannya yang tidak sabar menanti giliran, sesekali Pak Kades juga mengulum bibir Fanny dengan gemas seolah ingin menggigit bibir mungil itu kuat-kuat. Fanny benar-benar tidak berdaya, dia hanya mengikuti naluri seksualnya tanpa mempedulikan apapun lagi, karena itu ketika Pak Kades berhenti memompa Fanny, secara refleks Fanny melenguh dan mulai menggerak-gerakan pantatnya sendiri agar tetap dikocok oleh kemaluan pak Kades yang terasa sesak di serambi lempitnya.
“Ehh.. Neng Fanny seneng menyetubuhi juga rupanya,” Pak Kades tertawa mengejek di tengah lenguhannya. Pak kades tertawa sambil memeluk tubuh Fanny, tangannya mengelus-ngelus punggung putih mulus Fanny sementara buah dada Fanny yang kenyal terjepit di dadanya yang berbulu. Rupanya Fanny mendengar perkataan itu, wajah Fanny tampak memerah karena malu dan marah, lalu tubuhnya diam tak bereaksi, Tapi Pak Kades tidak tinggal diam, dia terus-menerus merangsang Fanny agar tetap berada dalam kendalinya. Pak Kades mencengkeram kuat-kuat kedua buah dada Fanny. Lalu dengan gerakan memutar, diremasnya payudara mulus itu dengan keras sehingga Fanny merintih-rintih antara sakit dan nikmat, sesekali pak Kades kembali menghentikan pompaannya, dan secara refleks kembali Fanny ganti menggoyangkan pantatnya maju mundur, selama beberapa saat hingga Fanny sadar dan dapat mengendalikan tubuhnya. Hal itu terjadi berkali-kali, bahkan saat pemuda itu mendorong tubuh Fanny hingga batang kemaluannya keluar dari liang kemaluan Fanny. Secara refleks diluar kemauan Fanny sendiri tubuh Fanny kembali merapat sehingga batang kemaluan itu kembali terbenam ke dalam liang serambi lempitnya sambil kaki Fanny melipat erat seolah-olah takut lepas.
Pak Kades semakin lama tampak semakin ganas memperkosa Fanny, hingga selang beberapa saat tampak tubuh Fanny berkelonjotan dan menegang, kedua kakinya mengacung lurus dengan otot paha dan betisnya mengejang, jari-jari kakinya menutup, dan nafas Fanny tak teratur sambil terus merintih keras dan panjang. Pak Kades semakin mempercepat gerakannya hingga akhirnya membuat Fanny merintih panjang.
“Oooooohhhkkkkhh… ” seluruh tubuh Fanny menegang dan menggelinjang selama beberapa detik dan aku sadar bahwa Fanny sedang mengalami orgasme dahsyat dan kenikmatan luar biasa. Setelah berkelonjotan sesaat, tubuh Fanny tumbang dengan lemas di pelukan Pak Kades yang masih terus memompa Fanny yang telah lemas sambil tertawa senang.
“Gimana rasanya Neng? Ngomong dong..” kata Pak Kades sambil terus menydok-nyodokkan rudalnya di serambi lempit Fanny.
“Nikmaaatt eegg… .nikmaatt… … ennaaakkk… .” jawab Fanny sambil membiarkan kedua puting payudaranya dijilat dan digigit kecil oleh Pak Kades.
“Neng Fanny nggak apa-apa kan kalau Bapak menghamili Neng Fanny..?” sebuah pertanyaan aneh meluncur dari mulut pak Kades. Dalam keadaan normal Fanny tantu akan marah mendengarnya, tapi dalam keadaan seperti sekarang ini, otaknya sudah tidak mampu berpikir dengan jernih. Fanny mengangguk-anggukkan kepalanya begitu saja.
“Mau Paak..! Silakan bikin Fanny hamil.. Fanny mau dihamili sama Bapakk.. eeeggghhhhh… .aagghhhhh….” jawab Fanny.
Pak kades tersenyum puas mendengar hal itu, dia membayangkan bagaimana mendapat anak dari seorang wanita cantik dan terpelajar seperti Fanny, hal itu membuatnya makin bersemangat menyetubuhi Fanny. Sampai setengah jam kemudian, setelah Fanny mengalami orgasme untuk kelima kalinya, Pak Kades melenguh dan menyemburkan spermanya ke dalam rahim Fanny.
Giliran ketiga adalah Pak Jamal. Tuan tanah yang gemuk itu sudah sedri tadi bertelanjang bulat sambil mengocok-ngocok rudalnya sendiri. Begitu sampai gilirannya, dia menarik Fanny yang terbaring memaksa Fanny untuk meneggakkan badan. Kemudian dia menyodorkan rudalnya ke wajah Fanny.
“Ayo Neng, sekarang Neng harus ngocokin punya Bapak.” Katanya sambil menyorongkan rudalnya. “Neng doyan ngocok kan..?”
Fanny hanya diam saja, tubhnya masih belum sepenhuhnya pulih dari orgasme, karena itu dia hanya menurut saja perintah Pak Jamal, segera dilingkarkannya jeri-jari tangannya yang lentik ke rudal Pak Jamal, rudal itu terasa penuh dalam genggaman Fanny. Kemudian dengan gerakan lembut, fanny mulai mengocok rudal itu naik turun, semula gerakannya pelan, tapi lama lama makin cepat. Pak Jamal merasakan sensasi yang berbeda pada kocokan tangan Fanny yang lembut dibandingkan dengan tangannya sendiri.
“Ohh.. emhh… yeahh… ohhh.. teruss neng.. Kocokannya Neng memang mantap.. ahhh..” Pak Jamal mulai mengerang-erang menikmati permainan jari lentik Fanny pada rudalnya.
“Kocokan gadis cantik memang beda..” kata Pak Jamal sambil membelai-belai rambut Fanny. Perlahan tangannya menyusur turun menyentuh payudara Fanny dan mulai meremasinya penuh nafsu. Sentuhan dan remasan tangan Pak Jamal pada payudaranya membuat Fanny kembali terangsang gairahnya, dia makin bersemangat mengocok-ngocok rudal besar dan hitam itu.
“Sekarang masukin ke mulutnya Neng Fanny..” perintah Pak Jamal. Fanny yang sudah mulai terbangkitkan gairahnya tidak malu-malu lagi. Diapun mulai memasukkan kepala rudal itu ke mulutnya. Pak Jamal mendesah merasakan kehangatan mulut Fanny, sentuhan lidahnya memberi sensasi nikmat padanya.
“Eeenngghh…aahh…aahh !” terdengar desahan Pak Jamal saat rudalnya sedang dikenyot-kenyot oleh Fanny. Sesekali Fanny mengeluarkan rudal itu dari mulutnya untuk dikocoknya pelan, kemudian dikulumnya lagi. rudal itu semakin mengeras dan berkedut-kedut di dalam mulut Fanny. rudal yang besar mengerikan itu tidak muat seluruhnya ke dalam mulutnya yang mungil, maka sesekali Pak Jamal menekan kepalanya agar bisa masuk lebih dalam lagi.
“Lagi Neng, kurang masuk… aahhh…” demikian katanya sambil mulai mendorong-dorongkan pantatnya sehingga rudalnya makin menekan mulut Fanny.
“Aggh..aggh… .” suara Fanny terdengar tersedak oleh rudal Pak Jamal. Tangan Fanny berusaha menahan pinggul Pak Jamal agar Pak Jamal tidak bisa memompa rudalnya ke dalam mulut Fanny.
Melihat itu, Pak Hasan yang rupanya sudah tidak tahan lagi dengan sigap bangkit dari tempatnya dan berlutut di belakang punggung Fanny.
“Sini Pak.. saya bantuin biar Neng cantik ini cepat menurut..” ujar Pak Hasan kepada Pak Jamal, yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Pak Jamal. Pak Hasan yang ada di belakang Fanny mulai menuyusupkan tangannnya ke bawah ketiak Fanny, tangan itu kemudian meraba-raba payudara Fanny dengan lembut, kemudian payudra Fanny mulai diremas-remas dan diputar-putar oleh Pak Hasan, sesakali Pak Hasan juga mencubiti kedua puting susunya dan menarik-narik puting payudara Fanny dengan jari-jari kasarnya.
Diperlakukan seperti itu, dimana Pak Jamal memompa paksa rudalnya yang besar ke dalam mulut Fanny dan jari-jari Pak Hasan dengan lihainya mempermainkan kedua belah payudaranya, terlihat reaksi Fanny mulai berubah, dari yang tadinya tegang dan meronta-ronta, sekarang mulai rileks dan merima perlakuan Pak Jamal dan Pak Hasan terhadap tubuhnya yang mulus itu. Ngocoks.com
Fanny mulai membuka mulutnya menyesuaikan dengan lingkar rudal Pak Jamal yang sangat besar itu. Rupanya diperlakukan kasar oleh Pak Jamal dan Pak Hasan memberikan rangsangan tersendiri buat Fanny. Yang dirasakan oleh Fanny sekarang hanyalah rangsangan hebat pada sekujur tubuhnya, rasa nikmat pada serambi lempitnya dan rasa ingin bersetubuh lagi. Tubuh Fanny mulai mengikuti gerakan Pak Jamal dan Pak Hasan, dan kepalanya tidak lagi harus dipaksa dan dipegangi oleh Pak Jamal. Sekarang malah Fanny dengan sukarela mengulum rudal Pak Jamal yang besar dan menggerakkan kepalanya maju mundur melahap rudal Pak Jamal.
Beberapa menit kemudian Pak Jamal menghentikan pompaan rudalnya pada mulut Fanny, Pak Hasan yang ada di belakang Fanny menarik tubuh Fanny dan membaringkannya terlentang di ranjang, Pak Jamal kemudian membuka kaki Fanny lebar-lebar, sehingga posisi Fanny telentang di atas karpet dengan kaki mengangkang lebar. Semua yang hadir terkagum-kagum melihat Fanny yang sangat cantik siap untuk disetubuhi. Pak Jamal kemudian langsung menindih tubuh Fanny sambil mengarahkan rudalnya yang besar itu ke serambi lempit Fanny.
“Aagghh… ” erang Fanny ketika rudal besar Pak Jamal mulai memasuki serambi lempitnya.
Pak Jamal dengan kasar langsung memasukkan rudalnya sampai mentok ke dalam serambi lempit Fanny yang sudah basah itu. Karena besarnya diameter rudal Pak Jamal, serambi lempit Fanny terlihat tertarik dan penuh dan menjadi berbentuk bulat melingkar ketat di rudal Pak Jamal.
Pak Jamal mulai memompa rudalnya dengan cepat keluar masuk serambi lempit Fanny. Fanny yang belum pernah serambi lempitnya dipompa oleh rudal sebesar rudal Pak Jamal hanya bisa mengerang-erang dengan mata tertutup dan mulut sedikit terbuka.
“Aaahhhh… ooohhhh… aaahhh… oohhhh…” Fanny mendesah-desah setiap kali Pak Jamal menggenjot serambi lempitnya sambil menggelinjang-gelinjang dan kedua tangganya meremas-remas kain seprei.
Pak Jamal semakin cepat memompa serambi lempit Fanny dengan rudalnya. Fanny tanpa sadar mengakkat kedua kakinya dan melingkarkannya di pinggang Pak Jamal memberikan kesempatan kepada Pak Jamal untuk terus memompa serambi lempitnya dengan lebih cepat lagi.
“Aaahh…… oohhh… .” Fanny mulai meracau dengan mata tertutup dan tangannya semakin keras meremas-remas kain seprei. Semua mata yang menonton setiap adegan persetubuhan antara Fanny dan Pak Jamal melotot dan terangsang hebat melihat bagaimana seorang pria setengah baya dengan perut buncit sedang menyetubuhi seorang wanita muda yang sangat cantik.
Setelah 10 menit disetubuhi Pak Jamal, tiba-tiba badan Fanny mengejang, kedua kakinya dirapatkan menjepit pinggang Pak Jamal, tangannya memeluk erat leher Pak Jamal dan badannya terangkat cukup tinggi.
“AAAAGGHHH… … .” erang Fanny mencapai orgasme yang sangat tinggi. Kemudian badan Fanny melemah, pelukan tangannya lepas dari leher Pak Jamal, kakinya yang tadinya memeluk pinggang Pak Jamal jatuh ke karpet, serambi lempit Fanny yang tersumpal rapat oleh rudal Pak Jamal terlihat mengeluarkan cairan sampai membasahi kain seprei.
Tapi Pak Jamal belum mau cepat-cepat menyelesaikan kesenangannya. Masih dengan tubuhnya menyatu dengan tubuh mulus Fanny, Pak Jamal mendekap tubuh mulus itu dan berguling sehingga posisinya sekarang bertukar, tubuh putih Fanny sekarang berada di atas tubuh Pak Jamal dengan posisi agak melengukng karena perut Fanny tertekan oleh perut Pak Jamal yang buncit. Dengan posisi seperti itu, Pak Jamal memegang pinggang Fanny dengan kedua tangannya, lalu memaksa Fanny untuk bergerak sehingga rudalnya yang masih membenam di dalam serambi lempit Fanny kembali terkocok. Semula Fanny hanya mengikuti tarikan dan dorongan tangan Pak Jamal, tapi lama-lama, Fanny yang sudah terangsang hebat mulai menggerakkan tubuhnya sendiri sehingga saat Pak Jamal menghentikan gerakannya, secara refleks Fanny melenguh dan mulai menggerak-gerakan pantatnya sendiri agar serambi lempitnya tetap dikocok oleh kemaluan Pak Jamal.
“Hehehehe…Neng memang gadis pintar..” Pak Jamal tertawa sambil memeluk tubuh Fanny, tangannya mengelus-ngelus punggung putih mulus Fanny. Fanny tidak mempedulikan ejekan Pak Jamal. Dia terus menggerkakan pantatnya naik turun memompa rudal Pak Jamal pada serambi lempitnya.
Mendadak Pak Hasan maju mendekat. Dipegangnya pantat Fanny sambil sesekali diremasnya bongkahan pantat yang mulus itu.
“Nggak keberatan kan Pak Jamal kalau saya ikutan?” tanya Pak Hasan sambil sibuk meremasi pantat sekal Fanny.
“Ohh.. tentu tidak Pak Hasan..” kata Pak Jamal di tengah usahanya menggagahi Fanny. Fanny terkejut ketika tangan kasar Pak Hasan membuka celah pantatnya. Sesaat kesadarannya pulih.
“jangan paakk.. ampuun.. jangan di situ..” Fanny menggeliat mencoba berontak, tapi tangan Pak Jamal segera mendekapnya dengan erat membuatnya tidak bisa bergerak dalam pelukan Pak Jamal.
“Nah… sekarang Bapak mau nyobain lubang pantatnya gadis kota..” sahut Pak Hasan sambil terkekeh-kekeh.
“Jangan Paak……” tangis Fanny mulai pecah lagi, dia tersedu-sedu merasakan tangan Pak Hasan pada pantatnya. Pak Jamal tidak membiarkan Fanny berontak, dekapannya makin erat membuat Fanny terhimpit oleh dua pria sekaligus. Pak Jamal merentangkan kedua paha Fanny sampai terbuka lebar-lebar,
“Jangan… jangan… .” tangis Fanny semakin keras.
Seakan-akan tidak mendengarkan tangisan Fanny, kemudian Pak Hasan memegang kedua bongkahan pantat Fanny dan menguakkannya ke hadapan Pak Hasan. Tarikan Pak Hasan pada pantat Fanny itu mengakibatkan lubang pantat Fanny menjadi terlihat dan sedikit terbuka seakan-akan siap menerima rudal Pak Hasan yang besar.
“AAAHHHKKHHH….” Tiba-tiba terdengar jeritan Fanny. Rupanya Pak Hasan mulai memasukkan rudalnya yang besar ke dalam lubang pantat Fanny.
“Jangaaan… ampuun… saaaakiiittt..” teriak Fanny ketika secara perlahan tapi pasti rudal Pak Hasan masuk ke dalam lubang pantatnya.
“Uhhh… masih seret dan sempit nih..” kata Pak Hasan ketika seluruh rudalnya sudah masuk ke dalam lubang pantat Fanny. Pak Hasan kemudian mengangkat pantat Fanny sedikitsehingga sekarang posisi Fanny makin menungging, di lubang pantatnya terbenam seluruh rudal Pak Hasan yang besar. Untuk sesaat tidak ada pergerakan baik dari Pak Hasan, Fanny maupun Pak Jamal, mereka seakan-akan sedang berpose dalam posisi seperti itu. Rupanya Pak Hasan sedang memberikan waktu supaya Fanny terbiasa dengan keadaan dimana rudal Pak Hasan yang besar didalam lubang pantat Fanny dan rudal Pak Jamal berada di serambi lempitnya.
“Aaagg… aaggghhh… ” jerit pelan Fanny ketika Pak Hasan mulai menarik rudalnya secara perlahan dari lubang pantat Fanny sampai tinggal kepala rudal Pak Hasan yang masih terbenam dalam lubang pantat Fanny.
“AAAAGGGHHHHHHH… ..” jerit Fanny dengan keras ketika secara tiba-tiba dan kasar Pak Hasan memasukkan kembali seluruh rudalnya ke dalam lubang pantat Fanny. Sementara Pak Jamal juga mulai menggerakkan pantatnya sehingga rudalnya kembali menyodok serambi lempit Fanny. Kemudian Pak Hasan dan Pak Jamal mulai secara kompak memompa rudalnya masing keluar masuk serambi lempit dan lubang pantat Fanny.
Pompaan mereka semakin lama semakin cepat, membuat tubuh Fanny tergoncang-goncang. Kepala Fanny bergoyang tidak beraturan karena nikmat yang dirasakannya. Kedua payudara Fanny dijilati oleh Pak Jamal dari bawah. Kedua tangan Pak Jamal memainkan puting Fanny seperti orang mencari sinyal radio.
Selama hampir limabelas menit Kedua laki-laki gemuk itu menghimpit tubuh Fanny, tubuh putih mulus itu seperti daging dalam jepitan roti hamburger. Semua mata menayksikan tanpa berkedip bagaimana tubuh putih mulus Fanny terhentak-hentak di tengah jepitan Pak Jamal dan Pak Hasan.
Perlahan Pak Hasan menyusupkan tangannya di ketiak Fanny, lalu dengan sebuah sentakan, dia dan Fanny bangun dan duduk dengan punggung Fanny melekat di dadanya sementara tangan kekarnya mengunci kedua lengan Fanny, posisi ini membuat jepitan serambi lempit Fanny pada rudal Pak Jamal terlepas. Kemudian dengan gerakan pelan, Pak Hasan merebahkan dirinya terlentang, masih dengan punggung Fanny menempel di dadanya, sehingga keduanya saling bertindihan dengan posisi tubuh Fanny terlentang di atas tubuh Pak Hasan, perut gendut Pak Hasan menekan punggung Fanny sehingga dada Fanny melengkung ke depan, membuat payudaranya mencuat menggemaskan sementara rudal Pak Hasan mesih membenam di anus Fanny.
Dengan posisi demikian, Pak Jamal jadi lebih leluasa, dia kemudian memegangi pergelangan kaki Fanny, lalu kedua belah kaki Fanny diangkatnya tinggi tinggi ke udara dan dibentangkannya ke samping, sehingga membentuk huruf V. Posisi itu membuat liang serambi lempitnya membuka. Tanpa menunggu lebih lama, Pak Jamal kembali melesakkan rudalnya ke dalam liang vagian Fanny. Dan kembali tubuh mulus Fanny digenjot oleh kedua laki-laki gendut itu dari dua arah.
Genjotan demi genjotan rudal kedua laki-laki itu pada anus dan vagiinanya benar-benar memaksa Fanny untuk kembali mengalami orgasme, tubuhnya mengejang-ngejang kuat, kedua tangan dan kakinya kembali meronta-ronta liar. Tapi kedua laki-laki itu tidak ingin Fanny terlalu cepat mencapai klimaksnya, sedapat mungkin mereka menahan agar Fanny tidak buru-buru mencapai orgasme. Selama hampir satu jam mereka menyetubuhi Fanny, tubuh mulus itu benar-benar sudah kepayahan, berulangkali orgasmenya tertahan membuat wajah Fanny memerah seolah akan meledak. Fanny berusaha sekuat tenaga untuk bisa kembali orgasme tapi selalu bisa dicegah.
‘Ohhgghhh… amm.. puunn. Paakk… oohh.. amm.. puuunnn.. sudaaah… oohh.. nggak tahaaaannn… ahhh.. mau sampai… ahh.. mau sampai…” Fanny merintih-rintih putus asa di tengah usahanya untuk bisa orgasme. Pak Jamal dan Pak Hasan tertawa-tawa mendengar rintihan Fanny yang tidak ubahnya seperti pelacur saja.
“Mau konak ya Neng.. tunggu bentar lagi.. Bapak belum puas..” kata Pak Jamal di telinga Fanny, keduanya terus-menerus menggenjot Fanny yang sudah lemas. Tubuh fanny sekarang tidak ubahnya sebuah boneka kain yang terhentak-hentak dalam himpitan dua laki-laki tua yang sedang menyetubuhinya. Mata Fanny sudah sayu dan merem melek menerima kenikmatan yang rasanya tidak ada akhirnya. Badannya bergoyang erotis mengikuti sodokan rudal kedua laki-laki tua itu pada serambi lempit dan pantatnya.
Terlihat sekali Fanny sedang menikmati permainan tersebut, Fanny menjadi tidak peduli dengan sekelilingnya. Fanny sudah tidak mempedulikan lagi suara-suara desahan tertahan dari penonton yang ikut terangsang menyaksikan adegan persetubuhannya dengan dua laki-laki sekaligus. Fanny berada di dunianya sendiri, tubuhnya sudah sepenuhnya dikuasai dorongan seksual. Fanny menggelinjang liar dan erotis, tubuhnya dibiarkan mengikuti apa maunya kedua laki-laki tua itu. Banyak dari penonton yang beronani sampai menyemburkan spermanya di tempat karena tidak tahan menyaksikan tubuh yang begitu putih, mulus dan sexy itu dihimpit dua tubuh laki-laki tua berbadan gemuk dan hitam.
Setelah lebih dari satu jam dikerjai sedemikian rupa, akhirnya ketiganya tidak tahan lagi. Fanny lah yang pertama kali mencapai puncak orgasmenya. Tubuhnya mengejang luar biasa keras sambil kakinya menyentak-nyentak ke samping seperti kuda liar, tubuhnya melengkung seperti mendorong tubuh Pak Jamal yang berada di atasnya.
“Aaaahhhhhkkhhhh… Oohhhhhhhh…!!!” Fanny mengerang keras sambil tubuhnya menegang keras bagaikan patung batu, tangannya mengepal kuat-kuat, kepalanya sampai terdongak menengadah. Dari serambi lempitnya kembali mengucur deras cairan kewanitaannya. Pada saat yang bersamaan Pak jamal dan pak Hasan juga mengejang. Keduanya menekan keras rudal mereka kuat-kuat ke dalam serambi lempit dan lubang pantat Fanny.
“Ohhhhkk… Ahhh…” Diiringi desa penuh kenikmatan, Pak Jamal dan Pak Hasan menyemburkan sperma mereka ke dalam serambi lempit dan anus Fanny, ketiganya mencapai puncak orgasme mereka secara hampir bersamaan.
Tubuh fanny tergolek lemas di atas ranjang, setelah disetubuhi oleh tiga orang, tenaganya benar-benar habis. Fanny merasa seluruh tulang di tubuhnya seperti rontok dari sendinya, badannya terasa sakit skali, seolah baru saja dilindas oleh rombongan gajah. Pada saat itu, Ki Wongso, yang sekarang memakai kembali celana kolornya, mendekati Fanny yang terkapar leas sambil membawa sebuah piala perak berisi cairan hijau kental. Ki Wongso menegakkan tubuh Fanny dan menyodorkan piala itu ke bibir Fanny. Fanny dipaksa menelan cairan hijau aneh tersebut. Tenggorokan Fanny seperti terbakar oleh rasa pahit yang begitu pekat. Dia ingin memuntahkan kembali cairan itu, tapi Ki Wongso memaksanya menelan cairan itu.
Dan entah apa isi piala itu, tapi pengaruhnya sangat besar pada diri Fanny. Tubuh Fanny seolah dialiri sebuah tenaga tambahan yang begitu menggelora, seperti ada yang baru saja menyalakan mesin pendorong dalam tubuhnya, tubuh Fanny langsung segar dan bersemangat. Matanya yang tadi begitu sayu sekarang kembali bersinar. Fanny juga merasakan detak jantungnya bertambah cepat dan tubuhnya kembali menghangat seperti ada api yang menyala di dalam tubuhnya. Perlahan nafasnya mulai tersengal-sengal dan wajahnya mulai memerah. Fanny merasakan serambi lempitnya kembali berdenyut-denyut, desakan seksualnya secara mendadak meledak lagi, dibangkitkan oleh cairan yang baru saja diminumnya.
Seketika Fanny mulai mendesah-desah dan berkeringat, gerakannya mendadak menjadi gelisah, Fanny perlahan mulai meremasi payudaranya sendiri dengan gerakan lembut.
“Ohh… ohh… ahh…” Fanny mengerang-erang lirih sambil terus meremasi payudaranya sendiri, kemudian dia juga mengelus-elus serambi lempitnya, jari-jari tangannya dimasukan ke liang serambi lempitnya sendiri dan mengaduk-aduk liang serambi lempit itu sambil seskali mendesah dan mengerang. Melihat hal itu, Amar yang sudah terangsang berat naik ke atas ranjang.
“Ohh.. daripada Neng main sendirian, Neng main sama kita-kita yuk..” kata Amar sambil melepaskan celana kolornya. Seketika rudalnya yang sudah sejak tadi tegang langsung menjulur keluar. Fanny yang terangsang berat tanpa ragu-ragu memegang rudal itu dan mengocoknya dengan lembut. Sesekali rudal Amar yang juga besar itu dijilatinya seperti sedang menjilati es krim, kemudian Fanny membuka mulutnya dan mengulum rudal Amar yang berurat itu. Fanny menggoyangkan kepalanya maju mundur membuat rudal Amar terkocok di dalam mulutnya.
“Ohh.. yeahh… ahhh.. teruss Neng.. ahhh… oohh..” Amar mengerang merasakan kenikmatan kuluman dan kenyotan bibir Fanny pada rudalnya. Serentak, Pak Sarta Sekretaris Desa dan Pak Arman si mantri hutan ikut naik ke atas ranjang, masing-masing membuka celananya dan menyorongkan rudalnya ke wajah Fanny tiga batang rudal besar dan legam menjulur di wajah Fanny seperti senapan yang siap ditembakkan. Fanny yang sangat trangsang akibat pengaruh cairan hijau yang diminumnya segera meraih rudal-rudal itu. rudal Amar ada di dalam mulutnya, rudal Pak Sarta dalam genggaman dan kocokan tangan kanan sedangkan rudal Pak Arman dikocoknya dengan tangan kiri. Fanny sekarang benar-benar sibuk melayani ketiga batang rudal dengan mulut dan tangannya, secara bergantian dikulumnya rudal-rudal itu dengan mulut mungilnya sambil tangannya tetap mengocok ketiga rudal itu bersamaan. Pak Sarta, Amar dan Pak Arman melenguh-lenguh penuh kenikmatan mendapatkan pelayanan tangan dan bibir Fanny.
Kemudian Pak Arman yang rudalnya paling besar diantara mereka bertiga mundur, dia menempatkan diri di belakang Fanny. Dia menyuruh Fanny untuk menunggingkan pantatnya sementara tangan dan mulutnya tetap sibuk mengocok dan mengulum rudal Amar dan Pak Sarta. Posisi Fanny sekarang seperti merangkak dengan bertumpu pada lutut dan sebelah tangannya sedangkan tangan satunya lagi sibuk mengocok rudal Pak Sarta dan bibirnya sibuk mengulum dan mengenyot rudal Amar. Sambil mengocok dan mengngulum rudal Pak Sarta dan Amar, Fanny merasa ada sesuatu yang basah di bawah sana, ternyata Pak arman sedang menjilati bongkahan pantatnya yang putih dan montok. Tubuh Fanny menggelinjang, apalagi waktu jari-jari tanagn Pak Arman bermain dengan serambi lempitnya, setiap sentuhan jari pak Arman pada serambi lempit Fanny membuatnya semakin terangsang.
Tiba-tiba Fanny menghentikan kuluman dan kocokannya pada rudal Amar dan Pak Sarta sambil mengerang tertahan, dia lepaskan sejenak rudal Pak Sarta dari mulutnya. Wajahnya meringis karena di belakang sana Pak Arman mendorongkan rudalnya yang besar dan legam ke serambi lempitnya.
“Aaahhh… oooohhh… oohh…!!” rintihnya dengan menengok ke belakang melihat rudal itu pelan-pelan memasuki serambi lempitnya. Fanny merasakan serambi lempitnya penuh sesak oleh rudal itu, benda itu bahkan menyentuh dinding rahimnya. Setalah diam beberapa saat, Pak Arman mulai menggenjot rudalnya dengan cepat keluar masuk serambi lempit Fanny. Fanny yang belum pernah serambi lempitnya digenjot oleh rudal sebesar rudal Pak Arman hanya bisa mengerang-erang dengan mata tertutup dan mulut sedikit terbuka.
“Aaahhhh… Oohhhhhhh…. Ahhhh…..” Fanny mendesah-desah penuh nikmat sambil menggelinjang-gelinjang dan kedua tangganya meremas-remas kain seprei. Pak Arman semakin cepat memompa serambi lempit Fanny dengan rudalnya. Sementra Pak Sarta dan Amar kmbali menyodorkan rudalnya untuk dikocok dan dikenyot lagi oleh fanny. Dari belakang Pak Arman menggenjot serambi lempitnya, sedangkan dari depan, sepasang rudal besar mendesak-desak di dalam mulutnya secara bergantian.
Setelah sepuluh menit pak Arman menggenjot serambi lempit Fanny, dia memberikan isyarat untuk berganti posisi. Sekarang gliran Pak Sarta yang menyodok-nyodok serambi lempit Fanny dengan rudalnya. Pak Arman memompa serambi lempit Fanny dengan kasar dan dalam tempo yang cepat.
“Aaaaghh… egghhhh……” teriak Fanny mendapat perlakuan kasar dari Pak Sarta, tapi Amar dan Pak arman segera menyumbat mulut Fanny dengan rudal mereka, membuat desahan dan rintihan Fanny hanya berupa gumaman-gumaman tidak jelas. Mendengar Fanny merintih-rintih seperti itu justru membuat Pak Sarta malah semakin bersemangat dan semakin keras menggenjot serambi lempit Fanny dengan rudalnya dari belakang.
Tangan Pak sarta memegang pinggang Fanny dan mulai menarik maju mundur badan Fanny, sehingga pompaan rudalnya dalam serambi lempit Fanny semakin keras dan cepat. Badan Fanny maju mundur mengikuti pompaan keras rudal Pak Arman. Setiap kali Pak Arman memasukkan rudalnya sampai mentok ke serambi lempit Fanny, terdengar teriakan Fanny yang teredam oleh sumpalan rudal Pak Arman dan Amar.
“MHGHH… ..MMHHHH… .OGHHH… ” suara erangan Fanny teredam oleh rudal yang memenuhi mulutnya. Semakin cepat Pak Sarta memompa rudalnya semakin cepat dan keras erangan Fanny. Sepuluh menit kemudian mereka kembali bertukar posisi, kali ini Amar yang kebagian jatah menggenjot serambi lempit Fanny. Amar menggenjot tubuh Fanny dengan tidak kalah brutalnya membuat tubuh mulus itu terhentak-hentak ke depan. Dan begitu seterusnya setiap sepuluh menit sekali meeka berganti posisi.
Cerita Sex Kepolosan Istri
Karena terus menerus berganti-ganti posisi, maka mereka bertiga bisa bertahan sangat lama, entah berapa kali Fanny mengelepar-gelepar merasakan orgasmenya yang meledak berulang-ulang, tapi ketiga laki-laki tua itu seolah tidak akan berhenti menggenjot tubuhnya dari depan maupun belakang. Fanny merasa seperti sedang diperkosa oleh satu kompi tentara yang tidak pernah berhenti menggilir tubuhnya.
Tiga jam lebih Pak Arman, Pak sarta dan Amar menyetubuhi Fanny, membuat tubuh Fanny tidak kuasa lagi bergerak, dia hanya mengikuti irama setiap genjotan pada tubuhnya tanpa daya, sementara orgasmenya entah sudah berapa kali terjadi. Perkosaan itu baru berakhir setelah keiga pria itu merasa benar-benar puas, mereka lalu menyemprotkan spermanya di dalam rahim Fanny secara bergantian.
Tidak terasa hampir enam jam lamanya Fanny disetubuhi secara non stop oleh tujuh orang sekaligus. Tubuhnya serasa sudah mati, hanya rintihan lirih yang keluar dari bibir Fanny sementara dia hanya bisa terbaring di ranjang dengan lemas. Fann pun tidak mampu berbuat apa-apa ketika Ki Wongso mengumumkan, bagi siapapun yang tidak bisa menahan nafsunya dibolehkan untuk menyemprotkan spermanya ke tubuh Fanny ang terbaring telanjang. Maka berbondong-bondong, ratusan warga desa yag memang sejak tadi tidak kuat menahan eakulasinya secara bergantian mengocok-ngocok rudal mereka di atas tubuh Fanny, lalu mereka menyemprotkan spermanya ke sekujur tubuh Fanny, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Setelah selesai acara persembahan itu, tubuh Fany sudah benar-benar tidak berdaya, sekujur tubuhnya yang putih mulus dan telanjang itu penuh berlumuran sperma, seolah Fanny baru saja mandi sperma. Upacara baru benar-benar selesai mejelang matahari terbit. Fanny hanya bisa menangis setelah kesadaranya kebali pulih.
Penderitaan yang dialaminya semalam telah menghancurkan dirinya luar dalam, dia merasa benar-benar hina, lebih hina dari pelacur yang pling rendah, apalagi ketika teringta berapa banyak sperma yang disemprotkan ke dalam rahimnya, Fanny merinding dengan kemungkinan dirinya akan hamil mengingat malam itu adalah masa suburnya. Kalau dirinya hamil, dia tidak pernah tahu siapa yang menghamilinya diantara ketujuh pemuka desa itu.