Gimana ya, cerita tentang cowok muda yang doyan banget sama cewek-cewek lebih tua? Pokoknya si cowok ini, sebut aja Dito, punya hasrat khusus gitu sama tante-tante. Ceritanya ringan, baca aja buat ngisi waktu luang. Dijamin seru!
Hari ini Dito bangun kesiangan banget, gara-gara kerja lembur semalem. Perut udah keroncongan, jam udah nunjuk jam 10 pagi. Setelah ngerokok, langsung deh dia melesat ke warung nasi deket rumah. Rumah baru loh, hasil jualan crypto waktu harganya lagi naik-naiknya. Dia beli rumah karena pengen bebas, walau masih kuliah, dia udah bisa cari duit sendiri, nge-forex gitu.
Di warung, si Mbak Nana, penjual nasinya, nanya mau makan apa. "Nasi, telur balado, sama kering tempe aja, Bi," jawab Dito. "Jangan lupa teh manisnya ya, Bi!" tambahnya.
Pas makanan udah di depan mata, eh... Dito langsung ngeliat bokong Mbak Nana. Walau pake daster longgar, tetep aja keliatan montok banget. Usianya udah mau kepala empat, tapi badannya… aduh. Dito nggak bisa berhenti ngeliatin. Mbak Nana keliatan seksi banget hari ini, dada agak besar, tubuhnya agak berisi, pokoknya bikin Dito mikir yang macem-macem… Tapi, pikiran-pikiran jorok itu langsung dia tekan… (lanjutannya tunggu episode berikutnya!)
is dan aku bergegas menyelesaikan acara makan pagiku yang aku gabung dengan makan siang ini karena aku harus menemui dosenku untuk melakukan bimbingan skripsi.
Setelah semuanya siap aku bergegas untuk langsung menuju ke kampusku untuk menemui dosenku. Ditengah saat aku mengeluarkan motorku dari garasi, melintas mbak Devi, tetanggaku selang beberapa rumah dari sini yang menyapaku.
“Eh mas Dito, Baru mau berangkat kuliah mas?” tanyanya basa-basi.
“Eh iya mbak, ada janji sama dosen mau bimbingan.” Jawabku ramah.
“Mau kemana mbak, siang-siang gini jalan kaki.” Tanyaku melanjutkan.
“Ini mas, mau beli pampers di depan.” Jawabnya.
“oh yaudah kalo gitu, bareng aja mbak sampai depan, kebetulan kan aku lewat minimarket itu juga.”
“ga ngerepotin emangnya mas?” tanyanya.
“enggak lah, mbak. Kan sekalian jalan, lagian juga searah.” Jawabku.
Akhirnya mbak Devi bersedia untuk aku antar. Namun aku salah focus dengan tetenya ketika ia jalan kaki, tetenya seperti mengikuti tiap irama jalan kakinya sehingga memantul seperti bola.
Aku terpana dengan keindahan body dari ibu satu anak ini yang membuat otongku seketika langsung berdiri. Disepanjang perjalanan aku tak henti-hentinya berusaha focus untuk menghindari lubang dari jalanan desaku ini.
Dan ternyata hal tersebut justru menjadi keberuntunganku karena jalanan banyak yang berlubang sehingga membuat dada mbak Devi nempel dengan punggungku. Selain itu juga dengan sengaja aku sering ngerem mendadak sehingga terasa empuk di punggungku.
Beberapa hari tidak ada kejadian apa-apa dan aku menjalankan aktivitasku dengan normal. Malam hari itu saat aku ditengah kesibukanku memantau grafik forex yang membuat portofolioku memerah, aku kelaparan.
Waktu menunjukkan pukul 9 malam, aku berpikir sejenak, apakah warung bi Nana masih buka atau tidak, kalo tutup akan sangat repot bagiku untuk mencari makan, karena sekitar rumahku sekitar jam segini sudah pada tutup dan kalaupun pesan lewat ojol, pasti akan lama datangnya. Dengan Langkah malas, aku pun beranjak untuk segera pergi ke warung bi Nana. Dan syukurnya warungnya masih buka.
“Loh, udah beberes aja bi. Berarti lauknya udah abis dong?” tanyaku ketika aku memasuki warung bi Nana.
“Itu, tinggal sayur sop sama gorengan aja.” Ucapnya sambil berlalu membawa nampan kosong bekas wadah makanan ke belakang.
“yaudah deh bi, gapapa, timbang malam ini aku ga makan.” Ucapku.
Bi Nana pun segera menyiapkan makananku, dan ketika ia menyiapkannya, mataku tak beralih focus dari tubuhnya yang makin hari makin ku padang makin menggairahkan yang membuat si otong tiba-tiba mengeras dan memberontak.
Selesai makan, aku berinisiatif untuk mengembalikan piringnya ke belakang untuk sekalian dicuci. Di kusen pintu yang sempit, aku berpapasan dengan bi Nana yang juga hendak membersihkan warung setelah ia beres mencuci dan dengan tak sengaja si otong nempel dengan pantat bahenol milik bi Nana karena posisinya ketika berpapasan bi nana membelakangiku, yang sontak membuat si otong langsung ingin memberontak.
“udah taroh situ aja, biar nanti bibi yang cuci, kamu kan pelanggan, gak perlu repot-repot lah.” Ucap bi nana setelah melewatiku dan sedang membersihkan etalase makanannya.
“eh, i…ya bi…” jawabku kaku karena masih shock dengan kejadian tadi. Kejadian yang sebenarnya tak pernah terpikirkan olehku namun kejadian yang juga aku harapkan. Ngocoks.com
Setelah selesai menaruh piring, aku pun bergegas ke depan untuk membayar dan segera pulang. Namun dari pintu aku melihat bi Nana sedang nungging dan pantatnya bergoyang mengikuti irama dari tangannya yang sedang mengelap etalase makanannya.
Tak ingin lama-lama berlarut dalam rasa konak, aku pun langsung membayar makanan dan pulang kerumah dengan keringat mengucur di kepalaku setelah menyaksikan beberapa kejadian tersebut.
Aku memang bisa dikatakan pria yang cupu dalam hal seperti itu, terlebih aku tidak pernah berpacaran selama hidupku 21 tahun ini. Sehingga hal-hal seperti itu sangat jauh dari bayanganku dan paling hanya bisa aku saksikan lewat video dewasa saja. Dan selama ini aku belum pernah melakukan bercinta, paling banter hanya bisa coli sambil melihat adegan film dewasa.
Sesampainya di rumah, aku masih terbayang bayang akan kejadian tadi. Dan tanpa disadarinya, aku telah mengambil beberapa jepretan ketia bi Nana sedang nungging membersihkan etalase makanannya.
Karena sudah tidak tahan menahan birahiku, akhirnya aku memutuskan untuk coli sembari membayangkan betapa nikmatnya bisa men-doggy pantat bi Nana sambil aku tampar-tampar pantat yang montok itu.
Bersambung… Beberapa hari ini aku sedang disibukkan dengan revisi-an skripsi yang menumpuk lantaran dari kemaren terus aku tunda-tunda karena kesibukanku dalam memantau portofolio tradingku yang memerah. Bayang-bayang akan tubuh bi Nana Kembali tergambar akan otakku.
Teringat Kembali kejadian pada malam itu ketika si kecil otongku tiba-tiba merasakan empuknya pantat dari bi Nana. Aku berpikir bahwa tidak mungkin jika pada saat itu bi Nana juga tidak merasakan sensasi dari otongku yang bergesekan dengan area sensitifnya, meskipun masih sama-sama terhalang kain yang dipakai.
Tak berasa hari pun mulai berganti siang, hal tersebut ditandai dengan perutku yang mulai bernyanyi keroncongan. Aku pun bergegas untuk menuju warung bi Nana untuk mencari makan siang (selain maksudku yang lain tentunya).
Aku beberapa hari ini memang tidak makan di warungnya, lantaran aku mendapatkan kiriman makanan dari orang tuaku. Memang orang tuaku sering kali mengirimkan makanan dari rumah untuk menjadi santapanku, terutama kering tempe buatan nyokap yang sangat menggugah selera.
Namun sesampainya di warung tersebut aku harus Kembali dengan tangan hampa lantaran warung bi Nana tutup. Aku pun bertanya-tanya, kenapa tumben sekali warung bi Nana ini tutup, karena biasanya selalu buka.
Karena tidak mendapatkan apa yang aku mau, aku pun Kembali ke rumah untuk selanjutnya memesan melalui ojek online. Di tengah perjalananku pulang aku berpapasan dengan mbak Devi yang sedang mendorong kereta bayi dan terlihat anaknya sudah tertidur pulas.
“eh Mbak Devi, darimana mbak?” tanyaku basa-basi.
“ini mas abis jalan-jalan sama Galih. Rewel dia, mau tidur aja minta jalan-jalan.” Ucapnya.
“mas Dito darimana?” lanjutnya.
“niatnya sih mau makan di warung bi Nana, mbak. Tapi tutup.” Jawabku.
“iya, emang bi Nana beberapa hari ini tutup. Kalo gitu makan di rumah saya aja mas, kebetulan tadi saya habis masak.” Tawarnya.
“gak usah lah mbak, malah ngrepotin mbak devi.” Jawabku malu-malu.
“santai aja mas, kemaren kan aku juga udah ngerepotin mas Dito, anggep aja balas budi mas.” Ucapnya sambil tersenyum kenikmatans.
Aku pun meng-iya-kan tawaran dari mbak Devi untuk makan di rumahnya tersebut. Kami pun langsung menuju rumahnya untuk menyantap hidangan yang tadi telah di masak oleh mbak Devi. Sesampainya di rumah mbak Devi, ternyata rumahnya sangat sepi. Apakah ini sebuah kesempatan? Pikiran kotorku pun muncul yang membuat celanaku terasa sesak karena desakan si otong.
“kok sepi amat mbak, suami mbak kemana?” tanyaku basa-basi.
“ya kerja lah mas, udah dari beberapa bulan ini dia pergi ke luar kota buat bikin ruko katanya.” Jawabnya.
“ayok mas silahkan duduk, biar aku siapin makanannya.” Lanjutnya. Mbak Devi bergegas untuk pergi ke kamar untuk menidurkan anaknya dan lalu ke dapur untuk menyiapkan makanan.
Aku melihat rasa kurang suka ketika aku membahas masalah suaminya tersebut. Entah apa masalah keluarga yang sedang mereka hadapi, aku tidak mau tau dan tidak mau ikut campur urusan rumah tangga orang lain. Aku juga memang kurang bergaul dengan lingkungan ku itu, bahkan aku juga baru tau kalo suami dari Mbak Devi adalah seorang kuli bangunan yang sering kali pergi keluar kota untuk mencari nafkah.
Makanan pun telah mbak Devi siapkan dan entah kenapa rasa kaku menjadi menjalar setelah obrolan basa-basiku yang mungkin kurang enak masuk di hati Mbak Devi.
Setelah selesai makan aku pun berniat untuk meminta maaf jika ada yang salah pada pertanyaanku tersebut. Namun mbak Devi malah menangis menjadi-jadi dan ia pun meluapkan segala emosinya dengan bercerita bahwa suaminya tersebut memang sering kali tidak pulang ke rumah berbulan-bulan, sekalinya pulang Cuma beberapa hari, setelah itu pergi lagi.
Ia juga berucap bahwa sebagai seorang istri tentu yang ia butuhkan bukan hanya materi, tetapi juga kehadiran dari sosok tersebut.
Dari situ aku menyimpulkan bahwa mbak Devi ini adalah sosok yang kesepian dan sangat butuh orang yang bisa mendengarkannya bercerita, karena dari ia bercerita seperti ia sudah lama memendamnya, namun baru memiliki kesempatan untuk bercerita itu sekarang.
Aku beranjak dari tempatku makan dan memberanikan diri untuk memeluknya. Dan ternyata tidak ada penolakan darinya, bahkan ia menyambut pelukanku tersebut. Setelah tangisnya reda, aku menjauhkan wajahnya dari dadaku.
“mbak Devi gak usah khawatir ya, kalau ada apa-apa panggil akua ja, kalau butuh teman cerita juga aku siap buat dengerin kok, pokoknya tenang aja ya.” Ucapku berusaha memberikan ketenangan kepadanya.
“makasih ya mas.” Ucapnya lirih.
Setelah kata terakhir itu keluar dari mulut mbak Devi, kami saling beradu pandangan cukup lama, hingga tiba-tiba mata mbak Devi terpejam dan mulutnya menyosor mulutku. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku pun menyambut mulut sensual tersebut.
Kami terbawa suasana hingga kami merebahkan diri, karena sedari awal memang kami duduk lesehan. Tak ingin tinggal diam, tanganku bergeriliya menjamah bagian tubuh mbak devi yang lain. Awal mulanya tanganku meremas-remas tetenya dan dilanjut dengan menuju ke bawah pada area kewanitaannya yang sudah mulai basah.
Mbak devi pun juga tak ingin kalah, ia meremas-remas si otong dari balik celana yang aku kenakan. Saat itu kami sama-sama masih menggunakan pakaian lengkap. 10 menit kami berada pada posisi tersebut. Hingga tiba-tiba mbak Devi menyudahi itu semua dan berkata…
“lanjut di kamar aja yuk mas.” Ucapnya dengan senyuman yang meneduhkan.
Aku pun membuntuti Mbak Devi dari belakang menuju kamarnya, ternyata di kamar tersebut masih tertidur anak Mbak Devi yang berusia 2 Tahun tersebut.
“ini gapapa mbak?” tanyaku ragu.
“tenang aja mas, tapi jangan main di atas Kasur ya.” Pintanya.
Tanpa babibu aku melanjutkan serangan mulutku kepada mulut Mbak Devi yang sedikit membuatnya kaget, namun langsung disambut dengan permainan lidahnya yang cukup lincah.
Sama seperti permainan di awal, tanganku tak tinggal diam. Kembali tanganku bergeriliya menjamah bagian tubuh dari Mbak Devi, mulai dari tetenya yang besar seperti melon itu hingga menuju meki-nya yang seperti hutan hujan amazon karena telah basah oleh lender kenikmatan.
Tak berselang lama, kami menyudahi permainan tersebut dan melepas pakaian kami satu per satu hingga kami bugil tanpa sehelai benang-pun. Kami saling takjub melihat tubuh diantara kami tersebut.
“gede banget ya mbak ternyata nenenmu, jembutnya juga lebat kek hutan amazon.” Ucapku sembari meraba area sensitifnya tersebut.
“rudalmu juga Nampak gagah perkasa mas, pasti sesak nanti masuk gua-ku yang hampir tak terjamah ini.” Ucapnya sembari memberikan kocokan pelan pada otongku.
“ayo mas segera tuntaskan, keburu anakku bangun nanti.” Lanjutnya.
Tanpa menunggu aba-aba lagi, aku langsung berjongkok dan menyibak jembitanya untuk memberikan servis mulut pada meki dari mbak Devi tersebut.
“akhhh….. mas…. Apa yang kamu lakuin….. akhhhh…. Enak bangett mass…..” ia Nampak kaget dengan servisku tersebut dan mendesah-desah tak karuan.
“massss…. Akhhhh….. terussss….. akhhhhh….” Ucapnya sembari menekan-nekan kepalaku seakan tak boleh beranjak dari meki-nya.
Ia terus mendesah dan merancu tak karuan, sedangkan tangan kiriku tak mau tinggal diam, segera aku remas-remas dan aku mainkan nipple-nya. Hal tersebut membuat desahannya menjadi-jadi.
“akhhhh….. oh Tuhan…. Ohhh….”
“masss….. aku hampir sampaii…..”
Tak berselang lama kemudian ia mengalami orgasme-nya yang pertama. Seluruh cairan kenikmatannya membanjiri mulutku yang tanpa aku telan langsung aku berdiri dan mengecup bibirnya untuk membiarkannya menelannya.
“gila kamu mas, kenapa aku juga yang harus nelen cairanku sendiri.” Ucapnya dengan muka cemberut yang dibuat-buat. Ngocoks.com
“tapi puas kan?” tanyaku dibarengi dengan senyuman iblisku.
“puas banget mas…. Baru gini aja udah bikin aku keluar.” Jawabnya.
“hehehehe…. Sekarang gentian dong mbak. Emut rudalku.” Ucapku sambil tersenyum.
“Ha? rudal kok di emut sih mas. Nggak ah, jijik tau mas.” Tolaknya.
Aku memaklumi itu karena memang Mbak Devi ini berasal dari kampung sehingga hal seperti itu mungkin terlihat menjijikkan.
“Cobain dulu deh mbak, masa mbak nggak mau gantian sih.” Ucapku merayu.
Akhirnya ia pun memenuhi permintaanku dan langsung berjongkok di depanku. Ia bimbing perlahan rudalku yang tentunya juga dengan bantuanku untuk memasuki mulutnya sambil memejamkan matanya.
Pelan namun pasti rudalku mulai masuk dalam mulutnya yang selanjutnya aku maju mundurkan kepalanya. Tak sampai pangkal rudalku masuk ke dalam mulutnya karena ternyata rudalku terlalu Panjang untuk rongga mulutnya.
Tak ingin berlama-lama pada posisi ini, aku segera menyudahinya. Namun sebelum itu aku ingin memberikan kejutan pada mbak Devi.
“oughhh…..” suara yang keluar dari mulutnya lantaran rudalku aku sodokkan ke dalam mulutnya hingga masuk seluruhnya. Ia lalu melepaskan kulumannya dan lalu berdiri dan menepuk pundakku pelan.
“nakal kamu mas, rudal segede gitu mana muat di mulutku.” Ucapnya merajuk.
Aku hanya tertawa mendengar ucapannya tersebut.
“sekarang mbak nungging deh, trus kakinya dibuka lebar, pegangan sama meja rias itu juga gapapa.” Ucapku mengajarinya gaya doggy.
Ia pun menurut dan melaksanakan perintahku. Setelah ia siap, perlahan aku melakukan penetrasi rudalku pada liang senggama miliknya.
“akhhh…. Pelan mas….” Pinta mbak Devi.
Perlahan namun pasti batang rudalku mulai masuk ke dalam sarangnya. Sejurus kemudian aku maju mundurkan rudalku yang diikuti dengan desahan kenikmatan dari mbak Devi.
“terussss….. ahhhhh…. Iyaa…..” rancaunya.
Semakin lama tempo yang aku jalankan semakin cepat. Hal tersebut diiringi dengan desahan dari mbak Devi yang semakin tak karuan. Namun tiba-tiba anaknya terbangun dan menangis ditengah persetubuhan yang kami lakukan.
Bersambung… Mbak Devi pun memintaku untuk menghentikan sementara aktivitas persetubuhan kami karena ingin membuatkan susu untuk anaknya. Aku pun menuruti kemauannya tersebut. Ia segera berpindah ke meja dimana disitu telah terdapat sekotak susu dan air panas.
Tak ingin membuang waktu dan membuatnya turn off, aku pun mendekatinya dan memeluknya dari belakang sembari menciumi lehernya dan meremas-remas tetenya. Ia pun merem-melek di tengah kegiatannya membuatkan susu untuk anaknya tersebut.
“ishhh, dasar pemuda. Nafsunya gede banget.” Ucapnya setelah beres membuatkan susu untuk anaknya tersebut sambil menoel hidungku.
Mbak Devi beranjak ke atas Kasur dan tidur menyamping sambil menyusui anaknya menggunakan dot. Tak ingin kentang, aku pun menyusulnya ke Kasur dan tidur menyampin seperti apa yang dilakukan oleh mbak Devi tersebut. Perlahan kaki kanan-nya ku angkat ke atas, dan aku mengambil posisi penetrasi. Ia Nampak terkejut dengan perlakuanku tersebut, namun sejurus kemudian ia memakluminya dan membiarkanku melakukan penetrasi.
“pelan-pelan ya sayang…” ucapnya ketika palkonku menyentuh bibir meki-nya.
Perlahan namun pasti, batang rudalku Kembali menyesaki rongga-rongga kewanitaan milik mbak Devi. Dengan tangannya yang masih memegang dot, ia Kembali mendesah.
“ohhhhh….. terusin sayanggg….ohhhhh….” desahnya.
Tempo goyangan dari pantatku aku jaga agar tidak terlalu cepat supaya tidak mengganggu si kecil yang sedang menikmati minumannya. Cukup lama kami berada pada posisi tersebut hingga…
“sayangg…. Ohhh… aku keluar lagii….” Ucapnya diiringi dengan lenguhan Panjang darinya.
rudalku kini disiram oleh cairan hangat nan lengket tersebut yang membuat mbak Devi lemas. Pada kondisi tersebut rudalku masih dalam keadaan onfire yang masih siap tempur. Setelah orgasme kedua tersebut si kecil pun juga Kembali tertidur pulas. Hal tersebut seperti angin segar bagiku yang sedari tadi belum merasakan orgasme.
“kamu kok kuat banget sih mas ditooo…” ucapnya dengan manja.
“udah berapa cewek yang kamu buat lemes kayak aku gini?” lanjutnya.
“ini juga baru pertama kali mbak, gatau kenapa kok ini lama juga keluarnya.” Ucapku.
“Wah, berarti aku dapat keperjakaan kamu dong.” Ucapnya sumringah.
“bisa dibilang gitu sih mbak.” Ucapku malu.
“ehhh… aku mau dibawa kemana?” ucapnya ketika aku membopongnya untuk berpindah ke bawah karena aku ingin melakukan missionary dan menuntaskan nafsuku.
Setelah aku rebahkan di lantai, aku membuka lebar-lebar kakinya dan segera mengambil posisi penetrasi Kembali. Kali ini sedikit lebih mudah untuk rudalku dalam menjamah dinding kemaluan dari mbak Devi tersebut karena masing-masing “senjata” kami sudah penuh dengan lender-lendir kenikmatan.
Segera aku mainkan dengan tempo yang lumayan cepat. Hal tersebut membuat tetenya yang besar itu bergoyang mengikuti irama dari genjotanku tersebut. Gemas sekali aku melihat goyangan dari tetenya tersebut dan segera aku hisap dan aku kenyot tete tersebut dan aku mainkan menggunakan mulutku.
“ahhhh…. Massss….. terussss…..”
“iyahhh…. Aku milikmu mas…..ahhh……”
“ahhhh…. Ohhhhh…..”
“aku mau sampai lagi mass…. Ahhhhh…..” ucapnya.
“tahan sebentar mbak, saya juga mau sampaiiii….” Jawabku.
Tak berselang lama, kami pun orgasme dalam waktu yang hampir bersamaan. Cukup banyak sperma yang aku keluarkan dan membanjiri liang senggama tersebut.
Segera setelahnya, aku mencabut rudalku dan Kembali meng-oral meki dari mbak Devi untuk menyedot sisa-sisa cairan kenikmatan tersebut, sejurus kemudian, aku merebahkan diri di samping mbak Devi dan langsung melumat bibirnya. Setelah puas aku pun melepas lumatanku dan tidur telentang yang diikuti juga oleh mbak Devi.
“edan kamu mas, belum pernah aku keluar sebanyak ini,” ucapnya membuka obrolan.
Aku hanya tertawa kecil mendengar ucapannya tersebut.
“terima kasih ya mas, udah memberikan kenikmatan yang selama ini aku rindukan.” Ucapnya sambil memiringkan badannya dan memelukku dari samping.
“sama-sama mbak, kapanpun mbak butuh saya, saya akan datang.” Ucapku sambil mengelus-elus dan mengecup rambutnya.
Setelah istirahat aku pun bergegas mengenakan pakaianku dan beranjak untuk pulang karena adzan ashar telah berkumandang, takutnya terlihat oleh warga yang hendak pergi menunaikan ibadah solat mereka. Tak lupa juga aku berpamitan dan mengecup bibirnya sekali lagi.
….
Mbak Devi pun memintaku untuk menghentikan sementara aktivitas persetubuhan kami karena ingin membuatkan susu untuk anaknya. Aku pun menuruti kemauannya tersebut. Ia segera berpindah ke meja dimana disitu telah terdapat sekotak susu dan air panas.
Tak ingin membuang waktu dan membuatnya turn off, aku pun mendekatinya dan memeluknya dari belakang sembari menciumi lehernya dan meremas-remas tetenya. Ia pun merem-melek di tengah kegiatannya membuatkan susu untuk anaknya tersebut.
“ishhh, dasar pemuda. Nafsunya gede banget.” Ucapnya setelah beres membuatkan susu untuk anaknya tersebut sambil menoel hidungku.
Mbak Devi beranjak ke atas Kasur dan tidur menyamping sambil menyusui anaknya menggunakan dot. Tak ingin kentang, aku pun menyusulnya ke Kasur dan tidur menyampin seperti apa yang dilakukan oleh mbak Devi tersebut.
Perlahan kaki kanan-nya ku angkat ke atas, dan aku mengambil posisi penetrasi. Ia Nampak terkejut dengan perlakuanku tersebut, namun sejurus kemudian ia memakluminya dan membiarkanku melakukan penetrasi.
“pelan-pelan ya sayang…” ucapnya ketika palkonku menyentuh bibir meki-nya.
Perlahan namun pasti, batang rudalku Kembali menyesaki rongga-rongga kewanitaan milik mbak Devi. Dengan tangannya yang masih memegang dot, ia Kembali mendesah.
“ohhhhh….. terusin sayanggg….ohhhhh….” desahnya.
Tempo goyangan dari pantatku aku jaga agar tidak terlalu cepat supaya tidak mengganggu si kecil yang sedang menikmati minumannya. Cukup lama kami berada pada posisi tersebut hingga…
“sayangg…. Ohhh… aku keluar lagii….” Ucapnya diiringi dengan lenguhan Panjang darinya.
rudalku kini disiram oleh cairan hangat nan lengket tersebut yang membuat mbak Devi lemas. Pada kondisi tersebut rudalku masih dalam keadaan onfire yang masih siap tempur. Setelah orgasme kedua tersebut si kecil pun juga Kembali tertidur pulas. Hal tersebut seperti angin segar bagiku yang sedari tadi belum merasakan orgasme.
“kamu kok kuat banget sih mas ditooo…” ucapnya dengan manja.
“udah berapa cewek yang kamu buat lemes kayak aku gini?” lanjutnya.
“ini juga baru pertama kali mbak, gatau kenapa kok ini lama juga keluarnya.” Ucapku.
“Wah, berarti aku dapat keperjakaan kamu dong.” Ucapnya sumringah.
“bisa dibilang gitu sih mbak.” Ucapku malu.
“ehhh… aku mau dibawa kemana?” ucapnya ketika aku membopongnya untuk berpindah ke bawah karena aku ingin melakukan missionary dan menuntaskan nafsuku.
Setelah aku rebahkan di lantai, aku membuka lebar-lebar kakinya dan segera mengambil posisi penetrasi Kembali. Kali ini sedikit lebih mudah untuk rudalku dalam menjamah dinding kemaluan dari mbak Devi tersebut karena masing-masing “senjata” kami sudah penuh dengan lender-lendir kenikmatan. Segera aku mainkan dengan tempo yang lumayan cepat.
Hal tersebut membuat tetenya yang besar itu bergoyang mengikuti irama dari genjotanku tersebut. Gemas sekali aku melihat goyangan dari tetenya tersebut dan segera aku hisap dan aku kenyot tete tersebut dan aku mainkan menggunakan mulutku.
“ahhhh…. Massss….. terussss…..”
“iyahhh…. Aku milikmu mas…..ahhh……”
“ahhhh…. Ohhhhh…..”
“aku mau sampai lagi mass…. Ahhhhh…..” ucapnya.
“tahan sebentar mbak, saya juga mau sampaiiii….” Jawabku.
Tak berselang lama, kami pun orgasme dalam waktu yang hampir bersamaan. Cukup banyak sperma yang aku keluarkan dan membanjiri liang senggama tersebut. Segera setelahnya, aku mencabut rudalku dan Kembali meng-oral meki dari mbak Devi untuk menyedot sisa-sisa cairan kenikmatan tersebut, sejurus kemudian, aku merebahkan diri di samping mbak Devi dan langsung melumat bibirnya. Setelah puas aku pun melepas lumatanku dan tidur telentang yang diikuti juga oleh mbak Devi.
“edan kamu mas, belum pernah aku keluar sebanyak ini,” ucapnya membuka obrolan.
Aku hanya tertawa kecil mendengar ucapannya tersebut.
“terima kasih ya mas, udah memberikan kenikmatan yang selama ini aku rindukan.” Ucapnya sambil memiringkan badannya dan memelukku dari samping.
“sama-sama mbak, kapanpun mbak butuh saya, saya akan datang.” Ucapku sambil mengelus-elus dan mengecup rambutnya. Ngocoks.com
Setelah istirahat aku pun bergegas mengenakan pakaianku dan beranjak untuk pulang karena adzan ashar telah berkumandang, takutnya terlihat oleh warga yang hendak pergi menunaikan ibadah solat mereka. Tak lupa juga aku berpamitan dan mengecup bibirnya sekali lagi.
Siang ini, setelah peristiwa kemarin, aku masih membayangkan bagaimana keperjakaanku lepas di meki mbak Devi. Tiada penyesalan dalam diriku, justru aku merasa bahwa itu semua akan menjadi awal dari segala perjalanan yang akan aku lalui. Aku percaya bahwa perjalanan yang akan aku lalui masih sangat Panjang dan mungkin semua itu baru dimulai dari sini.
Setelah melamun dan membayangkan betapa “panas”-nya adegan yang aku lakukan Bersama dengan mbak Devi membuatku konak. Ingin rasanya aku menghampiri mbak Devi Kembali untuk meminta “jatah”, namun urung aku lakukan lantaran perutku merasa keroncongan dan aku rindu akan pantat bercintai nan bahenol dari bi Nana. Rasa penasaran juga masih menghampiri pikiranku tentang mengapa warung bi Nana tutup akhir-akhir ini.
Aku pun memutuskan untuk Kembali menuju warung dari bi Nana untuk memuaskan rasa penasaranku, apakah warung tersebut masih tutup atau telah buka Kembali. Sesampainya di warung tersebut, ternyata warung bi Nana telah buka Kembali. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku pun bergegas masuk ke dalam warung yang langsung disambut oleh bi Nana.
“eh Dito, mau makan apa to?” tanya-nya sesampainya aku di warungnya.
“telur balado sama sayur sop aja bi, sama es teh kenikmatansnya yak.” Jawabku.
“siappp, tunggu sebentar yak.” Balasnya.
Tak berselang lama, kudapan tersebut telah tersaji di depanku Bersama dengan es teh kenikmatans sesuai yang aku pesan. Sementara itu, bi Nana Kembali sibuk mempersiapkan beberapa nasi bungkus yang mungkin pesanan orang.
“banyak amat bi bungkus nasinya, pesenan siapa aja itu?” tanyaku membuka obrolan.
“ini Cuma pesenan pak rt kok, kan lagi ada kerja bakti tu, ngebersihin makam, nah ini buat makan siang mereka.” Jawabnya menjelaskan.
“oh begitu. Kemarin kemana aja bi? Kok beberapa hari gak buka?” tanyaku Kembali.
“beberapa hari kemarin, bibi di rumah sakit, To. Nemenin suami bibi.” Jawabnya dengan masih sibuk mempersiapkan nasi bungkus.
“oalah. Sakit apa bi kalo boleh tau?” tanyaku Kembali.
“beberapa tahun ini suami bibi tu kena penyakit jantung sama diabetes, nah kemarin kambuh tuh, To. Makanya dirawat di rumah sakit beberapa hari.” Jawabnya.
Aku berpikir sejenak setelah mendengarkan jawaban dari bi Nana tersebut. Aku teringat tentang artikel yang pernah aku baca. Pada artikel tersebut menjelaskan bahwa salah satu penyebab dari impoten adalah penyakit jantung dan diabetes.
Pikiranku pun Kembali flashback tentang peristiwa kemarin antara aku dan mbak Devi dimana ia haus akan belaian sang suami. Berarti mungkin juga jika suami bi Nana ini impoten makai a juga rindu akan rudal seorang pria, terlebih lagi usianya yang belum tergolong tua.
Aku Kembali berfikir tentang bagaimana caranya aku bisa menikmati tubuh kesepian dari bi Nana tersebut, terlebih aku sangat terobsesi dengan pantat beliau yang sangat aduhai tersebut, rasanya ingin aku doggy lalu aku genjot sekeras-kerasnya dan aku tampari itu pantat, terlebih lagi tetenya juga menunjang pantatnya yang aduhai tersebut. Jika kesempatan itu tidak datang dengan sendirinya, seperti kejadian antara aku dengan mbak Devi, maka aku sendiri yang akan mendatangi kesempatan itu sendiri. Begitu kira-kira yang ada dalam pikiranku.
Bersambung… Aku pulang ke rumah masih dengan pikiran yang berkecamuk. Pikiranku terus berkutat tentang bagaimana caranya aku bisa menikmati tubuh dari bi Nana tersebut. Sebuah clue sudah terbuka tentang suaminya yang diserang beberapa penyakit yang mana aku Yakini servisnya terhadap sang istri pasti tidaklah maksimal. Selanjutnya tinggal bagaimana cara eksekusinya saja yang harus aku pikirkan.
Aku pun membuka komputerku untuk mencari-cari referensi tentang bagaimana orang-orang dapat menikmati tubuh dari orang yang mungkin tidak menunjukkan ke-binal-an mereka, namun dari beberapa referensi yang aku dapatkan, kebanyakan dari hal tersebut tidaklah berjalan natural.
Terdapat referensi lain yang secara eksplisit mengatakan jika memang dia membutuhkan maka bisa saja kamu paksa untuk melayani nafsumu, maka dari yang semula penolakan akan berubah menjadi penerimaan.
Aku melihat diriku sendiri mungkin tidak memiliki keberanian yang cukup jika harus memulai tanpa ada tanda-tanda dari lawan yang memang haus akan belaian. Tapi mungkin bisa dicoba dengan referensi kedua tersebut. Aku berfikir rencana apa yang aku jalankan untuk mengeksekusi bi Nana tersebut.
….
Aku melakukan beberapa pengamatan yang dapat mendukung rencanaku tersebut, termasuk mengamati tentang lokasi yang akan aku jadikan sebagai tempat untuk melakukan eksekusi, yaitu warung bi Nana sendiri.
Selanjutnya aku memikirkan tentang bagaimana aku bisa menyelinap pada warungnya untuk bisa memuluskan rencanaku tersebut. Termasuk caraku melarikan diri jika suatu hal yang tidak aku inginkan terjadi.
Semalaman aku terjaga untuk bisa melancarkan aksiku tersebut, hingga tiba waktu subuh, dimana bi Nana biasanya setelah subuh menuju warungnya untuk mempersiapkan masakan yang akan ia sajikan di warungnya. Biasanya sebelum para pekerja disini berangkat, mereka akan membeli makanan di warung bi Nana, terlebih desa ini kebanyakan diisi oleh para pekerja pabrik.
Aku sudah bersiaga di sekitar warung bi Nana saat itu ketika aku melihat bi Nana dengan perlahan membuka kunci warungnya. Entah semesta mendukung atau memang biasanya begitu, ia membiarkan pintu itu terbuka sedikit, yang dari situ bisa aku ketahui bahwa pintu itu tidak terkunci.
Setelah memakai topengku, aku mulai bergerak mendekat menuju warung bi Nana. Dengan berjalan mengendap dan sangat hati-hati aku mulai memasuki warungnya. Dan benar saja, ia sedang di dapur memasak hidangan untuk warungnya. Saat itu ia mengenakan daster terusan gombrong yang tetap saja tidak bisa menyembunyikan lekukan tubuhnya, terutama pantatnya.
Saat aku memasuki warung, aku melihat plastic minyak goreng yang masih utuh, yang mungkin ia bawa dari rumahnya. Aku pun memiliki ide untuk melumasi rudalku dengan minyak goreng agar rencanaku berjalan lancar dan cepat. Aku menunggu momen saat ia sedang menungging dan mengaduk-aduk masakan yang ia buat untuk langsung segera aku angkat dasternya dan aku sodok dari belakang.
Hal tersebut lantaran kompor yang ia gunakan terletak di bawah, sehingga ia sering nungging untuk mencicipi ataupun mengaduk masakannya.
Momen itu pun tiba, dengan perlahan aku melorotkan celanaku yang sudah tanpa celana dalam dan dengan posisi rudalku yang udah menegang, kemudian berjalan ke arah dapur dan mulai menjalankan aksiku. Ketika sudah dekat segera aku bekap mulutnya dengan tangan kiriku dan aku naikkan dasternya, ia tampak memberontak.
Namun karena ia kalah postur dan tenaga, ia tak bisa berbuat banyak. Setelah itu aku robek cd nya dan mulai menggesek-gesekan rudalku yang telah aku lumuri minyak goreng ke area kewanitaannya. Ia terus berusaha memberontak, namun semuanya masih bisa aku atasi.
Perlahan namun pasti, mulai dari kepala rudalku hingga batangnya mulai masuk ke dalam serambi lempitnya. Ia tampak mendesah pelan dengan diiringi oleh tangisannya. Aku genjot secara perlahan serambi lempit dari bi Nani yang membuatnya masih terus terisak namun tidak bisa menyembunyikan kenikmatan yang ia rasakan.
“udah lah bi, tak usah menangis, aku tau kalo bibi juga kangen sama rudal kan?” ucapku sambil terus mengatur tempo genjotanku.
“gimana rudalku? Nikmat kan?” ucapku sembari terus menggenjotnya.
“hikh…mmmhhh….” Cuma itu yang keluar dari mulut bi Nana.
Sementara bi Nana yang masih aku bekap terus terisak, namun yang keluar dari mulutnya adalah desahan kenikmatan yang berusaha ia tahan. Setelah penolakan darinya mulai mengendur, aku pun melepas bekapanku dengan masih menggenjotnya.
“mmmhhhh…. sssiapa kamu, kenapa kamu tega melakukan ini?” ucap bi Nana yang masih terisak.
Aku tak menjawabnya dan terus menghentakkan rudalku ke dalam mekinya. Namun tiba-tiba saat hendak menghentakkan rudalku agar lebih dalam masuk, dengan momentum yang tepat, bi Nana berbalik badan dan membuat rudalku terlepas dari mekinya lalu mendorongku.
“auhh…” pekiknya.
Karena aksinya tersebut, kakinya mengenai panci yang ia gunakan untuk memasak dan kuah dari masakannya mengguyur kakinya . Lalu ia pun mengambil pisau yang ada di lemari gantung warung itu dan mengacungkannya ke aku yang karena dorongannya aku tersungkur ke lantai.
“siapa kamu, kenapa kamu tega melakukan ini?” ucapnya Kembali dengan nada tinggi dan air mata masih menetes dari matanya.
“tenang bi… tenangg…..” ucapku panik. Aku berusaha berpikir untuk tidak kabur, karena aku meyakini bahwa bi Nana tidak mungkin melakukan hal bodoh.
“aku Cuma mau memberikan bibi kenikmatan yang selama ini nggak bibi dapatkan dari suami bibi.” Lanjutku menerangkan.
“buka topengmu!” ucapnya sembari mendekatkan pisau ke arahku.
“iii….iya bi, ini aku buka. Tapi bibi tenang ya…” Jawabku tergopoh-gopoh.
“buka!” ucapnya dengan lantang sambil mengarahkan pisau ke arah leherku.
Aku pun membuka topengku. Dan bi Nana Nampak terkejut jika sesosok dibalik topeng tersebut adalah aku. Pisau yang ia pegang pun ia jatuhkan dan berniat beranjak pergi dari warung meninggalkanku. Namun dengan sigap segera aku naikkan celanaku dan aku memeluknya dari belakang.
“kenapa kamu tega sama bibi, To.” Ucapnya dengan nada kecewa diiringi dengan isak tangisnya.
“aku nggak punya maksud jahat bi, Cuma mau memberi kepuasan buat bibi. Aku tau setelah bibi cerita kalau suami bibi kena penyakit jantung dan diabetes, dimana kemungkinan membuat suami bibi impoten, makanya aku ngelakuin ini karena aku tau kalo bibi juga butuh.” Jawabku dengan tenang dan yakin.
“tapi nggak gini caranya, To.” Jawabnya masih dengan isakan tangisnya.
“udah, bibi duduk dan tenang dulu ya..” ucapku sambil membimbingnya duduk di kursi warungnya.
Syukurnya bi Nana nurut dan mengikuti arahanku. Kali ini ia sudah lebih tenang dan ia meringis kesakitan karena tadi kakinya menyenggol panci. Aku pun merasa bersalah atas aksiku tadi.
“Bi, maafin Dito ya. Gara-gara dito kaki bibi jadi begini.” Ucapku dengan nada merasa bersalah.
“gapapa kok to. Besok juga sembuh.” Ucapnya melunak.
Aku menangkapnya sebagai lampu hijau, lantaran bi Nana sudah tidak lagi marah denganku.
“Yaudah bi. Bi Nana pulang aja ya, biar dito belikan obat di apotek buat bibi.” Ucapku
Bi Nana hanya mengangguk dan lalu membereskan segala kekacauan yang ada dengan kaki terpicang yang tentunya dengan sigap aku membantunya. Setelah semuanya beres, bi Nana mengunci warungnya dan beranjak pulang yang jarak rumahnya tak jauh dari sini. Sementara aku langsung Kembali ke rumah untuk mengambil motor dan langsung menuju apotek.
Tak berselang lama aku pun sudah berada di rumah dari Bi Nana. Ketika aku sampai, ternyata bebarengan dengan anak dari bi Nana yang hendak berangkat ke sekolah. Dari seragamnya ternyata mereka masing-masing anak SMA dan SD. Mereka pun menyapaku dan lalu bergegas pergi menuju sekolah mereka. Karena kurangnya pergaulanku dengan warga sekitar, aku hanya mengetahui rumah bi Nana saja, tanpa mengetaui anak dan suaminya.
“berarti emang jarang dijamah sih itu goa. Udah punya dua anak masih lumayan seret juga.” Ucapku dalam hati.
Sesampainya di depan pintu, aku pun mengucapkan salam dan lalu dipersilahkan masuk oleh bi Nana karena memang pintunya tidak di kunci. Aku pun lalu masuk dan melihat bi Nana sedang mengompres kakinya dengan es batu yang lalu aku hentikan hal tersebut.
“jangan dilanjutin bi ngompres dengan es-nya. Nanti malah semakin parah.” Ucapku sambil mengambil es batu dari tangannya dan menaruhnya di wadah.
Lalu aku pun mengeluarkan obat yang telah aku beli tadi dan segera mengoleskannya ke kakinya. Setelah Nampak meringis kesakitan karena olesanku tersebut, akhirnya ia Nampak lebih mendingan.
“maafin Dito ya, Bi. Semua ini salah dito. Coba aja Dito…” belum sempat aku melanjutkan omonganku, bibi menghentikan omonganku dengan memelukku erat. Aku yang terkaget pun hanya bisa diam dan membalas pelukannya. Mungkin itu caranya agar aku tidak melanjutkan omonganku yang mungkin akan terdengar oleh suaminya di dalam.
Terasa empuk sekali dadaku karena bersentuhan dengan dada Bi Nana. Ketika bi Nana memelukku, mataku malah focus pada bongkahan pantat dari bi Nana yang nyeplak dengan dasternya.
“Bibi maafin kamu, To. Tapi lain kali jangan ngagetin bibi ya.” Ucapnya sambil mendorong tubuhku lepas dari pelukannya dan menatap mataku dengan tatapan sayu.
Setelah itu, aku berpamitan pulang dan membiarkan bi Nana untuk beristirahat. Aku kepikiran dengan kata-kata terakhir dari bi Nana. Apakah itu sebuah penolakan atau ajakan untuk dilakukan dengan halus? Tak mau memusingkan itu, aku pun tidak pulang, malah mampir ke rumah mbak Devi, kali aja dapet jatah. Karena kejadian tadi membuatku merasa kentang, aku ingin crot pagi ini. Begitu kira-kira akal pikirku.
Ketika aku sampai di rumahnya. Ternyata mbak Devi sedang menjemur pakaian di depan rumahnya. Ia langsung tersenyum ketika melihat kedatanganku.
“alin mana mbak.” Tanyaku yang menanyakan anaknya.
“tuh di dalem, lagi tidur.” Ucapnya dengan masih sibuk menjemur pakaian.
“wihh… bisa nih?” tanyaku merayu.
“nih bisa…” ucapnya yang diikuti dengan menyiramku menggunakan air sisa peresan jemurannya yang diikuti dengan tawanya. Setelah melakukan itu ia langsung masuk ke dalam rumahnya yang sejurus kemudian aku mengikutinya untuk masuk.
“kok aku disiram sih mbak? Kan jadi harus mandi ini mah” ucapku dengan nada kesal.
“abisnya, kamu. Masih pagi udah minta jatah aja.” Jawabnya.
“yaudah, yuk mandi bareng.” Ucapku sambil menariknya ke dalam kamar mandi setelah ia meletakkan ember. Karena sedari tadi aku mengikutinya dari belakang.
“klek..” bunyi pintu kamar mandi yang aku kunci dari dalam.
“eeee… apa-apaan ini.” Ucapnya seolah tak suka.
“masa mbak nggak kangen sih sama ini?” ucapku sambil mengarahkan tangannya ke rudalku.
Tanpa banyak basa-basi lagi ia langsung melumat bibirku dan melanjutkan usapan demi usapan di rudalku. Aku pun tak mau kalah, selain mengimbangi permainan bibirnya. Aku juga menggosok-gosok serambi lempitnya yang perlahan mulai basah. 3 menit kami bertahan dalam permainan itu.
“langsung mulai aja yuk mas. Jangan lama-lama, takut anakku nangis.” Ucapnya.
Segera kami pun melucuti satu per satu pakaian kami hingga tanpa sehalai benang pun tersisa pada tubuh kami. Namun ketika ia menggenggam rudalku Kembali ia Nampak terkejut.
“ini apa mas? Kok licin gini.” Tanyanya soal rudalku.
Dan aku pun baru tersadar, bahwa tadi aku lupa mencuci rudalku setelah percobaan pemerkosaanku kepada bi Nana.
“eh anu mbak, bukan apa-apa.” Jawabku gugup.
“udahlah mas, gak usah main rahasia-rahasiaan sama aku, darimana kamu tadi, pagi-pagi udah bawa motor, trus ini kenapa rudalmu kayak ada minyaknya gini.” Ucapnya menyelidik.
“nanti aku certain ya mbak, tapi sekarang kita main aja dulu.” Ucapku sambil menusuk mekinya menggunakan jariku.
“akhhhh…. Uhhhh… janji yahhh….” Ucapnya diiringi dengan desahannya.
Aku tak menjawab pertanyaannya dan terus melanjutkan aktifitasku untuk mengobel mekinya. Ia pun menengadahkan mukanya ke atas sambil mendesah desah tak karuan.
“ahhhh…. Iyaaahh…. Teruss……” ia merancau.
“terusss obok-obok serambi lempit ku mashhh….”
“ohhhh…….”
“masss….. terussss….. aku mau sampaiiii… ahhhhh” ucapnya
Akhirnya ia pun sampai pada klimaksnya. Sejurus kemudian ia pun menungging dengan bertumpuan pada bak mandi.
“ayo mas, masukin sekarang. Aku udah nggak kuat nunggu lama-lama.” Pintanya.
Tanpa dikomandoi langsung saja aku posisikan rudalku pada mulut mekinya. Namun sebelum itu aku gesek-gesekkan terlebih dahulu rudalku pada bibir serambi lempitnya. Selain itu juga aku meremas toketnya dan memilin-milin putingnya.
“ihhh, buruannn. Udah kangen serambi lempitku sama rudal gedemu itu masss…” ucapnya.
“auuhhhh…. Ohhhh…” ia Kembali merancau ketika tiba-tiba rudalku aku sodokkan pada serambi lempitnya dengan rada kasar.
“ohhh…. Ahhhhh…. Sodok lebih kencang massshhh….”
“rudalmu enak masshhhh…..”
“serambi lempitmu juga legit mbakkk, tetekmu juga gemesin…” ucapku sembari menggenjot mekinya dan meremas-remas toket besarnya.
Genjotan demi genjotan terus aku lancarkan untuk menyerang mekinya, hingga 10 menit kemudian mbak Devi sampai pada orgasmenya yang kedua.
“ohhh. Maaassssss….. rudalmu enakk bangettt…. Aku keluar lagiii… ahhhh….” Ucapnya sambil mekinya menyemburkan cairan hangar yang membasuh batang rudalku.
Sejurus kemudian karena rudalku berasa diremas-remas oleh mekinya yang berkedut setelah orgasme, aku pun sampai pada orgasmeku.
“mbakkkk… aku sampaiii…. Ohhh…” aku semburkan seluruh cairanku ke dalam mekinya hingga luber sampai luar.
“serambi lempitmu emang juara mbak kalo buat empot-empotan begini.” Lanjutku.
Setelah itu aku cabut rudalku dari sarangnya dan mbak Devi pun berbalik badan yang lalu tersenyum kepadaku.
“memang gak salah aku mas, aku jadiin kamu partner bercintaku.” Ucapnya sambil tersenyum.
Setelahnya kita pun mandi secara bersamaan dengan saling sabun-menyabuni tubuh kami. Aku menyabuni seluruh badannya dengan bermain-main pada toket dan mekinya. Sementara ia menyabuniku dan bermain-main dengan rudalku yang Kembali menegang.
“ihhh…. Dasar anak muda. Ini nih berdiri lagi.” Ucapnya sambil menoel-noel rudalku.
“minta main lagi itu mah mbak.” Jawabku.
“nggak ah. Nanti keburu anakku bangun lagi.” Jawabnya. Aku sedikit kecewa dengan jawabannya. Namun aku memakluminya karena ia memiliki tanggung jawab untuk mengurus anaknya, tidak hanya menuruti nafsuku maupun nafsunya.
Setelah permainan di dalam kamar mandi selesai kami pun lekas berganti pakaian. Dan aku diberikan pinjaman pakain dari suami mbak Devi. Setelahnya aku berniat untuk mencari sarapan untuk kita berdua.
“mana nih yang tadi katanya mau cerita?” tanyanya di sela-sela aktivitas sarapan kami.
“iyaa, abis inii ya… tapia da syaratnya.” Jawabku.
“dihh, ada syarat-syaratnya segala.” Ucapnya.
“yaudah kalo ga mau mah.” Ucapku cuek.
“yaudah, apaan syaratnya.” Ucapnya kesel.
“yang pertama, mbak gaboleh nge-judge ataupun nyalahin aku, yang kedua mbak nggak boleh marahin aku, dan yang ketiga…” aku menahan omonganku dan melanjutkan menyantap pecel sisa sesendok yang tadi aku beli.
“apa yang ketiga?” tanyanya masih dengan nada kesal.
“yang ketiga aku mau cerita sambil nenen.” Ucapku dengan nyengir.
“dihhh…. Bisa-bisanya ya kamu.” Ucapnya yang langsung beranjak pergi untuk mencuci piring.
Aku hanya bengong melihat tingkah lakunya itu, namun aku tak memusingkannya. Namun tak lama berselang, ia memanggilku dari dalam kamarnya dan memintaku untuk masuk. Aku pun nurut saja. Dan ternyata ia sudah melepaskan beberapa kancing bajunya dan mengeluarkan togenya dari baju yang ia kenakan, namun ia masih membiarkan bra-nya membungkus toket gede miliknya.
“sini, katanya mau nenen.” Ucapnya memanggilku.
“gilak, selain toketnya yang gede, rasa penasarannya juga gede juga ya.” Ucapku dalam hati.
Tanpa babibu aku pun langsung menghampirinya dan langsung merebahkan diri tepat disampingnya. Sementara anaknya telah ia pindahkan ke dalam kotak bayi. Tanpa basa-basi lagi langsung saja aku melorotkan bra miliknya dan langsung aku kenyot pentilnya, semetara toketnya yang lain tak ku biarkan nganggur. Aku pilin-pilin dan aku remas-remas toketnya yang lain. Ia malah merem melek karena rangsangan yang aku berikan.
“cepet cerita, jangan Cuma mainin teteku aja.” Ucapnya kesal karena aku tak kunjung cerita.
Lalu aku pun menceritakan semuanya dari mulai prosesku merencanakan eksekusi terhadap bi Nana hingga kejadian di rumah bi Nana. Sementara mbak Devi menyimakku dengan bercintaama namun diiringi dengan desahan-desahan lembut sebagai bentuk respon atas permainan tanganku pada tetenya.
“hahahaha… gila juga kamu ya… berani-beraninya mau memperkosa istri orang. Mana pake minyak goreng lagi buat pelumas.” Ucapnya setelah aku selelsai bercerita.
“ya habis mau gimana lagi mbak, aku nafsu banget sama body-nya bi Nana.” Ucapku.
“ya emang nafsuin sih body-nya bi Nana. Tapi gak gitu juga kali, mas.” Ucapnya sambil mengelus-elus kepalaku yang menyeruput Kembali pentilnya.
“tapi setelah aku denger semua omonganmu kayaknya bi Nana nggak nolak deh kalo kamu ajak menggenjot. Kayaknya juga kesepian tuh dia, butuh sodokan rudal gede ginian.” Lanjutnya sambil mengelus-elus rudalku yang telah berdiri sedari tadi.
“tapi inget ya… kalo dapet bi Nana, jangan lupain serambi lempitku.” Ucapnya dengan nada mengancam sambil meremas rudalku. Ngocoks.com
Karena sudah tak tahan lagi, segera aku balik badannya agar tengkurap dan aku pelorotkan celananya, begitu pula dengan celanaku. Langsung aku posisikan rudalku di depan mulut mekinya yang sejurus kemudian aku masukkan kepala rudalku. Namun aku tak langsung memasukkan semuanya. Tetapi aku masukkan lalu keluarkan lagi kepala rudalku.
“ahhh…. Ohhhh…. Buru ihhh…” ucapnya kesal.
Setelah itu langsung aku benamkan seluruh rudalku ke dalam mekinya, yang nampaknya mekinya sudah terbiasa menerima kehadiran rudalku. Pelan namun pasti aku goyangkan pantatku.
“ahhhh…. Iyahhh…. Terusss…” mbak Devi terus-terusan merancau.
“ahhh… rudalmu selalu ngangeninnn…. Ihhhh…” ia merancau Kembali.
“mbak jangan keluar dulu ya, kita ganti posisi habis ini.” Ucapku sambil terus menggenjot mekinya.
“iyahhh…..” jawabnya.
“ncitttt….citttt….cittt…ciitttt…..”suara peer dari Kasur efek dari genjotanku.
Setelah puas dengan gaya itu, aku merebahkan diri dan aku meminta mbak Devi untuk WOT. Perlahan namun pasti, ia membimbing rudalku untuk Kembali ke liang kewanitaan miliknya. Dan langsung ambles rudalku dilahap oleh mekinya. Dan saat amblas itu lah dia memejamkan matanya. Sejurus kemudia ia mulai menaik turunkan tubuhnya.
“plokkk…plokkk…plokk….” Suara yang ditimbulkan dari benturan antara selangkangan dua manusia yang sedang bersetubuh ini.
“ahhhh…. Enakkkk bangett….” Ucapnya sambil menengadahkan wajahnya ke atas.
“uhhhhh… iyahhh…iyahhhh…..iyahhh…” suara merancau yang keluar dari mulutnya menambah gairahku.
Ia memegangi tetenya yang bergerak naik turun seirama dengan genjotannya. Segera aku tepis tangannya untuk beralih dari tetenya dan aku mainkan tetenya. Hal tersebut membuat ia merancau semakin menjadi-jadi.
“terusss…. Pelintir pentillku masssshh…..” ucapnya sembari memegangi rambutnya menggunakan tangan yang membuatnya semakin bercintai.
“aku keluar masssss…..” ucapnya sejurus kemudian yang kemudian ambruk ke tubuhku dan memelukku.
“kamu kok tau banyak gaya gini belajar dari mana sih mas?” tanyanya dengan nada lemas.
Aku hanya tersenyum lalu menyuruhnya untuk duduk. Karena aku belum keluar, aku ingin ia meng-oral kontontolku.
“emut rudalku mbak, belum keluar nih.” Pintaku.
Tanpa menunggu permintaan kedua, ia langsung meng-oral rudalku. Nampaknya ia telah belajar dari per-menggenjot-an yang pertama, sehingga kini oralnya jauh lebih enak.
“terus mbak… ahhhh.. lebih dalemmmm….” Aku merancau merasakan kenikmatan yang diberikan mbak Devi.
Aku tak memberikannya aba-aba ketika rudalku hendak menyemburkan cairannya. Dan ia pun terkejut ketika aku orgasme, dan langsung saja ia menarikku untuk rebahan lalu menindihkan dan melumat bibirku.
“tuh rasain gimana pejuhmu, jangan Cuma aku doang yang kamu suruh ngerasain.” Ucapnya kesal.
Aku pun melanjutkan ciumannya dan tak berselang lama kemudian aku berpamitan untuk pulang dan istirahat, karena semalaman aku tidak tidur. Sesampainya di rumah aku langsung merebahkan diri dan membayangkan tentang peristiwa antara aku dengan bi Nana. Tak terasa tiba-tiba aku terlelap dan terbangun tepat tengah malam.
Kembali terpikirkan olehku tentang bagaimana rencanaku besok mengenai bi Nana. Terlebih lagi, mbak Devi tadi mengatakan jika sebenarnya bi Nana memberikanku lampu hijau, namun ia hanya terkejut saya dengan perlakuanku yang seperti bajingan. Lalu apa yang harus aku lakukan? Kita lihat besok, aku malah kini merasa canggung dengan bi Nana.
Bersambung… Kembali aku terjaga hingga pagi hari. Adzan subuh telah berkumandang, sebuah panggilan bagi umat muslim untuk beribadah. Namun, aku bukannya menuju masjid malah menuju ke warung bi Nana. Ketika sampai di depan warungnya, Nampak warungnya sedikit terbuka seperti kemarin. Hal tersebut menandakan bahwa bi Nana sedang memasak untuk warungnya. Perlahan namun pasti Kembali aku memasuki warungnya.
“bi…” sapaku ketika aku sudah berada di dapur dan melihat bi nana sedang memasak.
“eh dito, mau makan ya? Bentar ya, belom ada yang mateng” ucapnya.
Perlahan aku pun berjalan mendekat kearahnya dan memeluknya dari belakang dengan posisi kepalaku berada di samping kepalanya.
“maafin dito ya bi…” ucapku yang seolah-olah penuh penyesalan.
Ia malah mematung dan terisak ketika aku memeluknya dan mengatakan itu kepadanya.
“emang apa yang kamu mau sih, To. Dari tubuh bibi yang udah nggak muda lagi ini?” jawabnya sambil masih menangis.
“aku Cuma mau memberikan kepuasan pada bibi ketika suami bibi udah nggak bisa ngasih itu lagi.” Jawabku.
Bi Nana melepaskan pelukanku dan menatapku dalam-dalam.
“oke kalau begitu, sekarang buktikan sama bibi kalo kamu bisa muasin bibi. Tapi kamu harus janji sama bibi, ini rahasia kita aja dan ketika kamu gagal muasin bibi, bibi harap kamu nggak usah datang lagi ke warung bibi.” Ucapnya tegas.
Aku yang tertegun mendengar ucapan dari bi Nana hanya bisa mengangguk. Dan karena merasa di tantang, maka aku akan berusaha sekuat tenaga buat jebolin pertahanan bi Nana.
“sekarang apa yang kamu mau? Cepat katakana.” Ucapnya dengan nada tegas.
“aku Cuma mau bibi ngikutin permainanku aja, setelah itu bisa bibi nilai sendiri.” Ucapku tak kalah tegas.
“oke, tapi tunggu bibi nyelesaiin ini semua dulu.” Jawabnya.
Aku pun membiarkan bi Nana menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu sebelum aku bisa menggarapnya. Hampir satu jam aku menunggu dan akhirnya bi Nana telah selesai dengan urusannya tersebut.
“ayo sekarang!” ucapnya setelah mengunci pintu warungnya dari dalam.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, aku langsung menyerbu bibirnya untuk aku lumat. Awalnya ia Nampak kaget, namun terasa lebih rileks beberapa saat setelahnya. Ia Nampak pasif mengikuti irama dari permainanku itu. Sambil bibirku terus bermain dengan bibirnya, tanganku menjamah area pantatnya dengan aku meremas-remasnya. Setelah itu aku menggesek-gesek mekinya dari balik daster yang ia kenakan. Ia Nampak menikmati sekali permainanku itu.
Setelah puas, aku berhenti memainkan bibirnya dan melucuti dasternya, ia pun mengikuti permainanku. Aku segera melancarkan seranganku dengan memainkan tetenya yang bulat berisi itu dari balik bra-nya. Sementara tanganku yang lain sibuk menyelinap cd-nya untuk mengobel mekinya yang detik demi detik semakin basah.
“mmmmhhhh…..” Nampak terdengar suara desahan yang ditahan oleh bi Nana. Tampaknya ia masih gengsi untuk menikmati servisku.
Setelah itu aku menghentikan kegiatanku dan melepaskan bra serta cd-nya. Aku terdiam sejenak mengagumi keindahan dari ibu dua anak yang usianya hampir kepala empat ini. Selain putih, body-nya juga tak kalah dengan mamah muda. Terlebih lagi toket dan pantatnya (meskipun toketnya tak sebesar milik mbak Devi). Meskipun di usia segitu, namun toketnya terlihat masih sangat menantang dan terlihat cukup kencang. Aku berasumsi bahwa anak-anaknya merupakan bayi sufor alias tidak minum asi.
Sejurus kemudian, aku juga melucuti pakaianku helai demi helai. Aku memang sengaja tidak memakai cd sehingga ketika aku melepas kolorku, langsung terpampang nyata si otong dengan gagahnya. Aku melihat mukanya yang langsung berubah ekspresi seperti terkejut dengan “barangku” itu.
Aku langsung berjongkok dan mengobel mekinya yang nampaknya iya cukur, sehingga hanya tersisa bulu-bulu pendek saja. Bi Nana pun menengadahkan wajahnya ke atas buah dari perlakuanku terhadap liang kewanitaan miliknya. Nampak sudah sangat becek meki dari bi Nana ini. Segera aku mainkan mulut dan lidahku pada lubang senggama itu.
“ahhhhhh…..mmmhhhhh…..” terdengar lirih ia mendesah, namun lagi-lagi masih tertahan oleh gengsinya.
Saking dahsyatnya permainanku membuat bi Nana yang semula berdiri, kini terduduk di kursi yang sebenarnya diperuntukkan untuk pelanggan. Seranganku masih berlanjut, hingga aku menemukan itilnya dan aku menggigitnya dengan gemas. Sejurus kemudian ia menggenjang tanda orgasme. Mulutku pun dibanjiri oleh cairan kewanitaan miliknya.
“gimana bi?” ucapku sambil berdiri setelah puas mengobel mekinya.
Ia hanya menatapku dengan sayu setelah orgasmenya itu, aku yakin mekinya masih belum puas jika hanya permainan mulut semacam itu dan butuh untuk digenjot oleh rudal gedhe.
“sekarang bibi rebahan deh. Di kursi situ aja gapapa.” Pintaku yang langsung dituruti oleh bi Nana tanpa banyak bertanya.
Segera aku memposisikan rudalku untuk siap menerobos mekinya. Namun sebelum itu, aku ingin sedikit memberikan “pelajaran” kepadanya karena dengan beraninya ia menantangku. rudalku yang telah gagah berdiri tak segera aku masukkan ke dalam sarangnya, melainkan aku gesek-gesekkan terlebih dahulu pada bibir mekinya. Dan hal tersebut sukses membuatnya terpejam dan menggigit bibir bawahnya serta meremas-remas tetenya sendiri.
Setelah itu Kembali aku mainkan rudalku untuk aku masukkan ke dalam rongga kewanitaan miliknya, namun hanya sebatas kepalanya saja lalu aku keluarkan lagi, begitu kira-kira berjalan sekitar beberapa menit yang Kembali membuatnya terpejam dan menggigit bibir bawahnya. Namun tiba-tiba aku hentakkan pantatku hingga rudalku masuk ¾ yang membuatnya terkejut.
“heghhh….” Kata yang keluar dari mulutnya setelah hentakanku itu.
Setelahnya aku maju mundurkan rudalku dengan tempo sedang yang membuat kursi yang kami gunakan ikut berdencit, untungnya tertahan oleh pilar kayu penyangga atap, sehingga masih bisa aku control, namun suara yang dihasilkan seperti orang yang sedang memalu.
“dokk…dok…dok..” begitu kira-kira efek yang ditimbulkan dari genjotanku itu ketika kursi yang kami gunakan mengenai pilar kayu tersebut.
“mphhh….mphhhhhh…,mpphhh….” suara lirih dari bi Nana ketika menikmati genjotanku itu dimana ia sampai menggigit bibir bawahnya.
“gimana rasa rudalku bi?” ucapku sembari masih menggenjotnya.
Aku yang ingin melancarkan serangan secara maksimal langsung saja menuju ke tete-nya untuk aku kenyot-kenyot dengan mulutku, selain itu tanganku juga memainkan tetenya yang lain. Sementara itu, bi nana menutupi mukanya menggunakan tangannya, seolah menyembunyikan rasa malunya atas kekalahannya.
Tak berselang lama, tiba-tiba kakinya mengapit tubuhku dan ia menggenjang Kembali, tanda orgasme yang kedua kalinya. rudalku berasa disiram kuah hangat yang lalu dijepit oleh bibir mekinya.
“gimana bi? Masih mau lanjut?” tanyaku. Lagi-lagi ia masih tak bersuara.
“sekarang bibi nungging deh, tumpuan sama pilar itu juga gapapa.” Dan bi Nana pun menuruti permintaanku, tanda bahwa ia masih ingin menikmati rudalku.
Setelah membimbingnya untuk melebarkan kakinya, mukaku aku benamkan pada pantanya, dan aku jilati mekinya itu. Selain itu juga aku meremas-remas pantatnya dan menggosok kan jariku pada anusnya. Mekinya Kembali mengeluarkan lender-lendir kenikmatan yang membasahi lidahku. Sementara itu, bi Nana Nampak dengan erat memegang pilar itu sembari menikmati servis yang aku berikan.
Tak ingin berlama-lama, aku segera memposisikan rudalku di depan mekinya. Dengan perlahan aku masukkan rudalku. Yang ternyata karena besarnya pantatnya, rudalku hanya bisa masuk setengah. Langsung saja aku menggenjotnya.
”plokkk…..plokkk…..plokkk….” suara yang terdengar dari hentakanku kepada mekinya
“ahhhhh..mmmmppphhhhh……” sementara itu desahan dari bi Nana hanya terdengar samar.
“ahhhh…. Bokongmu gede bgt biiii…. serambi lempitmu legittt….” Ucapku dengan masih menggenjotnya.
“shhhh…mmhhhh…..uhhhhh…..” bi Nana masih mendesah dengan desahan yang tertahan.
Satu setengah jam berlalu dan aku sangat menikmati persetubuhan ini, meskipun di awal ada sedikit ancaman darinya, namun, kini setidaknya aku bisa membuktikan keperkasaanku.
“yahhh..mmmphhhhh…..ahhh……” bi Nana mulai merancau namun langsung menutupi mulutnya dengan tangannya.
“ahhhh…. Mmhhhh…. Biiii…. Aku mau keluarrr…….” Ucapku.
“crotttt….creeee…..creeeet…….” aku menumpahkan semua kenikmatanku dalam mekinya. Sementara itu ia juga mengalami orgasmenya yang ketiga kalinya, karena kembali rudalku merasa dijepit oleh dinding-dinding serambi lempitnya dan langsung disembur oleh cairan hangat miliknya.
Setelahnya aku pun terduduk di bangku itu, tetapi otongku masih saja tegak berdiri. Sementara bi Nana langsung memunguti semua pakaiannya dan menutup mukanya dengan bajunya.
“pulang kamu!” ucapnya dengan nada tinggi, namun aku sedikit mendengar isak tangisnya.
“bibi kenapa? Aku salah ya?” tanyaku.
“bibi bilang pulang!” ucapnya Kembali.
Aku pun segera mengenakan Kembali pakaianku dan beranjak pulang meninggalkan bi Nana yang juga beranjak untuk mengunci pintu warungnya. Aku merasa aneh dengan sikap bi Nana tersebut. Awalnya menantang tapi sekarang entah mengapa ia malah mengusirku.
Sesampainya di rumah dan bersih-bersih tiba-tiba hpku bunyi dan terdapat pesan whatsapp masuk. Setelah aku lihat, ternyata merupakan pesan dari bi Nana. Segera aku membukanya.
“Besok ke rumah bibi jam 10 malam.” Isi pesan dari bi Nana.
Entah apa yang akan dilakukan oleh bi Nana terhadapku sehingga menyuruhku untuk datang ke rumahnya jam 10 malam. Apakah ia melaporkan kejadian tersebut kepada pak RT yang lalu akan menyidangku di rumahnya? Kenapa harus jam sepuluh malam kalau memang begitu. Apa karena nunggu anak-anaknya tidur terlebih dahulu, agar tidak mendengar masalah ini? Bukankah tadi juga bi Nana terlihat puas dengan servisku?
Aku masih terpikirkan tentang isi pesan dari bi Nana tersebut. Kira-kira apa yang akan terjadi kepadaku? Apakah aku akan diarak warga dengan ditelanjangi? Entahlah. Memang aku harus siap dengan segala konsekuensi yang telah aku lakukan, meskipun aku merasa jika persetubuhan yang aku lakukan dengan bi Nana kemarin tanpa unsur paksaan, toh dia terlihat sangat menikmati setiap sodokan dari rudalku.
Apapun yang akan terjadi aku harus siap menghadapi kenyataan tersebut, meskipun kenyataan tersebut terasa pahit. Lama aku membayangkan tentang apa yang akan terjadi kepadaku besok membuat rasa kantukku datang, hingga tak terasa mataku terpejam dengan sendirinya.
Aku terbangun ketika hari mulai gelap. Karena merasa lapar, aku pun memutuskan untuk memasak mie instant. Karena tidak memungkinkan juga jika aku Kembali ke warung bi Nana, karena dengan kejadian tadi, ia terlihat marah denganku. Disaat sedang menyantap mie buatanku itu tiba-tiba terdapat pesan masuk dari bi Nana.
“besok kesininya lewat belakang, jangan lewat depan, sama jangan bawa motor.” Isi pesan dari bi Nana tersebut.
Aku pun keheranan dengan isi pesan tersebut. Jika memang, besok adalah hari dimana aku akan disidang lalu dihukum, kenapa harus lewat belakang? Pertanyaan demi pertanyaan Kembali terlintas di otakku. Rasanya aku seperti dihantui oleh rasa cemas. Namun, sejurus kemudian aku berpikir. Atau mungkin bi Nana ngajak aku menggenjot di rumahnya? Eh, tapi kan ada suami dan anaknya di rumah itu. Entahlah, perempunan memang penuh dengan teka-teki.
Segera aku menghabiskan makananku dan mencuci segala barang yang telah aku pakai tadi. Setelah semuanya beres dan aku memutuskan untuk merebahkan diri, tiba-tiba hp-ku berdering, tanda panggilan suara masuk.
“halo, Ma.” Ucapku saat aku mengangkat panggilan tersebut yang ternyata berasal dari mamaku.
“iya, halo. Gimana kabar kamu nak?” tanya mamaku dari balik telepon.
“baik, Ma. Ada apa? Tumben-tumbenan telpon dito.” Jawabku, karena mamaku memang jarang menelponku, lebih sering bertukar pesan WhatsApp denganku.
“ini, mama mau ngasih kabar, kalo mungkin dua minggu lagi tantemu bakal nginep di situ.”
“ha? Tante siapa ma? Dan kenapa harus nginep di rumah Dito?” tanyaku.
“tante wulan. Dia lagi butuh tempat buat nenangin diri, makanya mama suruh dia nginep di rumah kamu, dari pada dia kabur entah kemana.” Jawab mamaku.
Tante wulan merupakan adik dari papaku satu-satunya dan dia telah bersuami sejak beberapa tahun lalu. Terakhir aku bertemu dengannya adalah ketika ia menikah dengan suaminya itu, dan selepasnya ia diboyong oleh suaminya ke sebrang pulau karena memang suaminya juga berasal dari situ. Tak banyak yang bisa aku gambarkan tentangnya karena aku juga tidak begitu akrab dengannya.
“kenapa nggak nginep di rumah mama aja si?” tanyaku lagi. Aku memanglah orang yang suka dengan kesendirian dan kurang suka jika harus berurusan dengan orang asing yang tidaklah akrab denganku.
“kamu kan tau sifat papamu, nak. Nanti kalo tantemu nginep disini yang ada malah diceramahin lagi sama papamu.” Jawab dari mamaku.
“iya deh, Ma.” ucapku pasrah menerima.
“gapapa kan, Nak. Kasian lo tantemu.” Bujuk mamaku yang nampaknya kurang puas dengan ucapanku.
“iya, Ma. Gapapa, tenang aja.”
Setelah itu mamaku menutup teleponnya. Ingatanku Kembali flashback tentang tante Wulan itu. Namun ternyata tak banyak yang bisa aku ingat. Ia setauku tidak beda jauh usianya denganku, mungkin kira-kira hanya terpaut 10 tahun saja. Seingetku dulu ia merupakan sosok dengan body yang cenderung gemuk, dengan tinggi rata-rata Wanita Indonesia, lah. Sementara itu, aku berusaha mengingat tentang spek tete dan pantatnya dan setelah aku berusaha mengingat ternyata aku malah kecewa, lantaran seingatku tetenya tidak besar dan pantatnya juga biasa saja.
Tak terasa aku pun Kembali terlelap dan bangun ketika matahari sudah menunjukkan eksistensinya. Karena hari ini merupakan hari minggu, aku pun memutuskan untuk lari pagi, setelah sekian lama tidak berolah raga. Selain untuk melepaskan stress karena terus kepikiran akan rencana dari bi Nana, aku juga ingin menjaga staminaku ketika menggenjot mbak Devi nantinya.
“eh mas dito, nggak mampir nih mas?” ucap mbak Devi ketika ia sedang menjemur baju dengan manjanya ketika melihatku melewati depan rumahnya.
“besok aja deh mbak.” Ucapku sambil berlalu.
Sementara itu, Nampak raut kekecewaan dari wajah mbak Devi tersebut, karena aku menolak ajakannya untuk mampir. Namun apa boleh dikata, pikiranku sedang berkecamuk saat ini dan dimana ketika aku mampir, pasti ujung-ujungnya menggenjot, sedangkan aku tidak ingin bersetubuh dengannya untuk saat ini.
Setelah beres berolahraga, aku pun memutuskan untuk mandi dan setelahnya hujan melanda kampungku itu. Karena capek berolahraga dan didukung oleh suasana hujan, tak terasa aku Kembali terlelap dan bangun ketika sore hari tiba.
Tak ingin terus terbayangkan waktu hari ini yang mungkin akan menjadi waktu “eksekusi mati”-ku, aku pun memutuskan untuk bermain game melalui pc-ku. Berkat kegiatanku tersebut, waktu menjadi berjalan sangat cepat. Hingga tiba waktuku untuk mendatangi rumah bi Nana itu. Tiba-tiba hp-ku berbunyi tanda pesan masuk.
“kamu ada masalah apa, mas Dito? Cerita sama mbak dong.” Bunyi pesan yang dikirimkan oleh mbak Devi.
“besok ya, mbak.” Jawabku singkat
Aku menyusuri jalanan kampung yang basah akibat hujan tadi, dengan suasana sepi dan hawa yang sangat pas sekali jika ingin melakukan per-entot-an duniawi. Dengan pakaian yang cukup rapih dan wangi, aku telah sampai di belakang rumah bi Nana, sesuai dengan yang ia pinta kemarin. Dengan rasa gugup nan takut, segera aku chat bi Nana dengan maksud memberi tau jika aku sudah sampai. Tak berselang lama kemudian, pintu pun terbuka dengan wajah datar dari bi Nana menyambutku dan menyuruhku untuk masuk.
Ketika aku masuk ke dalam rumahnya, ternyata semua dugaanku salah. Tak ada seorang pun di ruang tengah dan kemungkinan juga di ruang tamu karena kondisi ruang tamu yang gelap.
“duduk situ dulu.” Pinta bi Nana yang langsung masuk ke dalam kamarnya.
Tak berselang lama kemudian, ia Kembali dari kamarnya.
“masuk sini.” Pintanya Kembali yang memintaku untuk masuk ke dalam kamarnya.
Aku terkejut sekaligus terheran-heran dengan permintaannya tersebut. Kenapa aku tiba-tiba disuruh masuk ke dalam kamarnya? Bukankah suaminya masih sakit dan nggak mungkin pergi jauh? Pertanyaan yang muncul dalam otakku. Aku masih tak habis pikir dengan rencananya tersebut.
Sesudah memasuki kamarnya, betapa terkejutnya aku ketika melihat suaminya sedang tidur dengan pulas di atas ranjangnya. Sejurus kemudian aku Kembali terkejut karena dengan tiba-tiba bi Nana melucuti seluruh dasternya dan hanya menyisakan bra dan cd-nya dengan warna cream senada.
“ini kan yang kamu mau?” ucapnya setelah melucuti pakaian luarnya tersebut.
“eh, ttttapi kan…. ada suami bibi.” Ucapku gugup.
“biarkan… biarkan aku bisa menunjukkan bahwa aku telah menemukan yang jauh lebih perkasa darinya.” Ucapnya lagi.
Aku hanya bisa tercengang mendengar ucapannya itu. Namun ketika aku sedang tidak focus lantaran memikirkan tentang perkataannya tersebut dan khawatir jika suaminya tiba-tiba terbangun, ia langsung mendekatiku dan menyosor bibirku. Awalnya aku hanya pasif karena masih khawatir hal tersebut bakal benar-benar terjadi. Bersama dengan ciumannya tersebut ia melucuti pakaianku satu persatu.
“tenang aja, dia udah aku kasih obat tidur paling ampuh.” bisiknya menenangkan.
“aku millikmu mala mini, Dito.” Lanjutnya.
Merasa mendapatkan lampu hijau, aku langsung membalas ciumannya tersebut dengan sangat ganas. Segera juga aku lorotkan bra dan cd-nya itu. Ia melepaskan ciumannya karena rangsanganku pada meki dan toketnya tersebut. Bibirku berpindah pada belakang telinga dan lehernya.
“ahhhhh…. Iyahhhh….. aku milikmu toooo…. Terussss….” Ia terus merancau ketika rangsanganku di ketiga area sensitifnya terus aku jalankan.
“enakkkkk toooo….. terussss……. Ahhhhh…. Ohhhhh….”
Aku menyudahi semuanya setelah Lelah berdiri dan lalu memintanya untuk duduk di Kasur samping suaminya. Setelah ia terduduk, aku berjongkok dan mengarahkan kepalaku langsung menuju pada area selangkangannya dan mengoral mekinya. Bersama dengan lidahku, aku juga menggunakan jariku untuk merangsang mekinya.
“toooo…. Ahhhh….. apaahh… yanggg…mmmhhhhh…. Kamuuuu…. Lakuinnn…..” ia terus merancau sebagai respon atas rangsanganku.
“terussshhh… ahhhh……. Jangannnn…. Berhentiiii……ouhhhh”
Aku terus mengobel mekinya hingga kurang lebih 10 menit dan bi Nana pun akan sampai pada orgasmenya.
“toooo…. Ouuchhhhh…… akuuuu…. Sampaiiiii….ohhhh…..” ucapnya sambil menengadahkan wajahnya ke atas dan menjepit kepalaku.
Setelah itu, aku merebahkannya di samping suaminya. Aku mulai Kembali menyosor bibirnya yang sejurus kemudian disambut dengan permainan lidah dari kami berdua. Setelah itu bibirku pindah menuju lehernya yang kemudian turun ke tete-nya. Ia terus-terusan merancau tak karuan atas rangsangaku tersebut.
“masukinnn…. rudalmuuu… sekarangg…. Ahhh… mmhhhhhh….” Pintanya ketika aku memainkan lidah dan mulutku pada tete-nya. Ngocoks.com
“rudal siapa biii?” tanyaku mencoba memancingnya.
“kontoolll…. Mmmmhhhh…. Ditooo….. uhhhhh….. yang gagah perkasaaa…..mhhhhh” ucapnya.
Aku Kembali turun ke bawah untuk menjilat serambi lempitnya sekali lagi sebelum mengarahkan rudalku menuju sarangnya. Pertama-tama aku mainkan dulu kepala rudalku dengan mengoles-oles bibir mekinya dengan palkonku.
“cepetttt…. Aku udah ngga tahannn….” Gerutunya.
Segera aku masukkan kepala rudalku dan mengeluarkannya lagi.
“masukin semuanyaa too…. Aku pengen rudalmuuu….” Ucapnya sambil memejamkan mata ketika aku melakukan itu.
Dan…
“bless…” hampir ¾ rudalku masuk dalam serambi lempitnya.
“ouhhhh…. rudalmuu gede bgtt toooo… enakkkkhhhh….”
“Lebih cepat lagiiii…..akhhhhhh……” pintanya.
Aku pun mempercepat tempoku itu, hingga ranjang yang kami gunakan pun ikut bergoyang mengikuti irama persetubuhan ini. Meskipun demikian, suaminya tetap tidur dengan nyenyak dan tak bergerak sedikitpun. Tak ingin menyiakan kesempatan di depan mata, Kembali aku menjamah toketnya. Meremasnya, memilinnya, hingga mengenyotnya.
“iyahhh… iyahhhh…. Sedottt terussshhh….. entotttt lebih dalemmmhh…. Ohhhh….” Bi Nana Kembali merancau.
“ini yang dari dulu aku pengennn…. Mmmhhhhh…..” ucapnya.
“pengen apahhhh…. Biii…..” pancingku sambil terus menggenjotnya dan memainkan tete-nya.
“pengenn… dientot… rudal gedeehhh…..” sautnya.
Aku terus menggenjotnya dengan irama cepat dan membuatnya merem-melek karena aksiku tersebut. Hingga tak berasa selama kurang lebih 20 menit, kami berada pada posisi tersebut.
“tooooo….. ooouhhhhh….. akuuhhh…. Keluarrr…. Lagiiiii…. Ohhhh…..” ucapnya.
Dan benar saja, ia langsung memuncratkan cairan kenikmatan tersebut dan menjepit erat rudalku. Setelah itu ia pun menatapku lalu tersenyum.
“masih kuat bi?” tanyaku.
Ia hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Setelahnya, aku memintanya untuk bergantian. Kini aku yang merebahkan diri di samping suaminya, sementara ia menunggangi rudalku. Dengan perlahan namun pasti, ia membimbing rudalku untuk masuk ke dalam liang senggamanya tersebut.
“ahhhh… penuhhh bangettt…. rudalmuuu….”
“ahhhh… serambi lempitmu juga masih sempittt…. Bii….” Sautku.
Bi Nana memulai goyangannya dengan tempo pelan.
“ahhhh…. Ahhhh….. ahhhhh…..” ucapnya sambil menengadahkan wajahnya ke atas. Aku pun meremas serta memilin-milin puting susunya.
“ohhh…. Lebih cepat biiii….” Pintaku. Bi Nana pun mempercepat goyangan naik turunnya.
“plokkk…..plokkkk…..ploookkkkk….” suara dari persetubuhan ini.
“Ahhhh….ahhhhh….mmmhhhhh….. aku ingin jadiii milikkmmuuhh…. Selamanyahhh….” Ucapnya.
10 menit kami berada pada posisi tersebut. Hingga tiba-tiba terdengar suara dari arah luar dengan memanggil bi Nana, yangmana aku prediksi merupakan anaknya yang kecil memanggilnya. Awalnya bi Nana hanya memelankan desahannya. Namun, pintu kamarnya pun di ketok oleh anaknya tersebut.
Kami pun kelimpungan, karena anaknya ini bukanlah anak bayi seperti anaknya mbak Devi yang belum mengerti tentang hubungan lawan jenis, terlebih lagi, aku merupakan orang asing. Segera bi Nana mengambil selimut untuk menutup tubuhnya dan mencabut meki-nya dari rudalku dan bergegas untuk membuka pintu. Aku pun di pinta untuk mengikutinya dari belakang dan memintaku untuk sembunyi di balik pintu.
Bersambung… “kenapa, nak? Kok panggil-panggil ibu?” tanya bi Nana sesaat setelah membuka pintu dan menongolkan kepalanya.
“harusnya aku dong yang nanya ibu kenapa. Tadi aku dengar mamah kayak orang kesakitan gitu.” Ucap anak itu dengan polos.
Tak ingin membiarkan rudalku mengecil Kembali, tanpa ia sadari, aku membuka sedikit selimut yang menutupi area bawah miliknya. Perlahan aku arahkan rudalku menuju serambi lempitnya. Hingga membuatnya terkejut atas aksi beraniku tersebut.
“oughhh….mmmmhhh…..” kata yang keluar dari mulutnya diiringi dengan ekspresi terkejutnya yang otomatis dilihat anaknya.
“ihhh tuhhh kan, ibu sebenarnya kenapa?” tanya anaknya Kembali.
“shhhh…. gapapa nak, ibu gapapa…. Mmmhhhh… udah, kk… kamu balik… tidur ajaaahhhh…” ucapnya dengan terbata-bata efek dari genjotanku tersebut.
Untungnya anaknya pun menuruti apa perkataan ibunya dan langsung Kembali ke kamarnya. Sementara itu, bi Nana menutup pintunya Kembali dan berpegangan dengan gagang pintu miliknya untuk menikmati doggy-an ku.
“ahhhh…..ooggghhhhhh…..mmmmhhhhhhh……..” kali ini desahannya berusaha ia tahan, lantaran takut Kembali didatangi oleh anaknya tersebut.
“plakkk….plakkk….plakkkk….” aku pun menampari pantatnya karena gemas dengan pantatnya yang seolah ikut bergoyang mengikuti irama dari genjotannku itu.
“iyahhh…. Terussss….. gennjjooottttt…….oghhhhh…..” ucapnya lagi, tapi kali ini lebih pelan.
“genn….joottt….teruusss…serambi lempitkk….kuuuhh…ohhhh”
“akuuu…maauuhhhh… keluar lagii… mmmmhhhhh…..” lanjutnya.
“Plok….plokkk…plokkkk….” suara selangkanganku yang berbenturan dengan pantat besarnya itu menambah kesan erotis.
“iyahhh..biii…. keluariinnnn…. Barengg…. Yahhh….”
“ahhhh….” Suara kita bersamaan setelah mengalami orgasme secara bersamaan.
Setelahnya bi Nana pun terkulai lemas dengan duduk di lantai dan menyenderkan tubuhnya ke pintu. Sementara itu, aku yang baru keluar pertama kali masih merasa onfire dan siap untuk masuk dalam ronde berikutnya.
Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan mala mini, di tambah lagi bisa menggenjot istri orang di depan suaminya langsung (meskipun tertidur pulas) merupakan pengalaman baru bagiku. Segera aku mengangkat tubuh bi Nana untuk Kembali aku pindahkan menuju ranjangnya.
“to, ampun…. Bibi cape.” Ucapnya dengan nada lemah.
“udah bibi tenang aja ya, kali ini bibi ga usah banyak goyang, serahkan semuanya ke Dito.” Ucapku.
Bi Nana pun hanya menganggukkan kepala dan tersenyum kepadaku.
“bi, emutin rudal dito dong.” Pintaku kepada bi Nana.
“emang gimana caranya to?” tanyanya penasaran.
“ya kayak bibi ngemut permen aja.”
“oh gitu ya, To. Boleh deh bibi coba.”
Setelahnya aku menyuruhnya untuk berbaring menyamping dan memintanya untuk membuka mulutnya. Sejurus kemudian, perlahan dengan pasti, rongga mulutnya telah penuh sesak dengan rudalku. Meskipun tidak jago dalam oral bercinta, namun tetap saja aku bisa menikmatinya. Perlahan namun pasti, aku memaju mundurkan rudalku yang telah berada di dalam mulutnya tersebut.
“ohhh…. Mulutmu tak kalah enaknya dengan serambi lempitmu, bihh…..” ucapku.
Bunyi khas dari rudal yang disepong pun mengiringi oral bercinta kami ini.
Tak berselang lama, karena aku merasa bosan, aku pun memintanya untuk berganti posisi, kali ini aku ingin mencoba 69 dengannya. Lagi-lagi ia pun nurut dengan permintaanku tersebut, meskipun dengan sedikit bertanya terlebih dahulu tentunya. Aku pun mulai menindih tubuhnya dengan posisi terbalik, alias kepalaku berada pada serambi lempitnya, sementara itu karena tingginya yang cukup berbeda jauh denganku, aku harus menekuk tubuhku agar mulutnya mampu menjangkau rudalku.
Aku pun memulai aksiku dengan memainkan jari-jariku pada area serambi lempitnya, memainkan bibir serambi lempitnya dan memasukkan jariku kedalam serambi lempitnya. Sementara bi Nana, perlahan namun pasti, mulai melakukan eksplorasi, yaitu dia kini mengemut biji-bijiku dan menyedot-nyedotnya.
“mmmppphhhh….. mmhhhhhh…..” ia merancau tak karuan efek dari permainanku dan juga karena mulutnya terisi oleh bijiku, sehingga ia merancau dengan sedikit tertahan.
Setelahnya ia Kembali memasukkan rudalku ke dalam mulutnya. Sementara aku, mulai memainkan lidahku pada area sensitifnya tersebut. Cukup lama kami berada pada posisi tersebut. Hingga aku iseng untuk mengigit kecil klitorisnya.
“aughhh….. ohhhhh….. aghhuuu….. keluargggg….” Ucapnya tak jelas setelah aku menggigit klitorisnya yang langsung diiringi dengan semburan cairan kewanitaan miliknya tersebut.
Setelah cukup puas, aku pun berniat untuk Kembali memenggenjot serambi lempitnya. Segera aku beranjak dari menindihinya untuk merenggangkan dan mengangkat kakinya. Aku arahkan Kembali rudalku menuju serambi lempitnya. Perlahan namun pasti, rudalku mulai mengisi rongga kewanitaannya
“ohhhh….. mmmhhh….” Kata yang keluar dari mulutnya sembari memejamkan matanya ketika rudalku mulai masuk ke dalam serambi lempitnya.
Perlahan namun pasti, aku mulai menggenjot serambi lempitnya itu.
“ohhhh…. Mmhhhhh…. Terussss…. Lebihhh dalemmm sayangghhhh….”
“akhhhh….. rudalmuhhh… gilaaaa….”
“lebihhh…. Cepeetthhhh…..”
“lebihhh…. Cepeetthhhh…..”
“lebihhh…. Cepeetthhhh…..”
Sejurus kemudian, aku menaikkan tempoku. Bersamaan dengan itu, aku juga Kembali menyosor bibirnya.
“mmphhhhh……” desahannya tertahan karena tersumpal oleh bibirku.
Aku pun tak ingin membiarkan toketnya bergoyang begitu saja. Setelahnya mulutku berpindah menuju toket kirinya, sementara itu toket kanannya menjadi sasaran tangan kananku untuk aku mainkan.
“iseppp…teruss….. sayanggg”
“iyahhh…. Plintiirrrr….”
“ohhhh…. Ampunnnn….”
“genjothh… iyahhh….. ohhhh….”
“sampiii… lagiihhh…..akhhhh….” pekiknya ketika sampai pada orgasme-nya untuk yang keempat.
“bi, sekarang jepit rudalku pake tetemu yah.” Pintaku.
Sejurus kemudian ia pun mengabulkan permintaanku tersebut dan mulai menjepit rudalku dengan tetenya yang besar itu. Nikmati sekali rudalku merasakan jepitan dari toket besar itu.
“ohhh… empuk banget bi tetemu….”
“ahhhh…. Sambil buka mulut trus keluarin lidahnya dong bi….. kepalanya rada di deketin ke tete yahh…..”
Bi Nana pun menuruti permintaanku tanpa ragu. Karena rudalku yang cukup Panjang, rudalku bisa masuk ke dalam mulutnya, meskipun hanya kepalanya saja.
“ohhhh…. Iyaaahhhh….biiii….. jepitanmu enagghhhhh…..”
“sebentar lagihh…. Akuhhhh…. Keluarr……”
Tak berselang lama, aku pun mencapai klimaks dimana rudalku menyemburkan kenikmatan-nya yang mana ada yang masuk ke mulutnya dan ada yang mengenai mukanya. Aku pun memintanya untuk menelan kenikmatanku yang masuk ke dalam mulutnya tersebut. Awalnya ia ragu untuk melakukannya, tapi pada akhirnya, ia pun mengikuti kemauanku.
Tak ingin berlama-lama berada di rumah orang, aku pun memutuskan untuk pamit, karena pada saat itu kurang lebih sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Kurang lebih aku telah menggaulinya selama 4 jam. Sebuah pengalaman baru tentunya bagi seorang Dito, ditambah lagi dilakukan di tempat dan dengan kondisi yang tidak biasa.
“besok ke warung bibi ya, To. Ada yang pengen bibi certain.” Ucapnya saat mengantarkanku menuju pintu belakang rumahnya.
Aku pun meng-iya-kan permintaannya tersebut dan langsung bergegas pulang untuk istirahat. Badanku terasa capek karena permainan yang berlangsung selama berjam-jam tersebut. Selain itu juga aku tidak dapat mengontrol nafsuku sendiri, meskipun aku sadar bahwa aku bukanlah orang lemah yang gampang keluar, namun permainan tadi dan kejadian sebelumnya benar-benar menguras tenaga dan emosiku.
Aku terbangung ketika matahari sedang terik-teriknya. Hari ini aku memiliki dua janji temu, yaitu bertemu dengan mbak Devi dan bi Nana. Aku pun kebingungan antara harus memilih mbak Devi terlebih dahulu atau bi Nana dulu. Karena kondisi perutku yang juga keroncongan, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke warung bi Nana terlebih dahulu, sembari mengisi perut, pikirku.
“bi…” sapaku ketika aku telah sampai di warung bi Nana yang Nampak bi Nana sedang sibuk melayani pembeli karena memang bertepatan dengan jam makan siang.
“eh, bentar ya, To. Lagi banyak antrean ini.” Jawabnya.
Aku pun menunggu bi Nana sembari memakan gorengan yang tersaji untuk sekedar mengganjal perutku yang kosong sedari semalam. Pandanganku tak pernah lepas dari kemolekan tubuh bi Nana tersebut. Aku merasa ada yang berbeda dari bi Nana hari ini. Ia Nampak menggunakan pakaian yang lebih ketat, tidak seperti biasanya yang menggunakan daster gombrong kesukaannya.
Aku berpikir, mungkin kali ini bi Nana lebih percaya diri akan tubuhnya sendiri setelah aku berhasil menaklukannya. Atau mungkin juga hal tersebut caranya untuk memancing nafsuku (pikir kotorku). Cukup lama dan telaten bi Nana melayani pembelinya satu per satu, hingga menyisakan aku sendiri di warung tersebut.
“mau makan apa, To?” tanyanya.
“kek biasa aja bi, telur balado sama kering tempe. Sama jangan lupa es teh nya ya.” Jawabku.
“oh iya bi, semalem katanya mau cerita. Cerita apa bi?” tanyaku setelah aku selesai menghabiskan santapanku dan bi Nana telah selesai beberes.
“hmmm…. Gimana ceritanya ya…” ucapnya.
“udahlah bi, cerita aja. Anggap aja Dito ini adek bibi.”
“adek kok kakaknya dientot.” Ucapnya frontal sembari cemberut yang dibuat-buat.
Pada akhirnya bi Nana memulai ceritanya. Ia bercerita bahwa ia selama ini tidak mendapatkan nafkah batin dari suaminya semenjak suaminya menderita penyakit jantung dan diabetes yang telah di derita kurang lebih lima tahun tersebut.
Dulu mereka sempat mencoba untuk melakukan hubungan badan tersebut, namun rudal dari suaminya tidak mampu berdiri dengan sempurna, hal tersebut tentu saja mengganggu kenikmatan dalam berhubungan badan. Selain itu juga bi Nana merasa tidak puas akan hal tersebut. Hal tersebut tentu saja mengamini apa yang pernah menjadi dugaanku sebelumnya.
Alasannya membuka warung dari pagi-pagi buta hingga hampir tengah malam pun juga merupakan salah satu bentuk upayanya untuk mencoba mengalihkan fokusnya dari ketidakpuasan di ranjangnya tersebut, terlebih lagi dia merupakan salah satu tipe Wanita yang memiliki nafsu cukup tinggi.
Meskipun demikian, ia tidak memiliki pikiran untuk bercerai dengan suaminya tersebut, lantaran mereka telah cukup lama Bersama, dan telah melewati banyak kisah Bersama. Menurutnya itu tidaklah adil jika hanya karena masalah ranjang membuat mereka harus berpisah.
“udah bi, nggak usah ditangisi, kan masih ada Dito disini.” Ucapku mencoba menghibur saat air matanya perlahan mulai menetes.
Selanjutnya, bi Nana menceritakan tentang betapa kagetnya ia saat tiba-tiba tubuhnya ingin diperkosa oleh orang yang tidak dikenal, yang tidak lain dan tidak bukan adalah aku. Ia kaget karena selama berpuluh tahun ia hidup di kampung ini selalu aman dan entah kemalangan apa yang menimpanya hingga ia hendak diperkosa oleh orang.
Ditambah lagi ia sangat terkejut ketika yang dibalik topeng tersebut adalah aku, sosok yang selama ini ia kenal sebagai pribadi yang pendiam dan tidak kenal aneh-aneh. Ia sempat memiliki pemikiran untuk berteriak maupun melaporkanku kepada pak rt, namun urung ia lakukan lantaran ia paham bahwa aku tidaklah memiliki maksud buruk terhadapnya.
Setelah rasa shock-nya tersebut hilang, muncul lah rasa penasaran dalam dirinya terhadapku. Kenapa aku seberani itu hingga hendap memperkosanya. Telah lama ia mendambakan sesosok rudal yang dapat menghujami serambi lempitnya tersebut dan kemunculan rudal tersebut ternyata di luar dari pikirannya alias tak terduga. Pada hari kedatanganku berikutnya, ia Kembali terkejut. Karena ia tak menyangka bahwa aku akan seberani dan sengotot itu untuk bisa mendapatkan tubuhnya tersebut.
Pada awalnya muncul keraguan dalam dirinya. Apakah seorang Dito yang notabene memiliki tubuh kurus kerempeng nan tinggi itu dapat memuaskan Hasrat tinggi bercinta nya yang selama ini telah ia pendam dalam-dalam. Atas dasar tersebut lah yang membuatnya menantangku untuk bisa memberikannya rasa kepuasan. Dan ternyata keraguannya tersebut salah, karena dengan gagahnya aku dapat membuatnya orgasme berulang kali dan memberikannya klimaks yang selama ini tak ia dapatkan.
Kejadian di rumahnya tersebut juga merupakan scenario yang ia rancang sebagai bentuk kekesalan dirinya terhadap suaminya selama ini. Selain itu, juga ia ingin merasakan sensasi yang berbeda dalam berhubungan badan. Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan bahwa ia sangat ingin menikmati rudalku dengan lebih baik, karena saat di warung ia masih terhalang oleh gengsinya.
“bibi selalu kangen sama ini mu to.” Ucapnya sembari mengusap-usap rudalku dari balik celanaku.
“astaga… udah-udah, ini kan lagi di warung.” Lanjutnya setelah menyadari bahwa perbuatannya tersebut bisa saja tiba-tiba dilihat oleh orang yang tak sengaja melintas ataupun ingin membeli makanan.
Benar saja. Tak berselang lama, datanglah seorang pembeli, yang ternyata adalah mbak Devi. Mbak devi pun menyapaku yang saat itu masih berada di warung bi Nana yang lalu memesan makanan.
“tumben mbak beli makanan jadi.” Ucap bi Nana sembari menyiapkan makanan yang dipesan oleh mbak Devi tersebut.
“iya nih, bi. Tiba-tiba suamiku pulang dan aku belum sempat masak. Makanya daripada nunggu aku masak, mending aku beli makanan jadi aja disini.” Ucapnya menjelaskan sembari sesekali melirikku.
“wah… nggak jadi dapet jatah nih hari ini.” Ucapku dalam hati setelah mendengarkan jawaban dari mbak Devi tersebut.
Tak berselang lama, setelah makanan pesanannya selesai disiapkan, mbak Devi pun berpamitan untuk pulang. Aku pun menjadi penasaran dengan persetubuhannya dengan suaminya itu. Sejenak aku berpikir, tidak mungkin jika langsung siang ini mereka melepaskan kerinduan mereka di ranjang, karena pasti suaminya capek setelah perjalanan jauh. Ya, mungkin nanti malam, asumsiku sih seperti itu.
Aku pun melanjutkan obrolanku Bersama dengan bi Nana. Kali ini obrolan kita tidak menjurus pada hubungan ranjang, melainkan lebih ke pada bi Nana menanyaiku perihal keluargaku dan kehidupanku. Terlebih mamaku dulu beberapa kali sempat singgah di rumahku dan sering membeli lauk pauk di warung bi Nana ini, sehingga sedikit banyak mereka telah kenal satu sama lain.
“bisa nih bi nanti malam.” Ucapku sembari meremas bokongnya yang bahenol itu saat ia hendak beranjang dari kursinya dan ingin memasak Kembali masakan yang telah habis stoknya.
“nggak ah to, bibi capek, pengen istirahat. Ini tadi aja bibi kesiangan buka warungnya.” Ucapnya merajuk.
“lagian kan nggak mungkin juga suami bibi, bibi kasih obat tidur tiap malem juga kan.” Imbuhnya.
Aku pun kecewa dengan ucapannya tersebut, namun aku masih berpikir jernih, bahwa yang dikatakan oleh bi Nana tersebut memang benar. Sejurus kemudian aku memutuskan untuk pulang dan melakukan ritual tidur siangku sebelum nanti malam mengeksekusi rencanaku, yaitu mengintip mbak Devi dan suaminya yang (mungkin) akan melepaskan rindu mereka di atas ranjang yang pernah aku nodai itu.
…..
Akhirnya aku terbangun tepat pukul delapan malam. Aku pun mengecek portofolio crypto dan forexku yang selama ini tak ku sentuh lantaran kesibukanku dalam dunia perlendiran. Alangkah terkejutnya aku jika hampir seluruh portofolioku memerah alias rugi, dan beberapa yang ijo pun tak mampu menutupi kerugian yang aku peroleh tersebut. Tak ingin berpusing-pusing ria, akhirnya aku memutuskan untuk mandi dan segera bergegas menuju rumah mbak Devi.
Aku pun menyusuri jalan kampungku tersebut yang ketika telah memasuki jam 9 malam seperti tak terlihat kehidupan, dan hanya ada sesekali orang lewat menggunakan sepeda motor. Tak butuh waktu lama bagiku untuk sampai di rumah mbak Devi karena memang jarak antara rumahku dan rumahnya tidaklah jauh.
Sesampainya disana aku kebingungan mencari spot untuk mengintip, lantaran kondisi rumahnya yang terhitung di pinggir jalan dan rentang dipergoki oleh warga yang sedang meronda jika aku sedang mengintip. Aku pun mimiliki pikiran jika cara teraman untuk mengintip adalah dengan masuk ke dalam rumahnya dan mengintip dari dalam.
Sebelum memutuskan untuk masuk ke dalam rumahnya, terlebih dahulu aku pastikan jika kedua pasangan tersebut sudah masuk ke dalam kamar, sehingga aku dengan bebas dapat masuk ke dalam rumahnya. Dan benar saja, ternyata mereka telah masuk ke dalam kamar mereka dan sedang asik bercengkrama.
Aku mencoba untuk masuk ke dalam rumah mbak Devi melalui pintu belakang rumahnya tersebut. Dan lagi-lagi dewi fortuna sedang berpihak kepadaku, yang entah dengan sengaja atau tidak, ternyata pintunya tidak dikunci.
Sejurus kemudian aku telah berada di depan kamar mbak Devi. Dengan bantuan bangku kayu, aku meraih ventilasi yang berada tepat diatas pintu kamar mereka dan Nampak mereka masih asik bercengkrama. Tak perlu aku menunggu lama hingga adegan yang aku nanti-nantikan pun hadir.
Mulai dari permainan bibir dan lidah mereka dengan posisi yang masih sama seperti semula. Sembari melakukan permainan bibir, mereka juga merangsang satu sama lain, yaitu suami mbak Devi meremas-remas duo bukit kembar jumbo milik mbak devi, dan mbak devi mengurut-urut rudal milik suaminya tersebut yang masih sama-sama terbungkus oleh pakaian mereka
“mmmppppp……..” bunyi mulut dan lidah mereka yang saling beradu.
“ohhhh… pahhhhhh.”
Sementara aku masih menyimak permainan mereka berdua, tentunya dengan kondisi dari si otong yang perlaham mulai mengeras. Tak berselang lama ternyata mereka mengakhiri permainan bibir mereka yang lalu suami mbak devi beranjak dari tidurnya dan menuju ke bawah.
Mula-mula ia melucuti pakaiannya yang kemudian diikuti oleh mbak devi. Nampak samar terlihat jika rudal dari suami mbak devi tak sebesar punyaku, dan dari situ muncul rasa sedikit sombong dari dalam diriku. Perlahan ia mengangkangkan kaki mbak devi dan Nampak perlahan mulai mengarahkan rudalnya menuju sarangnya.
“aku masukin sekarang ya maaa.” Ucap suami mbak devi yang selanjutnya hanya dibalas anggukan oleh mbak devi. Ngocoks.com
“ohhhh….. lebih dalamm…. pahhhh…..” lengkuh mbak devi ketika perlahan namun pasti rudal dari suami mbak devi masuk ke dalam serambi lempit-nya. Sementara suami mbak devi hanya diam sembari menikmati penetrasinya.
“iyaahhhh….. mmmppphhhhh….”
Suami mbak devi memulai permainan dengan tempo lambat. Aku berpikir jika ia langsung gaspol, maka saat itu juga ia akan keluar, makanya ia memompa rudalnya dengan perlahan. Sementara itu, tangannya tak tinggal diam, tangannya meremasi duo toket besar dari milik mbak devi tersebut. Perlahan namun pasti, tempo genjotannya mulai meningkat.
“ahhhh….. terusss pahhh…..”
“ohhh….. ahhhhh……”
“serambi lempitmu masihhh sempittt jugaa maaaa…” ucap suaminya.
“akhhh…. Aku keluar maaaa….”
Tak berselang lama, kurang lebih 7 menit, ternyata suami mbak devi sudah mengalami orgasmenya, hal tersebut membuat mbak devi kecewa, karena belum merasa puas terhadap permainan suaminya tersebut. Yang tak kalah mengejutkan adalah ketika tiba-tiba suaminya melepaskan rudalnya dari serambi lempit mbak devi dan beranjak turun dari kasunya menuju ke arahku.
Secepat kilat aku langsung turun dan merapihkan bangku yang aku gunakan dan lalu bersembunyi di balik sofa. Dan ternyata suami mbak Devi pergi ke kamar mandi untuk mandi, hal tersebut aku ketahui karena, terdengar suara gemericik air tanda suami mbak Devi sedang menggunakan kamar mandi.
Tak berselang lama kemudian ternyata mbak Devi mengikuti suaminya yang keluar kamar. Nampak ia mengenakan daster terusan yang aku prediksi ia tak mengenakan pakaian dalam. Langsung saja aku ikuti mbak devi yang menuju dapur tersebut. Ia ternyata menuju kulkas yang mungkin ingin mengambil minuman dingin. Saat ia menungging hendak mengambil botol air segera aku hujamkan rudalku yang telah aku keluarkan dari sarangnya sebelumnya.
“ssssstttttt…..” bisikku saat rudalku telah separuhnya masuk dan ia menoleh terkejut ke arahku.
Bersambung… “aku tau kok mbak Devi belom klimaks.” Ucapku berbisik
“iyahhh…. Genjott serambi lempitku maassshhh…..” ucapnya dengan lirih
Perlahan aku mulai menggenjot rudalku yang berada di dalam serambi lempit mbak Devi. Botol minuman dingin yang tadinya hendak ia ambil kini ia taruh Kembali dan tangannya ia gunakan sebagai tumpuan dengan memegang kulkasnya tersebut.
“ohhh…. Mmmphhhhh….” Mbak Devi berusaha menahan desahannya karena takut terdengar oleh suaminya yang sedang mandi.
“ohhhh….. serreettt mbakk serambi lempitmu…” ucapku
“iyahhh…. Terus….”
“aukhhh….” Pekiknya agak keras ketika rudalku aku hujamkan seluruhnya ke dalam serambi lempitnya tersebut.
“ma? Mama kenapa?” tanya suami mbak devi dari balik dinding kamar mandi.
“mmmmhh…. Ini pa, kaki mama kesandung…” ucap mbak devi sembari masih aku genjot serambi lempitnya.
Tak ingin mengambil resiko, karena sudah tak terdengar gemericik air, maka aku cabut rudalku dari serambi lempit mbak devi dan aku Tarik mbak devi menuju ke meja makan di dapur miliknya. Aku bersembunyi di balik meja dan mengobel serambi lempitnya, sementara ia duduk diam mematung di dekat meja tersebut seperti ingin menyambut suaminya. Dan ternyata firasatku benar, tak berselang lama tedengar bunyi pintu kamar mandi di buka. Sementara aku masih memainkan serambi lempit mbak devi dari bawah meja.
“mama ngapain bengong disitu?” tanya suami mbak devi sesaat setelah ia keluar dari kamar mandi dan mendapati istrinya sedang berdiri mematung di dekat meja.
“mmmm…. Ini pa, mama mau bikin mie instant.” Ucap mbak devi mengeles, sementara serambi lempitnya masih aku mainkan dari balik daster yang masih ia kenakan.
“oh, yaudah deh, papa tidur dulu ya ma, capek…. Cup….” Ucap suami mbak devi sembari mengecup kening mbak devi dan berlalu masuk ke dalam kamar.
Aku yang telah mendapatkan lampu hijau karena suami mbak Devi telah beranjak untuk tidur pun segera keluar dari tempat persembunyianku. Dan meminta mbak devi untuk berdiri. Sejurus kemudian aku juga meminta kaki kanan mbak devi untuk berpijak di kursi sehingga aku bisa memenggenjotnya dari depan.
“ayo masukin masss…. Aku udah nggak tahan….” Ucapnya manja.
“iya mbak, sama.”
Perlahan rudalku aku arahkan ke serambi lempitnya. Dan dengan sekali hentakan separuh rudalku berhasil masuk ke dalam sarangnya.
“heghhh…. Pelan mashhh….” Ucapnya
“ohhhh…. Genjott teruss mashhh…. Ahhhhhh…..”
“lebih dalemmm…..”
“ahhhh…. Terusss…. Hisappp pentilkuuhh…..” rintihnya ketika bibirku mulai menjamah toketnya yang kenyal itu.
Tak ingin membiarkannya terus merancau tak karuan yangmana mungkin bisa terdengar oleh suaminya, segera aku lumat bibirnya agar suaranya tidak terdengar. Sementara rudalku masih terus menghujami serambi lempitnya tersebut.
“mmmm……”
“akhhh……” desahannya kini tertahan oleh sumpalan bibirku.
Sejurus kemudian bibirku berpindah menuju lehernya. Ia pun tak kuasa untuk membendung orgasmenya.
“oughhhh….. akuu keluargghhh….” Ucapnya, sementara serambi lempitnya berkedut mengeluarkan kenikmatannya.
Setelah mbak devi mencapai orgasmenya, segera aku cabut rudalku yang masih tegang itu dari serambi lempitnya.
“jepit pake tetemu dong mbak, masih tegang nih.” Ucapku
Sejurus kemudian ia mengabulkan permintaanku. Dengan sedikit berjongkok, ia menjempit rudalku. Sementara aku mulai memaju mundurkan rudalku yang kini telah tenggelam batangnya diantara bongkahan toket gedhe milik mbak Devi tersebut.
“empukk mbakk…. Ohhh…..”
“enakkk mbakkk… ahhhhh…..”
Mbak devi pun membuka mulutnya, sehingga kepala rudalku pun yang semula menyodok-nyodok mulutnya kini dapat masuk ke dalam mulutnya.
“iyahhh…. Begituu…..” aku terus merancau merasakan jepitan dari toket besarnya itu.
Tak berselang lama, ia melepas rudalku dari jepitan toketnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Kali ini ia yang aktif dengan memaju-mundurkan kepalanya sendiri.
“oughhhh…. Terus mbakkk….”
“akuhhh keluar mbakkk…. Ahhhhh……”
crottt…crottt….crottt
Aku menumpahkan seluruh kenikmatanku ke dalam mulut mbak devi yang langsung ditelan olehnya. Setelahnya ia tersenyum kenikmatans kepadaku.
“udah dulu ya mas, takut suamiku nyariin.” Ucapnya sembari berdiri dan merapihkan daster terusannya itu.
“oh iya, ngomong-ngomong kamu lewat mana, kok bisa masuk?” lanjutnya.
“tuhh…” jawabku sembari menunjuk pintu belakang yang tadi aku gunakan untuk masuk ke dalam rumahnya.
“oh iya astaga, aku tadi lupa ngunci.” Ucapnya sambil menepok jidat.
“tapi dapet enakkan.” Jawabku. Mbak Devi tak menjawab dan hanya mencubit perutku sembari senyum kenikmatans.
“dah, yuk aku antar keluar.” Lanjutnya.
“dihhh…. Ngusir nih…” gerutuku.
Aku pun bergegas untuk keluar rumah mbak Devi melalui pintu belakang dengan ditekenikmatannya. Sesaat sebelum aku pulang, aku sempat Kembali memagut bibirnya.
“dah, dah, dah…. Pulang sana.” Ucapnya sembari melepaskan ciumanku ketika tanganku mulai menggerayangi selangkangan dan toketnya.
“gajadi pulang entar kalo diterusin.” Lanjutnya.
Aku pun hanya tersenyum dan bergegas untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku langsung membersihkan diri dan Kembali meratapi portofolioku yang memerah. Lama aku berfikir tentang itu, apakah aku harus melepaskan semuanya atau tetap menahannya dengan resiko jika terus menahannya akan mendatangkan malapetaka.
Semalaman aku terus memandangi layar komputerku itu. Dari grafik yang tersaji, Nampak sulit bagiku untuk Kembali mencapai titik untuk atau setidaknya impas, hal tersebut karena grafiknya terus mengalami kemerosotan dari hari ke hari. Aku berupanya untuk melakukan open position Kembali untuk menebus segala yang telah hilang itu, namun apa daya. Aku terlalu mengikuti nafsuku sehingga bukannya menjadi pemecah masalah, tetapi justru menimbulkan masalah baru.
……
Beberapa hari kebelakang aku hanya tidur kurang lebih 3 jam, karena terus berkutat dengan portofolioku yang memerah. Tak hanya itu, aku juga hanya makan sekali sehari, itu pun dengan lauk seadanya, seperti sarden dan mie instant. Hingga puncaknya pada hari ini aku tumbang dengan kondisi kepala pusing, berputar-putar dan badan yang lemes.
*tutttt…..tuuuttttttt….tutttt….” bunyi nada sambung ketika aku berusaha menghubungi mamaku.
“halo nak, kenapa?” tanya mamaku dari balik telepon saat telah tersambung.
“Dito sakit, Ma. Badan dito lemes, kepala pusing muter-muter.” Ucapku
“astaga nakk, yaudah… mama segera kesana. Tahan sebentar ya, nak.” Ucap mamaku panik
Satu jam kemudian, mamaku telah sampai di rumah ku dan langsung membawaku ke rumah sakit. Setelah melewati segala pemeriksaan dokter akhirnya aku didiagnosa terserang penyakit tipes yang mengharuskanku melakukan bedrest. Selanjutnya aku digiring menuju ke ruang rawat inap yang terdapat di rumah sakit tersebut.
“Nak, besok tante wulan sampe sini, dan dia bersedia buat jagain kamu. Mama harus nemenin papamu dinas di luar kota soalnya, jadi mama nggak bisa nungguin kamu.” Ucap mamaku.
Aku pun hanya mengangguk lemah, karena memang kondisi badanku yang masih lemas. Aku memang dapat memaklumi jika mamaku ini merupakan orang sibuk. Selain sibuk mengurus toko rotinya, ia juga selalu ikut ketika papaku melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Sementara tadi, mama terlihat sibuk berbincang dengan seseorang yang ternyata adalah tante Wulan. Kedatangannya terpaksa dipercepat lantaran kondisiku yang tengah sakit ini.
Aku Kembali terbangun di pagi hari dengan kondisi badan yang masih bisa dikatakan cukup lemas dengan tangan masih tertancap jarum infus. Sejurus kemudian, aku melihat perawat masuk ke dalam ruanganku yang hanya diisi oleh satu pasien saja, yaitu aku sendiri. Setelahnya perawat tersebut pergi dan mama yang sedari kemarin menungguiku memintaku untuk memakan makanan yang telah disiapkan oleh perawat tadi. Dengan telaten mamaku menyuapiku, namun karena aku tak memiliki nafsu makan yang cukup, setelah tiga suap aku meminta mamaku untuk berhenti menyuapiku.
“Nak, ini tantemu udah hampir sampai, mungkin satu sampai dua jam lagi dia bakal sampai.” Ucap mamaku yang memberitahuku jika tante wulan akan segera sampai.
Setelah ritual sarapan pagi, Kembali aku tertidur pulas lantaran kondisi badanku yang masih terasa lemas. Entah sudah berapa lama aku tertidur hingga aku terbangun oleh suara bising yang aku kenal adalah suara mamaku Bersama dengan suara orang asing yang belum aku kenal. Perlahan aku membuka mataku dan melihat mama sedang duduk di sofa tunggu pasien dan bercengkrama dengan seseorang yang terlihat asing bagiku.
“eh, anak mama udah bangun. Masih ingat dengan tante wulan kan?” ucap mamaku setelah beranjak dari sofa dan datang menghampiriku. Sementara tante wulan juga berjalan mengikuti mamaku dan hanya tersenyum ketika mama berbicara.
Aku Nampak melakukan screening terhadap tante wulan itu. Ternyata, tante wulan yang sudah tak pernah aku lihat beberapa tahun itu kini telah berubah. Perawakannya memang tak berubah, masih seperti dulu, tidak tinggi namun juga tidak pendek, tetapi sekarang terlihat lebih ideal. Namun yang bikin aku tidak menyangka adalah bokong yang tetenya yang terlihat padat berisi. Ditambah lagi ketika itu, ia datang dengan balutan kemeja pink yang dimasukkan ke dalam celana dengan cuttingan ketat berpadu padan dengan celana Panjang yang sukses mencetak bokongnya. Langsung berdiri rudalku dibuatnya.
“kamu mikirin apa sih, To. Kok sampe tipes gini.” Ucap tante wulan
“mbak nitip dito ya, Lan.” Saut mamaku.
“iya, mbak. Mbak tenang aja pokoknya.” Jawab tante Wulan.
Setelah itu, mamaku berpamitan untuk pulang karena ingin mempersiapkan segala sesuatu kebutuhan yang akan digunakan di luar kota nanti. Mamaku juga berpesan kepadaku untuk menjaga kondisi tubuhku dan mengingatkan tante wulan untuk perhatian kepadaku, tentunya dengan nada bercanda. Aku pun cukup senanga dengan kehadiran tante wulan, karena baru sekali lihat saja sudah membuat rudalku berdiri, hehehe.
Beberapa hari ini aku masih terbaling lemah di rumah sakit dengan dibantu tante Wulan yang dengan setia menungguiku. Tak ada kejadian aneh-aneh antara aku dan tante wulan ketika di rumah sakit, selain karena kondisi tubuhku yang masih terbaring lemah, aku juga takut kalau macam-macam dengannya akan dilaporkan kepada mamaku yang tentunya juga akan sampai pada telinga papaku. Papaku merupakan orang yang tak kenal kompromi terhadap seseorang yang berbuat kesalahan, meskipun itu anaknya sendiri, sehingga aku sangat segan dan menghormati beliau.
Tepat hari ini, dokter telah memperbolehkan ku untuk pulan karena kondisi tubuhku yang telah membaik. Aku pun menyambut gembira kabar dari dokter tersebut, karena rasanya sudah sangat lama sekali rudalku tidak merasakan jepitan meki, dan aku sudah rindu akan hal tersebut.
Setelah mempersiapkan segala sesuatu dan memesan taxi online, akhirnya aku dan tante Wulan pulang ke rumahku. Sepanjang perjalanan, aku dan tante Wulan banyak mengobrol ngalur ngidul dan bercanda ria, namun aku masih belum berani untuk berbicara seputar bercinta kepadanya. Hingga tak terasa kami sudah sampai di depan rumahku.
“keren juga kamu ya, To. Masih muda, tapi udah bisa beli rumah sendiri. Papa mamamu pasti bangga.” Ucap tante wulan saat kami hendak masuk ke dalam rumah.
“ah, nggak juga lah tante. Ini mah belum ada apa-apanya dibandingin sama papa.” Ucapku merendah.
Setelah itu, aku menunjukkan kamar yang akan digunakan oleh tanteku itu, sebagai gambaran, rumahku ini memiliki 3 kamar tidur dengan kamar tidur dengan masing-masing memiliki ukuran 3×3, selain itu juga terdapat kamar mandi yang berada di dapur. Sementara itu, terdapat lahan yang masih cukup luas di depan maupun belakang rumah ini, karena memang ukuran dari rumah ini tidaklah begitu besar.
Setelah mempersilahkan tante Wulan untuk beristirahat, segera aku menuju kamarku untuk Kembali merebahkan badanku, rasanya masih sedikit lemas. Hingga akhirnya tak berasa aku sudah tertidur pulas dan terbangun ketika tanteku membangunkanku untuk makan dan meminum obat. Nampak aku terkejut dengan pemandangan tante yang membangunkanku, karena ia hanya mengenakan tank top dan juga legging yang otomatis mencetak lekukan tubuhnya. Seketika si otong juga langsung berdiri yang untungnya masih tertahan oleh sempakku sehingga tidak begitu menonjol keluar.
Segera aku memakan makanan yang telah disiapkan oleh tante Wulan tersebut. Ditengah sedang menikmati makanan tersebut, ternyata tante wulan melanjutkan aktivitasnya, yaitu melakukan yoga di ruang tengah. Aku pun melihatnya dengan bercintaama dan menarik kesimpulan bahwa selama ini yang membuatnya berubah adalah ia sering melakukan yoga, sehingga badannya menjadi kencang dan sintal seperti sekarang ini.
“capek, Tan?” tanyaku basa-basi saat tante Wulan melewatiku hendak ke kamar mandi.
“iya nih, mau langsung mandi. Oiya obatnya jangan lupa diminum ya, To.” Ucapnya sambil berlalu.
Setelah itu pun aku juga Kembali ke kamarku untuk beristirahat, jadi interaksi yang terjadi antara aku dengan tante Wulan masih tergolong sedikit. Tetapi meskipun demikian, tante wulan terlihat sangat peduli terhadapku. Aku pun sampai sekarang juga belum mengetahui alasannya mengapa ia sampai lari pergi ke luar pulau. Mungkin terdapat masalah keluarga yang sedang menimpanya, terlebih lagi di sana ia masih tinggal Bersama dengan mertuanya, pikirku.
Hari dimana aku diperbolehkan untuk pulang ini, aku habiskan untuk banyak beristirahat, dan karena kebanyakan istirahat tersebut membuatku bangun cukup cepat pagi hari ini. Aku melihat jam, ternyata hampir jam 4 subuh. Aku pun memiliki pikiran untuk menghampiri bi Nana untuk sekedar melepas pejuh, eh rindu maksudnya.
Sejenak aku melihat kamar tante Wulan yang masih tertutup rapat, itu berarti tante wulan masih belum terbangun, sehingga aku tak terlalu pusing-pusing mencari alasan untuk bisa keluar dari rumah. Dengan Langkah perlahan aku menuju ke warung bi Nana. Kondisi saat itu cukup dingin yang mana mampu menusuk hingga ke tulang. Sesampainya disana, ternyata diluar dugaanku. Warung bi Nana masih tertutup rapat. Aku pun duduk di kursi depan warung bi Nana dengan harapan bi Nana segera datang.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tak berselang lama, terlihat Langkah dari sesosok yang aku nantikan, tak lain dan tak bukan adalah bi Nana. Pada mulanya bi nana menyapaku dan menanyaiku tentang beberapa hari ini yang seolah aku menghilang tanpa jejak. Aku pun menjelaskan kondisiku pada saat itu, dimana aku terjangkit penyakit tipes. Bi nana pun menyimak dengan bercintaama ketika mendengarkan setiap penjelasan yang aku berikan tersebut.
Setelah itu bi Nana berpamitan untuk masuk kedalam warung untuk menyiapkan masakannya. Awalnya aku hanya memperhatikannya membuka pintu, mataku selalu mengarah pada bokong bohaynya dan juga toket montoknya. Setelah ia membuka pintu, aku pun membuntutinya masuk ke dalam warung. Sejurus kemudian aku mengunci warung dari dalam dan segera memeluk bi Nana yang terdiam sejenak ketika mendengar pintu warungnya aku kunci dari dalam.
“kangen, Bi.” Ucapku manja sembari memeluknya dari belakang.
Bi nana pun tak menjawab ucapanku tersebut, namun juga tak berusaha menolak apa yang aku lakukan. Segera aku melancarkan rangsangaku pada area lehernya, mulai dari ciuman di leher hingga jilatan-jilatan manja hingga belakang telinganya aku layangkan. Ngocoks.com
Sementara itu, bi Nana hanya mendesis pelan dan memejamkan matanya menikmati permainanku tersebut. Tanganku pun tak tinggal diam, mulai aku gerayangi toket montoknya dari balik cardigan dan juga daster terusan yang ia kenakan itu. Sementara tangan kananku mulai menjamah area mekinya yang perlahan mulai basah akibat dari rangsangan yang aku lakukan.
“ahhh….. bibi juga kangen too….” Ucapnya ditengah-tengah rangsanganku.
Sejurus kemudian bi Nana membalikkan badannya dan langsung mencumbu bibirku. Dilumatnya bibirku dan kami saling beradu permainan lidah. Tak lama kemudian, bi Nana melepaskan ciumannya dan langsung berlutut di hadapanku dan dengan sekejap melorotkan celana kolor yang aku kenakan tersebut. rudalku pun langsung “menodong”-nya, karena memang aku tak mengenakan celana dalam di balik kolorku tersebut.
“rasanya Bibi udah lama nggak melihat rudal ini.” Ucap bi Nana sembari menoel-noel rudalku dan mengocoknya perlahan.
“emut lah bi. Kurang kalo Cuma dikocong doang mah” Pintaku.
Bi Nana pun mengabulkan permintaanku.
“ohhh…. Lidahmuu enakk bii…” ucapku ketika lidah bi Nana mulai bermain pada kepala rudalku yang kemudian berlanjut menuju batangnya.
“ahhhh… terus biii… lebih dalemmmm….” Ucapku ketika bi Nana mulai memasukkan rudalku ke dalam mulutnya tersebut.
Aku benar-benar menikmati permainan oral yang diberikan oleh bi Nana. Merem melek aku dibuatnya. Sudah sekian lama aku tidak merasakan permainan seperti ini karena kondisi tubuhku yang mengharuskan ku untuk beristirahat tersebut. Tak ingin cepat keluar dibuatnya, segera aku menghentikan blowjob tersebut. Segera aku merebahkan tubuh bi Nana di lantai warungnya tersebut dan mengangkat daster terusannya tersebut hingga ke perut dan melorotkan celana dalam warna putih miliknya tersebut hingga terlepas.
“ohhh… teruss too…. Colokkk….” Bi Nana mulai merancau ketika perlahan jari jemariku mulai menari di mekinya tersebut.
Sementara itu, tangan kiriku tak ingin ku biarkan menganggur. Segera aku menyusupkan tangan kiriku masuk ke dalam dasternya dan sedikit melorotkan bra yang ia kenakan dan memainkan toket gede-nya tersebut.
“ahhhh….. ohhhh…. Remasss…. Colookkk…. ahhhhh….” bi Nana merancau semakin menjadi-jadi akibat permainan yang aku berikan. Sementara itu serambi lempitnya semakin basah akibat ulahku tersebut.
“ohhhh…. Terussss….. ahhhhh…. Keluarrrghhhh….” Ucapnya tak berselang lama ketika lidah dan mulutku mulai menjalankan aksinya pada mekinya tersebut.
Sejurus kemudian bi Nana menyemburkan cairan kenikmatannya yang langsung melumeri mulutku. Tak ingin berlama-lama segera aku posisikan rudalku untuk melakukan penetrasi ke dalam mekinya tersebut. Bi Nana masih pada posisinya semula yang kemudian dengan perlahan, kepala rudalku mulai menusuk masuk ke dalam mekinya tersebut.
“ahhh…. Pelannn…. Ohhhh…” ucapnya ditengah usahaku memasukkan batang rudalku ke dalam serambi lempitnya tersebut.
“iyaahhh biii… singset bgt serambi lempitmuu…” ucapku karena memang serambi lempitnya masih tergolong rapet di usianya yang hampir menginjak kepala empat ini.
Perlahan namun pasti, kini rudalku hampir sepenuhnya terbenam pada serambi lempit bi Nana. Genjotan demi genjotan mulai aku layangkan. Sementara itu, aku Kembali menaikkan dasternya, yang semula hanya sampai perut, kini aku naikkan lagi hingga terpampang dua bukit kembar milik bi Nana tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, aku juga melorotkan Kembali bra-nya hingga ke perutnya.
“mmmphhhhh….” Suara yang keluar dari mulut bi Nana ketika mulutnya kini tersumpal oleh mulutku karena aku mulai menindih tubuhnya dan menyergap mulutnya. Sementara itu, genjotan demi genjotan masih aku layangkan.
“hisapp… ahhhh…. Lebih cepettthhh….” Ia terus merancau ketika mulutku kali ini telah turun menuju ke tetenya.
Setelah cukup lama dan puas dengan permainanku pada posisi tersebut, kini aku meminta bi nana untuk berbalik badan dan menungging. Ternyata kali ini bi Nana cukup kuat menahan gempuranku, karena sampai saat ini ia belum mencapai orgasemnya yang kedua. Sejurus kemudian, Kembali aku mengarahkan kepala rudalku menuju sarangnya.
“auuuhhh…” pekiknya ketika tamparanku mendarat di pantat bercintainya tersebut.
“auhhh….ohh…ohhhh….. ohhh….” Bi Nana Kembali merancau ketika kali ini aku langsung memainkan tempo cepat pada permainanku tersebut.
“terusss… ohhh… ampunnn….”
“iyahhh…..”
Hampir lima belas menit kami bermain pada posisi doggy hingga bi Nana akan mencapai orgasmenya untuk yang kedua kali.
“aku keluar too….. ohhhh….” Erangnya yang langsung dibarengi dengan jepitan serambi lempitnya dan semburan cairan kenikmatan miliknya tersebut.
serambi lempitnya semakin menjepit dan berkedut, sementara aku semakin semangat menggenjotnya.
“aku bentar lagi bihh… ahhh…”
Segera aku Tarik rudalku dan aku semburkan seluruh kenikmatanku ke atas pantat semoknya tersebut. Sengaja aku melumeri bokongnya itu, karena bisa di bilang aku sangat terobsesi dengan bokongnya itu. Setelahnya, aku pun terduduk lemas akibat orgasmeku tersebut. Aku pun menyadari bahwa staminaku belum sepenuhnya pulih pasca opname dan juga penyakit yang mengharuskan ku untuk bedrest.
“lagi-lagi Cuma kamu, To. Yang bisa bikin bibi puas.” Ucap bi Nana sembari membetulkan Kembali pakaiannya tersebut. Sementara sperma yang tadi aku tumpahkan di pantatnya tidak ia bersihkan dengan dalih ingin ia bersihkan nanti ketika ia mandi. Kemudian bi Nana pun meninggalkanku dan beranjak ke dapur untuk memasak makanannya karena hari akan segera siang. Sementara aku, segera berpamitan untuk Kembali pulang, takutnya tante Wulan khawatir karena aku sudah tidak ada di kamar.
“dari mana kamu to?” ucap tante wulan yang sudah mengenakan stelan tangkop dan legging-nya Bersiap untuk memulai yoga-nya.
“abis jalan-jalan sambil cari udara segar, Tan.” Jawabku sambil mataku focus kepada dua bukit kembar miliknya dan juga bokong bercintainya.
Setelahnya, aku beranjak masuk ke dalam kamarku untuk Kembali beristirahat dan mengisi energiku yang telah habis terkuras setelah “berolahraga pagi” Bersama bi Nana tadi. Hingga tanpa aku sadari, aku terlelap dalam tidurku. Tanpa aku sadari, aku tidur cukup lama, dan terbangun ketika matahari sudah berada tepat di atas kepala. Segera aku memakan masakan dari tante wulan dan meminum obat, sementara itu, aku melihat tante wulan sedang berada di ruang tengah dan sedang menonton FTV.
“tante keluar sebentar ya, To. Mau main ke tetangga sebelah. Ada anak kecil lucu ternyata, siapa tau tante cepet nyusul punya anak lucu juga.” Ucap tante Wulan berpamitan kepadaku dengan antusiasnya.
Sementara aku yang sedang berada di depan komputerku hanya menganggung, yang sejurus kemudian aku terpikirkan oleh omongan dari tante wulan tersebut.
Bersambung… Aku masih memikirkan kata-kata tante wulan sebelum ia beranjak pergi. Apakah anak kecil lucu yang dimaksud tante adalah anak dari mbak devi? Karena setauku yang sedang memiliki anak kecil dan merupakan tetangga terdekatku adalah mbak Devi. Pertanyaan lain juga muncul di benakku, apakah pelarian tante wulan ke rumahku ini juga ada kaitannya dengan dia yang sampai saat ini belum diberi momongan, padahal usia perkawinannya sudah cukup lama?
Tak ingin berlama-lama larut dalam pertanyaan yang muncul di otakku, segera aku mengalihkan fokusku untuk Kembali membuka portofolioku yang semenjak aku masuk rawat inap tak lagi tersentuh. Bukannya membuat pikiranku lepas, justru malah membuat otakku semakin ruwet. Bagaimana tidak, kali ini portofolioku semakin parah memerah dan aku diambang kebangkrutan. Ditambah lagi, karena manajemen keuangan dan psikologisku juga amburadul karena terhasut oleh nafsu belaka membuat cadangan uangku semakin menipis.
Kembali aku matikan komputerku lalu aku pun membakar sebatang rokokku yang udah beberapa hari tak tersentuh. Aku berharap, masalah yang sedang melanda ini menguap Bersama dengan asap yang aku semburkan, namun nyatanya hingga aku menghisab habis sebatang rokok itu, masalah tersebut tidak berhasil lari dari pikiranku.
Tak terasa, sore pun tiba ketika aku mendengar alunan music yang dimainkan lewat spiker yang aku kenal milik tante wulan, itu menandakan bahwa ia sedang melakukan yoga. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan menikmati anugerah Tuhan, segera aku beranjak keluar kamar untuk melihat kegiatan yang dilakukan tante Wulan tersebut.
Aku tak lagi terkejut ketika tante wulan mengenakan pakaian ketat yang sukses mencetak body-nya itu. Dan lagi-lagi batangku keras dibuatnya. Aku menyaksikan dengan bercintaama setiap Gerakan yang dilakukan oleh tante Wulan. Aku juga membayangkan bagaimana jika aku dapat bersetubuh dengannya, ohhhh…. Pasti rasanya sangat nikmatt…. Karena aku yakin serambi lempitnya pasti seret dan menjepit ketika aku sodok menggunakan rudalku ini.
“gimana kondisimu sekarang, To?” ucap tante wulan sembari membuka kulkas dan mengambil minuman dingin yang membuyarkan lamuanku.
“eh…. Udah gapapa kok, Tan.”
Aku semakin terpesona ketika melihat tante wulan basah oleh keringatnya. Buliran-buliran keringat yang mengalir tersebut seolah menambah kebercintaiannya yang semakin terpancar. Batangku pun semakin menegang dibuatnya. Ditambah lagi ketika ia beranjak pergi melewatiku menuju ke ruang tengah, ohh… betapa indahnya bokong bergoyang yang tercetak sempurna oleh balutan legging-nya tersebut.
Segera aku beranjak dari tempatku duduk menuju ke kamarku. Setelah mengunci kamar, aku pun meloloskan celanaku sehingga batangku dapat berdiri dengan gagah dan leluasa. Segera aku merebahkan diri dan ber-fantasy membayangkan bersetubuh dengan tante Wulan. Aku pun mengocok rudalku sembari ber-fantasy ria. Namun aku tak menemukan kenikmatan jika hanya bisa membayangkan tubuhnya tersebut, aku butuh sosok yang nyata. Namun, lagi-lagi hubungan sedarah dan kedekatannya dengan keluargaku menjadi penghambat nafsuku, aku masih belum berani bertindak lebih jauh lagi.
“mbak kangen, To.” Bunyi pesan dari mbak Devi yang membuyarkan fantsy-ku
“kebetulan banget ini mah, nafsuku bisa disalurin ke mbak Devi.” Ucapku dalam hati.
“sama mbak, tapi kan suami mbak ada di rumah.” Jawabku.
“tenang aja, dia udah balik kerja lagi kok.” Jawabnya beberapa saat kemudian.
“tunggu aku nanti malam mbak.” Jawabku dengan antusias.
Entah keberuntungan apa yang selalu menaungiku dalam hal per-menggenjot-an duniawi ini, seakan selalu ada saja jalan untuk aku bisa melampiaskan Hasrat nafsuku. Seakan semesta selalu berpihak kepadaku ketika rudalku ini mulai rindu akan belaian seseorang. Jalan pun selalu terbuka lebar untukku ketika ingin menikmati tubuh seseorang. Sungguh beruntungnya aku.
Malam harinya, aku tak langsung terburu-buru menuju rumah mbak Devi. Aku memastikan terlebih dahulu bahwa tante Wulan sudah tertidur agar aku tak perlu susah payah mencari alasan. Sejenak aku mengendap-endap memastikan bahwa tante wulan sudah masuk ke dalam kamarnya dan dengan perlahan aku membuka pintu kamarnya, ternyata ia sudah tertidur. Tanpa ingin membuang waktu, aku bergegas menuju rumah mbak Devi.
tok…tok…tok… aku mengetuk pintu belakang rumah mbak Devi yang tak lama kemudian langsung dibukakan olehnya.
“kangen banget aku mbakk….” Ucapku sembari memeluknya dari belakang ketika ia mengunci Kembali pintu belakang rumahnya tersebut.
“hmmm…. Ahh…. Gak bisa sabaran dikit apa…” ucapnya menahan rangsanganku ketika tanganku mulai meremasi buah dadanya yang montok dan tangaku yang satunya lagi telah mendarat di serambi lempitnya.
crrppp… bunyi bibir kami yang beradu ketika mbak Devi telah membalikkan badannya dan langsung melumat bibirku.
“lanjut di kamar yuk.” Ajaknya.
Kami pun lalu menuju ke kamar mbak Devi dan Nampak anaknya sudah terlelap dalam tidurnya, sementara itu mamanya siap untuk aku tunggangi. Kami pun melepas satu per satu pakaian yang kami kenakan hingga kami telanjang bulat. rudalku yang tadi sempet berdiri dan layu sejenak, kini telah Kembali bangkit dengan gagahnya menunjuk-nunjuk untuk segera diberi pelayanan prima.
crppp…. Kembali bibir kami saling beradu ketika aku menindih tubuh mbak Devi yang telah berbaring diatas ranjangnya tersebut. Tak berselang lama setelah bibir dan lidah kami saling beradu, aku pun turun ke bawah untuk menikmati toket montok miliknya yang sayang jika disia-siakan.
“mmpphhhh…. Hisap teruss too…. Ahhh…..”
“aku udah kangen bangettthh….”
Mbak Devi terus merancau ketika aku menghisap putting kanannya dan memainkan serta meremas-remas dengan gemas toket kirinya. Sesekali aku menggigit putting miliknya tersebut yang membuatnya terpekik kenikmatan. Setelah bergantian melumat toket kanan dan kirinya, kini mulutku berpindah menuju pusarnya. Aku mainkan pusarnya menggunakan lidahku. Namun itu hanya berjalan sebentar, karena target utamaku adalah serambi lempitnya yang sudah mulai basah.
“ohhh… ampunnn…. Ahhhh….” Suara yang keluar dari mulutnya ketika bibirku kini telah sampai pada labia mayora miliknya. Bibirku juga mulai bermain pada labia minora miliknya dengan cara menggigit-gigit kecil dan sukses membuatnya menggelinjang.
“keluarr too…. Ahhhhh……” ia terpekik nikmat setelah beberapa saat bibirku bermain pada klitorisnya dan sejurus kemudian cairan kenikmatan banjir melalui serambi lempit miliknya.
“ini yang bikin mbak kangen dari kamu, To.” Ucap mbak Devi ketika aku menyudahi permainanku setelah orgasme-nya.
“sama ini nggak kangen, Mbak?” ucapku sembari menggesek-gesekkan rudalku pada area serambi lempitnya.
“ohhh… iyaaa…. Iyaaa… jangan siksa aku seperti ituuu…. Masukkkinnn….” Ucapnya tak bisa menahan gejolak nafsunya.
Sejurus kemudian, aku mulai melakukan penetrasi secara perlahan. Dengan kondisi serambi lempitnya yang udah basah membuat rudalku begitu leluasa keluar masuk dari serambi lempitnya. Seperti biasa aku memulainya dengan tempo lambat sambil mengatur nafas. Kemudian aku menindih tubuhnya agar bibirku dapat menikmati toket miliknya. Sementara itu, genjotan demi genjotan masih terus aku layangkan untuk memompa serambi lempitnya.
“aduhhhh… ahhhhh…..”
“iyaaahhhh… genjottt…. Ahhhh….”
“mmmppphhh…..”
Aku pun menyumpal mulut mbak Devi dengan mulutku yang kemudian dengan sekali sodokan cukup kencang membuat rudalku amblas sepenuhnya ke dalam serambi lempitnya hingga terasa menyodok Rahim miliknya. Aksiku tersebut membuatnya sedikit tersentak, namun setelahnya ia Kembali merancau menikmati permainan.
“iyaa… iya….. iya…..” kata yang keluar dari mulutnya beriringan dengan setiap sodokan yang aku lancarkan.
“ohhhh… cepetin lagiii…. Akkuuu mau keluarrrr……” ucapnya.
Segera aku turuti permintaannya dan aku percepat genjotanku. Sementara itu, bunyi ranjang berdecit dan selangkangan yang saling beradu mengiringi persetubuhan kami. Mbak Devi pun tak henti-hentinya terus merancau kenikmatan. Aku yang sedari tadi menggenjotnya pun telah bercucuran keringat yang dengan perlahan menetes dan mengalir menjalari tubuh.
“iyaahhhh… sampaiii….. aku keluarrgghhhh…..” ucapnya sembari Kembali menyemburkan cairan kenikmatan.
Sementara itu, lagi-lagi rudalku merasakan jepitan dari serambi lempitnya sesaat setelah orgasmenya tersebut. Pikiranku Kembali melayang mengingat tante Wulan. Jepitan dari serambi lempitnya mbak Devi yang nggak pernah berolahraga aja nikmatnya seperti ini, gimana jepitan dari Tante Wulan yang tiap hari yoga yak? Pertanyaan kotor yang melintas di pikiranku. Setelahnya, rudalku yang masih tegak berdiri pun aku keluarkan dari serambi lempitnya.
Aku Kembali menindih mbak devi, namun kali ini aku mengacungkan rudalku tepat dihadapannya yang masih terbaring. Nampaknya mbak Devi telah mengerti maksudku dan langsung memberikan gestur merapatkan toketnya. Sementara aku mengarahkan rudalku di sela-sela dari toketnya tersebut. Mulai aku memompa rudalku di sela-sela toketnya tersebut dan mbak Devi pun membuka mulutnya dan sedikit membungkukkan kepalanya untuk menyambut rudalku itu.
“ohhh… empuk banget mbakkkk….”
“ahhh…”
Aku terus melayangkan genjotan demi genjotan dengan posisi rudalku yang dijepit oleh toketnya tersebut. Sementara mbak Devi asik dengan mulutnya yang menyambut kepala rudalku menyembul dari balik celah toket miliknya tersebut. Tak ingin berlama-lama dan ingin segera mencapai klimaks, aku pun menyudahi permainan tersebut dan meminta mbak Devi untuk menungging.
plokk… plokkk…. Plokkk… suara pertemuan antara bokongnya dan selangkanganku Kembali menggema mengisi ruangan.
“ohhh…. Genjottt terussss….. ahhhh…..”
“kencengin toooo….. mmmmppphhh….” Setelah berucap, mbak Devi membenamkan kepalanya di bantal seolah sangat-sangat menikmati permainanku tersebut.
Aku terus menggenjot dan menikmati setiap genjotan yang aku layangkan tersebut. Posisi ini merupakan posisi favoritku dan seringkali aku mencapai orgasmeku pada posisi ini, sehingga setiap kali memiliki kesempatan, aku selalu meminta untuk bermain dengan posisi doggy. serambi lempit mbak devi semakin becek akibat ulahku. Dengan jahilnya, aku juga memainkan jariku pada area anusnya yang karena ia menungging menjadi merekah.
“ohhh…. Akhhh… kamuu ngapainn….” Ucapnya ketika jemariku bermain-main pada area anusnya.
“terussinnn… enakkkhhhh….”
“ampunnnn…..”
“keluarghhhh….”
“barenggg mbakkk….”
Tak berselang lama, kami pun sama-sama menumpahkan cairan kenikmatan kami dalam waktu yang hampir bersamaan. Aku pun kemudian mencabut rudalku dari mekinya, kemudian cairan kenikmatan dari kami berdua yang telah bercampur padu perlahan meleleh dari dalam serambi lempit mbak Devi. Setelahnya aku merebahkan diri di samping mbak Devi dengan kondisi rudalku yang masih setengah tegang.
“kamu apain tadi boolku?” tanya mbak Devi sembari memiringkan badannya dan menatapku dengan manja.
“tapi enak kan?” ucapku berbalik tanya.
“dasar nakal.” Jawabnya sembari menyentil rudalku.
Setelah cukup mengistirahatkan diri, aku pun bergegas mengenakan pakaianku Kembali dan berpamitan kepada mbak Devi untuk pulang. Selain takut tante Wulan yang tiba-tiba terbangun, aku juga khawatir bakal dipergoki tetangga karena waktu menunjukkan sudah hampir pagi. Mbak Devi pun seperti biasa, mengantarkanku hingga pintu belakang rumahnya.
“kayaknya sebentar lagi, salah satu fantasy mu bakal terwujud.” Ucap mbak Devi setelah aku melewati pintu belakang rumahnya.
“maksdunya mbak?” tanyaku kebingungan akibat ucapannya tersebut.
“nanti kamu juga tau sendiri.” Ucapnya sembari melemparkan senyum kenikmatansnya.
“udah sana pulang.” Lanjutnya.
Aku pun melangkahkan kaki menuju rumah dengan rasa penasaran akan ucapan dari mbak Devi tadi. Apakah ia dapat membaca isi pikiranku? Apakah fantasy yang dimaksudnya adalah tante Wulan? Atau malah anusnya? Ia pengen merasakan rudalku menjejali anusnya? Entahlah.
Hari ini, aku terbangun ketika matahari sedang panas-panasnya. Aku memiliki janji temu dengan dosenku untuk membahas skripsiku yang selama beberapa waktu ini terbengkalai. Selain itu, aku merasa bahwa badanku sudah sangat mendingan daripada beberapa hari yang lalu. Tepat pukul dua belas siang, aku telah Bersiap untuk menuju ke kampus.
“tan, aku ke kampus dulu ya… mau bimbingan skripsi.” Ucapku kepada tante wulan yang saat itu sedang menikmati acara tv favoritnya.
“oh, iya. Gitu dong, skripsinya diselesaiin.” Jawabnya.
Aku hanya melemper senyuman sebagai bentuk respon atas jawab tante Wulan tersebut. Setelahnya, aku bergegas mengeluarkan motorku dari garasi dan beranjak pergi menuju kampus. Sesampainya di kampus, aku langsung menemui dosenku dan tidak banyak yang bisa aku ceritakan pada pertemuanku dengan dosenku tersebut. Selain karena dosennya merupakan seorang bapak-bapak, juga topik bahasan kami terlalu memusingkan kepala untuk diceritakan.
Setelah urusanku rampung, segera aku Kembali ke rumah. Aku memang tidak memiliki banyak teman di kampusku atau bahkan di dalam kehidupanku itu sendiri, mungkin temanku bisa dihitung dengan jari. Itulah yang membuatku gila dengan dunia internet, hingga aku bisa menghasilkan pundi-pundi uang dari internet itu sendiri, setelah aku belajar mengenai crypto currency dan trading forex.
Sebelum kejadian baru-baru ini, hidupku bisa dibilang abu-abu alias tanpa warna. Untungnya dengan pengalamanku membaca dan belajar dari dunia maya membuat diriku sedikit berubah, meskipun terdapat sedikit penyimpangan, yaitu aku lebih tertarik pada lawan jenis yang usianya lebih tua dari diriku. Namun aku tetap bersyukur, karena mereka lah hidupku menjadi penuh lendir kenikmatan.
Sesampainya di rumah, kudapatai tante Wulan telah berpakaian rapih dengan atasan putih yang lumayan ketat di balut dengan cardigan milinya, sementara bawahan ia mengenakan celana kulot, yang meskipun lebar di area betis dan pahanya, namun masih mencetak bokong indahnya dengan sempurna. Aku tak mengetahui motifnya mengenakan pakaian rapih seperti itu sembari menonton tv.
“ajak tante jalan-jalan dong, To. Tante bosen nih di rumah terus.” Ucap tante Wulan ketika menyambutku pulang.
“ayok deh, Tan. Mau kemana emang?”
“kemana aja deh, yang penting keluar.” Jawabnya
“kalo Cuma mau keluar mah, di sini juga aku bisa bikin tante Wulan keluar.” Ucapku yang hanya berani aku lontarkan dalam hati.
Aku pun meng-iya-kan permintaan tante wulan untuk mengajaknya jalan-jalan, meskipun aku sendiri tidak tau harus kemana. Aku sangat jarang sekali keluar rumah untuk nongkrong atau bermain dengan teman-temanku. Sembari menelusuri jalanan kampungku tersebut, terbesit dibenakku untuk mengajak tante wulan ke danau kecil yang letaknya tak jauh dari sini. Mungkin suasana yang asri dan teduh akan membuat kami rileks disana, pikirku.
Setelah keluar dari area perkampunganku, kini pegangan tante wulan makin erat dan menempel. Aksi tersebut tentu menimbulkan reaksi pada area bawahku. Otongku memberontak, akibat dari sentuhan benda kenyal yang menempel pada punggungku tersebut. Aku sangat menikmati perjalanan tersebut dan ingin rasanya, sepeda motorku aku belokkan ke hotel lalu aku garap tubuh tante wulan itu.
“enggak berasa ya, To. Kamu udah gede aja. Sekarang bisa dipeluk lagi.” Ucapnya sembari mengencangkan pelukannya kepadaku yang membuyarkan lamuanku.
“Namanya juga umur, Tan. Semakin berjalannya waktu kan kita akan tumbuh dan saling menua.” Jawabku.
“tapi yang tumbuh gede bukan Cuma badanku kok, Tan. rudalku juga ini asal tante tau.” Lagi-lagi aku hanya berbicara dari dalam hati.
“iya juga sih, To. Eh kita kesini nih?” pertanyaan retorika keluar dari tante Wulan ketika kami memasuki area danau tersebut.
Setelah beberapa saat berkendara, kini kami telah sampai di tujuan kami. Aku pun memarkirkan kendaraanku dan mencari area tempat duduk yang telah disediakan. Kondisi di tempat ini cukup sepi, karena dapat dikatakan cuaca saat ini cukup panas dan belum waktunya orang-orang Kembali dari rutinitas mereka masing-masing. Hal tersebut membuat kami leluasa untuk memilih tempat duduk dan kami memutuskan untuk duduk di bangku yang letaknya tepat di bawah pohon rindang.
“kamu sering ke sini, To?” tanya tante wulan membuka obrolan setelah kami duduk.
“enggak kok, Tan.”
“kok tau tempat ini?” ia bertanya Kembali.
“ini mah tempat umum yang hampir semua orang sini tau, Tan.” Jawabku santai.
Suasana Kembali hening diantara kami berdua. Sedikit aku melirik ke tante Wulan pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong dan tangan dilipat di dada bidangnya itu. Aku melihat seperti ada sesuatu yang berat sehingga mengganggu pikirannya, namun aku tak berani untuk menanyakannya karena takut dikira lancang.
Mungkin banyak dari kalian yang berpikir, kenapa aku tak langsung mengeksekusi tante wulan, seperti aku mengeksekusi bi Nana. Pertanyaan tersebut tentu saja gampang aku jawab. Ketika aku mengeksekusi bi Nana tentu saja tidak ada pertimbangan lain selain dari sisi keluargaku.
Apes-apesnya aku akan disidang oleh perangkat desa dan orang tua ku mungkin tak akan pernah tau karena mereka tidak satu rumah denganku dan aku telah dinyatakan dewasa. Sementara kasusku dengan tante wulan berbeda, ketika aku berbuat nekat dan tante wulan keberatan, tentu imbasnya di keluarga besarku, terlebih lagi papaku yang bisa dikatakan tak akan segan untuk menghukumku. Selain itu juga aku sangat menghormati tante Wulan sebagai bagian dari keluarga dan kami masih terikat darah.
“kamu lihat orang yang sedang menjala burung itu?” tanya tante wulan memecah keheningan diantara kami.
“liat, Tan. Emangnya kenapa?” tanyaku Kembali.
“kamu tau nggak, dalam setiap perlombaan kicau burung, pemenang hanya akan ada satu. Lalu bagaimana Nasib burung yang kalah? mungkin beruntung jika pemilik burung tersebut bukanlah orang yang mudah menyerah dan hanya akan menyalahkan keadaan tanpa Tindakan. Tapi jika pemiliknya adalah orang yang kejam, maka burung tersebut akan dipaksa mati-matian agar pada perlombaan berikutnya menang, tanpa tau bagaimana perasaan burung tersebut.” ucap tante Wulan.
Aku mencoba mencerna ucapan dari tante Wulan yang terdengar lugas dan serius tersebut. Nampaknya ini hanya gambaran, alias bukan makna sebenarnya. Ngocoks.com
“Bahkan, tanpa mereka tau, seringkali burung tersebut juga merasa stress karena terus menerus dipaksa berkicau, sementara ia enggan dan selama hidupnya pun ia hanya dikurung.” Lanjutnya.
“lantas bagaimana jika manusia yang berada di posisi itu? Manusia yang sebenarnya tidak bersalah, namun harus menanggung apa yang sebenarnya tidak ia perbuat.” ucapnya memalingkan pandangan ke arah ku setelah sebelumnya ia menatap lurus ke depan.
“ma… maksud tante?” tanya ku bego.
“mertua tante… mereka selama ini yang menuduh tante mandul, selalu… selalu tante yang menjadi kambing hitam. Tapi mereka tak pernah mau tau bahwa sebenarnya laki-laki juga bisa mandul dan mereka juga tak mau tau bahwa sperma dari anaknya itu sangat sulit untuk membuahi. Semua…. Semuanya lalu dilimpahkan ke tante, seolah biang masalah karena tak selama pernikahan kami tak punya momongan itu adalah tante, To.” Ucap Tante Wulan yang kali ini dengan mata berkaca-kaca setelah luapan emosinya keluar.
“tak kurang-kurangnya tante dan om mu itu berusaha dan berdoa setiap hari agar mendapatkan momongan, namun nyatanya sampai saat ini tak kunjung membuahkan hasil. Kurang sabar bagaimana aku? Bertahan di tengah keluarga yang sampai sekarang tak mempercayaiku.” Tangis tante wulan pun pecah.
Aku yang sedari tadi hanya bengong melongo mendengarkan segala luapan emosi dari tante wulan, kini mendekatkan tubuhku padanya yang lalu memberikan pelukan hangat untuknya. Sementara tante wulan pun menyambut pelukanku tersebut, namun mukanya dibenamkan di dadaku. Aku pun memberanikan diri untuk mengusap rambutnya, sementara tante Wulan masih tenggelam dalam tangisnya.
“udah, tante tenang ya. Ada Dito disini, selama tante disini, dito janji, dito akan berusaha buat tante lupa sama masalah tante.” Ucapan bodoh dari anak ingusan terlontar dengan sendirinya dari mulutku. Hal tersebut karena aku sendiri bingung harus bersikap seperti apa, sementara di pelukanku kini ada seorang istri orang dengan permasalah peliknya.
“tante pokonya bebas nginep di rumah Dito, mau sampai kapan terserah, yang penting tante tenang dan bisa lepas dari masalah itu.” Lanjutku lagi dan lagi-lagi keluar secara spontan.
“makasih ya, To. Kamu memang anak yang baik.” Ucap tante Wulan setelah melepaskan pelukanku sembari menatapku dengan mata sendu berlinang air mata.
“udah ya tante, jangan nangis lagi. Nanti cantiknya hilang loh.” Ucapku sembari menyeka air mata dari pipinya.
“oh udah berani gombal ya sama tante sendiri, tante laporin mama kamu ya.” Ucapnya yang kali ini dengan riang sembari berpura-pura ingin mengeluarkan hp dari dalam tas selempang kecil miliknya.
Setelah itu, kami hanya mengobrol ringan dan saling bercanda sembari menikmati hawa dan suasana di dekat danau tersebut yang ternyata semakin sore semakin rame. Sementara itu, kami memutuskan untuk pulang sebelum masuk waktu senja. Setelah keluar dari area danau tersebut, kami mencari rumah makan untuk mengisi perut kami yang sedari siang belum kemasukan makanan.
Sore itu, kami habiskan layaknya sepasang kekasih yang sedang menjelajahi waktu Bersama. Setelah puas dan kenyang, kami pun bergegas untuk pulang. Dari apa yang telah aku lewati sore ini, ternyata dugaanku benar, bahwa tante Wulan memang sengaja pergi dari rumah suaminya karena sudah tak tahan dengan perlakuan mereka, terkait dengan momongan….
“tan, aku besok boleh ikut yoga sama tante nggak?” tanyaku sesampainya kami di rumah.
“boleh lah, tumben mau ikut tante yoga.”
“kayaknya badanku butuh olahraga deh tan, soalnya kan kemaren kebanyakan nggak gerak pas sakit.” Jawabku.
“bagus lah kalo kamu sadar gimana pentingnya olahraga.” Jawab tante Wulan sembari melemparkan senyum.
Bersambung… Entah apa yang ada di pikiranku ketika berani mengajak tante wulan untuk yoga bareng. Memang selama ini aku selalu mengaguminya dari jauh ketika melihatnya yoga, terlebih lagi aku bisa menikmati keindahan dari setiap lekuk tubuhnya ketika ia mengenakan pakaian yoga-nya yang sangat menggairahkan tersebut. Untung saja ia tak menolak ajakan ku tersebut, sehingga aku bisa mencuri-curi pandang ketika berolahraga bersamanya nanti.
Sepulang dari jalan-jalan Bersama tante Wulan, aku langsung beristirahat di kamar, begitu pun juga dengan tante Wulan, karena aku tak mendengar bunyi dari televisi yang berada di ruang tengah. Mungkin tante Wulan kecapekan karena aktivitas yang telah kami lakukan tadi, terlebih lagi emosinya sangat terkuras ketika membicarakan mengenai masalah yang sedang ia alami dengan keluarga suaminya itu.
Malam ini aku tertidur lebih awal, karena kepadatan aktivitas yang aku lakukan pada hari ini, dari mulai bertemu dengan dosen pembimbing skripsi, hingga hangout Bersama dengan tante Wulan. Rasa kantuk langsung menyerangku ketika aku sampai di rumah dan bersih-bersih diri. Bayang-bayang akan tubuh tante Wulan benar-benar menghantui menjelang tidurku. Rasanya ingin sekali aku menyusul ke kamar tante Wulan dan tidur bersamanya, tentunya setelah melakukan kegiatan seperti yang telah aku bayangkan, hehehe…
“weits, anak muda udah bangun aja nih.” Ucap tante Wulan yang datang dari belakang rumah ketika aku ingin menyantap sarapan yang telah tersaji di meja makan.
“iya nih, Tan. Semalem tidur cepet, kecapekan soalnya.” Jawabku.
“ya ampun, masih muda kok Cuma gitu doang capek.” Ucap tante Wulan.
“ayok olahraga habis ini.” Lanjutnya.
Setelah itu, tante Wulan bergegas menuju kamarnya. Mungkin ia ingin berganti pakaian mengenakan setelan yang selama ini selalu menjadi pakaiannya ketika melakukan yoga. Sementara aku masih terduduk di depan meja makan untuk menyelesaikan ritual sarapan pagi yang sangat jarang aku lakukan itu.
Setelah menyelesaikan sarapan pagiku aku hendak menuju ke teras rumah sebelum tante Wulan menegurku.
“hee… mau kemana, ayo… katanya ngajak olahraga bareng.” Ucap tante Wulan yang telah berganti pakaian menjadi setelan tanktop dan legging yang sangat menggairahkan itu.
“ngerokok dulu lah tan. Habis makan nggak enak rasanya kalo belum ngerokok.” Jawabku.
“nggak ada, nggak ada ngerokok-ngerokokan. Ayo sini.” Ucapnya.
Aku pun menuuruti permintaan tante Wulan dan menghampiri dirinya. Rasanya benar-benar gemas melihat tubuh tante Wulan yang aduhai itu dari dekat. Ingin rasanya segera aku remas itu toket dan pantatnya yang nyeplak, hingga tanpa aku sadari, rudalku mengeras dibuatnya. Untung saja saat itu aku mengenakan sempak, sehingga sedikit menyamarkan tonjolan dari balik celanaku itu.
Tante wulan mulai menggelar matras miliknya, sementara aku menggunakan karpet yang berada di ruang tengah milikku. Hal tersebut karena tante Wulan hanya memiliki satu matras saja, sehingga aku menggunakan karpet tersebut untuk di jadikan sebagai alas. Tante wulan memulai dengan Gerakan-gerakan yang cukup simple dan sederhan. Mungkin bisa dikatakan Gerakan-gerakan tersebut mirip stretching ketika kita hendak berolahraga.
Sepengetahuanku memang Gerakan-gerakan yoga sangat mirip dengan stretching, namun lebih variative. Hingga tiba waktunya tante wulan merubah posisi seperti posisi doggy. Hal tersebut membuat batangku menjadi sangat tegang, aku tak lagi focus pada Gerakan-gerakan yang diajarkan oleh tante Wulan, melainkan lebih focus untuk dapat menikmati keindahan tubuhnya dari dekat.
Beberapa saat kemudian, tante Wulan membimbingku untuk Gerakan-gerakan yang dirasa butuh arahan darinya. Fokusku Kembali amburadul ketika ada bukit kembar yang menggesek-gesek bagian tubuhku. Selain itu juga terdapat Gerakan seperti sikap kayang, dan Gerakan tersebut dilakukan ketika batangku sedang tegang-tegangnya, sehingga mau tidak mau rudalku tercetak dari celana yang aku pakai. Aku yakin, pasti tante Wulan menyadarinya, namun entah karena malu atau sungkan atau tak percaya dengan ukuranku, ia memilih untuk diam dan tetap focus pada tujuan utamanya, yaitu mengajariku.
“udahan lah, Tan. Capek nih.” Ucapku.
“ya ampun, To. Baru segini aja udah capek.”
“ya gimana, Tan. Namanya juga udah lama nggak olahraga.” Jawabku.
Akhirnya kami beristirahat setelah lebih dari satu jam kami melakukan aktivitas yoga tersebut. Setelah itu, aku bergegas ke dapur untuk minum air putih dan tak lupa juga membawakan air minum untuk tante Wulan. Aku melihat tante Wulan sudah mandi keringat, begitu pula dengan diriku. Rasa sangeku bener-bener meningkat ketika melihatnya bermandikan keringat, seperti menambah aura kecantikan yang terpancar dari dalam tubuhnya, terlebih lagi tanktop dan legging yang ia kenakan juga cukup basah oleh keringat.
“gimana, masih mau olahraga bareng tante kan?” tanya tante wulang setelah meneguk habis air putih yang aku bawakan.
“masih lah, apalagi instrukturnya cantik nan bercintai.” Ucapku semangat.
“gombalnya mulai lagi ya. Dah ah, tante mau mandi dulu.”
Setelah tante Wulan beranjak pergi, aku pun bergegas keluar rumah untuk menuntaskan hasratku untuk merokok yang sempat tertunda. Di tengah-tengah aktivitasku yang merilekskan tersebut, bayang-bayang akan tubuh bercintai tante Wulan masih menghantuiku. Ini seperti Hasrat yang ingin segera aku salurkan kepadanya, tapi kapan dan bagaimana?
“Tante mau ke rumah mbak Devi dulu ya, To.” Ucap tante Wulan ketika melihatku masih di beranda rumah.
“mau ngapain, Tan?” tanyaku.
“biasalah.” Jawabnya enteng.
Pikiranku Kembali melayang mengingat tentang bagaimana tuntutan dari keluarga suami tante Wulan yang sangat menginginkan tante Wulan untuk segera mendapatkan momongan, hingga mungkin ia mengalami depresi dan memutuskan untuk keluar sejenak dari rumah mereka. Aku juga yakin bahwa tante Wulan sendiri juga sangat menginginkan kehandiran anak kecil di tengah keluarga mereka, namun apa boleh dikata, ternyata takdir berkata lain.
Setelah menyelesaikan ritual merokokku, aku Kembali ke kamarku untuk beristirahat Kembali. Badanku berasa habis ditekuk-tekuk akibat Gerakan yoga yang dikomandoi oleh tante Wulan itu. Setelah cukup beristirahat, aku membuka komputerku untuk melakukan revisi dari skripsiku sesuai dengan arahan yang telah diberikan oleh dosen pembimbingku kemarin. Aku diminta olehnya untuk segera menyelesaikan tugas akhir milikku ini, karena kebanyakan dari temanku juga telah selesai dan lulus.
Malam harinya, aku melihat tante Wulan sedang berada di ruang tengah dan sedang menatap serius layar laptop miliknya tersebut. Pada awalnya aku ingin menekenikmatannya untuk sekedar ngobrol, mungkin saja ia merasa kesepian. Namun, karena aku melihatnya begitu serius di depan laptopnya, aku urungkan niatku untuk menekenikmatannya dan membiarkannya untuk menyelesaikan urusannya tersebut.
“eh, To. Belum tidur kamu?” tanyanya ketika melihatku sedang berada di meja makan sambil memainkan hpku.
“belum, Tan. Masih belum ngantuk.”
“oh gitu, yaudah, tante masuk dulu ya. Capek, mau tidur.” Ucapnya dan lalu beranjak menuju kamarnya.
Aku melihat mata tante Wulan sudah begitu sayu dan tergurat dari wajahnya juga menandakan bahwa ia memang sedang capek. Mungkin bukan hanya badannya saja yang capek, tetapi juga pikirannya. Aku jadi teringat, jika seseorang sedang capek-capeknya biasanya akan tidur dengan sangat pulas. Mungkin ini kesempatan bagiku untuk melihat keindahan tubuhnya dari jarak yang lebih dekat lagi. Kedengarannya sangat menarik.
Aku menunggu beberapa saat untuk memastikannya sudah tertidur dengan pulas. Setelah aku rasa cukup, segera aku menuju ke kamarnya dan masuk dengan sangat perlahan. Ternyata dugaanku benar, tante Wulan sudah tidur dengan sangat pulas, bahkan selimut yang diniatkan untuk menutupi tubuhnya telah berubah acak-acakan dan hanya menutupi kakinya saja. Bahkan, daster tidur yang ia kenakan sudah sedikit tersingkap ke atas hingga memamerkan pahanya yang putih mulus.
Perlahan aku mulai mendekati tubuhnya. Hingga Gerakan dari tidurnya yang secara tiba-tiba mengagetkanku. Kini yang awal mulanya ia miring ke kanan, alias memunggungi pintu kamar, berubah menjadi terlentang. Lagi dan lagi, seolah-oleh semesta mendukungku untuk lebih leluasa bertindak lebih jauh.
Aku benar-benar mengagumi tubuhnya, meskipun beberapa saat terakhir ini aku sudah sering melihat tubuh bercintainya. Dengan perlahan aku mengangkat dasternya untuk lebih ke atas hingga terpampang celana dalam ungu miliknya itu dan yang lebih menggairahkan adalah cd tersebut berenda yang seolah menambah kebercintaian dari serambi lempitnya. Dan Nampak bahwa ia rajin mencukur jembutnya hingga menyisakan rambut pendek.
Lagi-lagi aku Kembali takjub dengan keindahan ciptaan Tuhan ketika aku berhasil sedikit membuka cd-nya hingga Nampak guratan dari serambi lempitnya itu. Putih dan pink merekah, itu yang bisa aku gambarkan dari pemandangan indah ini. Segera aku keluarkan rudalku dari celana tanpa sempak milikku itu untuk mengocoknya. Lagi-lagi aku masih belum berani untuk bertindak lebih jauh, apalagi menyetubuhinya.
“serambi lempitmu cantik banget tanteeee…..”
“astagaa… pasti nikmat banget rudalku di jepit serambi lempit tante Wulann…” ucapku dalam hati.
Aku membayangkan jika suatu saat rudalku bisa menerobos masuk ke dalam celah serambi lempitnya yang sempit itu. Ohhhh…. Rasanya pasti sempit dan menjepit-jepit. Aku terus mengocok rudalku, sementara tangaku yang lain masih menjaga cd tante Wulan agar tak menutupi serambi lempitnya. Setelah itu, aku berpindah menuju ke atas untuk membuka kancing daster miliknya hingga sedikit terpampang bukit indah yang selama ini menjadi idamanku. Namun, aku masih tak berani untuk melorotkan bra miliknya, karena takut ia tiba-tiba terbangun. Sementara itu, aku juga baru menyadari bahwa bibir milik tante Wulan juga sangat sensual.
Aku membenturkan kepala rudal ku dengan pelan ke arah bibir dari tante Wulan. Ahhhh… terbayang dipikiranku tentang bagaimana jika rudalku dilahap habis oleh bibirnya itu. Aku sangat menahan diriku agar tidak bertindak bodoh yang tentunya akan sangat merugikan bagiku. Sementara itu, aku masih terus mengocok batangku hingga aku merasa ingin segera keluar. Aku pun menumpahkan seluruh spermaku di tanganku sendiri, karena aku tak ingin mengotori tubuh maupun tangan tante wulan. Setelahnya, aku mengelap tanganku dengan tisu yang berada di meja yang ia gunakan sebagai meja rias.
Setelah merasa cukup dengan aksiku, aku pun beranjak pergi dari kamar tante wulan untuk Kembali ke kamarku. Hingga tak terasa aku terlelap dalam mimpiku yang mana aku bermimpi sedang bersetubuh dengan tante Wulan. Dan aku terbangun ketika sinar Mentari mulai masuk ke dalam kamarku yang hordennya lupa aku tutup semalam.
“baru mimpi aja rasanya senikmat itu.” Ucapku dalam hati setelah terbangun dari tidurku.
“nggak olahraga pagi kita nih, Tan?” tanyaku setelah aku keluar kamar dan mendapatinya sudah berada di depan laptopnya dengan masih mengenakan pakaian yang sama seperti semalem.
“sore aja ya, To. Tante lagi ngurusin bisnis tante yang semrawut setelah tante tinggal ini.” Jawabnya.
Aku pun memahami kesibukan tante wulan, meskipun memiliki suami dengan penghasilan yang bisa dibilang sudah sangat cukup, namun ia tetap mau bekerja demi memghasilkan uang sendiri. Tante wulan sendiri memiliki bisnis baju yang memiliki beberapa toko di Kota dia tinggal Bersama dengan suaminya, selain itu juga baju-bajunya terpampang di online shop ternama.
Setelah itu, aku Kembali ke dapur untuk menyantap makanan dan setelahnya Kembali ke kamarku untuk Kembali mengerjakan skripsi yang dalam waktu dekat ini harus aku selesaikan. Aku hampir lupa jika hari ini aku Kembali harus menemui dosen pembimbingku untuk mendapatkan arahan atas apa yang aku kerjakan.
“tan, aku pamit ke kampus dulu ya.” Ucapku setelah siap dan hendak pergi ke kampus.
“iya, To. Hati-hati ya.” Jawab tante wulan yang masih dengan serius menatap layar laptopnya.
Sora harinya aku baru pulang ketika hendak maghrib karena setalah melakukan bimbingan tadi, aku bertemu dengan kawan lamaku yang sudah beberapa bulan ini tidak bertemu, sehingga kami ngobrol dengan lepas hingga lupa waktu.
“ayok jadi olahraga gak nih, ditungguin dari tadi juga.” Ucap tante Wulan yang sudah siap dengan pakaian dan perlengkapan miliknya dengan menggerutu ketika aku memasuki rumah.
“lah, ayok. Tapi bentar, aku ganti baju dulu tan.” Jawabku.
Setelah siap, aku Kembali menghampiri tante Wulan dan memulai yoga bersamanya. Kurang lebih apa yang kami lakukan hari ini, sama dengan apa yang kami lakukan kemaren. Namun, karena aktivitas yang aku lakukan di luar rumah tadi membuatku lebih cepat merasakan capek kali ini. Sementara tante wulan masih terlihat sangat semangat. Aku cukup kewalahan menandingi energi miliknya itu.
“udah ya tan. Capek banget nih.” Ucapku sembari ngos-ngosan dan mengatur napas.
“yah, payah. Baru segitu udah minta udahan.” Ucap tante Wulan.
Melihatku Nampak kecapekan, tante Wulan pun menghentikan olahraga kami kali ini. Setelahnya ia beranjak pergi ke dapur yang mungkin mengambil minum. Ia Kembali dengan membawa segelas air putih (bukan bening) yang aku duga adalah susu.
“nih diminum, biar gak loyo lagi.” Ucapnya sembari menyodorkan minuman yang dibawanya dari dapur.
“ini apa tan?” tanyaku.
“udah, minum aja.”
Aku pun meneguk habis minuman yang diberikan oleh tante Wulan tersebut. Ternyata benar, minuman tersebut adalah susu. Mungkin maksud tante Wulan memberikan aku susu supaya energiku Kembali dan menghilangkan rasa capek akibat dari olahraga yang kami lakukan barusan.
“gimana? Enak kan?” tanya tante Wulan
“enak tan.”
Setelah aku meneguk habis minuman tersebut, tante wulan pun beranjak pergi ke kamar mandi untuk mandi. Sementara aku, masih berdiam diri di ruang tengah untuk beristirahat sejenak setelah berolahraga. Saat aku masih duduk di ruang tengah tersebut, aku melihat tante wulan masuk ke dalam kamarnya dengan masih mengenakan handuk yang tak mampu menutupi seluruh pahanya dan hingga beberapa saat tak keluar.
“mungkin kecapekan terus langsung tidur.” Pikirku.
Aku pun Kembali ke kamar untuk merebahkan diri dan yang aku sadari adalah entah kenapa rudalku yang sedari tadi tegang karena melihat pemandangan tante Wulan yang hanya mengenakan handuk, hingga kini aku sudah Kembali ke kamar dan rebahan beberapa saat tak kunjung mengecil, bahkan masih sangat gagah menjulang.
“kenapa nih rudalku, kok berdiri terus.” Ucapku dalam hati sembari masih memandangi rudalku yang tegang.
Tak hanya rudalku yang terus-terusan mengeras, nafsuku juga seiring berjalannya waktu meningkat. Apakah jangan-jangan tante wulan mencampur obat perangsang pada minuman yang tadi diberikan untukku? Tapi kenapa juga dia melakukan itu? Ah entahlah, rasa-rasanya nafsu dan ereksi telah menguasai diriku. Ditambah lagi hawa gerah dan jantung berdetak lebih kencang dari biasanya.
Aku pun memutuskan untuk menuju ke kamar mandi dan mengguyur tubuhku dengan air dingin. Begitu juga dengan rudalku yang aku rendam beberapa saat dengan air dingin. Namun, tampaknya semua itu tak berarti lagi, karena setelah beberapa saat rasa-rasa itu Kembali lagi menjalari tubuhku. Aku pun memutuskan untuk minum air dingin yang berada di kulkas dan meneguknya habis. Dan lagi-lagi tak ada reaksi apapun terhadap tubuhku, masih sama seperti semula.
Setelah itu, aku memutuskan untuk Kembali ke kamarku dan berusaha melampiaskan nafsuku dengan melakukan coli, namun hal tersebut justru menjadi boomerang bagiku, karena bukannya cepat keluar, malahan batangku terasa panas dan semakin menegang.
“mbak, kosong ngaak? Pengen banget nih.” isi pesan yang aku kirimkan ke mbak Devi akibat dari gejolak nafsuku yang semakin menjadi-jadi.
5 menit, 10 menit, hingga saju jam tak ada balasan dari mbak Devi. Sementara itu, nafsuku semakin di ubun-ubun. Aku pun menengok jam di dinding dan waktu telah menunjukkan pukul 10 malam. Aku memiliki niat untuk Kembali memasuki kamar tante Wulan dan melampiaskan nafsuku yang semakin membara dengan ber-coli ria di hadapannya yang pastinya sudah tertidur pulas, karena sedarai tadi aku keluar masuk kamar, aku tak mendapatinya berada di luar kamar.
Dengan langkah perlahan, aku berjalan keluar kamarku dan menuju ke kamar tante Wulan. Setelah dengan perlahan membuka pintu, aku melihat tubuh tante wulan kini terbalut dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya. Agak sedikit aneh aku melihat pemandangan yang seperti itu, lantaran sangat jarang sekali aku melihat tante wulan meringkup di dalam selimut seperti itu.
Dengan tenang aku mendekati tubuhnya yang tertutup selimut sepenuhnya itu, perlahan aku mendekati, namun aku merasa ada keanehan dari balik selimut tersebut. Karena rasa sangeku yang udah mencapai ubun-ubun, aku tak mampu lagi untuk memikirkan hal-hal yang positif dan mengabaikan segala keganjalan yang aku rasakan. Segera aku lorotkan celanaku hingga terpampang rudalku yang sedari tadi tak berhenti berdiri itu dan dengan perlahan pula aku menyingkap selimut yang menutupi tubuh tante Wulan tersebut.
“oh jadi gini kelakuan mesum mu ke tantemu sendiri.” Suara tante wulan yang berasal dari pintu kamarnya.
Sementara aku masih termenung setelah kudapati ternyata yang ada di balik selimut adalah bantal dan guling. Aku pun berbalik badan menghadap tante Wulan dengan kondisi rudal yang tegak menantang tanpa terhalang penutup dengan perasaan kaget dan takut.
“kamu kira tante nggak tau apa yang kamu lakuin semalem di kamar ini, ha?” ucapnya dengan nada tinggi.
“kancing atas dasterku tiba-tiba kebuka semua, trus ada tetesan yang aku prediksi itu spermamu di meja deket tisu.” Lanjutnya.
“lebih parahnya lagi, kamu bikin mbak Devi hamil! Itu perbuatanmu kan? Ha?” ucapnya menhardikku.
Jujur, aku kaget dengan ucapan tante wulan yang terakhir. Apa benar mbak Devi hamil anakku? Lalu kenapa dia tidak cerita kalau hamil? Lantas, bagaimana bisa tante Wulan menuduhku menghamili mbak Devi? Apakah mbak Devi menceritakan semua perbuatan kami kepada tante Wulan? Tiba-tiba otakku ngeblank mendengar seluruh ucapan dari tante Wulan itu.
“ayo sekarang giliran tante yang kamu bikin hamil” ucapnya setelah tanpa aku sadari telah berbaring di ranjang.
“tt…tante nggak marah?” ucapku dengan terbata-bata karena kaget atas apa yang diucapkan dan kini dilakukan oleh tante Wulan.
Tante Wulan hanya menggelengkan kepala dan tersenyum kenikmatans. Sejurus kemudian, nafsuku naik Kembali ke ubun-ubun dan bertambah berkali-kali lipat menyaksikan apa yang ada di hadapanku kini. Tak ingin membuang-buang waktu, segera aku menindihnya dan memberikan ciuman menuju mulutnya. Sementara tante Wulan Nampak berusaha mengimbangi serbuan bibirku pada bibirnya dan mulai memainkan lidahnya. Sementara itu, tangannya mulai bergerak menuju rudalku yang sedari tadi telah tegak berdiri dan menyundul-nyundul perutnya.
“ohhssss…. Enakk tann…” ucapku ditengah-tengah percumbuan kami.
Cumbuanku pun segera turun menuju ke toketnya. Tante wulan masih berpakaian lengkap, namun dari balik dasternya ia tak mengenakan pakain dalam. Mulai aku remasi kedua bukit kembar yang berukuran sedang dan masih kencang itu. Setelahnya, aku hisap toket kirinya dengan masih terbungkus dasternya, namun putingnya menyembul dari balik daster yang ia pakai.
“hmmm…. Bukaa ajaa too…” ucap tante Wulan.
Sejurus kemudian, aku merobek daster bagian atas miliknya, hingga kini terpampang toket mulus miliknya. Segera aku lumat dan aku remasi dua gundukan kenyal miliknya itu. Sungguh sangat menggemaskan dan menggiurkan toket dari tante wulan itu, putingnya masih berwarna coklat terang berpadu dengan kulitnya yang putih. Bahkan, aku meninggalkan cupang pada area toketnya.
“ohhh… kenyott terusss…..” tante wulan mulai merancau.
“hiyahh… remess satunyaa..”
Setelah puas dengan aksiku pada toketnya, kini aku berpindah ke bawah. Karena masih terhalang oleh dasternya, aku Tarik daster tersebut ke bawah dan aku lempar entah kemana. Kini terpampang jelas serambi lempit rapet miliknya yang telah basah, dengan warna merah muda yang sangat menggairahkan, dan serambi lempit paling indah diantara milik mbak Devi dan bi Nana. Segera aku jilati serambi lempit tersebut dengan rakusnya yang membuat tante Wulan mencengkram erat sprei kasurnya.
“ssss…. Ahhhhh….. terussss……”
“ohhh…. Geliiiii…. Enakkk…..”
“ahhhhh… mmmmmm….”
Setelah itu, aku mainkan klitorisnya tersebut. Dan tak berselang lama, serambi lempitnya berkedut, tanda ia akan mengalami orgasme pertamanya.
“akhhhh…. Keluarrr……..”
srrrr…. Creetttt….creettt….creettt Nampak semburan cairan miliknya, ternyata ia mengalami squirting setelah aku memainkan klitoris miliknya, yang ternyata adalah titik g-spot nya.
“emang nggak salah mbak Devi ketagihan servismu.” Ucap tante Wulan setelah squirting dan orgasmenya.
Aku hanya tersenyum simpul sebagai bentuk responku atas perkataan tante Wulan tersebut. Setelah itu, aku posisikan kepala rudalku pada bibir serambi lempitnya yang telah basah tersebut dengan posisinya yang masih tidur terlentang di atas Kasur. Aku yakin, rudalku akan sedikit kesusahan menembus serambi lempit sempit milik tante Wulan ini. Mulanya, aku menggesek-gesekkan rudalku pada area serambi lempitnya, setelahnya aku memasukkan kepala rudalku ke serambi lempitnya dan mengeluarkannya Kembali, begitu terus secara berulang hingga berulang kali dan sukses membuat Tante Wulan geregetan.
“ihhh… cepat masukinnn….” Pintanya
“ohhhh…… mmmmmm…. Pelannn….” Ucapnya sembari memejamkan mata setelah rudalku mulai menerobos masuk ke dalam serambi lempitnya. Ngocoks.com
Kini, rudalku telah setengahnya masuk ke dalam serambi lempit tante wulan dengan lumayan susah payah, karena rapetnya serambi lempit miliknya itu. Aku mulai memompa batangku tersebut dengan tempo pelan dan disambut dengan rintihan serta desahan tante Wulan. Sementara itu, tanganku tak tinggal diam, kini tanganku sudah mendarat di atas toketnya dan meremas-remasnya.
“ohhh…. Terusss toooo…. Mantebbb….. ahhh…”
“apanya yang manteb tan?”
“aahhhh… rudalmuhhh…. Gedeehhh….”
“ayo cepetinnn….” Pintanya lagi.
Aku mulai mempercepat tempo genjotanku, dan belum sepenuhnya rudalku masuk, aku merasa telah sampai pada dinding rahimnya. Bersama dengan itu, remasan demi remasan selalu aku lakukan pada toketnya.
“ohhh… mentokk tannn…” ucapku.
“iyahhh… enaakkkkhhh….”
“akhhh…. Keluarrrgghhh….” Ucap tante Wulan.
Setelah itu, serambi lempitnya menjepit rudalku dengan sangat manja dan mantab sementara itu, tante Wulan mencapai orgasmenya untuk yang kedua kalinya. Sementara aku, karena pengaruh dari minuman yang diberikan oleh tante Wulan tadi membuat staminaku semakin liar. Bahkan, hingga saat ini belum terasa mau keluar sama sekali. Hal tersebut tentu membuatku menjadi semakin semangat untuk terus menggenjot tante Wulan.
“ganti posisi tan, tante di atas ya.” Pintaku kepada tante Wulan.
Setelah itu, giliran aku yang merebahkan diri di Kasur. Sementara tante Wulan memposisikan dirinya mengangkang di atas selangkanganku. Dengan perlahan dipegang serta dibimbingnya rudalku untuk Kembali masuk ke dalam serambi lempit sempitnya itu. Perlahan namun pasti rudalku mulai menyeruak masuk Kembali ke dalam serambi lempitnya.
“oughhhhh….” Rintih tante wulan sembari menegadahkan kepalanya ke atas.
“akhhh….. enak tannn….”
“ayo goyangin tann…” pintaku.
Sejurus kemudian, tante wulan mulai menari-nari dengan liarnya di atas rudalku. Diputar-putar kan pinggulnya, lalu dilanjutkan dengan menaik turunkan pinggulnya membuat sensasi nikmat yang tiada tara bagiku. Sementara itu, toketnya juga ikut bergoyang-goyang ria mengikuti irama yang kami mainkan.
“ahhh… goyanganmu tannn….”
“teruss tannn….. “
Dengan gaya seperti ini membuat serambi lempit tante Wulan terasa semakin legit. Aku dapat menyimpulkan bahwa ia tak sia-sia selama ini melakukan yoga hingga ia kini bisa dengan lincahnya menari-nari di atas selangkanganku.
“ohhh… tantee capekk too…” ucapnya di tengah goyangan liarnya.
“ambrukin sini tan.” Ucapku memintanya untuk merebahkan badannya ke arahku.
“bokongnya diangkat dikit yah, biar aku yang lanjutin.” Lanjutku.
Setelah itu, tante Wulan menuruti apa yang aku katakan. Dengan bokongnya yang sedikit terangkat, kini aku menggenjotnya dari bawah. Sementara itu, tante Wulan yang menindihku langsung melumat bibirku. Aku dengan tempo cepat menggenjotnya dari bawah. Hingga entah karena terlalu merasa keenakan atau bagaimana ia menggigit bibirku hingga berdarah.
“auuu…” pekikku ketika bibirku digigitnya.
“akhhh… sorry, To…” ucap tante Wulan lalu Kembali melumat bibirku dan menghisap bibirku yang berdara tersebut.
“aaaa….” Teriak tante Wulan ketika aku semakin mempercepat tempo genjotanku.
“tan, ganti posisi lagi ya. Tante nungging aja di Kasur.” Pintaku setelalh beberapa saat.
Tanpa menunggu jawaban dari tante Wulan, aku pun beranjak dari posisiku dan memposisikan diriku di belakang tante Wulan. Aku Kembali mengarahkan batang rudalku di depan bibir mekinya. Pertama-tama aku gosok-gosokkan rudalku pada bibir serambi lempitnya tersebut. Yang lalu disambut dengan rintihan-rintihan manja dari tante Wulan.
“ayo cepett akhh… masukinnn….” Pinta tante Wulan.
“oughhhh…” ucapnya setelah dengan sedikit kasar aku menyodokkan rudalku dan menggenjotnya.
“ayo lebih cepathh….”
Aku pun terus menggenjotnya dengan mempercepat tempo genjotanku. Sementara tante wulan, Nampak membenamkan wajahnya ke bantal dan mencengkram erat sprei Kasur hingga kini sprei tersebut menjadi tak beraturan akibat dari ulah kami berdua. Bunyi yang dihasilkan dari benturan persenggamaan kami pun menggema mengisi seluruh ruangan seiring dengan hentakkanku yang kuat. Bokong dari tante wulan pun Nampak sangat eksotis ketika itu, seperti memantul ketika menerima hentakan dari sodokanku tersebut.
“akhhh tante keluar lagi toooo…”
“sama tannn…. Barengg yahhh…” ucapku.
“akhhhh ga tahann too… keluarghhhh….”
“iniihhh tann…. Untuk anak kitaahhh…” ucapku saat kenikmatanku telah berada di ujung dan menembakkanya kea rah dinding Rahim miliknya.
Aku tak langsung mencabut rudalku dari serambi lempitnya, beberapa saat aku masih membenamkannya di dalam serambi lempit tante Wulan. Setelah itu, aku mencabutnya dan melihat hasil dari perpaduan cairan kenikmatan yang kami hasilkan meleleh keluar dari dalam serambi lempit tante Wulan. Setelahnya, tante wulan pun membalikkan badannya dan tidur telentang di Kasur.
“makasih ya, to.” Ucap tante Wulan sembari memberikan senyuman terkenikmatans miliknya.
“sama-sama tan, aku juga suka serambi lempit tante.” Ucapku menggoda.
“lagi yuk tan.” Lanjutku.
“hah… salah tante tadi kasih kamu obat kuat sama perangsang. Jadi liar gin ikan.” Jawab tante Wulan.
“tante udah capek to, udah tiga kali keluar lo.” Lanjutnya.
“yah tan, masih tegang banget ini.” Bujukku.
“yaudah.”
Sejurus kemudian tante Wulan tidur menyamping dan aku tetap dalam posisiku. Setelahnya, aku mengangkat kaki kanannya ke atas. Aku memposisikan rudalku untuk masuk dari bawah tubuhnya. Dengan perlahan aku mulai memasukkan kepala rudalku ke dalam serambi lempit sempitnya yang telah sangat becek tersebut yang disambut dengan rintihan pelan nan manja nya. Terus aku memompanya dengan tempo pelan. Sementara tante Wulan sudah Nampak tak seliar permainan di awal kami tadi. Ia hanya merintih dan menrancau pelan, sementara matanya terpejam.
Selang lebih kurang 15 menit, rintihan serta rancauan dari Tante Wulan Nampak semakin samar dan perlahan menghilang, nampaknya tante Wulan benar-benar capek dan sangat menikmati persetubuhan kami, hingga dalam kenikmatan ia tertidur. Ini merupakan fenomena baru bagiku melihat lawan mainku hingga ketiduran karena kelelahan, maklum saja karena ia tadi juga cukup lama melakukan olahraga yoga-nya. Sementara kesalahannya adalah ia berikan obat perangsang dan obat kuat untukku. Mungkin ia merasa tak ingin mengecewakanku hingga ia tetap melayaniku meski telah sangat Lelah.
Setelah ia tertidur pulas, aku memutuskan untuk menghentikan genjotanku dan mencabut rudalku dari serambi lempitnya. Aku menghargainya dan membiarkannya untuk menikmati tidur lelapnya. Namun, rudalku masih sangat tegang dan masih sangat ingin di puaskan. Aku pun berpikir sejenak, untuk menimang apa yang aku lakukan selanjutnya.
“apa aku ke rumah mbak Devi aja ya? Atau ke bi Nana aja” ucapku dalam hati di tengah kebimbangan ini.
Bersambung… Sejenak aku berpindah dari kamar tante Wulan menuju ke ruang tengah dan menyalakan sebatang rokok filter milikku sembari memutuskan kemana aku akan menuju. Di tengah kegelisahanku tersebut, hpku berbunyi yang menandakan terdapat notifikasi pesan masuk. Awalnya aku mengabaikan pesan tersebut dan memilih untuk menikmati tiap kepulan asap yang keluar dari mulutku. Hingga aku tersadar, bahwasannya aku tadi sempat menghubungi mbak Devi untuk meminta jatah.
“gimana mainnya? Udah puas?” bunyi pesan yang ternyata dari mbak Devi dibarengi dengan emot ketawa di akhir pesan tersebut.
Aku sebenarnya telah menaruh curiga terhadapnya, karena selama ini hanya antara aku dan mbak Devi yang mengetahui hubungan kami, tapi entah bagaimana Tante Wulan yang belum lama di sini sudah mengetahui salah satu rahasia terbesar yang aku miliki. Tidak mungkin semua itu terbongkar jika tidak keluar langsung dari mulut pelaku. Dari situ, jika bukan aku pelakunya, lantas tak ada orang lain yang pantas disalahkan selain mbak Devi dong?
“belom nih mbak, bantuin dong.” Jawabku.
“yaudah, sini aja.” Jawabnya cepat.
Tak mau menunggu lama, aku pun bergegas menuju rumah mbak Devi untuk menuntaskan hajatku. Di tengah perjalananku menuju rumah mbak Devi, aku teringat omongan dari tante Wulan jika mbak Devi sedang mengandung benih hasil perbuatan kami. Aku pun sebenarnya ragu untuk meneruskan langkahku menuju rumah mbak Devi. Namun, rasa penasaranku terhadap alasannya membocorkan rahasia kami berdua membulatkan tekatku untuk tetap melangkah menuju rumahnya.
Tak berselang lama, aku sudah menginjakkan kakiku di pintu belakang rumahnya. Beberapa saat setelah aku mengetuk pintu rumahnya pun ia sudah muncul di hadapanku dengan senyuman manja serta pakaian menggoda yang ia kenakan. Mbak Devi pun mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam rumahnya dan memintaku untuk duduk di ruang tengah miliknya, seolah ia mengerti bahwa aku kesini memiliki tujuan bukan hanya untuk memuaskan nafsu belaka, melainkan ada suatu lain hal yang ingin aku bicarakan.
“kenapa tante Wulan bisa tau semuanya sih mbak?” ucapku sesaat setelah duduk di ruang tengah.
Mbak Devi pun mulai menjelaskan tentang bagaimana semua itu terjadi, mulai dari awal pertemuannya dengan tante Wulan, hingga tante Wulan bercerita mengenai masalah pribadi yang sedang dialaminya. Awal pertemuan mereka memang tidak disengaja, lantaran saat itu mbak Devi sedang jalan-jalan pagi Bersama dengan anaknya, lalu disapa oleh tante Wulan (memang pada dasarnya tante Wulan adalah orang yang sangat ramah dan mudah bergaul). Setelah pertemuan pertama mereka dan mengetahui jika rumah mbak Devi tidak jauh dari rumahku, maka tante Wulan pun jadi sering main ke rumahnya untuk bermain Bersama dengan anaknya atau saling mengobrol.
Awalnya, mbak Devi tidak menaruh kecurigaan apa-apa terhadap tante Wulan yang sering main ke rumahnya, namun lambat laun, mbak Devi merasa ada yang tidak beres dengan Tante Wulan, sehingga ia memancing pertanyaan agar tante Wulan mau bercerita tentang masalah yang sedang ia hadapi. Setelah mengetahui masalah tersebut, mbak Devi pun merasa kasihan dengan apa yang dialamai oleh tante Wulan tersebut dan memikirkan tentang solusi yang mungkin bisa membantu tante Wulan.
Menurut mbak Devi, solusi yang mungkin bisa membantu tante Wulan adalah dengan menanamkan benihku pada Rahim tante Wulan. Awalnya ia ragu untuk membeberkan solusi gila tersebut, namun karena rasa kasihan tersebutlah yang membuatnya yakin untuk mengungkapkan pendapatnya. Tante Wulan pun juga ragu untuk menerima saran dari mbak Devi tersebut, namun dengan membeberkan rahasia kami tersebut membuat Tante Wulan yakin untuk menjalankan misi tersebut. Awalnya juga tante Wulan kaget dengan rahasia kami tersebut, namun pada akhirnya ia menyadari bahwa kami juga saling membutuhkan.
“gila memang Wanita satu ini.” Ucapku dalam hati ketika mendengarkan penjelasan darinya.
Rencana awal pun mereka susun untuk tante Wulan agar aku mau menidurinya, salah satu caranya adalah dengan berpakaian bercintai dan juga membicarakan tentang masalahnya tersebut, namun tak kunjung berhasil. Hingga akhirnya, perlahan namun pasti aku mulai masuk ke dalam perangkap yang telah mereka susun. Puncaknya adalah malam ini, susu dengan obat perangsang dan obat kuat tersebut juga merupakan ide dari mbak Devi untuk memancingku dan akhirnya berhasil.
“lantas kenapa mbak Devi berani banget bocorin semua rahasia kita?” tanyaku yang masih merasa tak terima dengan terbongkarnya rahasiaku ke dalam salah satu anggota keluargaku sendiri.
Mbak Devi pun Kembali menjelaskan tentang keraguannya yang pada awalnya tidak ingin rahasia tersebut sampai kepada orang lain, namun ia merasa tak punya pilihan lain, karena menurutnya itu merupakan salah satu pancingan agar tante Wulan berubah pikiran sekaligus menegaskan bahwa Dito yang sekarang adalah Dito pemburu serambi lempit. Mbak Devi juga meyakinkan bahwa rahasia tersebut akan stop di Tante Wulan dan tak akan sampai kemana-mana, asalkan ada syarat yang harus dipenuhi.
“hah syarat? Kok pake syarat? Apa syaratnya?” tanyaku terkejut mendengarkan penjelasan tersebut.
Mbak Devi pun Kembali menjelaskan, bahwa adanya syarat tersebut adalah bentuk kekecewaan tante Wulan terhadapku. Dito yang selama ini dipandang baik oleh Tante Wulan, ternyata tak lebih dari seorang pemburu lendir kenikmatan, sehingga muncul lah syarat tersebut. Adapun syarat yang dimaksud oleh Tante Wulan adalah aku harus mampu memuaskan Tante Wulan, selain itu juga aku harus benar-benar bisa menghamilinya dalam waktu satu bulan. Jika tidak berhasil, maka rahasia tersebut akan sampai di telinga keluarga besarku atau setidaknya mamaku.
“ha… syarat macam apa itu, yang pertama masih oke lah, selama ini yang menggenjot sama aku pasti ketagihan, tapi syarat yang kedua? Bagaimana aku bisa menggaransi bahwa aku bisa menghamili dia?” jawabku yang masih tak habis pikir tentang kesepakatan yang telah mereka berdua lakukan.
“aku yakin kamu bisa, mas. Ini buktinya.” Ucapnya sembari menyandarkan kepalanya di dadaku dan mengelus perutnya.
“jjj…. Jadi yang dibilang tante Wulan kalo mbak Devi hamil itu benar?” tanyaku terkejut.
Mbak Devi hanya menatapku dan menganggukkan kepalanya pelan. Banyak sekali kejutan yang mewarnai hidupku hari ini. Aku sampai kehabisan kata-kata untuk mengungkapkannya. Aku bingung harus bagaimana dalam bertindak, namun semua ini juga terjadi karena perbuatan yang telah aku lakukan. Mau tidak mau, siap tidak siap, aku tidak boleh lari dari semua yang telah aku mulai.
“tenang aja, kamu nggak perlu tanggung jawab kok soal bayi ini. Toh kita melakukannya juga karena sama-sama butuh ‘kan? Selain itu juga aku masih punya suami yang siap menerima kehadiran anak kedua kami.” Ucap Mbak Devi yang seolah-olah mampu membaca ekspresi wajah yang aku tunjukkan.
Aku pun sedikit lega mendengar ucapan dari mbak Devi tersebut. Namun, masalah tidak hanya itu saja, tetapi juga tentang Tante Wulan. Bagaimana pun caranya aku harus bisa menghamilinya dan membuktikan keperkasaanku. Selain itu juga, aku tak ingin rahasia antara aku dan mbak Devi sampai terbongkar hingga keluarga besarku.
“nggak jadi nih minta jatahnya?” ucap mbak Devi menggodaku.
“enak aja. Kamu hampir buat aku mati berdiri di hadapan tante Wulan terus sekarang kamu mau aku lepasin gitu aja? Gak bakal! Kamu mesti aku hukum.” ucapku dengan nada mengancam.
“ampunnn… hukum aku mass, hukumm…” ucapnya dengan nada meledek.
Perasaan sebal bercampur dengan napsu bercampur menjadi satu. Bagaimana tidak sebal dan kesal, salah satu rahasia terbesar dalam hidupku telah sampai pada telinga yang tak lain dan bukan merupakan bagian dari keluarga intiku. Mungkin saja jika tante Wulan tidak bisa menutupinya rapat-rapat akan dengan mudah dan cepat sampai di telinga mamaku.
Di sisi lain, aku malam ini juga benar-benar bernapsu, seolah napsuku bertambah berkali-kali lipat akibat ulah dari tante Wulan yang aku Yakini terkena bisikan setan dari mbak Devi untuk memberiku minuman penambah stamina dan napsu. Selain karena ingin membantu tante Wulan, mbak devi pasti juga sudah merindukan sodokan-sodokan manjah yang selama ini telah menjadi pemuas napsunya.
….
Aku pun segera melumat bibirnya dengan kasar dan membuatnya kelabakan. Bersama dengan itu aku langsung meremas-remas dengan liar bokongnya yang masih dibalut daster tanpa bra dan celana dalam tersebut. Setelah itu, toketnya menjadi sasaranku berikutnya. Lagi-lagi aku melakukannya dengan kasar, hal tersebut aku lakukan sebagai bentuk hukumanku kepadanya.
“mmmmpppphhhh….” Ia terus merancau dari setiap cumbuan yang aku lakukan, sementara itu bibirnya terus ku lumat hingga hanya kalimat tak jelas yang keluar dari mulutnya.
Setelah itu, cumbuanku beralih ke lehernya, dimana area tersebut merupakan salah satu area sensitive miliknya. Ia terus mendesah tak karuan dari setiap remasan dan cumbuan yang aku lakukan. Setelah cukup puas, aku pun bangkit dari tempatku duduk dan melepaskan celana kolor yang aku kenakan. Sementara itu, aku meminta mbak Devi untuk turun dari tempat ia duduk seakan mengetahui bagaimana jalan pikiranku.
“tau kan apa yang harus dilakuin.” Ucapku kepadanya.
Tanpa banyak babibu langsung saja dimainkannya rudalku dengan lidah dan mulutnya. Awalnya, ia hanya menjilat-jilat rudalku seperti ia menjilati es krim. Lambat laun, rudalku mulai dimasukkannya ke dalam mulutnya tersebut. Lagi-lagi karena ukuran “barangku” yang cukup meresahkan tak mampu tenggelam sepenuhnya ke dalam mulutnya.
“huueghhh….” Mbak Devi hampir tersedak setelah kendalinya atas rudalku aku ambil alih dan mendorong kepalanya lebih maju agar lebih masuk ke dalam mulutnya.
“nakal banget sih.” Protesnya setelah aku mengeluarkan rudalku dari dalam mulutnya dengan muka memerah.
“Namanya juga hukuman, ayo kulum lagi.” Pintaku.
Setelah itu, aku yang mengambil alih kendali dengan memaju mundurkan kepalanya menggunakan tanganku dimana aku mencengkram rambutnya lalu memaju mundurkan kepalanya. Air liur bercampur dengan pelumas kelamin perlahan menetes dari mulut mbak Devi. Sementara itu, aku belum merasakan rudalku akan memuncratkan laharnya.
“gentian.” Ucapku singkat.
Ia pun memahami maksudku dan kami bergantian, kini mbak Devi yang duduk di kursi, sementara aku beranjak dari kursi tempat dudukku. Setelah itu, aku duduk di pahanya dengan muka kami yang saling berhadap-hadapan. Kembali ku lumat mulutnya yang telah basah oleh air liurnya sendiri yang bercampur dengan pelumas yang keluar dari rudalku.
Setelah itu, aku turun dari pangkuannya dan langsung menyerbu gunung kembar miliknya tersebut seperti sapi yang merindukan susu induknya. Aku mainkan pentilnya yang timbul dari balik daster yang ia kenakan. Aku memainkannya dengan kasar toket miliknya tersebut, aku menggigit-gigit kecil pentilnya dan meremas-remas toket satunya.
kreekkkkk….
“kok dirobek sih.” Protesnya setelah dengan paksa aku merobek daster yang ia kenakan tepat di bagian toketnya hingga terpampang dua gunung kembar miliknya.
“Namanya juga hukuman.” Jawabku.
Sejurus kemudian, mulutku telah Kembali sampai di toketnya dan mulai menjalankan tugasnya. Sementara toket lainnya yang kini tak terbungkus apapun tak kubirakan menganggur begitu saja. Bersama dengan permiananku yang semakin liar, desahan dan rintihan kenikmatan keluar dari mulut mbak Devi.
“yahh… ohhh… mainin pentilkuuhh…” mbak Devi merancau menikmati permainanku dan mengobok-obok serambi lempitnya sendiri.
Aku pun tak membiarkannya untuk memainkan serambi lempitnya sendiri. Langsung saja aku berpindah ke bawah dan menyingkirkan tangannya dari serambi lempitnya tersebut. Kali ini tanganku yang memegang kendali untuk memainkan serambi lempitnya. Jari jemariku pun segara bermain-main dan menari-nari di liang senggama milik mbak Devi tersebut.
“ahhh… yahhh…. Terusshhh…” kata-kata yang keluar dari mulut mbak Devi.
kreeekkkk….
Aku Kembali merobek daster mbak Devi, namun kali ini yang aku robek adalah bagian bawah dasternya hingga sampai di robekanku yang pertama tadi. Kini daster yang ia kenakan sudah tak Nampak seperti daster lagi, akibat dari robekan Panjang yang membentang di tengah. Kali ini mbak Devi tidak protes dengan apa yang aku lakukan dan lebih focus menikmati “hukuman” yang aku berikan.
“aaaa…. Ohhhh…..mmpphhh….” suara yang keluar dari mulutnya ketika jari jemariku mulai dengan beringas mengobok-obok serambi lempitnya.
Area serambi lempit dari mbak Devi pun sudah sangat becek akibat dari rangsangan yang sedari tadi aku berikan kepadanya. Sementara itu, ia terus merancau tak karuan bebarengan dengan setiap jariku yang menari-nari pada area intimnya tersebut. Setelah cukup puas membuatnya blingsatan, kini giliran lidah dan mulutnya menjalankan aksinya di area meki-nya tersebut.
“ahhh… jilaatttt uuhhhh…. Iseppp… iyahhh….”
“ohhhh…. Ampuunnnn…. Ga tahannn…. Uhhhhh…..”
“iyahhhh……..” lenguhan yang keluar dari mulutnya saat ia sampai pada orgasmenya.
Bersama dengan orgasmenya, kepalaku dijepit di selangkangannya dengan kedua kaki dan tangannya sehingga membuatku sedikit kesusahan untuk bernafas. Cairan kenikmatan yang banjir pun tumaph ruah di mulutku dan menyembur kemana-mana. Setelah orgasmenya selesai, mbak Devi melepaskan jepitannya dan menatapku penuh dengan kemenangan.
“sial, kenapa kepalaku dijepit sih.” Protesku.
“Namanya juga hukuman.” Ucapnya menirukan gaya bicaraku sembari menjulurkan lidahnya.
Setelah itu, aku meminta mbak Devi untuk Kembali mengoral rudalku supaya Kembali basah dengan air liurnya. Selain itu, aku juga memiliki maksud tertentu terhadapnya. Ia pun menuruti permintaanku dan langsung melahap rudalku. Kali ini aku tidak akan melakukan deep throat terhadapnya, karena aku memiliki rencana yang lain.
Aku memintanya menungging dengan ia bertumpu pada kursi yang ia kenakan untuk duduk tersebut. Tanpa banyak babibu, ia pun menuruti permintaanku tersebut dan segera menungging. Awalnya aku Kembali melumat serambi lempitnya tersebut dan memasukkan jari tengahku ke dalam lubang anusnya dan langsung disambut dengan rintihan-rintihan manja darinya.
“ohhhhhh…. Ampuunnn akhhh….. masuukkkinnnn….” Ucapnya yang sudah tak tahan menahan gejolak nafsunya.
Segera aku memposisikan rudalku untuk Bersiap menerobos serambi lempit miliknya tersebut. Mulanya, aku gesek-gesekkan rudalku pada bibir serambi lempitnya. Namun kali ini yang menjadi targetku bukanlah serambi lempitnya, melainkan anusnya. Segera aku pindahkan rudalku dan aku posisikan kepalanya sudah berada tepat di depan lubang anusnya tersebut.
“jangan disituuu… ahhhh….. sakittt…. Ohhh…. Perihhhhh….” Pekiknya ketika perlahan kepala rudalku berhasil masuk ke dalam lubang anusnya tersebut. Ngocoks.com
Aku tak memperdulikan omongan dari mbak Devi dan terus melanjutkan penetrasiku. Memang sangat sempit dan seret ketika rudalku terus berusaha untuk menerobos anus milik mbak Devi tersebut dan aku yakin bahwa anusnya tersebut aku lah yang pertama kali mencicipinya alias aku yang memerawaninya.
Rasa ngilu dan sedikit perih juga aku rasakan lantaran kurangnya pelumas dari gesekan antara rudalku dan dinding anus mbak Devi. Aku cukup sabar dalam bermain-main dengan anusnya tersebut, ketika dirasa rudalku sudah mulai seret dan susah untuk terus masuk, aku menariknya keluar dan memasukkannya Kembali.
Berulang kali aku melakukan hal tersebut dan aku sangat menikmati permainanku pada lubang sempit milik mbak Devi tersebut. Setelah cukup jauh aku berhasil menerobos anusnya, kini aku memompa rudalku di lubang anusnya tersebut dengan tempo yang cukup pelan, Bersama dengan itu, aku juga meremas-remas pantat bohay nan montok miliknya tersebut. Sementara itu, jariku yang lain masuk dan mengobok-obok serambi lempitnya.
“ahhh… amppuuunnnn… eeehhhh…. Enaaagghhhh….”
“yahhh…. Terusss….. mmmpppphhhh…..”
Aku terus memompa rudalku dalam anusnya dengan tempo yang perlahan mulai bertambah cepat. Sementara itu, kini anusnya telah berasa bisa menyesuaikan rudalku yang keluar masuk dari anusnya tersebut, sehingga membuatku lebih leluasa untuk terus memompanya. Mbak Devi pun kelimpungan dengan aksi serangan dua sisiku tersebut.
“ohhhh….. sampee lagiiiii…. Ahhhhhhh……” ucapnya.
Bersama dengan itu, mbak Devi menggenjang dan sampai pada orgasme keduanya. Cairan hangat pun membasahi tanganku yang sedari tadi tidak beranjak dari serambi lempitnya tersebut. Sementara itu, rudalku masih terus memompa anusnya tersebut. Sementara rudalku, belum merasakan tanda-tanda akan menumpahkan spermanya dan masih dengan gagahnya menyodok-nyodok lubang milik mbak Devi. Mbak Devi pun masih terus meneruskan desahannya setelah orgasmenya tersebut dan sangat menikmati permainan yang aku sajikan.
“masih mau lanjut nggak, Mbak?” tanyaku di tengah genjotanku.
“iyahh…. Terusinn ajahh….” Jawabnya.
Bukannya melanjutkan genjotanku, aku malah mencabut rudalku dari anusnya. Setelah itu, aku meminta mbak Devi untuk berbaring di lantai. Sejurus kemudian, aku memintanya untuk menjepit rudalku menggunakan dua gunung kembar besar miliknya itu. Permaian rudalku dengan dijepit dua toket kembar miliknya pun di mulai dengan aku mulai menggerakkan rudalku maju mundur di tengah jepitan toketnya tersebut.
“kenapa sih kamu suka dijepit gini?” tanyanya.
“kenyel.” Jawabku singkat.
Permainan pun berlanjut dengan rudalku yang masih maju mundur di tengah jepitan susunya tersebut. Selain itu, kepala rudallku juga telah basah oleh air liur dari mulut mbak devi, karena kepala rudalku menyundul-nyundul mulutnya dan mulutnya pun menyambut setiap sodokan yang datang dari rudalku.
Setelah puas bermain Bersama dengan toketnya, aku Kembali berniat untuk meng-anal-nya lagi. Segera aku berpindah posisi menuju ke kakinya. Aku meminta mbak Devi untuk tidur tengkurap dengan sedikit menungging dan langsung dituruti olehnya. Langsung saja aku lumasi rudalku dengan air liurku sendiri dan Bersiap untuk Kembali menerobos liang anus milik mbak Devi.
“ouugghhh….. pelannnn….. aauuuuhhh….”
Pada percobaan kedua kali ini terasa anusnya telah bisa menyesuaikan dengan besaran rudalku sehingga membuatku lebih leluasa untuk dapat melakukan penetrasi. Sementara itu, mbak Devi terus merancau kenikmatan akibat permainanku itu. Aku terus berusaha agar rudalku bisa masuk maksimal ke dalam anusnya. Ketika aku merasa mentok dan tak dapat lagi menembusnya, aku memompanya dengan ritme pelan namun pasti.
Aku terus menikmati setiap sodokan yang aku lakukan terhadap mbak Devi tersebut, hingga kini terasa rudalku hampir sampai pada puncaknya. Bersama dengan itu, aku mempercempat ritme genjotanku dan membuat mbak Devi meringis kenikmatan. Tak berselang lama, spermaku tumpah ruah di dalam anusnya tersebut hingga tak sedikit yang sampai meleleh keluar ketika aku mencabut rudalku dari dalam anusnya.
“ohhh…. Nanggungg…. Bentar lagi aku sampe lagii…” ucap mbak Devi.
Mendengar hal tersebut, aku langsung menurunkan lidahku dan mengoral serambi lempitnya tersebut dan memainkan klitorisnya menggunakan bibir serta lidahku. Mbak Devi pun terus merancau kenikmatan akibat dari permainan lidahku tersebut. Tak berselang lama kemudian, ia sampai pada orgasmenya yang ketiga kali.
“mmmmpphhh…. Ahhhh…….”
crreeetttt… creeetttt…. Mbak Devi Kembali menyemburkan cairan miliknya.
“gila kamu ya, bisa-bisanya merawanin boolku. Sakit tau.” Ucap mbak devi sembari terengah-engah setelah orgasmenya yang ketiga kali.
“Namanya juga hukuman.” Jawabku lagi.
Setelah permaian tersebut kami beristirahat dengan merebahkan diri di ruang tengah. Kami pun berbincang-bincang hal-hal ringan seputar kegiatan kami, tak lupa juga mbak Devi menanyakan tentang bagaimana permainanku tadi Bersama dengan tante Wulan. Aku pun menceritakan secara detail bagaimana kejadian yang tadi aku alami Bersama dengan tante Wulan kepada mbak Devi dan ia pun mendengarkan dengan sangat antusias.
“kayaknya nggak lama lagi aku bakal pindah dari sini deh, Mbak. Soalnya aku mau lulus dan rumahku yang disitu mau aku jual.” Ucapku sesaat sebelum meninggalkan rumah mbak Devi.
Bersambung… Hari ini aku terbangun cukup siang setelah pertempuranku dengan mbak Devi semalam. Aku tak melihat aktivitas dari tante Wulan ketika aku keluar dari kamarku dan mengambil minuman di dapur. Iseng aku menengok kamarnya ternyata tertutup rapat. Aku berpikiran bahwa tante Wulan memang sedang tidak mau diganggu karena ada urusan pekerjaan atau dia sedang capek.
Kembali aku ke dapur dengan perut yang keroncongan dan melihat di sana ternyata tak ada makanan yang bisa aku santap. Hal tersebut menandakan bahwasannya tante Wulan sedang tidak memasak. Solusinya adalah aku memasak mie instant atau pergi ke warung bi Nana, sekaligus lepas kangen setelah sekian lama aku tak berjumpa dengannya.
Aku pun bergegas untuk mandi sebelum pergi ke warung bi Nana. Bukannya apa-apa, semalam setelah pertempuran ganasku Bersama dengan mbak Devi aku tak langsung mandi karena rasa ngantuk lebih menguasai diriku. Jadi untuk menghindari bau-bau lendir yang tidak mengenakkan, aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu sebelum pergi ke warung bi Nana.
Setelah memastikan bahwa tubuhku telah bersih dan wangi, segera aku menuju ke warung bi Nana. Akhir-akhir ini aku jarang sekali bertemu dengan bi Nana, karena selain urusan perut dan bawah perut aku tak memiliki kesempatan dengan bi Nana, terlebih lagi kini ada kehadiran dari tante Wulan yang tinggal seatap denganku sehingga aku tak leluasa seperti dulu lagi untuk menyambangi bi Nana. Selain itu juga, untuk bertemu dengan bi Nana selain di warung cukup sulit, karena ia memiliki keluarga dan aku tak enak hati melampiasakan nafsuku di rumahnya lagi. Tetapi, pengalaman menyetubuhi bi Nana di rumahnya merupakan pengalaman yang sangat luar biasa bagiku, terlebih lagi aku terperangkap dalam rencana yang telah ia buat dan itu menambah sensasi tersendiri bagiku.
Tak berselang lama, aku telah sampai di Warung bi Nana yang kebetulan lagi sepi pembeli. Aku melihat dari kejauhan bi Nana sedang membersihkan meja yang kemungkinan tadi sehabis digunakan oleh pelanggannya untuk menyantap makanannya. Aku sangat menikmati pemandangan dimana pantat semok bi Nana bergoyang-goyang mengikuti irama dari setiap Gerakan yang ia lakukan untuk membersihkan meja menggunakan lap makan tersebut.
“auuugghhh…” pekik bi Nana setelah bokong semoknya aku remas dengan ganas sesampainya aku di warungnya.
“kamu ya… jangan nakal ah, nanti kalo diliat orang kan bahaya.” Ucapnya.
“hehehe…. Abis gemes sih bi.” Ucapku cengengesan.
“dasar… anak muda kok nafsunya sama yang udah kendor.”
“kata siapa kendor, tu masih kenceng depan belakang.” Jawabku lagi.
“udah-udah jangan diterusin, masih siang ini.”
“berarti kalo udah malem boleh?” tanyaku sembari tersenyum mesum kepada bi Nana.
“hush….” Ucapnya sambil berlalu masuk ke dapur.
Tak berselang lama, bi Nana Kembali dari dapur dan segera menyiapkan makanan seperti yang biasanya aku pesan, lengkap dengan es teh kenikmatans. Bersama dengan itu juga, datanglah satu persatu buruh pabrik yang juga ingin mengisi perut mereka. Hal tersebut tentu saja membuat obrolanku Bersama dengan bi Nana tak begitu cair lantaran kondisi warung yang sedang ramai pembeli.
Warung bi Nana memang tak pernah sepi jika siang hari. Seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya, bahwasannya di pinggir kampungku ini terdapat pabrik yang cukup besar dan para buruh-buruh di sana cukup sering makan di warung bi Nana. Baik itu perempuan maupun laki-laki. Tak hanya itu, ibu-ibu rumah tangga disini juga acap kali membeli lauk matang di tempat bi Nana ini untuk mengejar kepraktisan.
Setelah puas memakan habis makananku dan menyedot habis esteh kenikmatans dari bi Nana, aku pun bergegas membayar pesananku dan lalu beranjak pergi dari warung bi Nana untuk Kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, aku melihat kamar tante Wulan masih tertutup rapat seperti sebelum sedia kala.
tok….tok…..tok…..
“tan, udah makan?” tanyaku dari balik pintu.
“……”
Tak ada jawaban dari dalam, aku pun mencoba beberapa kali untuk mengetok pintu kamar Tante Wulan dan menyakan apakah ia sudah makan. Namun tetap saja tak ada jawaban dari dalam kamarnya. Bukannya apa-apa, aku tak melihat masakan di dapur dan itu menandakan bahwa tante Wulan memang sedang tidak memasak, sehingga aku menanyainya, takutnya terjadi hal-hal yang tidak diingikan.
Sejurus kemudian aku menuju kamarku untuk mengambil hpku dan menghubungi tante Wulan. Aku pun mengirimkan pesan yang menanyakan apakah dia sedang baik-baik saja atau tidak. Dan setelah beberapa saat hanya balasan singkat berupa kata “gapapa” yang dikirim tante Wulan terhadapku. Aku pun cukup lega setelah menerima balasan dari Tante Wulan tersebut. Namun, aku merasa bahwasannya ia tidak sedang dalam kondisi yang benar-benar baik-baik saja.
Setelah itu, aku menyalakan komputerku untuk sekali lagi mengecek portofolioku, apakah masih ada kemungkinan untuk bounce back atau memang sudah tak terselamatkan. Dengan perasaan ragu dan deg-degan aku membuka salah satu broker yang menjadi tempatku untuk bermain forex dan crypto tersebut. Dan ternyata memang benar, aku harus menjual rumah ini lalu pindah entah kemana setelah aku lulus demi mendapatkan pekerjaan dan nampaknya memang riwayatku dalam dunia trading telah berakhir.
Sebenarnya bisa saja aku tetap stay di sini atau setidaknya mempertahankan rumahku agar tidak dijual, namun mengingat kondisi kota ini yang minim pekerjaan di bidangku dan kemungkinan kecil orang yang mau mengontrak rumah ini alangkah baiknya jika memang harus dijual Kembali rumah ini. Selain agar tetap terawatk, juga hasil dari penjualan rumah ini akan aku gunakan sebagai pegangan ketika aku menapaki Langkah baru di kota lain nanti.
Namun, perasaan tak rela meninggalkan kisah lendirku di sini Bersama dengan mbak Devi dan bi Nana menjadi salah satu pemberatku untuk beranjak pergi dari kampung ini. Namun, jika terus-terusan begitu, aku juga akan selamanya terperangkap dalam tempurung dosa ini. Toh mereka juga memiliki keluarga masing-masing yang sebenarnya cukup harmonis. Hanya, saja datangnya aku dalam kehidupan mereka adalah sebagai pelengkap nafsu mereka, karena servis dari pasangan mereka kalah telak dariku.
Cukup lama aku melamun di depan monitor komputerku memikirkan tentang Langkah apa yang aku ambil setelah ini. Hingga tak berasa rasa kantuk menghinggapi diriku. Aku memang tipe manusia yang pada siang hari sangat mudah untuk merasa mengantuk dan pada malam hari selalu merasa on fire. Setelah mematikan komputerku, aku pun beranjak dari kursi dan merebahkan diri di Kasur untuk menuntaskan tidur siangku.
Cukup lama aku tidur siang ini dan tak berasa matahari telah tenggelam di ufuk barat dan berganti shift dengan bulan untuk menyinari bumi. Segera aku menuju ke dapur untuk mengambil air putih. Aku pun melihat kamar dari tante Wulan yang Nampak sudah tak tertutup rapat seperti tadi siang. Aku memiliki rencana untuk mendatangi kamar tante Wulan dan menanyakan ada apa dengan dirinya.
*tok….tok….tok…”
“tan, boleh Dito masuk?” ucapku sembari mengetok pintu kamarnya.
“iya masuk aja.”
Nampak tante wulan sedang duduk di Kasur dengan kaki selonjoran dan punggung bersender pada senderan tempat tidur. Bersama dengan itu matanya focus memainkan hpnya. Perlahan, aku menghampirinya dan duduk di tepi Kasur dekat dengannya. Aku diam beberapa saat memandanginya yang masih focus memainkan hpnya dan tak menghiraukan aku yang kini berada di dekatnya.
“tante marah ya sama Dito?” tanyaku memecah keheningan.
Tante Wulan tak langsung menjawab. Beberapa saat kemudian ia meletakkan hpnya dan memandangiku balik. Namun sorot matanya seperti sayu dan menunggu meledak untuk menangis. Benar saja, tak berselang lama tangisnya pun pecah. Ia menutup mukanya menggunakan kedua tangannya dan masih dengan isak tangisnya.
“tante…. Tante kenapa?” tanyaku bingung.
“maafin tante, To. Gak seharusnya kita semalam begituan.” Ucapnya masih Bersama dengan tangisnya.
“loh, kenapa tante minta maaf?” tanyaku Kembali.
“Kita ini sedarah to… aku ini tantemu, nggak seharusnya kita ngelakuin itu.”
Aku yang kebingungan untuk merespon apa, memutuskan untuk memeluk tante Wulan dengan maksud ingin menenangkannya. Tante Wulan pun tak menolak pelukanku dan kini ia menangis dalam dekapanku.
“ssstttt…. Ssssttt…. Aku kan Cuma mau membantu tante.” Ucapku sembari mengusap lembut rambut halusnya.
“tapi nggak gini caranya, To.”
“lantas mau gimana lagi, Tan?”
Tante Wulan tak menjawab dan masih larut dalam tangisnya. Sementara aku masih berusaha menenangkannya dan mengusap-usap rambutnya. Aku sendiri tak habis pikir dengan tante Wulan yang semalam sebegitu liarnya kini menjadi merasa bersalah dan berdosa atas apa yang kita lakukan.
Mungkin juga karena semalam terpengaruh nafsu dan penyesalan tersebut baru terjadi setelahnya, entahlah. Setelah cukup tengang dan tangisnya berhenti, aku pun melepaskan pelukanku dan menatap tante Wulan dengan bercintaama dan sangat dalam dari jarak yang hanya beberapa centi ini.
“udah ya tan, ngga usah merasa bersalah gitu, kita kan Cuma berusaha yang terbaik buat tante.” Ucapku.
Tante Wulan pun tak menjawab dan malah memejamkan matanya. Aku yang terbawa suasana pun mengarahkan bibirku kepada bibirnya. Dan terjadilah French kiss antara aku dan tante Wulan, ternyata juga tak ada penolakan dari tante Wulan ketika bibirku mendarat di bibirnya dan selanjutnya lidah kami saling beradu satu sama lain.
“egggghhh…” pekikku tertahan ditengah percumbuan kami, karena bibirku digigit dengan kasar oleh tante Wulan.
“kamu ya…. Semalam, bukannya tidur nemenin tante malah keluyuran ke rumah mbak Devi.”
“kok tante tau?” ucapku pura-pura tak tau tentang akal bulus yang telah mereka jalankan.
Tante Wulan pun tak menjawab dan malah Kembali menyosor bibirku dan mendorongku agar aku ambruk di Kasur. Nampaknya penyesalan yang terjadi pada diri tante Wulan hanya berjalan beberapa saat, buktinya kini ia telah Kembali liar dan buas seperti kemarin malam. Bersama dengan ia yang kini menindihku, dengan perlahan ia melepaskan pakaian yang ia kenakan Bersama dengan celananya dan tinggal menyisakan pakaian dalam yang masih dibiarkan menempel pada tubuhnya.
Bibir beserta dengan lidah kami pun terus beradu satu sama lain. Bunyi-bunyian khas dari dua mulut yang beradu pun mengiringi permainan panas yang kami lakukan. Nampaknya tante Wulan terlihat lebih liar mala mini, dimana ia seperti akan mendominasi permainan kami malam ini. Setelah cukup puas dengan permainan bibir ini, tante Wulan mulai beranjak dari mulutku dan mulai menjelajahi setiap inci area sensitive pada tubuhku. Mulai dari mengulum kuping, leher, hingga berhenti di dadaku, atau lebih tepatnya di putingku dan mulai memainkannya menggunakan mulutnya.
Aku pun hanya mendesah pelan menikmati permainan yang sedang dilakukan oleh tante Wulan tersebut. Selanjutnya, permainan tante Wulan terus turun hingga sampailah pada batang yang telah dengan gagah perkasa berdiri menantang langit namun terhimpit oleh sempak yang masih menghalangi.
Dengan Gerakan perlahan, tante Wulan “membongkar” markas besar rudalodon tersebut. Ditariknya celana dalamku tersebut, hingga sang empunya markas langsung mendongak naik mencari siapa gerangan yang telah membebaskannya dari belenggu dan ingin membalas budi dengan memberi kepuasan yang tiada tara.
Perlahan, tante Wulan mulai menggenggam dan mengelus-elus rudalku tersebut dengan tangan halusnya. Sungguh nikmat sekali kocokan yang diberikan oleh tante Wulan tersebut. Kocokan demi kocokan terus dilakukan oleh tante Wulan hingga lendir-lendir pelumas mulai keluar dari rudalku. Namun, tampaknya lendir tersebut tak mampu menjadi pelumas yang dapat melumasi rudalku dari tangan dari tante Wulan tersebut.
“ganti pake mulut kek tan. Panas nih.” Pintaku kepada tante Wulan.
Tante Wulan pun tak menjawab dan hanya menatapku dengan tatapan binalnya. Tak perlu berlama-lama, langsung saja rudalku dilahapnya dengan sangat rakus dan mulai mengoral rudalku. Memang blowjob yang dilakukan oleh tante Wulan tersebut terhitung biasa saja, karena mungkin ia tak terbiasa melakukan hal tersebut kepada suaminya, namun karena blowjob tersebut dilakukan oleh tante Wulan yang notabene melihatnya sehari-hari saja sudah membuatku tegang, maka rasa yang dihasilkan pun menjadi lebih menggairahkan.
Blowjob yang dilakukan oleh tante Wulan pun telah berlangsung selama beberapa menit, hingga ludah yang telah bercampur dengan lendir pelumas dari rudalku pun membasahi area rudal. Selain itu juga, tante Wulan menjilat-jilat rudalku layaknya ia sedang menjilati eskrim. Permainannya yang ini sungguh sangat menampilkan bagaimana raut muka binal dari Tante Wulan yang sangat menggoda dan menggairahkan.
Setelah cukup puas dan juga mungkin bosan dengan permainan blowjob, tante Wulan pun kini mengganti permainannya dengan titsjob. Dimana ia mulai menjepitkan rudalku diantara kedua gundukan kembar miliknya. Rasa nikmat Kembali menjalari seluruh batang rudalku tersebut akibat himpitan dari daging kenyal milik dari tante Wulan tersebut.
“ini kan yang kamu suka? Ha?” ucapnya di sela-sela permainannya.
“ohhh… iyaaa tannn, teruss….”
Tante Wulan terus menaik turunkan toketnya yang menjepit rudalku tersebut dan nampaknya ia sudah banyak belajar setelah permainan kami semalam. Aku pun menjadi memiliki pemikiran kemana-mana akibat perubahan permainan yang dilakukan oleh tante Wulan sekarang ini, bagaimana bisa dia dengan secepat ini belajar?
“ahhh…. Tante belajar darimana sih, kok sekarang jadi pro gini?” tanyaku.
Tante Wulan tersenyum binal dan menjawab, “tante kan ga mau kalah sama kamu, To.”
“udah ah tan, masukin yuk.”
“enak aja langsung main masukin.”
Tante Wulan pun lalu beranjak dari posisinya kini dan lalu merayap hingga ke kepalaku. Setelah memberikan French kiss sebentar, ia pun berjongkok tepat di atas kepalaku yang sedang tiduran terlentang. Ia pun mengarahkan serambi lempitnya tersebut ke arah mulutku dengan maksud ingin mendapatkan servis mulut dariku.
“akhhh… enakkk bangettt….”
“terusin too….”
Tante Wulan terus merancau ketika lidahku mulai mendarat dan bermain-main pada area sensitifnya tersebut. Aku yang sudah mengetahui area g-spot dari tante Wulan pun terus menyerang area tersebut dan sukses membuat tante Wulan merancau liar, selain itu juga tante Wulan mulai meremasi sendiri toketnya dengan sangat ganas. Sementara aku, selain mengobrak-abrik area g-spotnya juga meremasi pantat padat nan sekal miliknya tersebut.
“ahhh…. Ohhhh…. Ga kuattt…. Ahhhh…..”
“yahhh…. Yess…. Keluarghhhh…..”
Akhirnya tante Wulan pun sampai pada orgasmenya yang pertama. Semburan laharnya pun membasahi area mulut dan mukaku, sementara itu tante Wulan hanya tersenyum saja ketika melihatku belepotan akibat ulahnya tersebut. Tak mau menunggu lebih lama lagi, kini aku ingin memegang kendali permainan ini. Segera aku merebahkan tubuh tante Wulan agar Bersiap untuk aku gagahi.
Aku melebarkan kaki tante Wulan agar lebih leluasa untuk melakukan penetrasi. Sejurus kemudian, kepala rudalku telah Bersiap untuk mengobrak abrik liang peranakan dari tante Wulan. Dengan perlahan namun pasti, dimulai dari palkonku mulai menusuk masuk ke dalam goa kenikmatan tersebut. Bebarengan dengan itu, desahan demi desahan mulai keluar dari mulut tante Wulan.
“mmmmhhh…. Lebih dalemmmhhh…..”
“ohhhh…. Terusshhh…..”
Selanjutnya aku mulai memompa batangku yang sebenarnya tidak bisa sepenuhnya masuk tersebut. Lagi-lagi aku tak bisa memaksakan untuk memasukkan rudalku seluruhnya. Selain karena lubangnya yang masih belum bisa menerima rudalku sepenuhnya, juga karena aku tak ingin mengurangi rasa nikmat yang didapatkan dari tante Wulan. Aku lebih suka membiarkannya berjalan sebagaimana mestinya saja.
Perlahan namun pasti, rudalku dapat melaju dengan enaknya karena perpaduan cairan pelumas yang dihasilkan dari kedua alat kelamin yang sedang beradu ini. Tempo genjotanku pun juga semakin cepat seiring dengan bertambahnya durasi kami. Sementara itu, tante Wulan terus merancau tak karuan efek dari genjotanku tersebut. Dengan posisi missionary ini aku juga dapat dengan leluasa untuk menggerayangi buah dada milik tante Wulan tersebut.
Setelah beberapa saat ternyata aku sudah merasa ingin sampai pada orgasmeku, namun masih aku tahan karena tak ingin permainan ini cepat selesai. Selanjutnya, aku pun meminta tante Wulan untuk berganti gaya doggy, karena ini merupakan gaya kesukaanku. Sejurus kemudian, tante Wulan telah Bersiap dengan menungging di Kasur. Tak ingin menunggu lama, segera aku posisikan rudalku di mulut liang kewanitaannya tersebut. Setelahnya segera aku hentakkan agar rudalku dapat masuk.
“oughhh…. Mmmmhhh….”
“enakkk… lebihh dalemm, toooo…..”
“enakk bangeett tannn.. berasa diremess…”
Segera aku memaju-mundur kan rudalku yang telah berada di dalam serambi lempitnya tersebut. Kali ini selangkanganku dan bokongnya berbenturan dan menimbulkan suara yang sangat menggairahkan. Karena suka dengan suara yang dihasilkan, aku pun dengan semangat menghentakkan rudalku ketika selangkangan dan bokongnya akan bertemu.
“yashhhh…. Terusss…. Ohhh….”
“sodok terussss…..”
Aku terus memacu rudalku dengan tempo yang lumayan cepat. Bersama dengan itu, aku juga meremasi serta menampar-nampar pantatnya yang bergoyang mengikuti irama dari sodokan yang aku lakukan. Tante Wulan pun tak henti-hentinya merancau, hingga ia membenamkan wajahnya ke bantal karena tak kuasa menahan kenikmatan yang selama ini tak ia dapatkan dari suaminya.
“ohhh… keluar lagiiihh….”
“barengin tannn….”
“aku keluarghhh….” Tante Wulan pun sedekit terpekik ketika ia mendapatkan orgasmenya yang kedua.
Tak berselang lama, aku pun juga akan mengalami orgasme pertamaku. “aku juga tannn…..”
Kami pun terkulai lemas setelah pertempuran itu. Aku merebahkan diri di samping tante Wulan. Bersama dengan itu, aku melihat rudalku ternyata tak langsung terkulai lemas, tetapi masih dalam mode setengah tegang atau mode siaga. Ngocoks.com
“laper ih.” Ucap tante Wulan memecahkan keheningan setelah pertempuran kami.
“lagian tadi bukannya makan dulu malah minta dirudalin.” Jawabku ngasal.
“ih gaboleh gitu ya ngomong sama tante sendiri.” Jawabnya sembari menyentil rudalku yang masih dalam mode siaga.
“auuu… sakit, Tan. Yaudah tante yang cantik, mau makan apa?” tanyaku sok kenikmatans.
“pesen online aja deh.” Jawab tante Wulan
“di sini mah kalo udah malem susah cari drivernya, Tan. Jauh-jauh lagi.”
“yaudah deh, terserah kamu.”
Saat itu memang jam sudah menujukkan pukul 9 malam lebih, aku pun berpikir sejenak. Aku berusaha mencari makanan di daerah rumahku yang sekiranya masih buka dan bersedia untuk mengantarkannya sampai ke rumahku. Dengan kondisi yang seperti ini, rasa-rasanya aku terlalu malas untuk keluar sekedar membeli makanan.
Hingga terbesit di benakku salah satu warung makan yang mungkin saja bisa mengantarkan makanan sampai ke rumah. Segera aku menghubungi warung makan tersebut, pada awalnya memang terjadi perdebatan yang alot dengan alasan tak ada orang lain yang bisa menjaga warung tersebut untuk menggantikannya selagi ia pergi mengantarkan makanan, tetapi karena bujuk dan rayuku pada akhirnya ia pun luluh.
Aku pun menghabiskan waktuku untuk mengobrol Bersama dengan tante Wulan sembari menunggu makanan datang. Bersama dengan itu pula rudalku dibuat mainan oleh tante Wulan, sehingga membuatnya tegang Kembali. Hal tersebut terjadi lantaran aku dan tante Wulan masih tak mengenakkan Kembali pakaian kami dan memilih untuk telanjang bulat. Tak berselang lama, pintu rumahku pun diketok, yang aku taksir adalah makanan telah datang.
“tante tunggu disini dulu ya, sambil pake dulu tuh baju.” Ucapku sembari mengenakkan Kembali boxerku tanpa celana dalam.
Tante Wulan pun mengiyakan apa yang aku katakan dan aku segera menuju ke pintu utama untuk membukakan pintu. Bersama dengan aku membuka pintu, Nampak sosok Wanita yang begitu Anggun, khas Wanita desa dengan guratan sedikit keletihan akibat pekerjaan yang ia jalani. Segera ia menyerahkan makanan yang telah ia bawa kepadaku.
“nih makanannya.” Ucapnya.
“eh itu….” Lanjutnya yang melihat tonjolan seperti tongkat dari balik celana yang aku kenakan.
Aku yang tak menjawabnya pun langsung menariknya masuk ke dalam rumah setelah sebelumnya aku memastikan bahwa tante Wulan belum keluar dari kamarnya.
Bersambung… Segera aku membawanya masuk ke dalam kamarku dan aku meletakkan makanan tersebut diatas meja ruang tengah. Sejurus kemudian, aku melumat bibirnya agar tak banyak pertanyaan muncul dari mulutnya. Aku pun menuntunnya untuk berpindah ke atas kasurku dan menindihnya masih dalam posisi bibir kami berpagutan. Awalnya ia berusaha menolak tetapi lambat laun penolakan-penolakan tersebut berubah menjadi balasan atas cumbuan yang aku lakukan.
Bersama dengan bibir kami yang masih saling beradu, aku berusaha melepas cardigan yang ia kenakan di luar dasternya. Setelahnya, aku meremas-remas toket besar yang masih terbalut daster dan bra miliknya tersebut. Ia pun memejamkan matanya dan menikmati setiap rangsangan yang aku berikan. Sementara aku, masih terus melakukan aksiku dengan permainan bibir dan lidahku bebarengan dengan remasan-remasan kasar pada toketnya.
Setelah itu, cumbuanku berpindah menuju leher dan area belakang kupingnya. Ia terus mendesah kenikmatan menikmati aksiku tersebut. Tidak hanya melakukan ciuman-ciuman kecil, aku juga menjilati area-area tersebut dan ternyata terasa cukup asin karena bercampur dengan keringatnya.
“ohhhh….. mpppphhhh…..”
“shhh…..”
Setelah itu, kini aku berpindah menuju ke area toketnya. Toket yang awalnya hanya aku remasi, kini aku kenyot-kenyot dari balik daster dan bra miliknya tersebut. Ingin lebih leluasa, aku pun membuka kancing dasternya dan meloroti bra miliknya dan mengeluarkan dua toket besar tersebut dari balik bra hingga menyembul keluar.
Segera aku mainkan Kembali putingnya yang berwarna coklat tua tersebut. Aku menyedotnya kuat-kuat toket sebelah kanannya, sementara pentil sebelah kirinya aku pilin-pilin. Setelah itu, tangan kananku yang awalnya aku gunakan untuk memainkan penti kirinya, kini berpindah menggerayangi area kewanitaan miliknya. Tanganku mulai menggesek-gesek serambi lempitnya dari balik daster dan cd nya. Nampaknya ia sudah benar-benar basah.
Merasa kurang leluasa, aku menaikkan dasternya hingga di atas perutnya dan menggesek-gesekkan jari jemariku melalui celah cd miliknya. Sementara kini, tangan kiriku focus meremas-remas toket kanannya dengan cukup brutal.
“ohhhh… kamu gila, To. Itu loh ada tantemuhh…. Ahhh….” Ucapnya ditengah permainan kami.
“tenang aja, kalau perlu nanti kita ajak gabung.” Ucapku.
Tak puas hanya memainkan jari jemariku pada lubang mekinya, kini mulutku berpindah ke bawah, pada area kewanitaannya tersebut. Aku melorotkan cdnya dan lekas memainkan lidahku pada area labia mayora miliknya tersebut. Rintihan kenikmatan dan desahannya pun semakin tak terkendali dan aku yakin, sebentar lagi pasti tante Wulan akan datang kesini. Semakin liar aku memainkan lidahku pada area sensitifnya tersebut dan semakin basah pula daerah tersebut.
Tak ingin berlama-lama lagi, aku menariknya hingga ujung Kasur dan membalikkan badannya agar menungging. Mula-mula, aku menggesek-gesekkan rudalku pada bibir peranakannya tersebut, hingga kepala rudalku pun sedikit terlumasi oleh pelumas yang keluar dari serambi lempitnya. Setelahnya, aku memasukkan kepala rudalku dan menariknya Kembali. Aku melakukannya berulang kali dan sukses membuatnya merintih kenikmatan.
“ayo masukhhh…” pintanya.
Belum sempat mengakhiri kata-katanya, aku sudah mendorong dengan sekuat tenaga rudalku agar amblas ke dalam serambi lempitnya.
“akhhhh…. Iyahhh….”
Aku pun mulai menggenjotnya dengan tempo yang langsung cepat guna mendapatkan suara khas dari pantat dan selangkangan yang saling beradu. Bersama dengan genjotanku tersebut, aku meremas-remas serta menampari pantat bahenol miliknya yang ikut bergoyang seirama dengan setiap genjotan yang aku lakukan.
Aku yang melihat lubang anusnya yang mengkerut pun tak tinggal diam. Jariku dengan sengaja aku masukkan ke dalam lubang anusnya tersebut, dan sukses membuat rintihannya semakin liar. Bersama dengan itu, ekor mataku menangkap kehadiran seorang sosok yang tak lain dan tak bukan adalah tante Wulan. Tante Wulan sedang berdiri di depan pintu kamarku yang memang dengan sengaja aku biarkan terbuka sedikit.
“mmm…. Ngapain disitu tan, sini gabung.” Ucapku ditengah-tengah genjotanku.
“gapapa kan, Bi?” ucapku kepada bi Nana yang masih menikmati genjotanku.
“iyahhh… ahhhh…. Keluarghhh…. Ohhh….”
Bi Nana pun akhirnya sampai pada orgasme nya yang pertama. rudalku pun sudah dibanjiri oleh lahar yang keluar dari serambi lempitnya tersebut. Setelahnya, aku mencabut rudalku dari meki bi Nana dan menghampiri tante Wulan yang masih terpaku di depan pintu. Aku pun menarik tangannya untuk masuk ke dalam kamarku.
Segera aku melumat bibirnya dan meremas gundukan kenyal itu dari balik kaos yang ia kenakan. Nampaknya ia hanya mengenakkan Kembali kaos dan celananya tanpa mengenakan dalamenannya Kembali. Sementara bi Nana aku biarkan untuk beristirahat sejenak setelah orgasmenya. Setelah itu, tanganku berpindah ke area bawah untuk menjamah mekinya.
Aku menyelinapkan jariku dari kolor atas celananya untuk dapat memainkan mekinya. Ketika jariku mulai menusuk masuk ke dalam mekinya, tante Wulan pun menengadahkan wajahnya ke atas dan langsung saja cumbuanku beralih ke lehernya dan menjilatinya. Sementara jari jemariku masih sibuk mengobrak-abrik liang senggamanya tesebut.
“ohhh…. Mmppphhhh….”
Tante Wulan pun seperti malu ingin mengeluarkan desahan-desahan manja yang selama ini keluar ketika kita sedang bercinta. Aku berusaha untuk membuka baju tante Wulan dan untungnya disambut baik olehnya dengan dibantunya untuk melepaskan bajunya dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Bersama dengan itu, langsung saja aku serang toket kencang nan menantangnya dengan mulutku.
Sejurus kemudian, tanganku yang menganggur pun turut serta memainkan toketnya yang lain dengan cara meremas-remas serta memilin putting coklat muda miliknya itu. Nampaknya putingnya sudah cukup mengeras dan serambi lempitnya sudah semakin basah. Aku bergegas turun ke bawah dan melorotkan celana kolornya dan segera menjilati serambi lempitnya tersebut.
Tante Wulan pun semakin merancau tak karuan. Hingga ia dengan tak sadar menyandarkan diri ke tembok masih dalam posisi berdirnya. Aku yang sudah apal betul letak g-spotnya, terus menyerang area paling sensitive miliknya teresbut. Tante Wulan pun semakin kelenjotan dengan aksiku tesebut.
“ohhh…. Ampunnnn….. kelaurghhhh…..”
Aku yang mendengar ucapan tersebut pun menghentikan aktivitasku, karena aku tak ingin membiarkan tante Wulan orgasme terlebih dahulu sebelum aku menggenjotnya.
“kok berhenti sih, To.” Protesnya.
Tanpa menjawabnya, aku menuntun tante wulan untuk menungging dengan bertumpu pada meja computer yang berada di dekatnya. Setelah itu, aku melebarkan kakinya agar terbuka area selangkangannya untuk segera aku genjot. Segera aku posisikan rudalku di bibir serambi lempitnya, namun dengan sengaja tak segera aku masukkan rudalku, aku menggesekkan terlebih dahulu rudalku pada bibir serambi lempitnya tersebut.
Dengan sekali hentakan, rudalku amblas pada liang peranakannya tersebut, namun lagi-lagi hanya separuhnya saja yang mampu ditampung oleh serambi lempit tante Wulan tersebut. Lantas aku menggenjotnya Dengan tempo yang langsung cepat. Aku pun meilirk kearah bi Nana yang menatap kami dengan tatapan sayunya. Bunyi peraduan dua insan ini menghiasi seisi ruangan kamarku yang tak begitu besar ini.
Bersama dengan itu, aku juga meremas-remas pantat kenyal milik tante Wulan tersebut. Toketnya yang menggantung dan bergoyang pun tak luput dari remasanku. Desahan demi desahan terus keluar dari mulut tante Wulan.
“mmmmhhhhh…. Ahhhhh….”
“yashhh…. Keluarghhh….. aku keluarghhhh…..”
“owwhhhhh….. ahhhhhhh….”
Akhirnya tante Wulan pun terpekik Panjang dan mencapai orgasmenya. Genjotanku pun perlahan mulai melambat temponya, dan kini rudalku telah basah dengan cairan orgasme tante wulan tersebut. Aku pun mencabut rudalku dari serambi lempit tante Wulan. Setelahnya, tante Wulan Nampak terkulai lemas karena malam ini merupakan orgasmenya yang kedua kali.
Aku pun berinisiatif menggendong tante wulan menuju ke kasurku. Di sana masih ada bi Nana yang masih dalam posisi rebahan. Setelah merebahkan tante Wulan di samping bi Nana, segera aku ingin Kembali bermain dengan bi Nana. Bi Nana Kembali aku tindih dan aku mainkan toket besarnya tersebut. Kedua toket besarnya aku sedot dan aku remas-remas secara bergantian. Bi nana pun seakan menahan desahannya, mungkin karena merasa sungkan dengan tante Wulan yang berada di sebelahnya.
Tante Wulan yang terkulai lemas pun hanya memandangi permaianku dan bi Nana. Aku yang sedari tadi belum keluar masih sangat bersemangat dalam permainan ini. Ngocoks.com
Segera aku berpindah ke bawah untuk Kembali bermain dengan area kewanitaan milik bi Nana tersebut. Nampak bercak-bercak bekas persetubuhan kami masih menempel pada area kewanitaan bi Nana, namun hal tersebut tak menyurutkan niatku, justru malah membuatku semakin bersemangat untuk menggarapnya Kembali.
Kembali aku memainkan jari dan juga lidahku pada lubang kenikmatan itu. Aku memasukkan jari ku ke dalam serambi lempit bi Nana yang telah melahirkan dua kali dan sudah sedikit longgar. Desahan demi desahan pelan pun keluar dari mulut bi Nana yang tak kuasa ia bendung. Setelahnya, aku menjilatinya dan memasukkan lidahku pada liang peranakannya tersebut, tak luput dariku juga klitorisnya yang menyebul itu ikut aku sedot.
“mmmhhhh….”
“sshhhh… ohhmmmm”
Tante Wulan yang melihat aksiku tersebut pun Kembali tersulut birahinya, meskipun ia sudah keluar dua kali malam ini. Tante Wulan Nampak menggesek-gesek serambi lempitnya menggunakan tangannya sendiri, ia juga memasukkan jari lentiknya tersebut ke dalam serambi lempitnya sembari menyaksikan permainan panasku Bersama bi Nana. Aku pun terpikirkan ide gilaku untuk dapat bermain bertiga sekaligus.
“bi, nungging di ujung Kasur yah, sekalian jilatin punya tante Wulan.” Ucapku sembari melirik tante Wulan yang Nampak kaget dengan ucapaku tersebut.
“hah?” bi nana pun ikut kaget dengan permintaanku tersebut.
“kasian tante Wulan main sendiri.” Ucapku menggoda tante Wulan.
Segera aku membimbing bi Nana untuk memposisikan diri. Mereka berdua Nampak masih canggung meskipun sama-sama sudah saling melihat ketika aku entoti mereka berdua. Aku meminta bi Nana untuk bertumpu pada Kasur dan menunggingkan pantatnya. Tak lama berselang, rudalku telah berada pada posisi siap menerobos serambi lempit bi Nana.
Kepala bi nana sendiri menghadap pada selangkangan tante Wulan, namun posisi tante Wulan sendiri masih agak jauh dan belum pada posisi terenak untuk mendapatkan servis mulut dari bi Nana. Segera aku menghentakkan pinggangku dan tentu saja rudalku langsung dapat amblas ke dalam serambi lempit bi Nana, karena telah banyak lendir kenikmatan yang keluar akibat dari rangsanganku sebelumnya.
Sodokanku tersebut membuat bi Nana tersentak sejenak karena kaget aku langsung membenamkan rudalku. Aku sendiri tak langsung memompa serambi lempit bi Nana, melainkan aku biarkan sejenak amblas di serambi lempit beceknya itu. Sementara itu, tanganku meraih kedua kaki dari tante Wulan agar mendekat ke arah bi Nana. Awalnya bi Nana tampak ragu untuk menjilati serambi lempit dari Tante Wulan itu, namun berkat genjotan yang mulai aku lancarkan kini perlahan ia terbawa dengan nafsunya.
Sementara itu, tante Wulan masih Nampak tegang dan tak biasa dengan apa yang dilakukan oleh bi Nana. Ia sepertinya masih belum bisa menikmati permainan ini. Sementara aku, berusaha terus menggenjot bi Nana dengan tempo yang lumayan cepat, dan perlahan namun pasti aku merasakan rudalku telah menyodok-nyodok leher Rahim dari bi Nana. Bi Nana pun semakin tak karuan dan semakin liar memainkan mulutnya pada area intim dari tante Wulan tersebut.
“ahhmmppppp…. Uhhhhmmmm…..” rintihan dari bi Nana yang mulutnya masih bermain-main di area sensitive dari tante Wulan.
“ahhhh…. Ohhhh….” Desahan dari tante Wulan yang mulai terbawa suasana.
Aku yang melihat kedua Wanita dewasa ini mulai menikmati permainan ini pun semakin liar menggenjot bi Nana. Sembari menggenjotnya, pantat bahenolnya juga aku remasi dan aku tampari. Tak luput juga lubang anusnya, aku memainkan jariku pada area yang mungkin tak pernah tersentuh oleh suaminya sendiri.
Bi Nana semakin liar dengan permainanku tersebut dan tentu saja menimbulkan efek domino yang juga dirasakan oleh Tante Wulan. Tante Wulan Nampak kini telah benar-benar terbawa suasana, dimana ia merintih dan mendesah yang dibarengi dengan meremas-remas sendiri toketnya itu. Wajahnya juga didongakkan keatas sembari menutup matanya.
Aku semakin bersemangat untuk menggenjoti bi Nana. Tempo genjotanku semakin ku percepat dan menimbulkan irama yang benar-benar menggema mengisi seluruh ruangan. Pantat bi Nana pun Nampak bercak keremahan akibat dari remasan dan tamparan yang aku lakukan. Sementara aku melihat serambi lempit tante Wulan sudah sangat basah dari percampuran antara air liur bi Nana dan juga lendir kenikmatan yang ia keluarkan.
“yashhh…. Ohhhh….”
“keluarmmpp….. mmmphhh… ohhhmm” kata yang keluar dari mulut bi Nana pun tak jelas akibar dari genjotanku dan mulutnya yang menempel pada serambi lempit tante Wulan.
Kembali serambi lempit bi Nana berkedut dan menyemburkan cairan kenikmatannya. Bersama dengan itu, aku mencabut rudalku yang masih tegang perkasa. Setelahnya, bi Nana juga melepaskan mulutnya yang tadinya masih bermain-main pada area meki tante Wulan. Bi Nana pun terkulai lemas di depan ranjangku. Segera aku memawanya menuju ke atas Kasur dan bergantian dengan tante Wulan.
“Bi, Tan, gentian ya.” Ucapku.
“bibi istirahat bentar ya, To.” Ucap bi Nana dengan napas terengah-engah.
Aku pun memberikan kesempatan kepada bi Nana untuk beristirahat sejenak. Namun, aku yang tak ingin turn off segera menuju ke tante Wulan dan mulai mencubunya Kembali, karena aku yakin setelah servis dari bi Nana tersebut ia sudah Kembali turn on dan masih ingin sampai pada kepuasannya Kembali.
Segera aku mencium bibir tante Wulan dengan menindihnya dan langsung disambut juga dengan permainan ganasnya tersebut. Setelahnya, ciumanku berpindah menuju ke area leher dan kupingnya. Dan berlanjut hingga ke toketnya itu. Meskipun toketnya kalah gede dari bi Nana tetapi tante Wulan menang dari segi tingkat kencangnya, selain itu juga pentilnya masih coklat muda, maklum saja, ia belum pernah melahirkan dan menyusui.
Aku sengaja tidak menuju area serambi lempit tante Wulan karena tak ingin ia orgasme lagi sebelum rudalku memporak-porandakan pertahanannya. Aku melihat bi Nana dengan nafas yang masih terengah-engah menyaksikan pertempuranku dengan tante Wulan. Kami bertiga saat ini sudah sama-sama bermandikan keringat akibat dari pertempuran hebat yang kami lakukan malam ini.
“gimana bi? Udah siap main lagi?” tanyaku.
Bi Nana tak menjawab dan hanya menganggukkan kepalanya pelan. Segera aku mengatur posisi mereka agar mendapatkan sensasi yang menarik. Aku membiarkan tante wulan tidur telentang dan memintanya untuk membuka pahanya lebar-lebar, sementara bi Nana aku minta untuk duduk dengan menekuk kakinya tepat di atas kepala tante Wulan dan tentunya serambi lempitnya berada di depan mulut tante Wulan. Aku berpesan kepada bi Nana untuk tidak menekan pinggulnya agar tante Wulan tetap dengan leluasa bernapas.
Sementara aku, Bersiap dengan posisi missionary. Kepala rudalku sudah siap sedia untuk Kembali menerobos lubang senggama tante Wulan. Dengan perlahan, kepala rudalku telah masuk ke dalam serambi lempit tante Wulan. Nampaknya, meskipun telah beberapa kali menggenjot dengan tante Wulan, lubang serambi lempitnya tidak bisa sepenuhnya menampung rudalku.
Setelah itu, perlahan aku Kembali memompa serambi lempit tante Wulan tersebut. Desahan dari keduanya pun perlahan mulai terdengar. Bi Nana yang berada sejajar denganku pun langsung aku sergap mulutnya dan aku remasi toketnya. Genjotanku pun semakin aku percepat seiring dengan berjalannya waktu. Sama halnya seperti tadi, tante Wulan pun lambat laun juga semakin liar menjilati serambi lempit bi Nana tersebut, meskipun masih terdapat lelehan cairan kenikmatan yang keluar akibat dari orgasmenya tadi.
Sergapanku pun beralih, dari yang semula mengenyoti mulut dan beradu lidah dengan bi Nana, kini mendarat di toket besar milik bi Nana tersebut. Sementara tante Wulan yang menikmati genjotanku pun hanya bisa merem di bawah sana.
“ohhh…. Yahhhh….”
“Mmmpphhhh….”
Kedua Wanita tersebut pun sudah mabuk birahi dengan permainan ini dan semakin merancau dan mendesah tak jelas. Aku menjadi semakin bersemangat untuk menggenjoti dan mengenyoti kedua Wanita di hadapanku ini.
“tan udah mau keluar belom?”
“mmphhh… belummhhh… mmphhh….” Jawab tante Wulan.
“ganti posisi ya tan.”
“ughhhh… iyahh…”
Aku meminta ganti posisi dengan tante Wulan dan ingin melihat bagaimana reaksi mereka berdua saat berada hadap-hadapan, apakah akan meneruskan permainan mereka atau tidak. Segera aku meminta tante Wulan untuk beranjak dari posisi tidurnya. Kini aku yang tidur terlentang dengan rudal Panjang yang masih tegak berdiri kokoh. Setelah itu aku meminta bi Nana untuk memposisikan diri persis seperti apa yang tadi ia lakukan kepada tante Wulan, setelah itu aku meminta tante Wulan untuk Bersiap dengan posisi WOT.
Permainan pun dimulai, dengan perlahan rudalku dimasukkan ke dalam serambi lempit tante Wulan. Dan tante Wulan pun Nampak sedikit mendongak ke atas menikmati sensasi tersebut. Sementara aku lekas menjilati lubang peranakan dari bi Nana tersebut. Bersama dengan itu, aku juga menggunakan tanganku untuk membantuku memainkan mekinya.
Tante Wulan kini telah berhasil menguasai diri dan mulai menaik turunkan tubuhnya. Sementara bi Nana masih sangat menikmati permainanku. Keduanya pun Kembali beradu saling mendesah. Aku yang berada di bawah pun sungguh sangat menikmati permainan ini, bagaimana tidak, untuk sekali waktu aku bisa menikmati dua serambi lempit sekaligus.
“ayo, kalian berdua saling main dong.” Ucapku ditengah-tengah permainan ini.
“mmhhh… main gimana maksudmu?” tanya bi Nana.
“ya remes-remesan kek, cipokan kek. Apalah.” Jawabku.
Nampaknya kecanggungan diantara keduanya masih menghinggapi. Tante Wulan yang nampaknya tidak seliar biasanya pun kurang maksimal dalam menaik turunkan tubuhnya. Aku pun tak tinggal diam, kini aku yang menggenjot tante Wulan dari bawah. Tentu saja genjotanku lebih liar dibandingkan dengan pompaan yang dilakukan oleh tante Wulan.
Kini mereka menjadi berhadapan lebih dekat lagi, dan tante Wulan mulai memberanikan diri mengecup bibir bi Nana, dan mulailah permainan mereka berdua. Bi Nana dan tante Wulan mulai saling mencumbu satu sama lain. Dan setelahnya, cumbuan tante Wulan berpindah pada toket dari bi Nana dan juga meremas-remasnya.
“ohhhh….”
“yaahhhh…. Mmmpphhh…” desahan dari bi Nana.
“tan, aku keluarghhhh…. Ahhhh….”
“tante juga toooo…..”
Aku pun akhirnya mencapai orgasmeku, hampir bebarengan dengan tante Wulan. Pejuhku pun tumpah ruah membanjiri meki tante Wulan dan bercampur Bersama sel telur kepunyaannya. Setelahnya tante Wulan pun merebahkan diri di sampingku. Bi Nana pun memutuskan untuk melakukan hal yang sama. Kami pun sama-sama terengah-engah setelah permainan barusan. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami selama beberapa saat dan lebih memilih untuk diam sesaat.
Aku menengok jam yang berada di meja komputerku dan tak berasa permainan kami ini hampir tiga jam. Aku benar-benar tak percaya bahwa dalam tiga jam ini aku bisa bertahan untuk tidak klimaks dan membuat dua Wanita disampingku ini orgasme berkali-kali.
Mungkin efek dari sudah terbiasa mengobrak-abrik serambi lempit Wanita-wanitaku ini menjadi salah satu penyebabnya, dan aku juga meyakini bahwa semenjak kejadian meminum susu dari tante Wulan itu seolah-olah bertahan cukup lama, terlebih lagi tentang durasi berhubungan badan. Kalau suka ngaceng aku rasa emang bawaan dari lahir.
“warung bibi gimana? Udah dikunci tadi.” Tanyaku memecah keheningan diantara kami.
“udah. Tinggal pulang aja habis ini.”
“nanti aku anterin deh, Bi.”
Setelah beberapa saat, aku pun berinisiatif untuk mengantarkan bi Nana pulang. Sementara tante Wulan Nampak sudah ngorok di kasurku. Segera aku mengeluarkan motorku dari garasi rumah dan mengantar bi Nana pulang ke rumahnya.
Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut bi Nana ketika kami dalam perjalanan menuju ke rumahnya. Mungkin ia kaget karena baru pertama kali bermain seliar tadi, bahkan dengan tambahan satu Wanita lain lagi. Ditambah lagi bi Nana merupakan tipe orang dengan karakter lemah, lembut, dan pemalu, khas Wanita desa.
Setelah sampai di rumah bi Nana, aku langsung berpamitan untuk pulang, karena badanku juga terasa capek setelah permainan beronde-ronde barusan. Di sepanjang perjalanan aku terus kepikiran tentang permainan gila tadi dan merasa ada yang kurang, tapi aku masih terbuai akan kemikmatan itu dan belum menemukan apa yang kurang dari permainan tadi.
“oh iya, mbak Devi. Seru kali ya main berempat.” Batinku dengan angan-angan kotorku.
Bersambung… Aku Kembali ke rumah dan ku dapati tante Wulan masih tertidur dengan pulas di kamarku dengan keadaan bugilnya, namun aku telah menutupi tubuhnya dengan selimutku, sehingga ia tak merasa kedinginan atau digigit nyamuk. Rasanya aku pun tak rela seekor nyamuk tega menyentuh tante Wulan. Segera aku membaringkan badanku di samping dari tante Wulan dan ikut terlelap bersamanya.
Keesokan harinya aku terbangun tepat pukul 10 pagi dan tak kudapati tante Wulan di sampingku. Setelah aku meregangkan tubuhku dan keluar kamar, kudapati dirinya sedang berada di ruang tengah sedang menonton berita gossip. Aku lantas pergi ke kamar mandi untuk segera melakukan ritual mandi pagi yang sudah hampir siang ini.
Hari ini, aku memiliki janji temu dengan dosenku untuk membahas revisianku yang terakhir. Ya, kalian tidak salah baca, beberapa saat lagi aku akan melakukan sidang dan setelahnya, kelulusanku pun sudah di depan mata. Misiku mengalahkan sang “raja terakhir”-pun Sudah hampir selesai dan aku hampir mengalahkannya.
Sebelum berangkat ke kampus, aku menyempatkan diri untuk menyantap makanan yang telah disiapkan oleh tante Wulan. Nampaknya menu hari ini sangat enak dan special, atau hanya perasaanku saja? Atau setelah aku bikim crot berkali-kali sampe lemes tante Wulan jadi masak enak? Entahlah, hanya tante Wulan dan Tuhan yang punya jawabannya.
“tan, ngampus dulu ya.” Ucapku berpamitan pada tante Wulan yang masih asik dengan infotaimentnya.
“ya. Ati-ati to, udah dimakan kan masakan tante?”
“aman” jawabku.
Segera aku mengeluarkan motorku dari garasi dan mestarternya. Sejurus kemudian, aku telah dalam perjalanan untuk mendapatkan kepastian tentang sidangku tersebut. Aku sangat antusias menyambut kelulusanku ini, namun di sisi lain, akankah ini juga akan menjadi akhir dari perjalanan perlendiranku di daerah ini?
Cukup lama aku duduk dan berdiskusi dengan dosen pembimbingku ini dan nampaknya ia telah memberikan aku lampu hijau untuk melakukan sidang beberapa hari lagi. Aku pun menyambut gembira perkataan dosenku tersebut dan sangat antusias untuk melakukannya.
Setelah semuanya beres, segera aku Kembali ke rumahku untuk memberikan kabar gembria ini kepada tante Wulan dan tak lupa juga kepada kedua orangtuaku. Kembali aku mengendarai motorku menyusuri jalanan yang sudah sangat akrab dengan diriku ini.
Sesampainya di rumah, langsung aku parkirkan motorku di dalam garasi dan bergegas masuk ke dalam rumah utama. Ku dapati tante Wulan masih berada di posisinya semula seperti sebelum aku berangkat ke kampus. Dengan Langkah semangat, aku hampiri tante Wulan.
“tan, Dito bawa kabar gembira.” Ucapku sembari duduk di sebelahnya.
“apa tu?” jawab tante Wulan semangat.
“jadi dito kan habis dari kampus, trus bimbingan kan, nah beberapa hari lagi dito mau siding, trus lulus deh.” Ucapku menjelaskan.
“loh? Lulus? Kamu beneran mau lulus?” ucapnya yang masih seolah tak percaya.
“lah kok tante kaget sih.”
“eh enggak. Maksudnya ya syukur kalo kamu cepet-cepet lulus, kan tante ikut seneng”
“tapi…” jawabku.
“kamu mau jual rumah ini trus pergi kan?” timpa tante Wulan dengan tatapannya kini memandang Kembali ke arah tv namun dengan tatapan kosong dan mata berkaca-kaca.
“kamu tega to ninggalin tante? setelah apa yang kamu perbuat sama tante mu ini?” lanjutnya.
“bukan gitu tan, Dito kan juga tetap harus ngelanjutin hidup Dito, kita juga nggak bisa gini terus kan?”
“kamu egois, To.” Ucap tante Wulan yang lalu pergi masuk ke dalam kamarnya.
Kembali aku dibuat tak habis pikir oleh tante Wulan. Entahlah apa mau dan maksudnya. Benarkah aku ini egois? Bukankah aku berhak untuk melanjutkan dan memilih jalan hidupku sesuai dengan apa yang aku mau? Aku rasa ini hanya kesalahpahaman antara aku dengan tante Wulan, terlebih lagi aku yakin bahwa informasi yang ia dapatkan tentang aku yang akan menjual rumah ini berasal dari mbak Devi. Ya… mbak Devi, (jika kalian ingat, penulis pernah menulis di beberapa part sebelumnya tentang keinginan Dito untuk menjual rumah) mbak Devi lah satu-satunya orang yang mengetahui rencanaku tersebut.
Aku pun masih termenung di sofa ruang tengah dan menyandarkan tubuhku sepenuhnya pada sandaran sofa. Bagaimanapun juga keputusanku sudah bulat, aku tak mungkin berjudi Kembali dengan kehidupanku, dengan permainan yang selama ini aku mainkan. Setelah ijazahku terbit, aku ingin mendapatkan jaminan ekonomi yang stabil, yaitu dengan cara menjadi pekerja.
Aku dengan sengaja tidak mengejar tante Wulan yang masuk ke dalam kamarnya dan lebih memilih untuk membiarkannya. Bukannya apa, aku hanya ingin membiarkan emosinya reda terlebih dahulu sebelum aku mulai menjelaskan semuanya. Bagaimanapun juga ketika kondisi hati dan pikiran sedang panas tak akan maksimal menerima penjelasan apapun.
Rokok kretek filter pun ku bakar, kepulan asap yang keluar dari mulutku mengudara dengan bebas dan hilang diterpa angin. Aku rasa masalah yang terjadi saat ini juga demikian, menguap, memudar, dan hilang diterpa angin. Aku harus bisa memberikan penjelasan dan ketenangan terhadap tante Wulan, begitulah tekadku.
Aku masuk ke dalam kamarku dan akan menghubungi orangtuaku perihal rencana kelulusanku tersebut, namun segera aku urungkan. Aku ingin memberikan surprise yang lebih lagi, yaitu dengan kelulusan yang benar-benar lulus, bukan masih rencana. Kembali aku meletakkan hpku dan merebahkan diri di kasurku.
Sebenarnya aku juga ingin marah kepada mbak Devi tentang sikapnya yang sangat ember sekali. Namun aku tak bisa melakukannya. Bagaimana pun juga aku yang salah, aku yang terlalu percaya kepadanya untuk menceritakan semuanya dan aku pula yang tak pandai dalam belajar dari kesalahan setelah beberapa kali mbak Devi “membahayakan” mukaku.
Malam harinya, aku berencana mendatangi tante Wulan dan menjelaskan semuanya. Aku ingin masalah ini selesai sebelum sidangku berlangsung. Aku tak ingin masalah ini mengganggu pikiranku. Meskipun semua ini tergolong bukan masalah berat dan hanya kesalah pahaman, tetapi tante Wulan termasuk orang yang memegang kartu AS ku dan dia adalah orang terdekat dari mamaku, sehingga sangat bahaya bagi diriku jika ia sampai membenciku dan membocorkan perbuatan kotorku selama di sini.
toktoktoktok….
“Tan, boleh dito masuk?”
“…..”
“Tan, dito bakal jelasin semuanya, Tan. Tolong dengerin Dito.”
“…..”
“hah…” aku pun menghela napas.
Ya begitulah tante Wulan, ketika emosinya belum reda, maka silent treatment yang ia gunakan. Memang benar kata orang, Wanita itu sangat sulit ditebak, tak terkecuali Wanita yang sudah dewasa sekalipun. Bagaimanapun juga aku tidak mau memaksa masuk untuk memberikan kejelasan kepada tante Wulan, karena mungkin emosinya belum stabil.
Aku pun beranjak dari pintu kamarnya dan beralih menuju ke sofa. Kembali aku menyalakan sebatang rokok filterku itu dan menyedotnya dalam-dalam. Cukup lama aku menikmati sebatang rokok ini hingga habis, aku memiliki pikiran untuk berjalan-jalan keluar untuk sekedar mencari angin. Jika kalian bertanya kenapa tidak ke bi Nana atau mbak Devi? Jawabannya simple, bi Nana kemaren sedikit bete denganku, sementara mbak Devi, aku yang sedang bete dengannya.
Tak berselang lama, aku mengeluarkan motorku dari garasi dan lekas menstarternya untuk pergi. Tujuan utamaku adalah danau tempat aku dan tante Wulan pernah kesana waktu itu. Ntahlah, kenapa aku kepikiran untuk kesana. Sepanjang perjalanan aku melihat orang-orang dengan kesibukannya masing-masing, entah itu sedang berjualan, memandu kasih dengan pasangan mereka, atau bercengkrama dengan teman-teman mereka. Sementara aku? Seolah kini aku tak memiliki siapa-siapa, selain motor bututku ini yang selalu menekenikmatanku kemana aku pergi.
Tak butuh waktu lama untuk sampai di tempat ini. Aku mencari tempat duduk yang sekiranya enak untuk menyendiri dan tempat itu merupakan tempat dimana aku dan tante Wulan pernah duduk disitu. Hah… ingatanku Kembali menyapa tentang bagaimana akhirnya tante Wulan menceritakan semuanya di sini, di tempat ini. Itu juga yang menjadi awal mula hubungan sedarah ini terjadi. Jika dalam benak kalian muncul pertanyaan, apakah aku jatuh hati dengan tante Wulan? Aku berani menjawab tegas TIDAK. Karena aku pure menganggap tante Wulan sebagai tanteku dan aku tak pernah menaruh hati kepadanya.
Aku pun memutuskan untuk Kembali ke rumah saat tengah malam hampir sampai dan suasana berangsur-angsur berubah menjadi sepi. Cukup seram tempat ini jika sepi, bisa-bisa mbak kunti menyapaku dengan tawa bahagiianya…..
Sesampainya di rumah, aku langsung bersih-bersih badan dan memutuskan untuk segera tidur. Bukannya langsung tertidur, otakku malah berputar tentang kemungkinan apa yang bakal terjadi jika tante Wulan tetap terus membenciku. Segala kemungkinan yang mungkin bakal terjadi terus-terusan berputar di dalam otakku. Lambat laun aku merasa Lelah dan akhirnya dapat tertidur pulas.
Aku terbangun ketika merasa ada sentuhan manja pada area sensitifku, tepatnya rudalku. Ahhh… rudalku terasa basah. Perlahan aku membuka mataku dan ku dapati tante Wulan telah mamainkan mulut dan lidahnya pada rudalku tersebut.
“eh… Tan…” ucapku setelah aku membuka mataku sepenuhnya.
“ini sebagai permintaan maaf tante, To. Tante yang egois kalo terus-terusan nahan kamu buat sama tante Terus.” Ucapnya setelah melepas rudalku dari kulumannya.
Lagi-lagi aku tak habis pikir dibuatnya. Sama seperti kejadian-kejadian yang telah berlalu, tante Wulan ini sangat unik dan unpredictable. Bagaimana dia bisa berubah menjadi manja, dewasa, hingga binal dalam waktu yang singkat. Tapi ya itulah tante Wulan, mau bagaimanapun dia, dia tetaplah tanteku sendiri.
Tante Wulan pun melanjutkan servisnya dengan memainkan rudalku dengan mulutnya. Servis mulutnya sekarang sudah jauh berbeda dengan servisnya ketika beberapa waktu lalu, dimana rudalku masih sedikit sakit ketika ia mem-blowjob rudalku hingga giginya mengenai batangku. Namun sekarang kulumannya sudah sangat nikmat dan professional.
“ahhh…. Terus tann…. Sekarang mulut tante enakkhhh….”
“iyalah, gini juga kan berkat kamu yang ngajarin tante.”
Lama di sedotnya membuat rudalku emput-emputan dan ingin segera crottt. Namun aku tak ingin itu terjadi. Segera aku meminta tante Wulan untuk menyudahi aksinya tersebut dan giliran aku yang memberikan servis kepadanya. Sejurus kemudian, kini posisi berubah, tante Wulan sudah merebahkan dirinya di kasurku dan segera aku lucuti pakaiannya satu persatu.
“nakal ya, tante sendiri dibugilin.” Ucapnya menggodaku.
“abisnya nafsuin.”
“ga sopan ya, tante sendiri dibilang nafsuin.” Ucapnya degan nada manja.
Aku lumat birbirnya dengan menindihnya. Bersama dengan itu, remasanku mulai aku lakukan pada bukit kembar nan mengemaskan miliknya tersebut. Lidah kami juga semakin liar saling “menyapa” satu sama lain, sementara tangaku mulai memilin putingnya dan meremasi susunya dengan ganas. Lama kelamaan, bibirnya aku yang menguasai, lantaran tante Wulan hanya bisa mendesah akibat dari rangsangan yang aku berikan, sementara desahannya tertahan akibat dari bibirku yang masih mendarat di bibirnya.
“hash… has… ayo toooo…. Tante udah basah banget ini.” Ucapnya dengan ngos-ngosan ketika cumbuanku pada bibirnya telah aku akhiri.
“masak langsung sih tan, ga seru ah.”
Aku pun tak menghiraukan permintaan tante Wulan dan malah Kembali memainkan tetenya. Segera aku lumati tetenya dan aku remasi pula. Lidahku mulai menyapu area areolanya dan jarei jemariku memainkan putingnya. Setelahnya, giliran bibirku yang menyedot-nyedot puting mungilnya seolah-olah akan mengeluarkan susu.
“yashh…. Ahhh…. Sedott too… mhhh…..” ucapnya sembari menahan kepalaku untuk tetap stay menyedoti pentilnya.
“yashhh…. Enakkk…. Terussss…..”
Setelah cukup puas memainkan toketnya, kini aku berpindah ke area bawahnya. Namun, dalam proses pindahnya, aku melayangkan jilatan pada area yang dilalui dan sedikit memainkan pusernya dan lalu menuju ke serambi lempitnya. Kondisi serambi lempit tante Wulan sudah benar-benar basah dan becek akibat dari cairan pelumas yang keluar dari serambi lempitnya.
Segera aku buka bibir serambi lempitnya dengan jariku dan aku daratkan jilatan pada area labia mayora miliknya tersebut. Lidah dan jariku pun bergantian memainkan area kewanitannya tersebut. Desahan demi desahan terus keluar dari mulut tante Wulan seiring dengan permainanku yang semakin liar.
Klitorisnya kini menjadi sasaranku berikutnya. Segera aku mainkan itilnya tersebut dengan lidahku dan aku sedot-sedot itilnya tersebut. Tante Wulan semakin merancau tak terkendali karena g-spot nya telah dibombardir oleh lidahku.
“ahhhhh…. Itill…. Ohhhh…. Terussss…..”
“ampunnnn…. Ahhhh….. toooo……”
“keluargghhh…. Oohhh…… iyahhhh….”
“teruss… aku keluarghhh…..”
Aku yang mendengar tante Wulan akan sampai pada puncaknya pun segera menyudahi permainan tersebut dan mulai menyiapkan rudalku untuk masuk pada liang senggamanya tersebut. Dengan saat yang bersamaan dengan lelehan lahar kewanitaan dari tante Wulan, aku memasukkan rudalku pada serambi lempitnya.
“hash…. Nakall banget… tante baru keluar enak langsung dimasukin…” ucapnya dengan napas yang terengah-engah.
“hehehe, tapi enak kan tan?” ucpaku sembari nyengir.
Segera aku mulai memompa serambi lempitnya dengan rudalku. Degan gaya missionary aku mulai menggoyangkan pinggulku yang disambut dengan desahan manja dari tante Wulan. Aku yang berada di atas pun merasa memiliki kendali lebih. Kini tanganku Kembali meraih toketnya dan Kembali meremasinya dengan gemas.
“oughhh… terusss…. Cepetinn….”
“yahh… yahh…. Remass…”
“akhhh… enak ga tann?”
“ahhh…. Enakk…. Kamu pinter ditoo….”
“genjot tantemu sayangehhh….”
Aku terus memacu rudalku yang berada di dalam serambi lempitnya tersebut. Bersama dengan itu juga sesekali aku daratkan kecupan dan kenyotan terhadap bibirnya dan toketnya. Tanganku pun tak henti-hentinya memainkan toketnya layaknya memainkan mouse computer.
“tann… jangan keluarghh duluuhh…”
“ahhh kenapahh… udah ga tahannn…”
“ganti gaya tann….”
Sejurus kemudian, aku meminta tante wulan untuk merubah posisinya, namun aku tak membiarkan rudalku tercabut dari lubang persembunyiannya. Seperti ritual-ritual berikutnya, kali ini giliran gaya anjing, gaya paporitku. Segera aku memacu Kembali rudalku sesaat setelah tante Wulan menungging.
Bersamaan dengan genjotanku, aku juga meremasi bokongnya yang masih sangat kencang itu. Tak hanya meremasinya, aku juga menampar-nampar dengan agak keras bokongnya tersebut. Sementara tante Wulan menikmati permainan ini dengan meletakkan kepalanya di atas bantal yang ia gunakan sebagai alas.
“yahhh…. Terushhh…. Tamparr… oghhh….”
“cepetin too….”
“penuh bangetthhh…..”
“apanya tan?”
“rudalmuhhhh….”
Aku semakin bersemangat menggenjotnya dan irama genjotanku pun semakin cepat karena aku juga sudah merasakan ingin sampai. Semakin kencang aku menggenjotnya, semakin kencang pula tante Wulan mendesah. Aku pun berusaha menggerayangi teteknya yang menggantung indah dan bergoyang seirama dengan genjotanku itu.
“akhhh…. Sampai too….. keluargghhhh….”
“akuh juga tannn….”
Kami pun akhirnya menyeburkan cairan kami masing-masing dalam waktu yang bersamaan. Aku tak langsung mencabut rudalku dan malah menarik tante wulan untuk duduk diatas pangkuanku dan kami pun Kembali saling melumat bibir satu sama lain. Sementara rudalku masih mengisi serambi lempitnya dengan lelehan cairan kewanitaan yang mulai menetas dari dalam serambi lempitnya tersebut.
“makasih ya, To.” Ucap tante Wulan yang masih berada diatas rudalku.
“makasih buat apa tan?”
“makasih buat semuanya, dan maaf kalo tante egois.”
“iya, Tan. Tante nggak egois kok, mungkin kebawa emosi aja karena aku belum sempet cerita.”
“emang cerita sebenarnya gimana?” tanyanya.
Aku pun mulai menceritakan semuanya, dimulai dari kerugianku dari bermain trading dan crypto yang secara membuat keuanganku minus. Dari situ muncul ideku untuk menjual rumah ini setelah aku lulus sembari mencari pekerjaan di luar kota dan ingin menetap di sana. Sebenarnya alasannya Cuma sesimpel itu, namun ketika bukan orang yang tepat yang menyampaikannya, bisa jadi infomarsi tersebut tidak tersampaikan dengan baik.
Tante Wulan pun Nampak mengerti setelah mendengarkan penjelasanku tersebut. Ia tampak lebih bisa menerima keputusan yang telah aku ambil tersebut dan tak mempermasalahkannya. Namun, meskipun demikian, aku yakin jika dari hatinya yang paling dalam, ia sebenarnya sangat tak rela jika aku jauh darinya
Keputusanku ini memang tidak melibatkan orangtuaku, karena memang ini semua dalam kendaliku dan tak pernah ada campur tangan dari orang tua selama ini. Terlebih lagi juga aku membeli rumah ini dari kantongku sendiri dan aku sendiri yang memutuskan. Jadi aku tidak perlu melibatkan mereka dalam keputusanku yang akan menjual rumah ini.
Tante Wulan pun akhirnya beranjak dari pangkuanku dan rudalku pun terkulai lemas setelah keluar dari lubang persembunyiannya. Tante Wulan berlalu pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri, sementara aku memutuskan untuk Kembali merebahkan badanku di tempat tidurku ini. Setelahnya, aku pun keluar kamar dan mendapati tante Wulan tengah memasak sesuatu. Dan akhirnya kami pun makan Bersama siang itu ditekenikmatan dengan suasana yang telah cari Kembali diantara kami.
Akhirnya hari ini aku akan melaksanakan sidang terakhirku sebagai mahasiswa tingkat akhir dan sebentar lagi, aku akan secara resmi menyandang sarjana. Gelar yang sebenarnya sangat umum untuk masyarakat di Indonesia, namun percayalah, setiap mahasiswa memiliki struggle nya masing-masing dalam perjalanan terjalnya untuk sampai pada titik terakhir dan memperoleh gelar ini.
Pagi hari, aku sudah Bersiap dengan melaksanakan ritual mandi pagi dan juga sarapan yang sudah disiapkan tante Wulan. Nampak tante Wulan sangat antusias kali ini dan sangat mendukungku agar lancar apa yang aku lakukan hari ini. Bersama dengan sarapan pagi ini, tante Wulan juga cerita dengan antusias tentang bagaimana ia dulu dalam melaksanakan sidang ini dan juga bagaimana struggle ia selama masa kuliah.
Jadwal sidangku hari ini adalah jam 10 pagi dan aku harus siap di kampus pukul 9 pagi agar jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama di jalan, aku masih tetap bisa mengejar waktu. Aku Bersiap dengan motorku setelah aku mengeluarkannya dari garasi. Tak lupa pula aku berpamitan dengan tante Wulan dan tante Wulan terlihat mengantarkanku hingga depan rumah.
“Ditoo…. Semangat…” ucapnya sedikit berteriak dari depan rumah sembari mengepalkan tangannya.
Aku hanya mengangguk dan melemparkan senyuman dan berlalu pergi meninggalkannya. Pikiranku kali ini hanya focus untuk menyelesaikan sidangku ini dan membuang segala pemikiran lain yang ku rasa tak penting untuk memikirkannya sekarang. Seiring dengan laju motorku, dadaku juga berdegup kencang dalam menghadapi sidang yang sesaat lagi akan aku lakukan.
Tak berselang lama, akhirnya aku sampai di parkiran kampusku dan segera menuju ke ruangan yang memang diperuntukkan untuk melangsungkan sidang ini. Aku pun duduk di ruang tunggu dan Kembali membaca-baca skripsi yang telah dengan susah payah aku susun ini. Setelahnya, aku dipersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan sesaat setelah para dosen penguji juga memasuki ruangan.
Aku mulai mempresentasikan hasil dari penelitianku dan setelahnya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang diberikan oleh para dosen penguji. Meskipun terdapat beberapa pertanyaan yang membuatku belibet untuk menjawabnya, tetapi secara keseluruhan aku dapat dengan lancer menyelesaikan sidangku ini dan aku dapat dinyatakan lulus. Ada perasaan lega dalam diriku setelah mendapatkan pernyataan lulus tersebut dan aku tak mampu untuk menyembunyikannya.
Setelah sidang, aku langsung memberi kabar kepada orangtuaku dan langsung disambut Bahagia oleh mereka, terlebih lagi mamaku yang sangat antusias dengan kabar yang aku berikan tersebut. Tak ingin berlama-lama, aku pun ingin langsung Kembali ke rumah untuk bertemu dengan tante Wulan dan memberitakan kabar gembira yang aku peroleh ini.
Tak butuh waktu lama untukku agar sampai ke rumahku dan langsung disambut oleh tante Wulan yang ternyata menungguiku di ruang tengah. Aku pun menceritakan tentang bagaimana jalannya sidang tadi sementara tante Wulan menyimaknya dengan bercintaama dan antusias. Setelah ceritanya selesai, tante Wulan memelukku dengan sangat erat dan membisikkan sebuah kata untukku.
“tante bangga sama kamu, To.” Ucapnya lirih.
Tante Wulan juga mengatakan, sebagai hadiah kelulusanku (meskipun belum wisuda), ia akan memasakkanku makan malam special untuk mala mini, dan aku pun menyambutnya dengan antusias. Setelah memberikan kabar tersebut, aku masuk ke dalam kamarku untuk beristirahat sejenak, karena nyatanya memang ketika adrenalin kita dipacu dengan sangat kuat itu sangat menguras energi.
Malam harinya, tante Wulan telah menyiapkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang ia janjikan tadi siang. Begitu banyak makanan yang ia siapkan untuk malam ini, mulai dari olahan ikan, sayur-sayuran, dan minuman berupa olahan buah segar. Terlihat sangat intim makan malam kami saat itu. Meskipun dilakukan dengan sederhana di rumah dan dengan makanan yang sederhana pula, namun yang memasaknya lah yang special.
Akhirnya, kami pun makan dengan lahap dan diiringi dengan canda tawa diantara kami. Sudah tak ada kecanggungan lagi diantara kami dan seolah kami melupakan Batasan kami bahwa kami itu sebenarnya adalah tante dan keponakan. Namun aku tak mempermasalahkan hal tersebut, terlebih lagi untuk malam ini, malam yang begitu special dan indah.
Setelah itu, kami bercengkrama di sofa depan tv dan melanjutkan cerita-cerita kami tadi. Namun ada yang aneh saat setelah makan malam tadi, rasa-rasanya kantuk itu begitu sangat terasa dan kepalaku menjadi sangat berat malam itu. Padahal jika dipikir-pikir tadi siang aku juga tidur siang meskipun tak lama, namun rasa kantung ini seolah langsung menjalar sesaat setelah aku makan malam.
“tan, Kok ngantuk banget ya…” ucapku.
“ya kalo ngantuk mah tidur, To.” Ucapnya santai.
“yaudah deh, aku tidur dulu ya, Tan. Berat banget ni kepala.”
Segera aku berlalu masuk ke dalam kamarku dan meninggalkan tante Wulan yang masih duduk di sofa depan tv. Sejurus kemudian, aku telah terlelap dalam tidurku bahkan beberapa saat setelah aku merebahkan diriku diatas Kasur. Aku tak tau pasti apa yang terjadi dengan tubuhku saat itu, entah karena efek kelelahan atau apa, yang pasti aku tidur begitu pulas malam itu.
Pagi harinya, aku terbangun karena belaian lembut pada rudalku dan juga kecupan dari bibirku. Meskipun aku belum tersadar sepenuhnya, aku dapat merasakan bahwa ada yang tidak beres dengan tanganku. Yah, tanganku terikat oleh tali dengan dipan kasurku, akhirnya aku dapat tersadar sepenuhnya dengan kondisi tangan terikat dan tubuhku yang telah tanpa busana, ku dapati diatas tubuhku adalah mbak Devi yang sedang bersemangat melumat bibirku.
“eh pangeran kita sudah bangun.” Ucap mbak Devi yang melihatku telah bangun atau lebih tepatnya sadar dari tidurku.
“apaan ini, kenapa aku diikat begini?” ucapku sembari berusaha lepas dari ikatan itu.
“ini hadiah buat kelulusan kamu to.” Ucap tante Wulan.
“hah hadiah? Trus kenapa pake diiket gini?”
“ya biar kami yang punya kendali buat muasin kamu sayang.” Ucap mbak Devi.
Mbak Devi pun Kembali melumat bibirku, sementara tante Wulan sedang asyik bermain-main dengan rudalku. Argghhh…. Nampaknya permaian FFM akan terjadi lagi, eh tapi… kurang rasanya jika tidak ada bi Nana, kemana ia? Apakah ia tak dilibatkan dalam party bercinta mereka ini?
Setelah cukup puas satu sama lain, mereka pun bergantian. Kini tante Wulan yang menindihku dan melumat bibirku, sementara mbak Devi turun ke bawah untuk bermain dengan rudalku. Mereka sungguh sangat kompak dalam permainan ini dan sangat bernafsu sekali mereka berdua ini.
“mbak, Aku duluan ya, udah gantel ini, kangen sama rudalnya Dito.” Ucap mbak Devi yang sebenarnya sedang mengandung buah dari spermaku tersebut.
“iyaa… duluan aja, aku masih pengen dipuasin dito make lidahnya.” Ucap tante Wulan yang mulai terbawa suasana.
Mbak Devi pun segera memposisikan dirinya diatas rudalku dan menyiapkan serambi lempitnya untuk dapat segera dimasuki oleh rudalku. Dengan perlahan, rudalku dapat masuk ke dalam serambi lempit dari mbak Devi, meskipun sedikit seret awalnya, lantaran serambi lempitnya yang belum basah-basah banget karena belum mendapatkan servis dariku. Sementara tante Wulan, berjongkok dihadapnku dengan serambi lempit yang ia posisikan diatas mulutku. Tanpa menunggu komando, langsung saja lidahku menari-nari dan menyapu bibir serambi lempitnya dan diiringi dengan desahan mereka berdua.
“Hashh… ahhhh…. Mbak selalu enak sama rudalmuhhh….”
“jangan lupain mbak nantihhh…. Ahhhh…..”
“jilat terus too….. mmmhhhhh…… aaahhhhh…. Jilattt….”
Suara dari mereka berdua saling bersautan seiring dengan permainan kami ini. Aku yang masih sibuk memainkan lidahku pada serambi lempit tante Wulan, rudalku kini telah keluar masuk di serambi lempit mbak Devi yang masih asyik menaik turunkan pinggulnya dengan semangat. Aku merasa ada yang kurang karena tanganku tak bisa terbebas untuk lebih bisa memberikan rangsangan kepada mereka. Saat ini kendali penuh ada pada mereka, karena aku tak bisa berbuat apa-apa.
Tante Wulan dan mbak Devi saling memunggungi dan Nampak saling menikmati permainan mereka masing-masing. Nampak keduanya juga saling meremasi toket besar miliknya masing-masing, karena tanganku masih terikat. Tante Wulan nampaknya juga membantuku dengan cara membuka bibir serambi lempitnya agar lidahku dapat lebih masuk ke dalam serambi lempitnya yang sudah mulai lembab.
“mbak gantiann….” Ucap tante Wulan.
“iyahhh… mmphh… uughhh….”
Akhirnya merekapun bergantian dan kini tante Wulan yang akan segera merasakan Kembali rudalku, sementara mbak Devi tentu saja akan menuntaskan orgasmenya di mulutku. Mereka pun langsung memulai aksinya. Meki dari tante Wulan Nampak tak lebih seret dari mbak Devi meskipun lebih sempit, karena serambi lempitnya telah becek. Sementara mbak Devi serambi lempitnya sudah sangat becek karena ulah rudalku.
Permainan pun berlanjut, dan rintihan serta desahan dari mereka yang saling bersahutan pun Kembali memenuhi ruangan ini. Mbak Devi nampaknya akan mencapai orgasme pertamanya hari ini, sementara tante Wulan masih sangat bersemangat menggenjot rudalku.
“oghhh….. ahhhh….. keluarghhh…..” ucap mbak Devi dan langsung mulutku dibanjiri oleh lelehan cairan kenikmatan miliknya.
“aakhhh… iyahhh… enagghhh….” Desahan dari tante Wulan.
“aku jugahh… keluraghhh……”
Akhirnya mereka berdua merasakan orgasme pertama mereka. Sementara aku, masih belum terasa apa-apa, karena jujur saja, aku tak bisa menikmati permainan ini, karena merasa aku tak bisa melakukannya dengan bebas, terlebih lagi tangaku yang terikat ini membuat ruang gerakku menjadi sempit.
“lepasin dong, nanti aku kasih yang lebih nikmat deh.” Ucapku seolah membujuk anak kecil.
“gimana, mbak?” tanya tante Wulan kepada mbak Devi.
“iyahh… gapapa.” Jawabnya.
Akhirnya tangaku pun dilepaskan oleh mereka berdua, dan kini aku terbebas dari belenggu sialan ini. Segera aku membalikkan badan mbak Devi dan Bersiap untuk menggagahinya Kembali.
“mbak, mau lubang yang mana?” ucapku kepada mbak Devi setelah posisinya kini menjadi menungging.
“bebas, To. Semuanya milikmu.” Jawabnya pasrah.
Segera aku memposisikan rudalku di bibir serambi lempitnya, aku pun menggesek gesek serambi lempitnya dengan kepala rudalku, tak lupa juga aku memberikan tamparan-tamparan kepada bokong montoknya tersebut.
“sekarang nih mbak?” ucapku menggodanya.
“iyahh….”
“beneran sekarang?” ucapku sembari memasukkan kepala rudalku dan mengeluarkannya lagi.
“ahh,,, iyahhh… ayooo…”
Segera aku menghujamkan rudalku ke serambi lempitnya dengan lumayan kasar hingga membuatnya terpekik. Sejurus kemudian, aku mulai memompanya dan meremasi bokong montongnya yang langsung disambut dengan desahan manja yang keluar dari mulutnya. Sementara tante Wulan masih beristirahat di sebelahku dan sedang menikmati pertunjukan erotis ini. Aku mulai mempercepat tempo genjotanku dan mulai meremasi toket besar yang menggantung milik mbak Devi.
Makin lama tempo genjotanku semakin liar dan membuat mbak Devi semakin merancau tak terkendali. Nampaknya tak lama lagi, ia akan mendapatkan orgasmenya Kembali. Sedangkan aku, yang baru saja merasakan kenikmatan, masih belum terasa inging sampai pada orgasmeku.
“ahhhh… terusss…. Ohhh…”
“genjot terussss…..”
“lebih cepatthhh…..”
Irama dari selangkangan dan bokong yang saling beradu pun mengiringi persetubuhanku dengan mbak Devi. Sementara itu, desahan dan ritihan juga keluar dari mulut mbak Devi yang sangat merasakan kenikmatan yang aku berikan, nampaknya ia sudah sangat merindukan sodokan dari rudalku ini.
“ahhh….. keluargghhhh lagihhhh….”
“iyaahhhh….”
Setelah melenguh Panjang, akhirnya mbak Devi sampai pada orgasme keduanya, dan rudalku pun Kembali disiram oleh cairan kenikmatan itu. Langsung saja aku mencabut rudalku dan membiarkan mbak Devi terkulai lemas di atas Kasur dan aku menuju ke arah tante Wulan yang Nampak telah mengerti bahwa ini merupakan gilirannya dan langsung memposisikan diri menungging dengan bertumpu pada meja komputerku.
Segera aku mengangkat kaki kiri tante Wulan dan meletakkannya di meja komputerku yang tingginya hampir se pinggulnya. Namun, bukannya rudalku yang aku masukkan ke dalam serambi lempitnya tersebut, tetapi malah jariku yang aku masukkan dan langsung saja mengocoknya.
“akhhh… kok jarihhh…” protesnya.
“abis tante nakal sih.” Ucapku yang masih mengocok serambi lempit tante Wulan menggunakan jariku.
“ughhh… ampunnhhh…. Ayo masukin rudalmuhhh…..”
Sejurus kemudian, rudalku telah Bersiap untuk Kembali masuk ke dalam lubang peranakan milik dari tante Wulan itu. Segera rudalku amblas dalam serambi lempitnya tersebut dan aku mulai memompanya. Bersama Dengan itu juga, aku tak membiakan toketnya sia-sia begitu saja, segera aku meremasinya dengan ganas dan sukses membuat tante Wulan semakin mendesah tak karuan.
Lama kelamaan, genjotanku semakin cepat dan membuat tante Wulan merem melek dibuatnya. Sementara mbak Devi yang telah terkulai lemas pun hanya menyaksikan aksi kami berdua. rudalku yang menggenjot serambi lempit tante Wulan pun terasa dapat menyentuh dinding rahimnya meskipun tak dapat masuk sepenuhnya.
“ohhh…. Yahhh…. Genjothhh….”
“terusshhh… sebentar lagihhh….”
“agghh… sebentar lagihh apa tann?”
“keluarghhhh….”
Ya benar saja, tak berselang lama, tante Wulan sampai pada orgasmenya yang kedua dan langsung terkulai lemas. Sementara aku, masih merasa on fire dengan rudalku dan masih ingin bermain lebih lagi. Namun nampaknya kedua Wanita ini sudah ingin mengibarkan bendera putih dan lebih memilih untuk beristirahat.
“ayo lah, masa Cuma segini doang ini.” Ucapku.
“ada satu lagi to yang nungguin diluar.” Ucap mbak Devi.
“hah?”
Aku pun tak tau menau soal siapa yang sedang menunggu di luar, tetapi sepertinya ia adalah bi Nana yang memang sengaja tak ingin masuk karena merasa malu dan merasa bahwa ia adalah orang yang paling tua dan tak selayaknya ikut bermain Bersama dengan mereka yang usianya cukup terpaut dengannya. Tak ingin menyia-nyiakan waktu, segera aku keluar kamarku dan ku dapati bi Nana sedang menonton tv di sofa.
Segera aku mendekatinya dan Nampak raut mukanya yang seolah-olah sedang cemas menunggu. Aku yang dengan kondisi bugil sepenuhnya pun segera ikut duduk bersamanya dengan kondisi rudal yang masih menantang langit.
“eh..” ucapnya yang terkejut dengan kedatanganku.
“kok malah disini bi?” tanyaku.
“mmm… bibi malu to… bibi kan….”
Tak ingin ia melanjutkan kata-katanya segera aku melumat bibirnya dan langsung bermain lidah dengannya. Aku yang masih dalam nafsu yang tinggi segera mendaratkan tanganku di toket besarnya dan meremasinya dari balik daster dan bh yang ia kenakan. Desahan bi Nana pun tertahan karena mulutnya terbekap oleh mulutku. Aku segera berusaha melucuti dasternya yang dibantu oleh bi Nana dan kini terpampang gunung kembar besar miliknya yang hendak menyembul dari balik bh cream yang ia kenakan. Segera aku mendaratkan wajahku pada tengah-tengah antara toketnya tersebut dan menghirupnya untuk merasakan aroma dari Wanita ini.
Setelahnya, aku melorotkan bhnya hingga terpampang lah dua gunung kembar yang sangat amat menggairahkan. Lidahku segera beraksi dengan menjilatinya dan toketnya yang lain menjadi bagian tanganku untuk diremasi. Jilatanku pun melingkar pada area areolanya yang berwarna coklat tua tersebut, aku melakukannya secara bergantian antara kiri dan kana. Pentilnya pun juga menjadi targetku dengan ku sedot secara buas dan aku memberikan gigitkan kecil pada pentil yang telah memberikan asi untuk kedua anaknya tersebut.
Setelah cukup puas, kini aku berpindah ke bawah setelah merebahkannya di sofa ini. Kemudian aku singkap sedikit cd yang warnanya senada dengan bh nya tersebut sehingga terpampang lah goa kenikmatan dengan ditumbuhi jembita yang cukup rimbun. Segera aku mengkoreknya untuk membuka pintu masuknya dan langsung saja jari jemariku menjalankan aksinya pada lubang kewanitaannya yang sudah mulai basah tersebut.
“mhhh… ughhh….”
“akhhh…..”
Bi Nana tetaplah bi Nana, mau sehebat apa rangsangan itu, ia akan tetap malu-malu untuk mendesah dan lebih memilih untuk menahannya. Namun itu tak menjadi masalah, segera aku memainkan lidahku pada bibir serambi lempitnya hingga lidahku dapat menyentuh labia mayora miliknya. serambi lempit bi nana pun semakin becek akibat ulahku ini.
“bi, sekarang?” tanyaku yang sebenarnya sudah tak tahan dan ingin langsung menggenjotnya.
Bi Nana pun tak menjawab dan hanya memberikan anggukan kecil tanda setuju. Dalam posisi missionary, ku posisikan rudalku untuk Bersiap mendobrak serambi lempit bi Nana tersebut. Dengan perlahan, kini kepala rudalku telah berhasil masuk ke dalam lubang peranakan miliknya. Dan segera aku menggenjotnya karena aku sudah tidak sabar.
“akhhh…. Pelan….. uhhh….”
“iyah bii… ini pelan kok.”
Bukannya memelankan genjotanku, aku malah menambah intensitas genjotanku dan bi Nana pun semakin mendesah meskipun lagi-lagi desahannya tertahan. Toketnya yang bergoyang seirama dengan genjotanku pun menambah gairah persetubuhan kami. Tak ingin menyia-nyiakannya, tanganku mendarat di toketnya dan mulai meremasinya seiring dengan genjotan yang terus aku lakukan.
“akhhh… keluarghhh…..”
“ohhh….”
Tak berselang lama, rudalku Kembali dibanjiri cairan kental khas Wanita, namun kali ini berasal dari lubang kenikmatan dari bi Nana. Sementara rudalku masih benar-benar tegang dan masih ingin menggarapnya. Segera aku memintanya untuk menungging dan diturutinya. Bi Nana pun menungging di atas sofa ruang tv ini.
rudalku yang masih onfire pun segera menghujami serambi lempitnya dengan semangat 45. Segera aku menggenjotnya dengan semangat dan menimbulkan bunyi-bunyian khas dari doggystyle. Bersama dengan itu juga aku menampari pantat besar bi Nana ini. Memang pantat dan pinggul bi Nana ini yang paling besar diantara tante Wulan dan mbak Devi, tapi yang paling kencang memang milik tante Wulan.
“enak kan bihh…..”
“iyahh…. Terushhh… mmhhh…. Uhhh…..”
Makin lama genjotanku semakin kencang dan menimbulkan suara yang semakin kencang pula. Dan kali ini rudalku merasakan akan segera sampai pada puncaknya. Sementara itu, aku tak mengendurkan genjotanku dan tetap menggenjotnya dengan intensitas tinggi.
“biihhh… aku mau keluarhhh….”
“iyahh… samaa….”
Akhirnya kami keluar dalam waktu yang hampir bersamaan. Setelah itu, aku mencabut rudalku dan melihat serambi lempit bi Nana mengeluarkan lelehan dari cairan kenikmatan kami yang telah Bersatu. Aku pun beristirahat sejenak, namun masih dalam kondisi rudal yang tegak menantang langit. Sementara bi Nana juga menyandarkan diri pada sandaran sofa dengan nafas yang terengah-engah.
“To, bibi harus balik ke warung, ini udah mau siang.” Ucapnya sembari memberesi pakaian yang berserakan dan memakainnya Kembali.
“udah bi gausah buka dulu, kita main lagi nanti.” Jawabku membujuk.
“ga bisa to.”
“bibi pergi dulu ya to, makasih buat semuanya, jangan lupain bibi ya.” Ucapnya sembari memberikanku sebuah pelukan. Ngocoks.com
Setelah bi Nana pergi meninggalkan rumah, aku kemali ke dalam kamarku dan ku dapati duo tante Wulan dan mbak Devi sedang mengobrol santai dengan kondisi yang masih sama-sama bugil. Nampaknya mereka sedang asyik menggosip ria. Aku pun mengajaknya untuk bermain lagi dan disetujui oleh mereka.
Akhirnya kami pun bermain beberapa ronde lagi dan permainan kami semakin liar. Banyak gaya yang kami gunakan saat itu, termasuk WOT, tusuk dari samping dan tentunya doggystyle. Tante Wulan dan mbak Devi pun sampai keluar tiga kali lagi masing-masing dan sukses membuat mereka lemas tak berdaya, sementara aku hanya keluar dua kali yangmana aku tumpahkan pada serambi lempit tante Wulan dan juga wajah mbak Devi dalam pertarungan itu.
Setelah pesta bercinta tersebut kehidupanku Kembali normal yang tentunya masih Bersama dengan tante Wulan disampingku. Rencananya orangtuaku hari ini akan datang ke sini untuk menengokku setelah aku mendapatkan kelulusanku, mamaku juga katanya sudah kangen dengan tante Wulan yang semenjak aku di rumah sakit mereka belum berjumpa lagi.
“to, tante juga punya kabar gembira hari ini.” Ucap tante Wulan saat kami sedang menikmati makan siang Bersama.
“eh, apa tu tan?”
“nih…”
Tante Wulan pun memberikan sebuah benda yang ku kenal sebagai test pack. Dua garis biru yang tergaris dalam test pack itu mengindikasikan bahwa tante Wulan tengah mengandung. Ya… tak salah lagi, tante Wulan tengah mengandung buah cinta dari aku dan dia. Wajah Bahagia tak bisa ia tutupi disini dan segera ia beranjak dari kursinya dan memelukku.
“terimakasih, To. Kamu udah bisa wujudin salah satu mimpi tante.” Ucapnya.
“iya tan, sama-sama.”
“eh, tapi gimana sama suami tante?” tanyaku.
“udah, itu urusan tante nanti.”
Setelah itu, kami melanjutkan makan siang kami. Kami masih menunggu kedatangan orangtuaku yang katanya akan datang setelah makan siang. Mungkin maksud mereka berangkat dari rumah setelah makan siang, jadi kemungkinan mereka sampai adalah siang menjelang sore.
Yang ditunggu pun akhirnya tiba, tepat sesuai dengan prediksiku. Segera aku membukakan pintu untuk orang yang paling berjasa dalam hidupku ini. Tak luput pula aku menyalami dan mencium tangan kedua orangtuaku ini.
“keren pah anakmu, sekarang udah sarjana.” Ucap mamaku yang hanya disambut senyuman oleh papaku. Ya respon papaku emang seperti itu, seolah tak ingin wibawanya luntur.
“apaan sih mah, biasa aja kali.” Elakku.
Segera mereka masuk ke dalam rumahku dan langsung aku arahkan mereka ke ruang tengah dan langsung disambut oleh tante Wulan yang juga telah menunggu kedatangan mereka. Tante Wulan dan mama pun saling berpelukan dan saling basa-basi satu sama lain seolah mereka sudah lama tak bertemu. Sementara papaku masih dengan style stay cool-nya.
Orangtuaku pun mengajak kami untuk makan malam diluar sebagai perayaan atas kelulusanku. Aku dan tante Wulan pun mengiyakan ajakan mereka. Memang sangat jarang momen seperti ini tercipta, terlebih lagi semenjak aku berkuliah dan bisnis mamaku mulai berkembang pesat dan papaku sibuk dengan pekerjaannya, sehingga waktu Bersama keluarga pun menjadi korban.
Akhirnya kami pun Bersiap-siap untuk makan diluar dan dipilihlah salah satu gerai resto yang sangat terkenal di kota itu. Dalam perjalanan aku banyak diinterogasi oleh mama perihal tante Wulan dan juga kuliahku. Sementara tante Wulan juga membantuku untuk menyapu tiap jawaban yang sekiranya tak menguntungkan untuk kami.
Cerita bercinta Birahi Nenek Montok
“Ma, Pa. e… aku…”
“apa to. Jangan ngomong setengah-setengah ah.” Ucap mamaku memotong ucapanku.
“ishh… ya bentar dulu napa, jangan dipotong.” Protesku.
“aku mau jual rumahku ma.” Ucapku terus terang.
“loh emang kenapa dijual?” saut papaku.
“ya dito kan udah lulus dan pengen ngerantau, itu rumah dito jual buat pegangan dito di rantau.”
“sebenarnya sayang sih nak kalau dijual, rumah kan sifatnya investasi, suatu saat harganya akan naik. Ya kan , Pa?”
“emang begitu, tapi apa salahnya kita dukung apa pilihan anak kita kan, Ma.” Jawab papaku.
“mas dan mbak tenang aja. Kalau emang dito mau jual rumahnya, aku yang bakal beli. Kemarin aku sudah hubungi mas Aris dan dia setuju buat aku beli rumah Dito.” Ucap tante Wulan dan mata kami langsung tertuju ke arahnya.